Você está na página 1de 37

CLINICAL SCIENCE SESSION

SHOCK
Disusun oleh
Nurul Khotimah
Putri Alyumnah
Zulfa Zahrah Hani

1301-1214-0508
Masih proses
Masih proses

Pembimbing
Iwan Fuadi, dr., SpAn-KNA., M.Kes
Muhammad Erias Erlangga, dr., Sp.An.

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUP Dr. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2016

1. Definisi
Syok dideifinisikan dengan keadaan yang terjadi saat hipoksia sel dan
jaringan karena penurunan penghantaran oksigen dan/atau peningkatan konsumsi
oksigen. Apabila syok ditangani dengan cepat maka dapat mencegah terjadinya
kerusakan organ yang permanen.
2. Patofisiologi
Permasalahan utama pada keadaan syok adalah berkurangnya perfusi ke
jaringan yang vital bagi tubuh. Ketiika perfusi menurun dan penghantaran oksigen
ke sel tidak mencukupi untuk trejadinya metabolisme aerobik, maka sel akan
cenderung melaukan metaolisme anaerob sehingga akan memproduksi banyak
karbon dioksida dan akumulasi asam laktat. Fungsi dari sel pun akan menurun dan
apabila keadaan ini treus berlangsung maka akan menyebabkan kerusakan sel
permanen dan nekrosis.
Saat syok, jalur inflamasi dan koagulasi teraktivasi akibat hipoperfusi.
Pada keadaan hipoperfusi maka akan terjadi hipoksia pada sel endotel pembuluh
darah dan akan mengaktivasi leukosit, yang nantinya akan berikatan dengan
endotel. Selanjutnya dengan adanya ikatan endotelium dengan leukosit akan
mengeluarkan mediator inflamasi, contohnya reactive O2 species, enzim
proteolitik, sitokin, leukotriene, tumor necrosis factor [TNF]). Beberapa mediator
ini berikatan dengan reseptor permukaan sel dan mengaktivasi nuclear factor
kappa B (NFB) yang akhirnya menambah jumlah sitokine dan nitric oxide (NO).

Tekanan darah tidak selalu rendah pada stadium awal syok. Derajat tekanan darah
bergantung pada kompensasi fisiologis dan penyakit penyerta pasien.
3. Fase Syok
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak
dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang
vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat
untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi
pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas
otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah
menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah
jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di
seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah

menurun,

hipoksia

jaringan bertambah

nyata,

gangguan

seluler,

metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi


kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu
berkonstriksi

sehingga

terjadi bendungan

vena, venous

return

menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke


jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation).

Menurunnya

aliran

darah

ke

otak

menyebabkan

kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini


menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan
terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bridikinin)

yang

memperlemah

ikut

fungsi

memperburuk
jantung).

syok

Iskemia

(vasodilatasi
dan

anoksia

dan
usus

menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan


invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistem retikuloendotelial rusak, integritas
mikrosirkulasi juga rusak.

Hipoksia jaringan

juga

menyebabkan

perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya


terjadi

asidosis

metabolik,

terjadi

peningkatan

ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.


3. Fase Irrevesibel/Refrakter

asam laktat

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak


dapat

diperbaiki.

Kekurangan

oksigen

mempercepat

timbulnya

irreversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu


lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea.
4. Etiologi dan Klasifikasi

Syok Hipovolemik
1. Manifestasi Klinis

2.

Diagnosis
Anamnesis
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat
penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk
penanganan lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar
biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan
tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau
perubahan status mental.
Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan
kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma,
menentukan

mekanisme cedera

dan

beberapa

informasi

lain

akan

memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat


tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi
akibat kecelakaan kendaraan bermotor). Jika sadar, pasien mungkin dapat

menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat


sebaiknya

dicatat.

menunjukkan

Nyeri

gangguan

dada,
pada

perut,

atau

pembuluh

punggung

darah.Tanda

mungkin

klasik

pada

aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung.


Aneurisma

aorta

abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri

punggung, atau nyeri panggul.


Pada pasien

dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan

keterangan tentang
penggunaan obat

hematemesis,

melena,

riwayat

minum

alkohol,

antiinflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati

(iatrogenik atau selainn ya) adalah sangat penting.


Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan
secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda
dan

gejala-gejala

syok.

Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah

sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan


lambat.

Mekanisme

kompensasi

mencegah

diagnosis

penurunan tekanan darah

sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah.
Sebaiknya

nadi,

frekuensi

pernapasan,

dan

perfusi

kulit

lebih

diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin


tidak

mengalami

takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.

Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah

yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien


hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung
lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.
Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi:
dada, perut, paha, dan bagian luar tubuh.
1. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang
melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal
dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.
2. Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau
distensi, yang menunjukkan cedera intraabdominal.
3. Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran
(tandatanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha).
4. Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada
perdarahan luar.
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari
abdomen. Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi,
atau bruit. Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau
kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.
Pemeriksaan Laboratorium

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis


selanjutnya tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan
stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri. Pemeriksaan laboratorium awal yang
sebaiknya dilakukan antara lain:
1. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit
masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun
sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal
ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok
karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada dengue fever
atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.
2. Urin
Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin
menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria
3. Pemeriksaan analisa gas darah
pH,

PaO2,

PaCO2

dan

HCO3

darah

menurun.

Bila

proses

berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan
mulai tampa k tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH

dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan


yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
4. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan
elektrolit

seperti

hiponatremi,

hiperkalemia,

dan

hipokalsemia

terutama pada penderita dengan asidosis


5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen)
dan serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda
gagal ginjal
6. Pemeriksaan faal hemostasis
7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer
Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama
kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada
pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat
ke ruang operasi. Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala
hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber
perdarahan. Pasien trauma dengan

syok

hipovolemik

membutuhkan

pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi


aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal,

sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto
polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom
Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani)
untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari
foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography,
aortografi, atau CT-scan dada. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat
dilakukan pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma)
yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan
umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang
panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.
3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal
a. Pemeriksaan jasmani
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi,
yakni melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan:

menjamin

airway

yang

paten

dengan

cukupnya

pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen


untuk mempertahankan

saturasi

>95%.

Pada

pasien

cedera

servikal

perlu dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan syok

hipovolemik

memberikan

ventilasi

tekanan

mengakibatkan terjadinya penurunan aliran balik

positif
vena,

dapat
cardiac

output, dan memperburuk syok. Untuk memfasilitasi ventilasi


maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya high flow.
Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak
10-12 L/menit.
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
- Mengendalikan pendarahan
- Memperoleh akses intravena yang cukup
- Menilai perfusi jaringan
Pengendalian pendarahan:
Dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut
tekan).
Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah PASG
(Pneumatic Anti Shock Garment).
Pendarahan internal operasi

Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien


dengan hipotensi dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari
kepala dan badannya akan meningkatkan venous return. Pada pasien
hipotensi yang hamil dengan cara memiringkan posisinya ke
sebelah kiri juga meningkatkan aliran darah balik ke jantung.
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil,
fungsi motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak,
mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa
serta pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi
Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak
mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak
dapat diterangkan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok
menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung
menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan

dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan


memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
6. Pemasangan kateter urin
Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi
ginjal dengan memantau produksi urin. Kontraindikasi: darah pada
uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.
b. Akses pembuluh darah
Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik
dengan 2 kateter intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur
vena sentral. Kateter yang digunakan adalah kateter pendek dan
kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar. Tempat
terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila tidak
memungkinkan

digunakan

akses pembuluh sentral atau melakukan

venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum


intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Selain
itu, teknik intraoseus juga dapat dilakukan pada pasien dewasa dengan
hipotensi.
Jika

kateter

vena

telah

terpasang,

diambil

darah

untuk

crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta


tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.

c. Terapi Awal Cairan


Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal.
Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga
menstabilkan volume vaskuler dengan mengganti

volume darah yang

hilang berikutnya ke dalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan


Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl fisologis
adalah pilihan kedua. Jumlah cairan yang diberikan adalah berdasarkan
hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan sebanyak 300 ml larutan elektrolit
untuk 100 ml darah yang hilang. Sebagai contoh, pasien dewasa dengan
berat badan 70 kg dengan derajat perdarahan III membutuhkan jumlah
cairan

sebanyak

4.410

cairan

kristaloid.

Hal

ini didapat

dari

perhitungan [(BB x % darah untuk masing-masing usia x %


perdarahan) x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3].
Jumlah darah pada dewasa adalah sekitar 7% dari berat badan,
anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan. Bayi sekitar 9-10% dari berat
badan. Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga perlu
dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan
cairan.
Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi
perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu
mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain.

Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan


kristaloid, pada pasien anak diberikan 20 cc/kg BB
d. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ
A. Umum
Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut
nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang
kembali ke keadaan normal, tetapi tidak memberi informasi tentang
perfusi organ.
B. Produksi urin
Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi
ginjal. Penggantian

volume

yang

memadai

menghasilkan

pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1


ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika
jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis
yang naik menandakan resusitasi yang tidak cukup.
C. Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan
karena takipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis
metabolik ringan dalam tahap syok dini tidak perlu diterapi.
Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu

lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang
normothermic
dipertimbangkan

harus

diobati

intervensi

dengan
operasi

cairan
untuk

darah dan
mengendalikan

pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri
dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut.
e. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal
Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk
menentukan terapi berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi
dalam 3 kelompok:
1. Respon cepat
Penderita cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan
tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan
cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintenance.
2. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian
cairan, namun bila tetesan diperlambat hemodinamik menurun
kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsunya.
3. Respon minimal atau tanpa respon

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa


respon, perlu operasi segera.

Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi


resusitasi cairan bisa dinilai dari parameter-parameter berikut:
-

Capilary refill time < 2 detik

MAP 65-70 mmHg

O2 sat >95%

Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak)

Shock index = HR/SBP (normal 0.5-0.7)

CVP 8 to12 mm Hg

f. Transfusi Darah
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan
mengangkut oksigen dari volume darah. Pemberian darah juga
tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan.
o Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Tujuan

utama

transfusi

darah:

memperbaiki

kemampuan

mengangkut oksigen dari volume darah. Dapat diberikan darah


biasa maupun packed cell. Pemberian

cairan

adekuat

dapat

memperbaiki cardiac output tetapi tidak memperbaiki oksigensi


sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transport oksigen
yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan
tranfusi. Beberapa indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:
1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau
perdarahan derajat III
2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid
3. Memperbaiki delivery oksigen

4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl.


Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah
lebih dari 20-25% atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada
pasien yang telah mendapat 5-10 unit PRC. Tranfusi platelet
diberikan apada keadaan trombositopenia (trombosit <20.00050.000/mm) dan perdarahan yang terus berlangsung. Berikut
indikasi dan unit pemberian:

o Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O


Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.
Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya
sementara atau singkat.
Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka

packed cell

tipe O

dianjurkan untuk penderita dengan pendarahan exsanguinating.


o Pemanasan cairan plasma dan kristaloid

Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di


RS dalam keadaan hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada
penderita

yang

menerima

volume

kristaloid

adalah

menghangatkan cairannya sampai 39C sebelum digunakan.


o Autotransfusi
Pengumpulan

darah

keluar

untuk

autotransfusi

sebaiknya

dipertimbangkan untuk penderita dengan hemothoraks berat.


o Koagulopati
Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama. Penyebab
koagulopati:
- Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor
faktor pembekuan
- Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan
clotting cascade.

4. Komplikasi
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian
volume yang tidak adekuat.
-

Pendarahan yang berlanjut


Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari
respon buruk penderita terhadap cairan, dan termasuk kategori respon
sementara.

Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP (central venous


pressure)
Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan
cairan diperkecil

dengan

memantau

respon

penderita

terhadap

resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP merupakan pedoman


standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima
beban cairan.
Pasien syok perdarahan memiliki resiko terjadinya sepsis akibat
iskemi pada sistem saluran cerna. Pemberian antasida atau H blocker
bertujuan untuk mengurangi stress ulcer.
-

Sekuele neurologis

Kematian

Syok Kardiogenik
Definisi
Kegagalan jantng untuk memompa yang berhubungan dengan adanya
kontraktilitas myocardium atau fungsi miokardia atau kesalahan pada struktur
antomi yang ditandai oleh peningkatan tekanan dan volume pengisisian diastolik.
Syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang mengakibatkan perfusi
jaringan tidak cukup untuk mendistribusikan bahan-bahan makanan dan
pengambilan sisa-sisa metabolik.
Dari segi hemodinamik syok kardiogenik ialah kelainan jantung primer
yang mengakibatkan hal-hal berikut:

Tekanan arterial sistolok <90 mmHg (hipotensi absolut) atau paling tidak
60 mmHg dibawah tekanan basal (hipotensi relative)

Gangguan aliran darah ke organ-organ penting (kesadaran menurun,


vasokonstriksi perifer, oliguria (urine < 30 ml/jam).

Tidak adanya gangguan preload atau proses non-miokardial sebagai


etiologi syok (aritmia, asidosi atau depresan jantung secara farmakologik
maupun fisiologis).

Adanya gangguan miokardial primer secara klinik dan laboratorik


Etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh kerena gangguan mendadak
fungsi jantung atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Secara
prktiktis syok kardiogenik timbul karena gangguan mekanik atau miopatik.
Adapun etiologinya adalah:
1. Infark miokard akut dengan segala komplikasinya
2. Miokarditis akut
3. Temponade jantung akut
4. Endokarditis infektif
5. Trauma jantung
6. Ruptur korda tendinea spontan
7. Kardiomiopati tingkat akhir
8. Stenosis valvular berat
9. Regurgitasi valvular akut
10. Miksoma atrium kiri
11. Komplikasi bedah jantung
Diagnosis
1. Hipotensi: teknana darah sistolik <90 mmHg atau 60 mmHg di bawah
tekanan darah yang biasa sebelumnya.
2. Gejala hipoperfusi jaringan:
a. Kulit: gejala vasokonstrikisi perifer: pucat, basah, dingin, sianosis,
vena-vena pada punggung tangan dan kaki kolaps.
b. Ginjal: oliguria, produksi urine kurang dari 30 ml/jam
c. Otak: gangguan fungsi mental, gelisah, berontak, apatis, bingung
d. Seluruh tubuh: asidosis metabolic
3. Tanpa penyebab-penyebab hipotensi lainnya: aritmia jantung primer atau
bradikardia berat, berkurangnya volme intravaskuler, nyeri hebat,

hipoksemia, asidosis, efek toksis obat-obatan seperti vasodilator anti


hipertensi atau obat anti aritmia.
4. Sindrom syok menetap setelah:
a. Aritmia diatasi
b. Rasa nyeri dihilangkan
c. Pemberian oksigen
d. Trial of volume expansion
Manifestasi Klinik
Anamnesis
Timbulnya syok kardiogenik dalam hubungan infark miokard akut dapat
dikategorikan dalam:
1. Timbul tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setelah infark akibat gangguan
miokard masif atau ruptur dinding bebas ventrikel kiri.
2. Timbul secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark
berulang.
3. Timbul tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark disertai timbulnya bising
mitral sistolik, rupture septum atau disosiasi elektromekanin. Episode ini
dapat disertai atau tanpa nyeri dada, tapi sering disertai dengan sesak
napas akut.
Keluhan nyeri dada pada IMA biasanya di daerah substrenal, rasa nyeri seperti
ditekan, diperas, seperti diikat, rasa dicekik dan disertai rasa takut. Rasa nyeri
menjalar ke leher, rahang, lengan, punggung. Nyeri biasanya hebat, berlangsung
lebih dari setengah jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat. Syok
kardiogenik yang berasal dari penyakit jantung lainnya, keluhan sesuai dengan
penyakit dasarnya.
Pemeriksaan Fisik
Penampakan umum penderita/manifestasi yang sering timbul:
Diaforesis (kulit basah)
Pernafasan cepat (takipnea) dan dalam
Denyut cepat (kecuali dijumpai blok A-V)

Ronki akibat bendungan paru


Bunyi jantung lemah, dengan bunyi jantung 3 (S3)
Precordium diskinetik
Bising jantung bila syok berasal dari disfungsi valvular (aorta atau mitral)
Pulsus paradoksus pada infark miokard atau temponade jantung.
Evaluasi umum
Foto toraks
Umumnya normal atau kardiomegali ringan hingga sedang
Edema paru interstisial/alveolar
Mungkin ditemukan efusi pleural
Elektrokardiogram
Umumnya menunjukan infark miokard akut dengan atau gelombang Q
Electrical alternans menunjukan adanya efusi perikardila dengan
tanponade jantung
Evaluasi Khusus
Ekokardiografi, pemeriksaan ini penting untuk menilai:
Hipokinesis berat ventrikel difus atau segmental (bila berasl dari infark
miokard)
Efusi pericardial
Katup mitral dan aorta
Rupture septum
Pintasan intrakardiak
Kateterisasi jantung
Umumnya tidak perlu kecuali pada kasus tertentu untuk mengetahui
anatomi pembuluh darah coroner dan fungsi ventrikel kiri untuk persiapan
bedah pintas coroner atau angioplasty coroner translumina perkutan.
Untuk menunjukan defek mekanik pada septum ventrikel atau regurgitasi
mitral akibat disfungsi atau rupture otot papilaris.
Tatalaksana

Langkah-langkah tatalaksana syok kardiogenik


1. Etiologi syok harus ditentukan secepat mungkin
2. Pemantauan hemodinamik (kalau mungkin memakai kateter Swan-Ganz)
3. Pemberian oksigen (jika memungkinkan menggunakan venturi face mask
dengan konsentrasi oksigen 28%-48%)
4. Menghilangkan nyeri dengan morfin 4-8 mg intravena
5. Berikan dopamine 2-15 g/kg/m, norepineprin 2-20 g/kg/m atau
dobutamin 2,5-10 g/kg/m untuk meninggikan tekanan perfusi arterial dan
kontraktilitas.
6. Cairan intravena, dekstran 40
7. Furosemid 40-80 mg atau asam etakrinik 50 mg (bila ada bendungan
paru). Diuretik menyebabkan vasodilatasi vena dan diuresis, higga
bendungan paru berkurang dan oksigenasi darah meningkat.
8. Digitasi hanya diberikan pada takikardia supraventrikel dan fibrilasi atrial.
9. Vasodilator hanya diberikan bila dijumpai vasokonstriksi perifer hebat dan
penderita dipantau ketat secara klinik dan hemodinamik.
10.

Tindakan pintas coroner dan angioplasty darurat jika perlu

Syok Obstruktif
Definisi
Syok obstruktif terjadi karena hambatan pada aliran sirkuit kardiovaskular
yang ditandai oleh kerusakan pengisian diastolik ataupun afterload yang
berlebihan.
Etiologi

Tension pneumothorax: peningktan udara dalam ruang pleura.

Cardiac temponade: peningkatan tekana intraperikardial menghambat


aliran balik vena ke jantung kompresi ventrikel kanan pengurangan
cardiac output

Emboli Paru

Manifestasi Klinis dan Tatalaksana


Etiologi

Manifestasi Klinik

Tension
Pneumothorax
Cardiac Temponade

Hypotension, hypoxia, hyperresonant


thorax, JVP distention, tachycardia
Triad: hypotension, quiet (muffled) heart
sounds, raised JVP.
Dyspnea, takikardia, perfusi kurang
Auskultasi: friction rub and distant heart
sound
EKG: electrical alternans
Respiratory distress, hypoxia, penurunan
cardiac output

Emboli Paru

Resusitasi cairan dibutuhkan untuk meningkatkan cardiac output

Tatalaksana
Thoracostomy
Pericadiocentesis

Antithrombotic therapy:
Low molecular weight
heparin (LMWH) or
warfarin

Syok distributif
Syok distributif merupakan gangguan distribusi aliran darah karena vasodilatasi
perifer secara signifikan, sehingga volume darah yang bersirkulasi tidak adekuat
menunjang perfusi jaringan.
Berdasarkan etiologi, syok distributif dibagi menjadi :
1. Syok septik
2. Syok anafilaksis
3. Syok neurogenik

1) Syok Septik
Sepsis adalah penyebab paling umum dari syok distributif dan memiliki
tingkat kematian 20-50%. Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi
bakteri

gram negatif yang berada dalam darah, biasanya

disebabkan oleh

Escherichia coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas dan gram negative anaerob


(misalnya : Bacteroides), tapi jamur dan jenis bakteri gram positif (misalnya, S
aureus) juga dapat menjadi penyebab sepsis.
Ada beberapa faktor terjadinya syok septik antara lain : usia, diabetes,
imunosupresi , penyakit saluran kemih dan riwayat prosedur invasive. Faktor
pencetus yang umum meliputi prosedur invasive

seperti tindakan bedah,

manipulasi saluran kemih, saluran empedu atau ginekologi.


Syok septik yang ditandai dengan :
-

Sistemik (tanda inflamasi)

Suhu < 36oC or > 38oC

HR > 90 x/menit

Lekosit < 4000 atau> 12000

Adanya infeksi

Hipotensi

Hipoperfusi jaringan

Syok septik didiagnosis ketika ada bukti klinis infeksi

dengan hipotensi

persisten dan bukti hipoperfusi organ, seperti asidosis laktat, penurunan output
urin (Oliguri), atau perubahan status mental.
Penatalaksanaan Syok septik :
a) Pastikan jalan nafas baik
b) Tindakan Medis :
-

Terapi Cairan
Terapi cairan bergantung pada hasil pengukuran hemodinamik (tensi,
nadi, dan diuresis) dan keadaan umum.

Obat-obat inotropik
Dopamin harus segera diberikan apabila resusitasi cairan tidak
memperoleh perbaikan.

Terapi antibiotik
Sebaiknya terapi antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan
resistensi. Hal ini mungkin tidak dapat dilakukan pada keadaan
darurat karena pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang
cukup lama.

c) Evakuasi sumber infeksi


Jaringan nekrotik, abses harus segera dieksisi, dievakuasi dan dipasang
drainase. Terapi cairan dan antibiotik tidak banyak menolong bila
sumber infeksi belum disingkirkan. Hal ini sangat penting pada abses
intra abdomen sumbatan empedu dengan kolangitis yang segera
membutuhkan pembedahan akut.
d) Tindakan medikamentosa
-

Terapi heparin untuk syok septik dengan komplikasi koagulasi


intravaskular tersebar (DIC) dan perdarahan yang bermakna

Terapi naloxon dapat memulihkan hipotensi pada syok septik


2) Syok anafilaksis

Syok anafilaksis terjadi akibat respon hipersensitivitas system imun. Syok


anafilaksis didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang mengakibatkan
tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan yang disebabkan oleh reaksi
alergi hebat terhadap protein asing, baik yang berasal dari obat-obatan, toksin
serangga ataupun makanan. syok yang disebabkan karena reaksi antigen-antibodi
(antigen IgE). Antigen menyebabkan pelepasan mediator kimiawi endogen,
seperti histamin, serotonin, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
endotelial vaskuler disertai bronkospasme.

Syok anafilaksis bisa menyebabkan kematian dalam hitungan detikmenit jika


tidak segera ditangani.

Gejala klinis dapat berupa pruritus, urtikaria, angioedema, palpitasi,


dyspnea, dan syok.
Diagnosis dari Syok anafilaksis:
Riwayat penyakit
Pemeriksaan Fisik
-

Kulit : eritema, udem, urtikaria

Kardio Vaskular : takikardia, hipotensi

Respirasi : rhinitis, obstruksi laring, spasme bronkus

GIT : mual, muntah, diare, keram perut

Lainnya : ansietas, kesadaran menurun

Penatalaksanaan dan Management syok anafilaktik

Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi


anafilaksis

Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat


atau sengatan hewan longgarkan 1-2 menit tiap 10 menit.

Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala
(posisi shock) dengan alas keras.

Bebaskan airway dan Berikan oksigen

Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau
Nacl fisiologis, 0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring
dengan Tensi dan produksi urine.

Bila perlu pasang CVP

Berikan Epinephrine (subcutaneous); anak 0,01 mg/kgBB SC (larutan


1:1000), fungsinya meningkatkan kontraktilitas miokard, vasokonstriksi
vaskuler, meningkatkan tekanan darah dan bronkodilatasi.

Kortikosteroid: dexamethasone 0,2 mg/ kgBB IV (intravena)

Bila terjadi bronkospasme dapat diberi aminophyline 5-6 mg/kgBB IV


bolus secara perlahan, dilanjutkan dengan infus 0,4-0,9 mg/kgBB/menit
3) Syok Neurogenik

Syok Neurogenik didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang


mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan yang disebabkan
oleh kegagalan sistem saraf
dalam mempertahankan tonus vasomotor perifer.
Biasanya disebabkan oleh trauma cedera tulang belakang atau efek dari epidural
atau anestesi spinal. Hal ini menyebabkan hilangnya tonus simpatis perifer
(vasodilatasi, venous return berkurang, CO berkurang) dengan penurunan
resistensi pembuluh darah sistemik dan hipotensi tanpa takikardia.

Refleks vagal parasimpatis ditimbulkan oleh nyeri, dilatasi lambung, atau demam
yang dapat mensimulasi syok neurogenic selanjutnya menyebabkan hipotensi,
bradikardia, dan sinkop.
Gejala klinis meliputi hipotensi disertai bradikardia,gangguan neurologis akibat
syok neurogenik
dapat meliputi paralisis flasid, reflex ekstremitas hilang dan priapismus.

Diagnosis :
-

Riwayat Penyakit

Pemeriksaan Fisik

Kulit hangat
Defisit neurologis
Hipotensi persistent
Bradikardi
apakah adanya trauma yang menyertai

Penatalaksanaan syok neurogenik:


-

Pastikan Jalan Nafas adequate

Resusitasi cairan secara adekuat

Vasopresor
Dopamine
Alpha agonist

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. 1999
2. Society of critical medical care medicine. Shock. 2011
3. Gavin Joynt. Shock. 2003
4. Morgan C, Wheeler DS. Obstructuve shock. The open pediatrics medical
journal. 2013
5. Harrison ed.17
6. Leksana L. Dehidrasi dan syok, Bagian Anestesi dan Terapi Intensif FK
UNDIP. vol. 42 no.5 . 2015
7. Herdyanto Y. Syok dan penanganannya.
8. Society of critical care medicine. Shock pathophysiology,classification and
approach to management
9. Rifki Az. Mengenal syok,RS Islam Siti Rahmah Padang Mini Simposium
emergency in field activities. 2013

Você também pode gostar

  • CASE DBD
    CASE DBD
    Documento5 páginas
    CASE DBD
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Dogma Sentral
    Dogma Sentral
    Documento16 páginas
    Dogma Sentral
    Agnes Alkhurilina
    100% (1)
  • Bab Vi Genetika Bakteri
    Bab Vi Genetika Bakteri
    Documento27 páginas
    Bab Vi Genetika Bakteri
    Laura Elizabeth Tobing
    50% (2)
  • Safety and Efficacy of Adapalene
    Safety and Efficacy of Adapalene
    Documento17 páginas
    Safety and Efficacy of Adapalene
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Ijms-17-00130 en Id
    Ijms-17-00130 en Id
    Documento11 páginas
    Ijms-17-00130 en Id
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kasus Nefrolitiasis
    Laporan Kasus Nefrolitiasis
    Documento10 páginas
    Laporan Kasus Nefrolitiasis
    Ramadhan Ananda Putra
    100% (1)
  • Nihms639109 en Id
    Nihms639109 en Id
    Documento20 páginas
    Nihms639109 en Id
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Progeria
    Progeria
    Documento18 páginas
    Progeria
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    0% (1)
  • Ijms-17-00130 en Id
    Ijms-17-00130 en Id
    Documento11 páginas
    Ijms-17-00130 en Id
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Bab Vi Genetika Bakteri
    Bab Vi Genetika Bakteri
    Documento27 páginas
    Bab Vi Genetika Bakteri
    Laura Elizabeth Tobing
    50% (2)
  • Progeria
    Progeria
    Documento18 páginas
    Progeria
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    0% (1)
  • Genetika Bakteri Makalah
    Genetika Bakteri Makalah
    Documento26 páginas
    Genetika Bakteri Makalah
    Edo Apladi
    100% (1)
  • Berita Acara
    Berita Acara
    Documento2 páginas
    Berita Acara
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Crs Tetanus DR Anam
    Crs Tetanus DR Anam
    Documento33 páginas
    Crs Tetanus DR Anam
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Syok
    Syok
    Documento42 páginas
    Syok
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Syok Anafilaktik
    Syok Anafilaktik
    Documento21 páginas
    Syok Anafilaktik
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Akut Abdomen
    Akut Abdomen
    Documento52 páginas
    Akut Abdomen
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Css Tetanus
    Css Tetanus
    Documento41 páginas
    Css Tetanus
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Kuisioner Gambaran Sikap Dan Perilaku Pemberian Vaksin TT Pada Ibu Hamil
    Kuisioner Gambaran Sikap Dan Perilaku Pemberian Vaksin TT Pada Ibu Hamil
    Documento2 páginas
    Kuisioner Gambaran Sikap Dan Perilaku Pemberian Vaksin TT Pada Ibu Hamil
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Materi Pembicara PIN XII PAPDI 2014 - Non Cardiac Chest Pain - 144
    Materi Pembicara PIN XII PAPDI 2014 - Non Cardiac Chest Pain - 144
    Documento31 páginas
    Materi Pembicara PIN XII PAPDI 2014 - Non Cardiac Chest Pain - 144
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Ispa
    Ispa
    Documento2 páginas
    Ispa
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • BAB III Pasien
    BAB III Pasien
    Documento5 páginas
    BAB III Pasien
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Leaflet Jamban
    Leaflet Jamban
    Documento5 páginas
    Leaflet Jamban
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Documento6 páginas
    Daftar Isi
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Leaflet Jamban
    Leaflet Jamban
    Documento5 páginas
    Leaflet Jamban
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Jamban Sehat Asli
    Jamban Sehat Asli
    Documento12 páginas
    Jamban Sehat Asli
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Documento2 páginas
    Daftar Pustaka
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Phbs 1
    Phbs 1
    Documento15 páginas
    Phbs 1
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • SK Abies
    SK Abies
    Documento36 páginas
    SK Abies
    Dimpuulina Erna Mariati Sihombing
    Ainda não há avaliações