Você está na página 1de 7

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN PERUBAHAN SITEM MUSKULOSKELETAL


A. Definisi
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas yang
akan terus menerus mengalami perubahan melalui proses menua yang bersifat
mental psikologis dan sosial, meskipun dalam kenyataannya terdapat
perbedaan anatar satu orang dengan orang lainnya (Departemen Sosial RI,
2002).
Perubahan normal muskuloskeletal adalah perubahan yang terkait usia
pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan
lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang
lambat, pengurangan kekuatan dan kekauan sendi- sendi.
B. Masalah Muskuloskeletal yang Sering Terjadi
1. Osteoporosis
a. Definisi
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangya masa tulang
sedemikian sehingga hanya dengan trauma minimal tulang akan patah.
Menurut WHO, osteoporosis adalah penurunan masa tulang lebih 2,5
kali standar deviasi masa tulang rata-rata dari populasi usia muda
disertai perubahan pada mikro-arsitektus tulang yang menyebabkan
tulang lebih mudah patah.
b. Klasifikasi
Menurut Peck, Chestnut (1989) dibedakan atas :
1) Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit
lain, yang dibedakan atas :
a) Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang
terutama dibagian trabekula.

b) Osteoporosis tipe II (senelis), terutama kehilangan massa


tulang daerah korteks.
c) Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan
penyebab tak diketahui.
2) Osteoporosis sekunder, yang terjadi pada usia muda dengan
penyebab tak di ketahui.
c. Gambaran klinik
Gejala usia lanjut bervariasi, beberapa tidak menunjukkan gejala,
yang sering kali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung,
yang sering kali akibat fraktur kompresi dari satu atau lebih vertebra.
Nyeri seringkali dipicu oleh adanya stress fisik, sering kali akan hilang
sendirinya setelah 4-6 minggu. Penderita lain mungkin datang dengan
gejala patah tulang, turunnya tinggi badan, bungkuk punggung
(Dowagers hump), yaitu suatu deformitas akibat kolaps dan fraktur
pada vertebra torakal tengah. Fraktur yang mengenai leher femur dan
radius sering terjadi. Sekitar 30% wanita dengan fraktur leher femur
menderita Osteoporosis ,dibandingkan hanya 15% pada pria.Fraktur
terjadi

bukan

saja

karena

osteoporosis,

tetapi

juga

karena

kecenderungan usia lanjut untuk jatuh.


d. Pemeriksaan lain
1) Pemeriksaan laboratorium (kadar kalsiun dan fosfat serum/urin).
2) Hidroksi prolin urin dan osteokalsin (bone-gla protein) dan
pirolidin cross-link urin.
3) Absorpsiometri foton tunggal maupun ganda dan sinar X (DEXA).
e. Penatalaksanaan
Penderita lanjut usia dengan fraktur osteoporosis terutama bila akibat
jatuh, memerlukan pengkajian bertingkat, antara lain :
1) Pengkajian mengenai sebab jatuh, apa yang menyebabkannya,
apakah akibat faktor lingkungan, gangguan intra-atau ekstra
serebral dan lain sebagainya.
2) Pengkajian mengenai osteoporosisnya, primer atau sekunder,
manisfestasi di tempat lain.
3) Pengkajian mengenai frakturnya. Operabel atau tidak, kalau
operabel harus dilakukan dengan pendekatan pada dokter bedah.
Setelah dilakukan operasi, tindakan rehabilitasi yang baik disertai

pemberian obat untuk upaya perbaikan osteoporosis bisa


dikerjakan.
Penatalaksanaan osteoporosisnya :
1) Tindakan diebetik : diet tinggi kalsium (sayur hijau, dan lain-lain).
Terapi ini lebih bermanfaat sebagai tindakan pencegahan.
2) Olah raga. Yang terbaik adalah yang bersifat mendukung beban
(weight bearing), misalnya jogging, berjalan cepat, dan lain-lain.
Lebih baik dilakukan di bawah sinar matahari pagi karena
membantu pembuatan vitamin D.
3) Obat-obatan. Yang membantu pembentukan tulang (steroid
anabolic, flourida). Yang mengurangi perusakan tulang (estrogen,
kalsium, dofosfonat, kalsitonin).
2. Osteomalasia
a. Defenisi
Osteomalasia adalah suatu penyakit tulang metabolik yang
ditandai dengan terjadinya kekurangan kalsifikasi matriks tulang yang
normal. Prevalensi pada usia lanjut diperkirakan 3,7%. Penyakit ini
disebabkan oleh kekurangan vitamin D oleh berbagai sebab.
b. Penyebab utamanya adalah :
1) Penyakit hati kronis, termasuk kholestasis
2) Penyakit ginjal
3) Malabsorbsi
4) Gastrektomi
5) Obat-obatan, antara lain barbiturat.
c. Gambaran klinik
Penderita mengeluh nyeri tekan tulang, kelemahan otot dan
tampak sakit. Nyeri, rasa sakit dan jatuh sering kali menyebabkan
imobilitas. Nyeri tulang sering terjadi pada tulang dada, punggung,
paha dan tungkai. Kelemahan otot terutama mengenai otot proksimal
dan sering menyebabkan penderita sukar bangkit dari kursi atau tempat
tidur, dan kadang-kadang disertai abnormalitas langkah yang lebar.
Pemeriksaaan lain yang penting meliputi biokimiawi tulang, radiologi,
scan isotop tulang dan biopsy tulang.
d. Pengobatan

Terapi osteomalasia adalah pemberian vitamin D yang dapat


diberikan peroral 3 atau perenteral atau dengan meningkatkan produksi
vitamin D dengan penyinaran UV. Penderita usia lanjut sering kali
mengkonsumsi diet yang kandungan kalsiumnya rendah, oleh karena
itu pada penderita ini sebaiknya diberikan terapai berupa tablet
kalsium yang mengandung vitamin D atau kalsiferol oral atau
perenteral 1000-1500 unit perhari.
3. Fraktur
Pada usia lanjut sering terjadi hanya dengan trauma ringan atau
bahkan tanpa adanya kekerasan yang nyata (Brocklehurst, 1987).
Jenis fraktur terutama sebagai akibat osteoporosis, terdapat tiga jenis
fraktur yaitu :
a. Fraktur leher femur
b. Fraktur colle
c. Fraktur kolumna vertebralis
4. Penyakit Radang Sendi : Artritis Reumatoid
a. Patofisiologi
Artritis adalah suatu penyakit kronis, sitemik, yang secara khas
berkembang perlahan- lahan dan ditandai oleh adanya radang yang
sering kambuh pada sendi-sendi diartrodial dan struktur yang
berhubungan. AR sering disertai dengan dodul-nodul rheumatoid,
arthritis, neuropati, skleritis, limfadenopati dan splenomegali. AR
ditandai oleh periode-periode remisi dan bertambah parahnya
penyakit.
b. Manifestasi Klinik
1) Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial
dan kelebihan produksi cairan synovial. Tidak ada perubahan yang
bersifat merusak terlihat pada radiografi.
2) Secara radiologi kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat
dilihat. Klien mungkin mengalami keterbatsan gerak tetapi tidak
ada deformitas sendi.
3) Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan

deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago


dan tulang.
4) Ketika jaringan fibrosa mengalami klasifikasi, ankilosis tulang
dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total.
Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti
nodula- nodula mungkin terjadi.
c. Penatalaksanaan
Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan agens anti
inflamasi, obat yang dapat dipilih adalah aspirin. Namun, efek anti
inflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet per
hari, yang dapat menyebabkan gejala sistem gastrointestinal dan sistem
saraf pusat. Obat anti inflamasi non-steroid sangat bermanfaat, tetapi
dianjurkan untuk menggunakan dosis yang direkomendasikan oleh
pasbrik dan pemantauan efek samping secara hati-hati perlu dilakukan.
Terapi kortikosteroid yang diinjeksikan melalui sendi mungkin
digunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi secara
cepat dihubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang.
Biasanya injeksi yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak boleh
diulangi lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya
hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu.
Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien
tentang sifat AR kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda
untuk memantau perkembangan penyakit. Klien harus ingat bahwa
walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi,
mereka harus pula mempertahankan peregerakan dan kekuatan untuk
mencegah deformitas sendi. Suatu origram aktivitas dan istirahat yang
seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada
sendi.
C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal
1. Pengkajian

Pengkajian pada lansia dengan gangguan pada sistem muskuloskeletal


adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan yang mampu dilakukan klien.
b. Lingkungan yang tidak kondusif seperti penerangan yang kurang,
lantai yang licin, tersandung alas kaki yang kurang pas, kursi roda
c.
d.
e.
f.

yang tidak terkunci, jalan menurun atau adanya tangga, dan lain-lain.
Mengkaji kekuatan otot.
Kemampuan berjalan.
Kebiasaan olahraga/senam.
Kesulitan/ketergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan

kebutuhan sehari-hari.
2. Masalah atau diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan pada lansia dengan gangguan pada sistem
muskuloskeletal adalah sebagai berikut :
a. Gangguan aktivitas sehari-hari
b. Kurangnya perawatan diri
c. Imobilisasi
d. Kurangnya pengetahuan
e. Resiko cedera : jatuh
f. Cemas
g. Nyeri sendi dan tulang
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk lansia

dengan

gangguan

sistem

muskuloskeletal adalah sebagai berikut :


a. Identifikasi faktor-faktor penyebab.
b. Anjurkan untuk menggunakan alat-alat bantu berjalan, misalnya
c.
d.
e.
f.

tongkat, atau kursi roda.


Gunakan kaca mata jika berjalan atau melakukan aktivitas.
Lakukan kegiatan fisik sesuai kemampuan.
Lakukan latihan gerak aktif dan pasif.
Latih klien untuk pindah dari tempat tidur kekursi dan sebaliknya dari

g.
h.
i.
j.
k.

kursi ke tempat tidur.


Sediakan penerangan yang cukup.
Sediakan pegangan pada tangga dan kamar mandi.
Beri motivasi dan reinforcement.
Pertahankan lingkungan yang aman.
Pertahankan kenyamanan, baik dalam keadaan istirahat maupun

beraktivitas.
l. Kolaborasi untuk pengobatan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
Azizah, lilik Marifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Penerbita Graha Ilmu.
Yogyakarta
Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Penerbit
Salemba Medika,
Jakarta
Martono, H. Hadi, 2010, Buku Ajar Geriatri, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas
Indonesia, Jakarta
Stanley, Mickey, 2002, Buku ajar Keperawatan Gerontik, Penerbit buku
Kedokteran: EGC,
Jakarata
Stockslager, Jaime L dkk, 2008, Asuhan Keperawatan Geriatrik, Penerbit buku
Kedokteran:
EGC, Jakarta
Tyson, Shirley Rose, 1999, Gerontological Nursing Care, WB Saunders Company,
USA

Você também pode gostar