Você está na página 1de 66

ADAB BERPAKAIAN DALAM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab jamak dari yang diartikan dengan budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat.
1. Akhlak itu tersendiri terbagi atas 2, yaitu :
Akhlak Mahmuda ( akhlak terpuji )
Contoh : memberi sumbangan, sabar menghadapi masalah, rajin belajar dan bekerja, berbuat
baik kepada orang tua
2. Akhlak Mazmumah ( akhlak tercela )
Contoh : berdusta ketika berbicara, malas, dan apatis
Sebagai seorang yang beriman, kita harus membiasakan untuk berakhlak yang terpuji, karena
akhlah adlah buah dan merupakan hasil dari iman dan aqidah kita sendiri.
Akhlak menurut Imam Gazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu.
Akhlak menurut Ibrahim Anis adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa dan terdapat macammacam perbuatan tanpa membutuhkan pertimbangan terlebih dahulu.

B.

Rumusan Masalah
a.

Apakah pengertian akhlak?

b. bagaimana cara berahklak dalam islam?


c.

Bagaimanakah tata cara berpakaian yang benar menurut ajaran Islam ?

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Akhlak Berpakaian
Menurut bahasa, dalam bahasa Arab pakaian disebut dengan kata Libaasuntsiyaabun dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pakaian diartikan sebagai barang apa
yang biasa dipakai oleh seorang baik berupa jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah,
serban
Menurut isltilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam
berbagai ukuran dan modenya berupa baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang lain, sesuaikan
dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun umum.
Tujuan berpakaian :
1.Tujuan khusus, yaitu : pakaian yang lebih berorientasi kepada nilai keindahan, sesuai dengan
situasi dan kondisi pemakaian
2.Tujuan umum, yaitu : pakaian yang lebih berorientasi kepada keperluan menutup atau
melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan agama
ataupun adat
Menurut kepatutan agama lebih mengarah kepada keperluan menutup aurat, sesuai
dengan ketentuan syara dengan tujuan beribadah. Sedangkan menurut kepatutan adat adalah
pakaian yang sesuai dengan mode atau batasan ukuran berpakaian yang berlaku dalam suatu
wilayah hukum ada.
B. Bentuk akhlak berpakaian
Dalam pandangan Islam, pakaian terbagi menjadi dua bentuk :
1.

Pakaian untuk menutupi aurat tubuh yang dalam perkembangannya telah melahirkan
kebudayaan bersahaja. Hal ini sebagai realisasi dari perintah Allah, aurat wanita seluruh
tubuhnya kecuali wajah dan dua telapan tangan, sedangkan aurat pria menutup aurat di bawah

lutut dan di atas pusar. Batasan yang telah ditetapkan Allah ini melahirkan kebudayaan yang
sopan dan enak dipandang serta menciptakan rasa aman dan tenang, sebab telah memenuhi
kewajaran. Bepakaian menutup aurat juga menjadi bagian integral dalam menjalankan ibadah,
terutama shalat, haji dan umrah. Oleh sebab itu setiap orang beriman berkewajiban untuk
2.

berpakaian yang menutup aurat.


Pakaian merupakan perhiasan

yang menunjukkan identitas

diri, sebagai

konsekuensi

perkembangan peradaban manusia. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan mengaktualisasikan diri
sesuai dengan tuntutan perkembangan mode dan zaman. Dalam kaitan dengan pakaian sebagai
perhiasan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan
mengembangkan berbagai mode pakaian, sesuai dengan fungsi dan mementumnya.
Walaupun demikian Allah memberikan batasan kebebasan itu dalam Firman-Nya :




.
Artinya : Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk
menutupi auratmu dan untuk perhiasanmu. Tetapi pakaian takwa, itu yang lebih baik.
Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. (al-A'raf :
26)
Aurat secara bahasa berarti hal yang jelek untuk dilihat atau sesuatu yang memalukan bila
dilihat
Menurut syara aurat adalah bagian tubuh yang diharamkan Allah untuk diperlihatkan kepada
orang lain
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa garis panduan adab berpakaian (untuk lelaki dan
wanita) muslim dan muslimah haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Menutup aurat. Aurat lelaki menurut ahli hukum ialah dari pusat hingga ke lutut. Aurat wanita
ialah seluruh anggota badan, kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Rasulullah Saw.
bersabda yang artinya : "Paha itu adalah aurat." (HR.Bukhari)
2. Tidak tembus pandang dan tidak ketat. Pakaian yang tembus pandang dan ketat tidak
memenuhi syarat menutup aurat. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Dua golongan ahli
neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu
yang digunakan untuk memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian

tetapi telanjang dan meliuk-liukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk.
Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat
3.

dicium dari jarak yang jauh." (HR.Muslim).


Tidak menimbulkan sifat riya. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa yang
mengenakan pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah Swt. tidak akan memandangnya pada
hari kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa yang
memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada

4.

hari akhirat nanti." (HR.Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah)
Wanita tidak menyerupai laki-laki dan laki-laki tidak menyerupai wanita. Maksudnya
pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya.
Rasulullah Saw. mengingatkan hal ini dengan tegas dalam sabdanya : "Allah mengutuk wanita
yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap perempuan."
(HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits lain Baginda Nabi Saw. juga bersabda : "Allah
melaknat lelaki berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki." (HR. Abu Daud dan Al-

Hakim).
5. Menutup tubuh bagian atas dengan tudung kepala. Contohnya seperti tudung yang
seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak yaitu untuk menutupi kepala dan rambut, tengkuk
atau leher dan juga dada. Allah berfirman :




Artinya : Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang Mukmin, Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (al-Ahzab:59). Jilbab ialah sejenis baju kurung yang
lapang yang dapat menutup kepala, wajah dan dada.
6.

Memilih warna sesuai. Contohnya warna-warna lembut termasuk putih karena warna-warna
seperti itu kelihatan bersih dan sangat disenangi serta sering menjadi pilihan Rasulullah Saw.
Beliau bersabda : "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu

dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim).


7. Laki-laki dilarang memakai emas dan sutera. Ini termasuk salah satu etika berpakaian di
dalam Islam. Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita, namun hari ini

banyak di antara laki-laki cenderung untuk berhias seperti wanita sehingga ada yang memakai
anting, cincin dan gelang emas. Semua ini sangat bertentangan dengan hukum Islam. Rasulullah
s.a.w. bersabda : "Haram kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya)
kepada wanita. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah kamu memakai sutera,
sesungguhnya orang yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat."
(HR.Muttafaq
8. Dahulukan sebelah kanan. Imam Muslim meriwayatkan dari Saidatina Aisyah : "Rasulullah
suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai baju, berjalan kaki dan bersuci".
Apabila memakai baju atau seumpamanya, dahulukan sebelah kanan dan apabila
menanggalkannya, dahulukan sebelah kiri. Rasulullah SAW bersabda : "Apabila seseorang
memakai baju, dahulukanlah sebelah kanan dan apabila menanggalkannya, dahulukanlah sebelah
kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai baju dan yang terakhir
menanggalkannya." (HR. Muslim).
9. Memakai pakaian baru. Apabila memakai pakaian yang baru dibeli, ucapkanlah seperti yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang artinya : "Ya Allah, segala puji bagi-Mu,
Engkau yang memakainya kepadaku, aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang
dibuat baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada kejahatannya dan kejahatan apaapa yang diperbuat untuknya. Demikian itu telah datang daripada Rasulullah".
10. Berdoa. Ketika menanggalkan pakaian, lafaz-kanlah: "Pujian kepada Allah yang mengurniakan
pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam kehidupanku, dengan
nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia."
Sebagai seorang muslim, sewajarnya memakai pakaian yang sesuai dengan tuntunan dan
tuntutan agama Islam itu sebdiri, karena sesungguhnya pakaian yang sopan dan menutup aurat
adalah

cerminan

kepribadian

seorang

Muslim

yang

sebenarnya.

C. Nilai positif Akhlak Berpakaian


Suruhan memakai pakaian tidak hanya berfungsi sebagai berhias untuk keindahan,
namun juga untuk menjaga kesehatan kulit, karena kulit berfungsi melindungi fisik dari
kerusakan-kerusakan, kumat, panas, zat kimia dan sinar ultra violet yang dapat menyebabkan
kulit terbakar serta penyakit kanker kulit. Dengan berpakaian yang baik, kesehatan akan
terpelihara dan suhu tubuh akan selalu normal.

Sementara dari segi syara di samping berhias untuk keindahan penampilan, pakaian juga
sebagai aplikasi dari perintah Allah untuk menutup aurat dan bernilai ibadah. Oleh sebab itu
pemilihan bahan dan mode pakaian, selain indah dan bersih haruslah sesuai dengan ketentuan
agama, sebagaimana Firman Allah :


Artinya : Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki)
masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak Menyukai orang
yang berlebih- lebihan. (Alaraf:31)

D. Membiasakan akhlak berpakaian


Tidak dapat dipungkiri bahwa, manusia dalam berbagai level kehidupan mengenakan
pakaian sebagai kebutuhan melindungi diri dan memperindah penampilan, dengan jenis dan
bahan serta mode yang beragam sesuai dengan tingkat dan status sosial serta mengikuti
perkembangan zaman.
Namun, sebagaimana dijelaskan di atas, Islam telah mengatur sedemikian rupa tentang
tata dan krama berbusana. Seorang muslim tidak dibenarkan berpakaian berdasarkan
kesenangan, mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat dengan meninggalkan ketentuan
syara. Hanya orang munafik yang meninggalkan ketentuan agama dalam berpakaian, sebagai
akibatnya tentu akan beroleh kemurkaan dari Allah Swt.

E.Hakikat menutup Aurat dalam berpakaian


Hakikat pakaian menurut Islam ialah untuk menutup aurat, yaitu menutup bagian anggota
tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Syariat Islam mengatur hendaknya pakaian
tersebut tidak terlalu sempit atau ketat, tidak terlalu tipis atau menerawang, warna bahannya pun
tidak boleh terlalu mencolok, dan model pakaian wanita dilarang menyerupai pakaian laki-laki.
Selanjutnya, baik kaum laki-laki maupun perempuan dilarang mengenakan pakaian yang

mendatangkan

rasa

berbangga-bangga,

bermegah-megahan,

takabur

dan

menonjolkan

kemewahan yang melampaui batas.


Yang menjadi dasar aurat wanita adalah:
1. Al-Quran
Allah SWT berfirman :
Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya
kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur
(jilbab)nya ke dadanya. (QS. An-Nur : 30-31)
Ayat ini menegaskan empat hal :
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang
berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab.
Allah SWT berfirman :
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang
mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Ahzab: 59).
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan
berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita
bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda
keimanan mereka.
2. Hadits Nabi SAW
Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah
dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata : Hai Asma,
sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang
layak terlihat kecuali ini, sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan
Baihaqi).

Hadits ini menunjukkan dua hal:


1.

Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.

2.

Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.

Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan
dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib.
Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai
dosa.
Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat saja namun juga pada semua
tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
A. Aurat wanita bersama wanita
Wanita bersama dengan kaum wanita, bagaikan laki-laki bersama dengan laki-laki,
diperbolehkan melihat seluruh badannya kecuali antara lutut dan pusarnya, kecuali diindikasikan
akan membawa fitnah, maka tidak boleh menampakkan bagian tubuh itu. Hanya saja kepada
wanita yang tidak seagama, wanita muslimah tidak boleh menampakkan auratnya sebagaimana
kepada sesama wanita muslimah. Karena wanita yang tidak seagama berstatus orang lain bagi
wanita muslimah. Allah berfirman :
Artinya: atau wanita-wanita Islam. (QS. An Nur/24:30)
B. Aurat wanita di hadapan laki-laki
Keberadaan wanita di hadapan lawan jenisnya memiliki rincian hukum yang berbeda-beda,
yaitu:
a. Di hadapan laki-laki lain, yang tidak ada hubungan mahram.
Maka seluruh badan wanita adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena keduanya
diperlukan dalam bermuamalah, memberi dan menerima.
Pandangan laki-laki kepada wajah dan telapak tangan wanita bisa diklasifikasikan dalam tiga
kelompok, yaitu:
1. Tidak diperbolehkan dengan sengaja melihat wajah dan telapak tangan wanita lain tanpa
tujuan syari. Dan jika tanpa sengaja melihatnya maka segera harus memalingkan pandangan
seperti yang telah dijelaskan pada pandangan fajah (tanpa sengaja).
2. Melihat karena ada tujuan syari dan tidak ada fitnah, seperti melihat untuk melamar.
Rasulullah menyuruh Mughirah bin Syubah untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya:

Jika salah seorang di antaramu, meminang seorang wanita maka jika ia mampu melihat bagian
yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah. (H.R. Ahmad, dan Abu Daud)
Dan untuk semua tujuan itu, seseorang diperbolehkan melihat wajahnya, yang dengan melihat
wajah itu sudah cukup untuk mengenalinya.
3. Memandang dengan syahwat, inilah pandangan terlarang, seperti yang disebutkan dalam
hadits Nabi:
Nabi saw bersabda :
Telah ditetapkan atas setiap anak Adam bagian dari zina, zina mata adalah pandangannya, zina
mulut adalah ucapannya, zina telinga adalah mendengarkannya, zina tangan adalah
memegangnya, zina kaki adalah melangkah menemuinya, nafsunya berharap dan berselera,
kemaluannya membenarkan atau mendustakannya. (H.R. Ibnu Majah)
Asbabun nuzul ayat 30 ini sangat memperjelas kewajiban menjaga pandangan, yaitu kisah
seorang laki-laki yang lewat di salah satu jalan di Madinah, ia memandangi seorang wanita. Dan
wanita itupun membalas memandanginya. Setan ikut bermain menggoda keduanya, sehingga
keduanya saling mengagumi. Sambil berjalan laki-laki itu terus memandangnya hingga ia
menabrak tembok dan berdarah hidungnya. Ia berkata:
Demi Allah! Saya tidak akan membasuh darah ini sebelum saya menemui Rasulullah SAW lalu
saya ceritakan kejadian ini.
Laki-laki itu segera menemui Nabi dan menceritakan kejadiannya. Nabi bersabda:
Inilah hukuman dosamu. Dan Allah menurunkan ayat 30 dan 31 ini.[1]
Pengecualian dalam hukum ini adalah jika berada dalam keadaan terpaksa, seperti penglihatan
dokter muslim yang terpercaya untuk pengobatan, khitan, atau penyelamatan dari bahaya
kebakaran, tenggelam, dsb.
b. Di hadapan laki-laki yang memiliki hubungan mahram
Ada ulama yang mengatakan bahwa dalam kondisi itu wanita hanya boleh menampakkan bagian
tubuh yang biasa terlihat sewaktu bekerja, yaitu: rambut, leher, lengan, dan betis.
Allah berfirman :
Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasan-nya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau

putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka ( QS. An
Nur/24:31)
c. Di hadapan suami
Seorang wanita di hadapan suaminya boleh menampakkan seluruh anggota badannya. Karena
segala sesuatu yang boleh dinikmati, tentu boleh juga dilihat.
Allah berfirman :
kecuali kepada suami mereka, ,
Ada sebagian ulama yang mengatakan makruh melihat kemaluan. Karena Aisyah RA
mengatakan tentang hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW:
Artinya: Saya tidak pernah melihat darinya dan ia tidak pernah melihat dariku. (H.R. At
Tirmidzi)
d. Budak wanita di hadapan orang yang tidak boleh menikmatinya
Aurat budak wanita di hadapan laki-laki yang tidak boleh menikmatinya adalah seperti aurat
laki-laki, yaitu antara lutut dan pusar. Dan jika di hadapan tuan yang boleh menikmatinya maka
kedudukannya bagaikan istri dengan suaminya.
Allah berfirman :
atau budak-budak yang mereka miliki,.
Aurat Laki-laki dan Hukum Menutupnya
Aurat laki-laki yang harus ditutup saat menunaikan shalat adalah qubul (kemaluan bagian depan)
dan dubur (kemaluan bagian belakang), adapun di luar itu, mulai dari paha, pusar dan lutut, para
ulama berbeda pendapat; sebagian ulama menganggapnya sebagai aurat dan sebagian lagi tidak
menganggapnya sebagai aurat.
F. Etika Berpakaian Menurut Ajaran Islam
Surat Al araf ayat 26 menjelaskan bahwa Allah menurunkan pakaian yang baik untuk
menutup aurat dan menghindarkan Manusia dari zalim terhadap dirinya dan orang lain.
yang artinya : Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian
untuk menutup auratmu dan untuk perhiasan bagimutetapi pakaian takwa itulah yang lebih baik
demikianlah sebagai tanda-tanda Allahmudah-mudahan ingat.(al-Araf: 26)

Di dalam Islam ada garis panduan tersendiri mengenai adab berpakaian (untuk lelaki dan
wanita) yaitu:
1). Menutup aurat: aurat lelaki menurut ahli hukum ialah daripada pusat hingga ke lutut. Aurat
wanita pula ialah seluruh anggota badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan tapak kakinya.
Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Paha itu adalah aurat." (Bukhari)
2). Tidak menampakkan tubuh: pakaian yang jarang sehingga menampakkan aurat tidak
memenuhi syarat menutup aurat. Pakaian jarang bukan saja menampak warna kulit, malah boleh
merangsang nafsu orang yang melihatnya.
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku
lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan bagi memukul
manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang dan meliukliukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga
dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat dicium daripada jarak yang
jauh." (Muslim).

3). Pakaian tidak ketat: tujuannya adalah supaya tidak kelihatan bentuk tubuh badan.
4). Tidak menimbulkan riak: Rasulullah saw bersabda bermaksud: "Sesiapa yang melabuhkan
pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari
kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Sesiapa yang memakai
pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari
akhirat nanti." (Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah)
5). Lelaki, wanita berbeza: maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai
oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini dengan tegas
menerusi sabdanya yang bermaksud:
"Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian
dan sikap perempuan." (Bukhari dan Muslim)
Baginda juga bersabda bermaksud:
"Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki." ?(Abu Daud dan AlHakim).

6) Larangan pakai sutera: Islam mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW
bersabda bermaksud: "Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya
di dunia tidak dapat memakainya di akhirat." (Muttafaq 'alaih)

7) Melabuhkan pakaian: contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak
syarak iaitu bagi menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman
bermaksud:
"Wahai Nabi, katakanlah (suruhlah) isteri-isteri dan anak-anak perempuanmu serta perempuanperempuan beriman, supaya mereka melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya
(semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai
perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah
adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang."
(al-Ahzab:59)

8). Memilih warna sesuai: contohnya warna-warna lembut termasuk putih kerana ia nampak
bersih dan warna ini sangat disenangi dan sering menjadi pilihan Rasulullah SAW. Baginda
bersabda bermaksud: "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu
dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim)

9) Larangan memakai emas: termasuk dalam etika berpakaian di dalam Islam ialah barangbarang perhiasan emas seperti rantai, cincin dan sebagainya. Bentuk perhiasan seperti ini
umumnya dikaitkan dengan wanita namun pada hari ini ramai antara para lelaki cenderung untuk
berhias seperti wanita sehingga ada yang sanggup bersubang dan berantai. Semua ini amat
bertentangan

dengan

hukum

Islam.

Rasulullah

s.a.w.

bersabda

bermaksud: "Haram

kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita.

10) Mulakan sebelah kanan: apabila memakai baju, seluar atau seumpamanya, mulakan sebelah
kanan. Imam Muslim meriwayatkan daripada Saidatina Aisyah bermaksud: "Rasulullah suka
sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai kasut, berjalan kaki dan bersuci."Apabila
memakai

kasut

menanggalkannya,

atau

seumpamanya,

mulakan

dengan

mulakan
sebelah

dengan

sebelah

kiri. Rasulullah

kanan

dan

SAW

apabila
bersabda

bermaksud: "Apabila seseorang memakai kasut, mulakan dengan sebelah kanan, dan apabila
menanggalkannya, mulakan dengan sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama
memakai kasut dan yang terakhir menanggalkannya." (Riwayat Muslim).

11). Selepas beli pakaian: apabila memakai pakaian baru dibeli, ucapkanlah seperti yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang bermaksud:
"Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku memohon
kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu
daripada kejahatannya dan kejahatan apa-apa yang diperbuat untuknya. Demikian itu telah
datang daripada Rasulullah".

12) Berdoa: ketika menanggalkan pakaian, lafaz- kanlah: "Pujian kepada Allah yang
mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam
kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia.
Sebagai seorang Islam, sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang sesuai menurut tuntutan
agamanya kerana sesungguhnya pakaian yang sopan dan menutup aurat adalah cermin seorang
Muslim yang sebenar.
G. Hikmah berpakaian Islami :
1) Seseorang yang berpakaian islami akan terjaga kehormatannya. Akhwat2 yang memakai jilbab
insyaAllah tidak akan diganggu oleh para ikhwan usil (Al Ahzab:59).
2) Terjaga dari perilaku yang menyimpang. Kalau di sekeliling kita masih banyak yang membuka
aurat, maka kita harus pandai2 mengalihkan pandangan. '' Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman,hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat.'' (Q.S. An Nur: 30).
" Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya." (Q.S. An
Nur: 31)
3) Terhindar dari penyakit tertentu. Pakaian takwa adalah pakaian yang menutupi tubuh. Artinya,
secara otomatis kulit kita akan terlindungi dari bahaya sinar ultraviolet yang bisa menyebabkan
kanker kulit.
4) Terhindar dari azab Allah. Pernah ada kejadian, seorang wanita yang sedang hamil muda pergi
ke suatu tempat untuk melaksanakan tugar dari perusahaan tempat ia bekerja. Jaraknya cukup
jauh dari tempat tinggalnya. Tiba-tiba dalam perjalanan mobilnya bertabrakan dengan mobil lain.
Setelah diselidiki, tidak ada satu korban pun yang selamat dari kecelakaan itu. Dan setelah
diselidiki lebih jauh, tidak ada satu pun identitas korban yang diketahui. Makanya mayat para
korban dimakamkan oleh penduduk setempat termasuk wanita yang hamil muda itu. Setelah

beberapa hari ternyata sang suami dan keluarga korban menerima berita tersebut dan langsung
menuju pemakaman sang istri. Kemudian mayatnya dipindahkan ke dekat tempat tinggalnya.
Tapi ketika makamnya digali,mereka melihat mayat wanita itu langsung pingsan karena tidak
kuat melihat mayat. Ketika dimakamkan, mayat tersebut diletakan dalam kondisi membujur
sementara setelah digali kembali posisi mayat sudah berubah menjadi jongkok dengan kedua
tangan diletakan diatas kepala seperti menahan siksaan sementara kepalanya ditumbuhi paku2
besi yang sangat banyak hampir memenuhi semua bagian kepalanya. Setelah diselidiki, ternyata
wanita tersebut belum berjilbab semasa hidupnya. Itu siksaan di alam kubur belum lagi siksaan
nanti di akhirat.

BAB III
PE N UTU P
KESIMPULAN :
Adapun menutup seluruh tubuh maka ini mencakup wajah dan kedua telapak tangan. Ini
ditunjukkan dalam surah An-Nur di atas dari beberapa sisi:
1. Allah memerintahkan untuk kaum mukminin untuk menundukkan pandangan mereka dari
yang bukan mahram mereka. Dan menundukkan pandangan tidak akan sempurna kecuali jika
wanita tersebut berhijab dengan hijab yang sempurna menutupi seluruh tubuhnya. Sementara
tidak diragukan lagi bahwa menyingkap wajah merupakan sebab terbesar untuk memandang ke
arahnya.
2.

Allah Taala melarang untuk memperlihatkan sedikitpun dari perhiasan luarnya kepada non

mahram, kecuali terlihat dalam keadaan terpaksa karena tidak bisa disembunyikan, semisal
pakaian terluarnya. Jika Allah Taala melarang untuk memperlihatkan perhiasan luar (selain

tubuh), maka tentunya wajah dan telapak tangan yang merupakan perhiasan yang melekat pada
diri seorang wanita lebih wajib lagi untuk disembunyikan.
3. Allah Taala memerintahkan untuk mengulurkan khimar mereka sampai ke dada-dada
mereka, sementara khimar adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Jika
khimar diperintahkan untuk diulurkan sampai ke dada, maka tentunya secara otomatis wajah
tertutup oleh khimar tersebut.
Aisyah radhiallahu anha berkata, Semoga Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin
yang pertama. Tatkala Allah menurunkan, Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke
dada-dada mereka, mereka merobek kain-kain mereka lalu menjadikannya se

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Abdurrahman, Asymuni, dkk. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. 2000.
Jakarta: Suara Muhammadiyah.

12 Kriteria Pakaian Muslimah


Betapa banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam
keadaan ketat. Kadang yang ditutup hanya kepala, namun ada yang mengenakan lengan pendek.
Ada pula yang sekedar menutup kepala dengan kerudung mini. Perlu diketahui bahwa pakaian
muslimah sudah digariskan dalam Al Quran dan Al Hadits, sehingga kita pun harus mengikuti
tuntunan tersebut. Yang dibahas kali ini bukan hanya bentuk jilbab, namun bagaimana kriteria
pakaian muslimah secara keseluruhan.
Syarat pertama: pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak
tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki karena
termasuk aurat.
Allah Taala berfirman,

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mumin: Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah
penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar.
Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Taala juga berfirman,




Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
dari padanya. (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho bin
Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua
telapak tangan.
Syarat kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga
apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang
partai politik! Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Taala berfirman,


Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang
jahiliyyah pertama. (QS. Al Ahzab : 33). Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan
perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat
menggoda kaum lelaki.
Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi
perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup
perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita temukan.
Syarat ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang dapat menampakkan
bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak
menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Dalam sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Dua golongan
dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk,
seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang,
berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak

akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama
perjalanan ini dan ini. (HR.Muslim)
Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan, Makna kasiyatun ariyatun adalah para wanita
yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian
tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka
memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang. (Jilbab Al Marah Al
Muslimah, 125-126)
Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak
dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syariat
atau tidak.
Syarat keempat: tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asyary bahwanya ia
berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka
mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina. (HR. An Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan
Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Lihatlah ancaman yang keras ini!
Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata,


Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang
menyerupai kaum pria. (HR. Bukhari no. 6834)
Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-bondong
merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali
wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan
lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka (HR.
Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho mengatakan bahwa sanad hadits ini
jayid/bagus)

Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi modemode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang
film. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Syarat keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca: pakaian
syuhroh). Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian
kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka. (HR. Abu
Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau pakaian yang
paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud
pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri
tersebut dan tidak digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.
Syarat ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari salib. Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin
Udzainah, dia berkata,
-

-
Dulu kami pernah berthowaf di Kabah bersama Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau
melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib. Ummul Mukminin lantas
mengatakan, Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya. (HR.
Ahmad. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ibnu Muflih dalam Al
Adabusy Syariyyah mengatakan, Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang terlarang.
Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.
Syarat kedelapan: pakaian tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan
hewan). Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan
bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang
mendukung hal ini. Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar (makhluk bernyawa yang
memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung
merubah warnanya dan menyobeknya. Setelah itu beliau bersabda,

Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang
menyerupakan ciptaan Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazhnya.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasai dan Ahmad)
Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal.
Syarat kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan.
Syarat kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan .
Syarat keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bidah. Seperti mengharuskan
memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah sebagaimana yang dilakukan oleh Syiah
Rofidhoh pada wanita mereka ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin
mengatakan bahwa pengharusan seperti ini adalah syiar batil yang tidak ada landasannya.
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan
menjauhi setiap larangan-Nya.
Alhamdullillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat.
Rujukan:
1. Faidul Qodir Syarh Al Jami Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi Yasub, Asy Syamilah
2. Jilbab Al Marah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al
Islamiyah-Amman, Asy Syamilah
3. Jilbab Al Marah Al Muslimah, Syaikh Amru Abdul Munim Salim, Maktabah Al Iman
4. Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun Nasyr/Darul Wathon, Asy
Syamilah
5. Syarh An Nawawi ala Muslim, An Nawawi, Mawqi Al Islam, Asy Syamilah

ETIKA BERPAKAIAN DALAM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Adanya berbagai kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang serba canggih dan
cepat dapat menghasilakan produk-produk yang beraneka ragam yang digunakan untuk
kebutuhan manusia. Salah satu aspek yang sangat berkembang dan dapat mempengaruhi
kehidupan manusia adalah industri pakaian. Pakaian pada dasarnya adalah kebutuhan primer
(pokok) yang sangat dibutuhkan oleh manusia di dunia dan perkembanganya cukup signifikan,
hal ini terbukti dengan berdirinya pabrik-pabrik pakaian dengan berbagai model dan bahan yang
sangat bervariasi diseluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Sebagai seorang muslim kita harus melihat kaidah-kaidah berpakaian yang sesuai dengan
syariat islam, supaya apa yang kita kenakan dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak dan
tidak memicu hal-hal yang tidak diinginkan. Berbeda dengan zaman sekarang banyak dikenal
model yang tidak sesuai dengan syariat islam, sebagai contoh adalah model pakaian yang
dikenal dengan istilah you can see yang artinya kamu boleh melihat, atau bahkan ada yang rela
mati-matian untuk menaikan bagian bawahnya ke atas dan yang atas rela diturunkan kebawah,
atau ada yang mengenangkan baju yang tidak semestinanya dipakai oleh anak TK/SD (pakaian
super ketat) hingga terlihatlah apa yang seharusnya tidak terlihat. Naudzubillah min dzalik.
Begitu pula dengan kehidupan di kampus yang tentunya tidak terlepas dari peraturaperaturan kampus sendiri. Dimana kampus merupakan salah satu media untuk mencetak kaderkader penerus bangsa yang menjadi figur dari beberapa kalangan, baik kota maupun desa dan
kalangan lainnya. Sehingga masalah berpakain di kampus juga perlu di jaga dan disesuaikan
dengan syariat Islam.
Akhir-akhir ini banyak diantara mahasiswa dan mahasiswi yang memfigurkan pakaianpakain barat sebagai kebanggaan mereka biasanya identik serba seksi walaupun melanggar
ketentuan syariat islam. Dengan gaya dan mode pakaian tersebut secara tidak langsung akan
dapat memicu para generasi muda bangsa pada perbuatan-perbuatan tidak diinginkan, terutama
moral dan akhlak mereka serta merugikan baik secara duniawi maupun ukhrawi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul.
Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan
sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang
terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta
terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku
dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh
kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik.
B. Dalil Pakaian Wanita Dalam Islam
Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits
yang telah diriwayatkan dari Ummu, Athiyah r.a, bahwa dia berkata: Rasulullah Saw
memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat ied, maka Ummu Athiyah
berkata, salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab Maka Rasulullah Saw bersabda:
Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya. (Muttafaqun alaihi) (Al-Albani,)
[1]
Berkaitan dengan hadits Ummu Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya
Faidhul Bari, mengatakan:[2] Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut
manakalah seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar rumah jika tidak mengenakan
jilbab. (Al-Albani : 93).[3]
Allah Taala berfirman:

Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangan


dan kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang
(terpaksa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke dada-dada
mereka. (QS. An-Nur: 31)
Perhiasan yang dimaksud adalah perhiasan yang digunakan oleh wanita untuk berhias,
selain dari asal penciptaannya (tubuhnya).
Khimar adalah sesuatu yang digunakan oleh wanita untuk menutupi kepalanya,
wajahnya, lehernya, dan dadanya.
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
Barangsiapa yang memanjangkan kainnya karena sombong maka Allah tidak akan
melihatnya. Ummu Salamah bertanya, Wahai Rasulullah, apa yang harus dilakukan oleh para
wanita dengan ujung pakaian mereka? Beliau menjawab, Kalian boleh memanjangkannya
sejengkal. Ummu Salamah bertanya lagi, Jika begitu, maka kaki mereka akan terbuka!
Beliau menjawab, Kalian boleh menambahkan satu hasta dan jangan lebih. (HR. At-Tirmizi)
Sehasta adalah dari ujung jari tengah hingga ke siku.[4]
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat: (1) Kaum
yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. (2)
Wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah
dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita
tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga
itu dapat tercium dari begini dan begini. (HR. Muslim)[5]
Makna berpakaian tetap telanjang adalah: Dia menutup sebagian auratnya tapi
menampakkan sebagian lainnya. Dan ada yang menyatakan maknanya adalah: Dia menutupi
seluruh auratnya tapi dengan pakaian yang tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya.[6]
Dari dalil di atas menunjukkan wajibnya seorang muslimah untuk berhijab.
Hijab secara syari adalah seorang wanita menutupi seluruh tubuhnya dan perhiasannya, yang
dengan hijab ini dia menghalangi orang asing (non mahram) untuk melihat sedikitpun dari

bagian tubuhnya atau perhiasan yang dia pakai. Dan hijab ini bisa berupa pakaian dan bisa juga
berupa berdiam di dalam rumah.
Adapun menutup seluruh tubuh maka ini mencakup wajah dan kedua telapak tangan. Ini
ditunjukkan dalam surah An-Nur di atas dari beberapa sisi:
1. Allah memerintahkan untuk kaum mukminin untuk menundukkan pandangan mereka dari
yang bukan mahram mereka. Dan menundukkan pandangan tidak akan sempurna kecuali jika
wanita tersebut berhijab dengan hijab yang sempurna menutupi seluruh tubuhnya. Sementara
tidak diragukan lagi bahwa menyingkap wajah merupakan sebab terbesar untuk memandang ke
arahnya.
2.

Allah Taala melarang untuk memperlihatkan sedikitpun dari perhiasan luarnya kepada non

mahram, kecuali terlihat dalam keadaan terpaksa karena tidak bisa disembunyikan, semisal
pakaian terluarnya. Jika Allah Taala melarang untuk memperlihatkan perhiasan luar (selain
tubuh), maka tentunya wajah dan telapak tangan yang merupakan perhiasan yang melekat pada
diri seorang wanita lebih wajib lagi untuk disembunyikan.
3. Allah Taala memerintahkan untuk mengulurkan khimar mereka sampai ke dada-dada
mereka, sementara khimar adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Jika
khimar diperintahkan untuk diulurkan sampai ke dada, maka tentunya secara otomatis wajah
tertutup oleh khimar tersebut.
Aisyah radhiallahu anha berkata, Semoga Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin
yang pertama. Tatkala Allah menurunkan, Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke
dada-dada mereka, mereka merobek kain-kain mereka lalu menjadikannya sebagai khimar.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata,:Ucapan mereka lalu menjadikannya sebagai khimar,
yakni: Mereka menggunakannya untuk menutupi wajah-wajah mereka.[7]
Adapun hadits Ibnu Umar di atas, maka dia menjelaskan mengenai beberapa perkara:
1) Kaki wanita adalah aurat yang wajib ditutup.
2) Larangan isbal hanya berlaku bagi lelaki dan tidak berlaku bagi wanita.
3) Panjang maksimal pakaian wanita adalah sehasta dari mata kaki, tidak boleh lebih dari itu.
Sementara hadits Abu Hurairah menjelaskan tentang syarat-syarat hijab dan hijab
secara umum, yaitu:
1) Hijab tidak boleh tipis sehingga menampakkan apa yang ada di baliknya.
2) Hijab tidak boleh ketat sehingga membentuk lekukan tubuhnya.

3) Haramnya wanita berjalan dengan berlenggok, karena itu merupakan bentuk menampakkan
perhiasannya.
4) Wajibnya wanita menjaga kehormatan dan rasa malu mereka.
5) Menutup sebagian tubuh dan menampakkan sebagian tubuh yang lain sama saja dengan
telanjang.
C. Etika Berpakaian Menurut Ajaran Islam
Sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang sesuai karena pakaian sopan dan
menutup aurat adalah cermin seseorang itu muslim sebenarnya.
Islam tidak menetapkan bentuk atau warna pakaian untuk dipakai, baik ketika beribadah
atau di luar ibadah. Islam hanya menetapkan bahwa pakaian itu mestilah bersih, menutup aurat,
sopan dan sesuai dengan akhlak seorang Muslim.
Mengapa berjilbab bagi wanita muslim diwajibkan oleh Allah swt ?
Karena dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah aurat bagi wanita dan diperintah kan
oleh Allah untuk menutupinya. Aurat wanita dapat mengundang kemaksiatan bagi orang yang
melihatnya, menutup auratpun dapat menghindarkan wanita dari kedzaliman orang lain. Selain
daripada itu, bisa mengangkat derajat dan martabat wanita di mata Allah maupun masyarakat.
Dalam beberapa hadist telah jelas sangat dilarang bermegah megahan membangga
banggakan barang yang dikenakan, Allah SWT sangat membenci orang yang sombong bisa
dipikirkan dan ditelaah dalam-dalam, Allah saja pemilik semesta alam tidak pernah sombong
kepada Makhluknya.
Surat Al araf ayat 26 menjelaskan bahwa Allah menurunkan pakaian yang baik untuk
menutup aurat dan menghindarkan Manusia dari zalim terhadap dirinya dan orang lain.
yang artinya : Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian
untuk menutup auratmu dan untuk perhiasan bagimutetapi pakaian takwa itulah yang lebih baik
demikianlah sebagai tanda-tanda Allahmudah-mudahan ingat.(al-Araf: 26)
Di dalam Islam ada garis panduan tersendiri mengenai adab berpakaian (untuk lelaki dan
wanita) yaitu:
1) Menutup aurat: aurat lelaki menurut ahli hukum ialah daripada pusat hingga ke lutut. Aurat
wanita pula ialah seluruh anggota badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan tapak kakinya.
Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Paha itu adalah aurat." (Bukhari)

2) Tidak menampakkan tubuh: pakaian yang jarang sehingga menampakkan aurat tidak
memenuhi syarat menutup aurat. Pakaian jarang bukan saja menampak warna kulit, malah boleh
merangsang nafsu orang yang melihatnya.
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku
lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan bagi memukul
manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang dan meliukliukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga
dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat dicium daripada jarak yang
jauh." (Muslim).

3) Pakaian tidak ketat: tujuannya adalah supaya tidak kelihatan bentuk tubuh badan.
4) Tidak menimbulkan riak: Rasulullah saw bersabda bermaksud: "Sesiapa yang melabuhkan
pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari
kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Sesiapa yang memakai
pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari
akhirat nanti." (Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah)

5) Lelaki, wanita berbeza: maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai
oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini dengan tegas
menerusi sabdanya yang bermaksud:
"Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian
dan sikap perempuan." (Bukhari dan Muslim)
Baginda juga bersabda bermaksud:
"Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki." ?(Abu Daud dan AlHakim).

6) Larangan pakai sutera: Islam mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW
bersabda bermaksud: "Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya
di dunia tidak dapat memakainya di akhirat." (Muttafaq 'alaih)
7) Melabuhkan pakaian: contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak
syarak iaitu bagi menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman
bermaksud:
"Wahai Nabi, katakanlah (suruhlah) isteri-isteri dan anak-anak perempuanmu serta perempuanperempuan beriman, supaya mereka melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya
(semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai

perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah
adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang."
(al-Ahzab:59)
8) Memilih warna sesuai: contohnya warna-warna lembut termasuk putih kerana ia nampak
bersih dan warna ini sangat disenangi dan sering menjadi pilihan Rasulullah SAW. Baginda
bersabda bermaksud: "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu
dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim)
9) Larangan memakai emas: termasuk dalam etika berpakaian di dalam Islam ialah barangbarang perhiasan emas seperti rantai, cincin dan sebagainya. Bentuk perhiasan seperti ini
umumnya dikaitkan dengan wanita namun pada hari ini ramai antara para lelaki cenderung untuk
berhias seperti wanita sehingga ada yang sanggup bersubang dan berantai. Semua ini amat
bertentangan

dengan

hukum

Islam.

Rasulullah

s.a.w.

bersabda

bermaksud: "Haram

kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita.
10) Mulakan sebelah kanan: apabila memakai baju, seluar atau seumpamanya, mulakan sebelah
kanan. Imam Muslim meriwayatkan daripada Saidatina Aisyah bermaksud: "Rasulullah suka
sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai kasut, berjalan kaki dan bersuci."Apabila
memakai

kasut

atau

menanggalkannya,

seumpamanya,

mulakan

dengan

mulakan
sebelah

dengan

sebelah

kiri. Rasulullah

kanan

dan

SAW

apabila
bersabda

bermaksud: "Apabila seseorang memakai kasut, mulakan dengan sebelah kanan, dan apabila
menanggalkannya, mulakan dengan sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama
memakai kasut dan yang terakhir menanggalkannya." (Riwayat Muslim).

11) Selepas beli pakaian: apabila memakai pakaian baru dibeli, ucapkanlah seperti yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang bermaksud:
"Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku memohon
kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu
daripada kejahatannya dan kejahatan apa-apa yang diperbuat untuknya. Demikian itu telah
datang daripada Rasulullah".
12) Berdoa: ketika menanggalkan pakaian, lafaz- kanlah: "Pujian kepada Allah yang mengurniakan
pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam kehidupanku, dengan
nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia.
Sebagai seorang Islam, sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang sesuai menurut tuntutan
agamanya kerana sesungguhnya pakaian yang sopan dan menutup aurat adalah cermin seorang
Muslim yang sebenar.

D. Hikmah berpakaian Islami :


1) Seseorang yang berpakaian islami akan terjaga kehormatannya. Akhwat2 yang memakai jilbab
insyaAllah tidak akan diganggu oleh para ikhwan usil (Al Ahzab:59).
2) Terjaga dari perilaku yang menyimpang. Kalau di sekeliling kita masih banyak yang membuka
aurat, maka kita harus pandai2 mengalihkan pandangan. '' Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman,hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat.'' (Q.S. An Nur: 30).
" Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya." (Q.S. An
Nur: 31)
3) Terhindar dari penyakit tertentu. Pakaian takwa adalah pakaian yang menutupi tubuh. Artinya,
secara otomatis kulit kita akan terlindungi dari bahaya sinar ultraviolet yang bisa menyebabkan
kanker kulit.
4) Terhindar dari azab Allah. Pernah ada kejadian, seorang wanita yang sedang hamil muda pergi
ke suatu tempat untuk melaksanakan tugar dari perusahaan tempat ia bekerja. Jaraknya cukup
jauh dari tempat tinggalnya. Tiba-tiba dalam perjalanan mobilnya bertabrakan dengan mobil lain.
Setelah diselidiki, tidak ada satu korban pun yang selamat dari kecelakaan itu. Dan setelah
diselidiki lebih jauh, tidak ada satu pun identitas korban yang diketahui. Makanya mayat para
korban dimakamkan oleh penduduk setempat termasuk wanita yang hamil muda itu. Setelah
beberapa hari ternyata sang suami dan keluarga korban menerima berita tersebut dan langsung
menuju pemakaman sang istri. Kemudian mayatnya dipindahkan ke dekat tempat tinggalnya.
Tapi ketika makamnya digali,mereka melihat mayat wanita itu langsung pingsan karena tidak
kuat melihat mayat. Ketika dimakamkan, mayat tersebut diletakan dalam kondisi membujur
sementara setelah digali kembali posisi mayat sudah berubah menjadi jongkok dengan kedua
tangan diletakan diatas kepala seperti menahan siksaan sementara kepalanya ditumbuhi paku2
besi yang sangat banyak hampir memenuhi semua bagian kepalanya. Setelah diselidiki, ternyata
wanita tersebut belum berjilbab semasa hidupnya. Itu siksaan di alam kubur belum lagi siksaan
nanti di akhirat.
BAB III
PE N UTU P
KESIMPULAN

Adapun menutup seluruh tubuh maka ini mencakup wajah dan kedua telapak tangan. Ini
ditunjukkan dalam surah An-Nur di atas dari beberapa sisi:
1. Allah memerintahkan untuk kaum mukminin untuk menundukkan pandangan mereka dari yang
bukan mahram mereka. Dan menundukkan pandangan tidak akan sempurna kecuali jika wanita
tersebut berhijab dengan hijab yang sempurna menutupi seluruh tubuhnya. Sementara tidak
diragukan lagi bahwa menyingkap wajah merupakan sebab terbesar untuk memandang ke
arahnya.
2.

Allah Taala melarang untuk memperlihatkan sedikitpun dari perhiasan luarnya kepada non
mahram, kecuali terlihat dalam keadaan terpaksa karena tidak bisa disembunyikan, semisal
pakaian terluarnya. Jika Allah Taala melarang untuk memperlihatkan perhiasan luar (selain
tubuh), maka tentunya wajah dan telapak tangan yang merupakan perhiasan yang melekat pada
diri seorang wanita lebih wajib lagi untuk disembunyikan.

3. Allah Taala memerintahkan untuk mengulurkan khimar mereka sampai ke dada-dada mereka,
sementara khimar adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Jika khimar
diperintahkan untuk diulurkan sampai ke dada, maka tentunya secara otomatis wajah tertutup
oleh khimar tersebut.
Aisyah radhiallahu anha berkata, Semoga Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin
yang pertama. Tatkala Allah menurunkan, Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke
dada-dada mereka, mereka merobek kain-kain mereka lalu menjadikannya se

DAFTAR PUSTAKA

Hirasah Al-Fadhilah karya Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid


Departemen Ilmiah Darul Wathan.Etika Seorang Muslim.2008.Jakarta:Darul Haq
Prof. Dr. H. Abdurrahman, Asymuni, dkk. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. 2000. Jakarta:
Suara Muhammadiyah.

Humpunan

Putusan

Tarjih.Himpunan

Putusan

Tarjih

Muhammadiyah

Cetakan

III.

Yogyakarta:Pustaka SM

Pakaian Seorang Wanita Beriman (Muslimah) Menurut al-Quran & asSunnah

Pakaian Seorang Wanita Beriman (Muslimah) Menurut al-Quran


& as-Sunnah
http://fiqh-sunnah.blogspot.com
Syarat-Syarat asas pakaian seorang wanita,
1 Menutup Seluruh Tubuh, melainkan bahagian yang dikecualikan (yang boleh untuk tidak
ditutup).
2 Bukan dengan tujuan untuk berhias atau melawa.
3 Menggunakan kain yang tebal (bukan yang tipis) sebagai kain pakaiannya.
4 Tidak ketat (longgar) dan menggambarkan bentuk tubuh.
5 Tidak diberi wangian (perfume).

6 Tidak menyerupai pakaian lelaki.


7 Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.
8 Bukan pakaian untuk bermegah-megah.
Perintah Menutup Aurat
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:










Maksudnya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan
(menjaga) pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan
(memanjangkan) kain tudung (khimar) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau puteraputera (anak-anak lelaki) mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (Surah an-Nuur, 24: 31)






Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mukmin: Hendaklah mereka mengenakan (dan melabuhkan) jilbabnya (pakaian) ke seluruh
tubuh mereka. Dengan demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, dan dengan
itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surah
al-ahzaab, 33: 59)
Maksud Hijab:
Hijbab adalah bentuk mashdar, dan maknanya secara bahasa adalah yang besifat menutup,
melindungi, dan mencegah.
Dari segi syara (istilah) adalah seseorang wanita yang menutup tubuh dan perhiasannya,
sehingga orang asing (yang bukan tergolong dari mahramnya) tidak melihat sesuatu pun dari
tubuhnya dan perhiasan yang dia kenakan sebagaimana yang diperintahkan supaya ditutup
(dihijab). Iaitu ditutup/dihijab dengan pakaiannya atau dengan tinggal di rumahnya.
Wanita mukmin berhijab dengan mengenakan khimar (kain tudung/penutup kepala) yang
dilabuhkan sehingga ke dada-dada mereka dan dengan mengenakan jilbab yang menutupi
seluruh tubuh mereka.
Maksud Khimar:
Lafaz al-Khumru/khumur ( )yang termaktub di dalam ayat 31 surah an-Nuur di atas adalah
bentuk jama dari lafaz khimar ( )yang membawa maksud sesuatu yang dapat menutupi.
Maksudnya di sini, adalah merujuk kepada menutupi kepala (tidak termasuk dada). Atau, ia
juga disebut dengan al-Miqna (sigular) atau al-Maqaani (jamak/plural) yang membawa
maksud tudung (penutup kepala). Secara lengkapnya (istilah) ia adalah pakaian yang menutup
bahagian kepala iaitu mencakupi rambut, telinga, dan leher.
Berdasarkan penelitian Syaikh al-Albani, beliau menyatakan bahawa khimar adalah penutup
kepala, tidak ada yang nampak darinya, melainkan lingkaran wajahnya. (al-Albani, Jilbab alMaratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 14)
Manakala sebahagian pendapat yang lain (dari ulama) menyatakan menutup termasuk
bahagian wajah/muka.

Maksud Jilbab:
) . Jilbab ialah pakaian yang menutupi
Bentuk jama dari kata Jilbab adalah jalaabib (
seluruh tubuh. Fungsi jilbab lebih luas/umum dari khimar, kerana jilbab merujuk kepada
menutup tubuh wanita dari kepalanya sehingga ke bahagian bawah tubuhnya (termasuk kaki).
(Melainkan apa yang dibenarkan untuk tidak ditutup/dibolehkan terbuka)
Al-Jauhari berkata: Jilbab adalah kain/pakaian yang menutupi seluruh tubuh. (alMishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 372)
Berkenaan ayat 31 Surah an-Nuur
- Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak daripadanya.
Maksudnya di sini, janganlah kamu (wanita yang beriman) menampakkan walau satu pun
perhiasannya kepada lelaki ajnabi (yang bukan mahram), kecuali yang tidak dapat
disembunyikan.
Ibnu Masoud (radhiyallahu anhu) berkata: (iaitu) Selendang dan pakaian. Maksudnya di sini
adalah kain tutup kepala yang biasa dikenakan oleh wanita arab dan baju yang menutupi
badannya. Tidak mengapa menampakkan pakaian bawahnya. (al-Mishbaahul Muniir fii
Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 374-375)
Manakala sebahagian yang lain (pendapat yang lebih kuat) menyatakan bahawa tidak mengapa
menampakkan tapak tangan (dari pergelangan ke tapak tangan) dan muka/wajah. Syaikh alalbani menjelaskan berdasarkan riwayat-riwayat yang mutawatir bahawa kecuali yang
(biasa) nampak daripadanya adalah muka/wajah dan tapak tangan sebagaimana yang biasa
berlaku kepada wanita-wanita pada zaman Nabi dan generasi sahabat. (al-Albani, Jilbab alMaratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 60)
Begitu juga dengan imam al-Qurthubi yang menjelaskan bahawa kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya adalah muka/wajah dan tapak tangan dan ianya dikuatkan dengan dalil dari
hadis riwayat Abu Daud:
Dari Aisyah, bahawa Asma binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wa
Salam dengan mengenakan pakaian yang tipis. Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam pun
berpaling darinya, lalu berkata, Wahai Asma, sesungguhnya wanita itu apabila telah
mencapai masa haid, dia tidak sepatutnya memperlihatkan tubuhnya melainkan ini dan ini.
Beliau berkata begitu sambil menunjuk ke wajah dan kedua tapak tangannya. Ini adalah cara
yang paling baik dalam menjaga dan mencegah kerosakan manusia. Maka, janganlah para
wanita menampakkan bahagian tubuhnya, melainkan wajah dan tapak tangannya. Allahlah
yang memberi taufiq dan tidak ada Tuhan (yang benar) melainkan Dia. (Tafsir al-Qurthubi,

11/229. Rujuk: al-Albani, Jilbab al-Maratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 5859)
Hadis Aisyah yang diriwayatkan oleh Abu Daud tersebut juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi,
2/226, 7/86. ath-Thabrani, Musnad asy-Syamiyyin, m/s. 511-512. Ibnu Adi, al-Kamil, 3/1209.
Syaikh al-Albani menyatakan bahawa hadis ini mursal sahih dari jalan Qatadah yang dikuatkan
dengan jalan Ibnu Duraik serta Ibnu Basyir. Rujuk perbahasan selanjutnya berkenaan hadis ini
oleh al-Albani, Jilbab al-Maratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 67-68)
Dan hendaklah mereka menutupkan (memanjangkan) kain tudung

(khimar) ke dadanya, Maksudnya, kain tudung yang memanjang melebihi dada sehingga
dapat menutupi dada dan tulang dada. Hukum ini adalah supaya wanita mukmin memiliki
perbezaan yang jelas berbanding dengan wanita-wanita jahiliyyah, kerana wanita-wanita
jahiliyyah tidak pernah melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah tersebut. Menjadi
kebiasaan mereka lalu di hadapan para lelaki dengan menampakkan dada tanpa ditutupi.
Malah, mereka juga menampakkan leher, jambul rambut, dan anting-anting telinga mereka.
Maka, Allah Subhanahu wa Taala pun memerintahkan kepada wanita-wanita yang beriman
supaya menutup diri mereka di hadapan lelaki ajnabi (yang bukan mahramnya) atau apabila
keluar dari rumah. (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 375)
Maka, dengan ini, jelaslah bahawa wanita-wanita yang beriman (Islam) wajib untuk berhijab
(menutup aurat) dengan mengenakan pakaian menutup seluruh tubuhnya kecuali yang
dibenarkan terbuka (dinampakkan) iaitu muka dan tapak tangan.
Menurut Syaikh al-Albani rahimahullah:
Wajib bagi seluruh kaum wanita, sama ada yang merdeka, atau pun yang hamba supaya
menutup jilbab ke seluruh tubuh mereka apabila keluar rumah (atau di hadapan lelaki
ajnabi). Mereka hanya dibolehkan menampakkan wajah dan tapak tangannya sahaja
berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa Salam kerana
adanya persetujuan beliau Shallallahu alaihi wa Salam terhadap mereka. (al-Albani, Jilbab
al-Maratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 111)
Wajibkah Menutup Wajah/Muka (Bagi Wanita)?
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud di atas, membuka wajah bukanlah suatu
yang diharamkan malah dibenarkan. Memang terdapat sebahagian pendapat yang menyatakan
bahawa menutup wajah adalah wajib (dengan membiarkan hanya mata yang kelihatan). Maka,
terdapat sebahagian wanita yang mempraktikkannya dengan mengenakan niqab (kain penutup
yang menutup wajah dari hidung atau dari bawah lekuk mata dan ke bawah) atau purdah.
Namun, menurut Syaikh al-Albani rahimahullah, menutup wajah dan kedua tapak tangan itu
hukumnya adalah sunnah dan mustahab sahaja (tidak sampai kepada hukum wajib). (alAlbani, Jilbab al-Maratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 12)

Beliau juga menjelaskan bahawa:


Dapat diambil kesimpulan bahawa permasalahan menutup wajah bagi seseorang wanita
dengan purdah/niqab atau yang sejenisnya seperti yang dikenakan oleh sebahagian wanita
zaman ini yang bersungguh-sungguh menjaga dirinya adalah suatu perkara yang memang
terdapat di dalam syariat dan termasuk amalan/perbuatan yang terpuji walaupun ianya
bukanlah suatu hukum yang diwajibkan (ke atas mereka). Kepada mereka yang
mengenakannya (menutup wajah) bererti dia telah melakukan suatu kebaikan dan mereka
yang tidak melakukannya pula tidaklah berdosa. (al-Albani, Jilbab al-Maratil Muslimah fii
Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 128)
Ini adalah kerana terdapat banyaknya riwayat-riwayat yang jelas menunjukkan bahawa tidak
wajibnya menutup wajah. Namun, terdapat juga riwayat-riwayat yang lain yang menunjukkan
adanya sunnah terhadap perbuatan menutup wajah (bagi wanita).
Riwayat Yang Menunjukkan Adanya Sunnah Menutup Wajah
Perlu kita fahami bahawa walaupun perbuatan menutup wajah dan tapak tangan bukanlah
suatu perkara yang diwajibkan bagi wanita, namun perbuatan tersebut ada dasarnya dari
Sunnah, dan ianya juga pernah dipraktikkan oleh para wanita di Zaman Nabi Shallallahu
alaihi wa Salam sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa Salam
sendiri (maksudnya),
Janganlah wanita yang ber-ihram itu mengenakan penutup wajah/muka atau pun
penutup/kaos (sarung) tangan. (Hadsi Riwayat al-Bukhari, 4/42, dari Ibnu Umar)
Dari hadis ini menunjukkan bahawa apabila di luar waktu berihram, mereka akan mengenakan
penutup wajah dan tangan. Maka dengan sebab itulah Nabi mengarahkan apabila mereka di
dalam ihram supaya tidak berbuat demikian (menutup wajah dan tangan).
Malah, terdapat banyak hadis yang menunjukkan bahawa para isteri Nabi Shallallahu alaihi
wa Salam memakai niqab (menutup wajah-wajah mereka). Perbuatan menutup wajah juga
tsabit dari banyak atsar-atsar sahabat/tabiin yang sahih. Ini adalah sebagaimana beberapa
riwayat berikut:
1 - Dari Aisyah, dia berkata:
Biasanya para pemandu lalu di hadapan kami yang sedang berihram bersama Rasulullah
Shallallahu alaihi wa Salam. Maka, jika mereka melewati kami, maka masing-masing dari
kami menjulurkan jilbab yang ada di atas kepala untuk menutup muka. Namun, apabila
mereka sudah berlalu dari kami, maka kami pun membukanya kembali. (Hadis Riwayat
Ahmad, al-Musnad, 5/30. Hadis ini hasan, lihat al-Irwa, no. 1023, 1024)
2 Dari Asma binti Abu Bakar, dia berkata:

Kami biasa menutup wajah kami dari pandangan lelaki dan sebelum itu kami juga biasa
menyisir rambut ketika ihram. (Hadis Riwayat al-Hakim, al-Mustadrak, 1/545. Disepakati
oleh adz-Dzahabi)
3 Dari Ashim al-Ahwal, dia berkata:
Kami pernah mengunjungi Hafshah bin Sirin (seorang tabiiyah) yang ketika itu dia
menggunakan jilbabnya untuk menutup wajahnya. Lalu, aku katakan kepadanya, Semoga
Allah memberi rahmat kepadamu. Allah berfirman: Dan perempuan-perempuan tua yang
telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak memiliki keinginan untuk berkahwin
(lagi), bagi mereka tiada dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. (Surah an-Nuur,
24: 60). (Atsar Riwayat oleh al-Baihaqi, 7/93)
Berkenaan ayat 60 dari surah an-Nuur tersebut, Syaikh Abdurrahman as-Sadi berkata di dalam
tafsirnya, jil. 5, m/s. 445, katanya: Iaitu pakaian yang jelas tampak, seperti khimar
(penutup kepala) dan sejenisnya yang sebelumnya telah Allah wajibkan untuk dipakai oleh
wanita sebagaimana di dalam ayat ... dan hendaklah mereka melabuhkan khimar mereka
sehingga ke dadanya.
4 Dari Abdullah bin Umar, dia berkata:
Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa Salam meliuhat Syafiyah, beliau Shallallahu alaihi wa
Salam melihat Aisyah mengenakan niqab (penutup wajah) di dalam sekumpulan para wanita.
Dan beliau Shallallahu alaihi wa Salam tahu bahawa itu adalah Aisyah berdasarkan
niqabnya. (Hadis Riwayat Ibnu Saad, 8/90)
5 Dari Anas bin Malik (dalam Perang Khaibar):
...Akhirnya para sahabat pun mengetahui bahawa Nabi Shallallahu alaihi wa Salam
menjadikannya (Shafiyah) sebagai isteri. Ini adalah kerana beliau Shallallahu alaihi wa Salam
memakaikan khimar kepadanya dan membawanya duduk di belakangnya (di atas unta). Dan
beliau pun menutupkan selendang (pakaian) beliau Shallallahu alaihi wa Salam pada
punggung dan wajahnya... (Lihat: Hadis Riwayat al-Bukhari, 7/387, 9/105. Muslim, 4/146147. Ahmad, 3/123, 246, 264)
6 Dari Aisyah (di dalam peristiwa al-Ifki), dia berkata:
(ketika di dalam suatu perjalanan perperangan, Aisyah tertinggal dalam satu persinggahan)
katanya, ... aku berharap kumpulan prajurit akan menyedari bahawa aku tidak ada di dalam
tandu dan segera akan kembali mencariku (yang tertinggal). Ketika aku duduk di
perkhemahanku itu, aku terasa mengantuk lalu aku pun tertidur.

Ketika itu, Shafwan bin Muaththal as-Sulaimi adz-Dzakwani juga mengalami nasib yang sama,
tertinggal dari rombongan prajurit. Dia pun berjalan menghampiri perkhemahanku dan
melihat dari kegelapan ada sekujur tubuh manusia yang sedang tertidur. Dia pun
menghampiriku. Dan dia mengenaliku, kerana dia pernah melihatku sebelum turun ayat hijab.
Ketika dia tahu bahawa yang tertidur itu adalah aku, dia pun berteriak istirja (inna lillahi wa
inna ilaihi rajiun). Teriakan tersebut membuatkanku terjaga dari tidur dan aku cepat-cepat
menutup wajahku dengan jilbab... (rujuk di dalam Tafsir Ibnu Katsir di bawah penafsiran
Surah an-Nuur, 24: 11. Sirah Ibnu Hisyam, 3/309. Hadis Riwayat al-Bukhari, 8/194-197.
Muslim, 8/133-118)
Riwayat Yang Menunjukkan Dibolehkan Membuka Wajah Dan Tapak Tangan
1 - Dari Imran bin Hushain, katanya:
Suatu ketika aku pernah duduk bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam. Tiba-tiba
Fatimah datang, lalu berdiri di hadapan beliau Shallallahu alaihi wa Salam. Aku memandang
ke arahnya. Di wajahnya terdapat darah yang kekuning-kuningan...(Hadis Riwayat Ibnu Jarir,
at-Tahzib (Musnad Ibnu Abbas), 1/286, 481)
2 Dari Abu Asma ar-Rabi, dia menyatakan bahawa pernah mengunjungi Abu Dzar al-Ghifari
yang ketika itu sedang berada di Rabdzah, yang di sampingnya ada isteri yang berkulit
hitam... (Hadis Riwayat Ahmad, al-Musnad, 5/159)
3 Dari Urwah bin Abdullah bin Qusyar, dia pernah mengunjungi Fathimah binti Abu Thalib.
Dia berkata, Aku melihat di tangan Fathimah terdapat gelang tebal, yang pada tiap-tiap
tangannya terdapat dua gelang. Dia berkata lagi, Dan aku juga melihat ada cincin di
tangannya... (Hadis Riwayat Ibnu Saad, 8/366. Shahih menurut Syaikh al-Albani)
4 Dari Muawiyah, dia berkata:
Aku pernah bersama ayahku mengunjungi Abu Bakar. Aku melihat Asma berdiri dekat
dengannya, dan Asma kelihatan putih (wajahnya). Lalu aku melihat Abu Bakar. Ternyata dia
adalah seorang lelaki yang putih dan kurus. (Hadis Riwayat ath-Thabrani, Mujam al-Kabir, 1:
10/25)
5 Dari Aisyah, katanya:
Kami para wanita mukminah biasanya menghadiri solat Subuh bersama Nabi Shallallahu
alaihi wa Salam dengan mengenakan kain yang tidak berjahit. Kemudian para wanita tadi
pulang ke rumahnya sebaik sahaja melaksanakan solat. Mereka tidak dapat dikenali
disebabkan gelap. (Hadis Riwayat al-Bukhari & Muslim. Lihat juga Shahih Sunan Abi Daud, no.
449)
Daripada hadis tersebut, para wanita tidak dapat dikenali diakibatkan oleh keadaan yang

gelap. Sekiranya tidak gelap, sudah tentu mereka dapat dikenalpasti. Ini menunjukkan
bahawa mereka tidak mengenakan penutup wajah yang mana mereka boleh dikenali.
6 Dari Ibnu Abbas dia berkata:
Pernah seorang wanita solat di belakang Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam (di saf
wanita). Dia seorang wanita yang sangat cantik dan secantik-cantik wanita... (Hadis Riwayat
al-Hakim. Sahih, disepakati oleh adz-Dzahabi. Lihat juga, Silsilah al-Ahadis as-Sahihah, no.
2472)
Malah, bolehnya membuka wajah bagi wanita tersebut juga turut didukung oleh firman Allah
Subhanahu wa Taala sendiri,
Katakanlah kepada lelaki yang beriman supaya menundukkan pandangan dan menjaga
kemaluan mereka... (Surah an-Nuur, 24: 30)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam berkata kepada Ali, Wahai Ali, janganlah engkau ikuti
pandangan pertamamu dengan pandangan yang berikutnya. Sesungguhnya hak kamu adalah
pandangan yang pertama itu sahaja. (Hadis Riwayat Abu Daud, 1/335. Hadis hasan menurut
Syaikh al-Albani)
Dari Jarir bin Abdullah, dia berkata: Aku pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi
wa Salam berkenaan pandangan sekilas (pandangan pertama). Beliau meemrintahkanku
supaya segera memalingkan pandangan tersebut. (Hadis Riwayat Muslim, 6/182)
Kesimpulan dari firman Allah dan hadis tersebut adalah, sekiranya wanita tersebut menutup
wajah-wajah mereka, mengapa perlu untuk menundukkan pandangan? Dengan ini, ia
menunjukkan bahawa pada wanita itu ada bahagian yang terbuka dan memungkinkan untuk
dilihat.
Malah berdasarkan hadis tersebut, sekiranya wajah wajib ditutup, sudah tentu bukan sahaja
Nabi Shallallahu alaihi wa Salam memerintahkan kaum lelaki memalingkan wajahnya, tetapi
juga beliau akan memerintahkan wanita untuk mengenakan penutup wajah.
Ciri-ciri Pakaian Wanita Yang Beriman
1 - Bukan dengan tujuan untuk berhias atau melawa (tabarruj):
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Dan hendaklah kamu (isteri-isteri Nabi) tetap di rumahmu serta janganlah kamu berhias
(tabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu... (Surah al-ahzaab,
33: 33)

Wanita-wanita diperintahkan supaya tinggal di rumah, namun tetap dibenarkan untuk keluar
rumah dengan alasan yang dibenarkan oleh Syara.
Muqatil bin Hayyan menyatakan berkenaan firman Allah (maksudnya), janganlah kamu
berhias (tabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu bahawa
yang dimaksudkan dengan tabarruj adalah meletakkan tudung di atas kepala tanpa menutup
bahagian leher, sehingga kalung-kalung mereka, anting-anting, dan leher mereka dapat
dilihat. Qatadah berkata, Apabila kaum wanita keluar rumah, mreka gemar berjalan dengan
lenggang-lenggok, lemah gemalai, dan manja. Maka Allah melarang semua itu. (al-Mishbaahul
Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 279)
Menurut Syaikh al-albani rahimahullah:
Tabarruj adalah perbuatan wanita menampakkan perhiasan dan kecantikannya, serta segala
sesuatu yang sewajibnya ditutup dan disembunyikan kerana boleh membangkitkan syahwat
klelaki. Dengan itu, maksud asal perintah menutup aurat adalah supaya kaum wanita menutup
perhiasaannya (yang memiliki daya tarikan). Atas sebab itulah, maka tidak masuk akal
sekiranya jilbab yang bertujuan menutup tubuh (aurat/perhiasan) itu pula menjadi pakaian
untuk berhias/melawa sebagaimaan yang sering kita temui zaman ini. (al-Albani, Jilbab alMaratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 133)
2 - Menggunakan kain yang tebal (bukan yang tipis) sebagai kain pakaiannya
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam bersabda:
Pada akhir zaman nanti ada wanita dari kalangan umatku yang berpakaian, namun
sebenarnya mereka telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat punggung unta.
Kutuklah mereka itu, kerana sebenarnya mereka adalah wanita-wanita yang terkutuk. (Hadis
Riwayat ath-Thabrani, Mujam al-Kabir, m/s. 232. Rujuk Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah, no.
1326)
Ibnu Abdil Barr berkata: Apa yang dimaksudkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa Salam adalah
para wanita yang mengenakan pakaian yang tipis sekaligus menggambarkan bentuk
tubuhnya... (as-Suyuti, Tanwir al-Hawalik, 3/103)
Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawa Umar al-Khaththab pernah membahagikan baju
qibthiyah (jenis pakaian mesir yang tipis berwarna putih) kepada masyarakat, kemudian dia
berkata, Janganlah kamu pakaikan baju-baju ini kepada isteri-isteri kamu! Kemudian ada
seseorang yang menjawab, Wahai Amirul Mukminin, aku telah memakaikannya kepada
isteriku, dan telah aku perhatikan dari arah depan serta belakang, yang ternyata pakaian tadi
tidaklah termasuk pakaian yang tipis. Maka Umar pun menjawab, Sekalipun tidak tipis,
namun pakaian tersebut masih tetap menggambarkan bentuk tubuh. (Atsar Riwayat alBaihaqi, 2/234-235)

Dari Syamiyah, dia berkata: Aku pernah mengunjungi Aisyah yang mengenakan pakaian
siyad, shifaq, khimar, serta nuqbah yang berwarna kuning. (Atsar Riwayat Ibnu Saad, 8/70)
Siyad: adalah pakaian campuran sutera yang tebal.
Shifaq: adalah pakaian yang tebal dan begitu baik mutu tenunannya.
Nuqbah: adalah seluar yang tebal kainnya dan bermutu.
Maka, dengan itu hendaklah pakaian yang dikenakan bersifat tebal dan tidak tipis. Sekaligus
tidak menggambarkan bentuk tubuh dan menampakkan warna kulit serta apa yang wajib
disembunyikan (ditutup).
3 - Tidak ketat (longgar) dan menggambarkan bentuk tubuh
Usamah bin Zaid berkata:
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam pernah memberikan kepadaku baju qibthiyyah yang
tebal hadiah dari Dihyah al-Kalbi. Baju tersebut aku pakaikan kepada isteriku. Nabi
Shallallahu alaihi wa Salam bertanya kepadaku, Mengapa engkau tidak pernah memakai
baju qibthiyyah? Aku memberitahunya, Baju tersebut aku pakaikan kepada isteriku. Beliau
lantas berkata, Perintahkan isterimu supaya memakai baju dalam ketika mengenakan baju
qibthiyyah tersebut, kerana aku bimbang baju tersebut masih dapat menggambarkan bentuk
tubuhnya. (Hadis Riwayat Adh-Dhiya al-Maqdisi, al-Ahadis al-Mukhtarah, 1/441. Ahmad,
5/205. Hadis ini memiliki penguat di dalam Riwayat Abu Daud, no. 4116 sehingga
menjadikannya hasan)
Nabi Shallallahu alaihi wa Salam menjelaskan sebab larangan memakai baju qibthiyyah bagi
wanita adalah kerana kebimbangan beliau bahawa baju tersebut masih dapat menggambarkan
bentuk tubuh.
Jika kita perhatikan, bukankah pakaian tersebut tebal, jadi apa gunanya mengenakan pakaian
dalam untuk masa yang sama?
Maka, perlulah kita fahami bahawa baju qibthiyyah tersebut walaupun tebal, namun ia masih
boleh menggambarkan bentuk tubuh, kerana dia memiliki sifat lembut dan lentur (melekat) di
tubuh seperti pakaian yang terbuat dari sutera atau tenunan dari bulu kambing yang dikenali
pada zaman ini. Dengan sebab itulah, Rasulullah memerintahkan isteri Usamah supaya
memakai pakaian dalam supaya bentuk tubuhnya dapat dilindungi dengan baik.
Dari Ummu Jafar bintu Muhammad bin Jafar, bahawa Fathimah binti Rasulullah Shallallahu
alaihi wa Salam pernah berkata:
Wahai Asma, sesungguhnya aku memandang buruk seorang wanita yang mengenakan pakaian

tetapi masih menggambarkan bentuk tubuhnya. (Atsar Riwayat abu Nuaim, al-Hilyah, 2/43.
al-Baihaqi, 6/34-35)
4 - Tidak Diberi Wangian (perfume)
Dari Abu Musa al-Asyary, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam bersabda:
Wanita yang memakai wangi-wangian, dan kemudian dia melintasi suatu kaum supaya
mereka mencium bau wanginya, maka wanita tersebut adalah wanita penzina. (Hadis
Riwayat an-Nasai, 2/283. Abu Daud, no. 4172, at-Tirmidzi, 2786. Ahmad, 4/400. Menurut alAlbani, hadis ini hasan)
Alasan dari larangan tersebut dapat dilihat dengan jelas iaitu menggerakkan panggilan
syahwat (kaum lelaki). Sebahagian ulama telah mengaitkan perkara lain dengannya, seperti
memakai pakaian yang cantik (melawa), perhiasan yang ditampakkan, dan bercampur baur
dengan kaum lelaki. (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, 2/279. Lihat Abu Malik Kamal,
Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 151)
Dari Abu Hurairah, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam pernah bersabda: Wanita yang memakai bakthur
(sejenis pewangi untuk pakaian), janganlah solat isya bersama kami. (Lihat Silsilah alAhadis ash-shahihah, no. 1094)
Dari Zainab ats-Tsaqafiyah, Nabi Shallallahu alaihi wa Salam bersabda:
Jika salah seorang wanita di antara kamu hendak ke masjid, maka janganlah sekali-kali dia
memakai wangi-wangian. (Hadis Riwayat Muslim)
Menurut Syaikh al-Albani rahimahullah:
Apabila perkara tersebut diharamkan bagi wanita yang hendak ke masjid, maka apatah lagi
bagi wanita yang bukan ke masjid seperti ke pasar dan seumpamanya? Tidak diragukan lagi
bahawa perkara tersebut lebih haram dan lebih besar dosanya. (al-Albani, Jilbab al-Maratil
Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 151)
Al-Haitsami rahimahullah menjelaskan:
Sesungguhnya keluarnya seseorang wanita dari rumahnya dengan mengenakan wangiwangian dan perhiasan adalah dosa besar, walaupun suaminya memberi izin padanya. (alHaitsami, az-Zawaajir, 2/37. Lihat Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 151)

5 - Tidak menyerupai pakaian lelaki


Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam melaknat lelaki yang memakai pakaian wanita dan
wanita yang memakai pakaian lelaki. (Hadis Riwayat Abu Daud, 2/182. Ibnu Majah. 1/588,
Ahmad. 2/325. Sanad Hadis ini Sahih)
Dari Ibnu abbas radhiyallahu anhu, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam melaknat lelaki yang menyerupai wanita, dan wanita
yang menyerupai lelaki. (Hadis Riwayat al-Bukhari, 10/274)
Batas larangan yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam berkenaan
penyerupaan wanita dengan lelaki atau yang sebaliknya tidaklah hanya merujuk kepada apa
yang dipilih oleh sama ada kaum lelaki atau wanita berdasarkan apa yang biasa mereka pakai.
Tetapi, apa yang lebih penting adalah perlunya merujuk kembali kepada apa yang wajib
dikenakan bagi kaum lelaki dan wanita berpandukan kepada perintah syara yang mewajibkan
menutup aurat menurut kaedahnya. (Lihat juga: Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita,
jil. 2, m/s. 152)
Di antara contoh perbuatan kaum wanita pada masa ini yang menyerupai kaum lelaki di dalam
berpakaian adalah mereka memendekkan kain-kain atau pakaian-pakaian mereka sehingga
mengakibatkan tersingkapnya kaki dan betis-betis mereka. Malah lebih parah sehingga pehapeha mereka menjadi tontonan umum.
Persoalan ini dapat kita fahami dengan baik melalui hadis yang berikut ini,
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda, Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya
(melebihi mata kaki/buku lali) dengan kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada
Hari Kiamat. Ummu Salamah bertanya, Bagaimana dengan kaum wanita, apa yang harus
dilakukan pada hujung (bawah) kain mereka? Baginda pun menyatakan: Sekiranya mereka
melabuhkannya, labuhkanlah sejengkal (dari tengah-tengah betis). Ia berkata, Sesungguhnya
jika seperti itu (hanya sejengkal) maka kaki mereka akan masih dapat tersingkap. Baginda
menjelaskan, Maka, labuhkanlah sehingga sehasta dan jangan lebih dari itu. (Hadis Riwayat
Abu Daud, 4/364, no. 4119. an-Nasaai, 8/209, no. 5336-5339. at-Tirmidzi, 4/223, no. 1736.
Ahmad di dalam al-Musnad, 2/5555. Dan Abul Razak as-Sanani di dalam al-Mushannafnya
11/82. Berkata Imam Muslim: Sanad hadis ini sahih)
Melalui hadis ini, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam memerintahkan supaya para wanita
melabuhkan kain-kain atau pakaian mereka sehingga tertutupnya betis dan kaki mereka.
Namun, apa yang berlaku pada masa ini adalah sebaliknya. Di mana, telah banyak tersebar
dan diketahui secara umum bahawa begitu ramai sekali kaum lelaki yang gemar melabuhkan

pakaiannya sehingga menyentuh tanah atau melabuhkannya dengan melepasi paras mata kaki
(buku lali), namun berlaku sebaliknya pula kepada kaum wanita di mana mereka pula banyak
berpakaian seakan-akan tidak cukup kain. Iaitu dengan mendedahkan aurat kepalanya (tidak
bertudung), memakai pakaian ketat dan malah memendekkan kainnya atau seluarnya
sehingga tersingkap betis-betis mereka.
Bukankah ini sudah menunjukkan suatu perkara yang terbalik berbanding sebagaimana yang
dikehendaki oleh syariat? Di mana Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam memerintahkan agar
kaum lelaki supaya tidak ber-isbal (tidak melabuhkan pakaiannya melebihi buku lali), dan
memerintahkan agar kaum wanitanya melabuhkan kain sehingga sejengkal melebihi buku lali.
Maka, tidak syak lagi, bahawa perkara ini juga tergolong di dalam suatu bentuk penyerupaan
di antara satu jantina dengan jantina yang lain dalam berpakaian dan bertingkah laku.
Ini hanyalah sebagai contoh, malah banyak lagi contoh yang lainnya (bagi lelaki yang
menyerupai wanita) seperti lelaki yang mengenakan sutera sebagai pakaian yang mana ia
adalah pakaian yang diharamkan kepada lelaki tetapi diharuskan bagi wanita. Begitu juga
dalam persoalan memakai emas, anting-anting, dan seumpamanya.
Dan bagi wanita yang menyerupai lelaki adalah mereka mengenakan pakaian seluar yang
ketat, berseluar pendek, tidak mengenakan tudung, memakai baju yang menampakkan
lengan-lengan mereka dan seumpamanya.
6 - Tidak Menyerupai Pakaian Wanita Kafir (Tasyabbuh)
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Adakah belum datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk hatinya tunduk
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah
mereka seperti orang-orang yang sebelumnya yang telah diturunkan al-Kitab kepada mereka,
kemudian berlalulah masa yang panjang ke atas mereka sehinggalah hati mereka menjadi
keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasiq. (Surah al-Hadid, 57:
16)
Ibnu Katsir menjelaskan berkenaan ayat ini dengan katanya: Oleh kerana itu, Allah Taala
melarang orang-orang yang beriman menyerupai mereka (orang-orang yahudi) sama ada
dalam perkara aqidah atau pun perkara-perkara fiqh.
Beliau juga menjelaskan (di bawah penafsiran al-Baqarah, 2: 104):
Allah Taala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman menyerupai orang-orang kafir, sama
ada dalam ucapan mahu pun perbuatan mereka. (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri
Ibni Katsir, jil. 1, m/s. 364)

Dari Ibnu Umar, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam bersabda:


Sesiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka. (Hadis
Riwayat Abu Daud. Sahih menurut Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami, no. 6149)
Syaikh al-Albani rahimahullah menjelaskan:
Di dalam syariat Islam telah ditetapkan bahawa umat Islam, sama ada lelaki atau pun
perempuan, mereka tidak dibenarkan bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, sama ada
dalam persoalan ibadah, hari perayaan, dan juga berpakaian terutamanya yang merujuk
kepada pakaian-pakaian khas agama mereka. Ini adalah merupakan prinsip yang asas di dalam
agama Islam, yang sayangnya telah banyak diabaikan oleh umat Islam zaman sekarang (alAlbani, Jilbab al-Maratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 176)
Di dalam sebuah hadis, ia menjelaskan bahawa Rasulullah mengharamkan kepada kita
memakai pakaian yang merupakan pakaian orang-orang kafir.
Dari Abdullah bin Amr, dia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam melihatku
memakai dua pakaian yang diwarnai dengan warna kuning (yang menyerupai pakaian
kebiasaan orang kafir), maka beliau pun berkata:
Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah engkau memakainya.
(Hadis Riwayat Muslim, no. 2077. an-Nasai 2/298. Ahmad, 2/162)
Dari Ali radhiyallahu anhu: Janganlah kamu memakai pakaian para pendeta (seperti paderi,
brahma, sami). Kerana sesungguhnya sesiapa yang mengenakan pakaian seumpama itu atau
menyerupai mereka, maka dia bukan termasuk golonganku. (Hadis Riwayat ath-Thabrani, alAusath)
Jika kita mahu mengambil contoh pada zaman sekarang, kita boleh melihat terdapat
sebahagain umat Islam yang menggayakan/mengenakan pakaian sari (milik mereka yang
beragama hindu), memakai pakaian Santa Claus (milik orang Kristian), dan juga memakai
pakaian sami yang berwarna kuning, dan seumpamanya.
Dalam persoalan tasyabbuh ini sebagaimana yang dijelaskan, ia tidaklah terhad dalam
persoalan berpakaian, malahan bersifat umum dan menyeluruh. Jika kita lihat hadis-hadis
dalam persoalan tasyabbuh ini, ia turut menunjukkan betapa Nabi menegaskan larangan
menyerupai orang-orang kafir dalam soal ibadah seperti solat, puasa, haji, jenazah, makanan,
dan seterusnya.
Contoh Larangan Tasyabbuh Dalam Ibadah Solat:
1 Nabi melarang menggunakan loceng dan trompet bagi menunjukkan masuknya waktu solat
dan menyeru orang menunaikan solat. Beliau menjelaskan perbuatan tersebut menyerupai

kaum Nasrani dan Yahudi. (Lihat Sahih Sunan Abi Daud, no. 511)
2 Nabi melarang menunaikan solat ketika terbit matahari sehinggalah bermula naiknya
matahari. Begitu juga di waktu terbenamnya matahari. Kerana pada waktu tersebut adalah
waktu orang-orang kafir beribadah. (Rujuk Hadis Riwayat Muslim, 2/208-209)
3 Dilarang menunaikan solat di atas kubur dan menjadikan kuburan sebagai masjid. Ini
adalah kerana orang-orang kafir sebelum mereka menjadikan kuburan sebagai masjid. (Rujuk
Hadis Riwayat Muslim, 2/67-68)
Contoh Larangan Tasyabbuh Ketika Berpuasa:
1 Nabi memerintahkan supaya bersahur untuk berpuasa supaya membezakan dengan puasa
ahli kitab yang berpuasa tanpa bersahur. (Rujuk Hadis Riwayat Muslim, 3/130-131)
Larangan Tasyabbuh Dalam Urusan Sembelihan Haiwan:
1 Nabi melarang menyembelih haiwan dengan menggunakan kuku kerana kuku adalah pisau
sembelihan orang-orang Habasyah. (Rujuk Hadis Riwayat al-Bukhari, 9/513-517, 553)
Larangan Tasayabbuh Dalam Penampilan:
1 Nabi memerintahkan supaya menyelisihi orang-orang musyrik dengan cara merapikan
misai, dan membiarkan janggut tumbuh panjang (jangan dicukur). (Rujuk Hadis Riwayat alBukhari, 10/288)
Larangan Tasyabbuh Dalam Persoalan Adab:
1 Nabi melarang memberi salam seperti orang Yahudi, iaitu mereka memberi salam dengan
kepala, tapak tangan, dan isyarat. (Lihat Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah, no. 1783)
2 Nabi memerintahkan supaya menjaga kebersihan halaman rumah dan jangan membiarkan
ia dipenuhi sampah sarap. Kerana perbuatan mebiarkan sampah sarap di halaman rumah
adalah perbuatan orang-orang Yahudi. (Rujuk Hadis Riwayat ath-Thabrani, al-Ausath, 11/2)
Maka, dengan penjelasan tersebut, kita perlu berusaha supaya menyelisihi orang-orang kafir
terutamanya dalam persoalan yang telah ditunjukkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa Salam.
Kerana Allah berfirman,
Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasihsayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapa-bapa, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam Syurga

yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah redha terhadap
mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung. (Surah al-Mujadilah, 58: 22)
7 Bukan Pakain Untuk Bermegah-megah (Menunjuk-nunjuk)
Dari Ibnu Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam bersabda:
Sesiapa yang memakai pakaian syuhrah (kebanggaan), maka Allah akan memakaikannya
pakaian kehinaan pada hari Kiamat kemudian membakarnya dengan Api Neraka. (Hadis
Riwayat Abu Daud, 2/172, no. 4029)
Pakaian syuhrah adalah pakaian yang dipakai dengan tujuan supaya terkenal di mata orang
kebanyakan, sama ada pakaian yang sangat berharga yang dipakai dalam rangka tujuan
berbangga (mencari populariti) di dunia dan perhiasannya atau pakaian yang lusuh dengan
tujuan menampakkan sifat kezuhudan dan menarik perhatian. (Lihat: Abu Malik Kamal,
Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 153)
Hukum Menutup Kaki Bagi Wanita
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda, Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya
(melebihi mata kaki/buku lali) dengan kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada
Hari Kiamat. Ummu Salamah bertanya, Bagaimana dengan kaum wanita, apa yang harus
dilakukan pada hujung (bawah) kain mereka? Baginda pun menyatakan: Sekiranya mereka
melabuhkannya, labuhkanlah sejengkal (dari tengah-tengah betis). Ia berkata, Sesungguhnya
jika seperti itu (hanya sejengkal) maka kaki mereka akan masih dapat tersingkap. Baginda
menjelaskan, Maka, labuhkanlah sehingga sehasta dan jangan lebih dari itu. (Hadis Riwayat
Abu Daud, 4/364, no. 4119. an-Nasaai, 8/209, no. 5336-5339. at-Tirmidzi, 4/223, no. 1736.
Ahmad di dalam al-Musnad, 2/5555. Dan Abul Razak as-Sanani di dalam al-Mushannafnya
11/82. Berkata Imam Muslim: Sanad hadis ini sahih)
Berdasarkan hadis ini, bahawa wanita perlu (wajib) menutup kaki-kaki mereka termasuklah
betis-betis mereka iaitu dengan melabuhkan kain-kain mereka sebanyak satu hasta (lebih
kurang satu kaki) dari pertengahan betis mereka.
Malah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam mebenarkan pakaian wanita terseret di atas
tanah bagi tujuan menutup kaki-kaki mereka. (Lihat penjelasannya oleh Ibnu Taimiyah di
dalam Jilbab al-Maratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 166, al-Albani)
Berkenaan hadis tersingkapnya gelang-gelang kaki wanita di dalam perang Uhud, iaitu
sebagaimana hadis daripada Anas radhiyallahu anhu, dia berkata:
Ketika waktu perang Uhud, kaum muslimin berada dalam keadaan kucar-kacir meninggalkan

Nabi Shallallahu alaihi wa Salam, sedangkan abu Thalhah berdiri di hadapan beliau
Shallallahu alaihi wa Salam melindungi dengan perisai dari kulit miliknya. Aku lihat Aisyah
binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim berjalan tergesa-gesa. Aku melihat gelang-gelang kaki
mereka ketika keduanya melompat-lompat sambil membawa bekas air di pinggangnya dan
menuangkan bekas air tersebut ke mulut-mulut kaum muslimin... (Hadis Riwayat al-Bukhari,
7/290. Muslim, 5/197)
Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata: Siatusi tersebut terjadi sebelum turunnya ayat
perintah menutup aurat (ayat hijab). (Dalam keadaan seperti itu) Mungkin juga ia terjadi
tanpa mereka sengajakan. (al-Albani, Jilbab al-Maratil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah,
1412H, m/s. 166)

Tata Cara Berpakaian Wanita Secara Islami

Tata Cara Berpakaian Wanita Menurut Islam


Ditengah kehidupan yang serba glamor dan bermegah sekarang ini banyak sekali
kita lihat para wanita yang mengumbar aurat dan bangga dengan kulit putih
mulusnya terjaja untuk lelaki. Entah karena kurangnya pengetahuan agama atau
apa saat ini para wanita sudah tidak lagi berpakaian menurut pakaian yang
dianjurkan Islam.

Well, sobat remaja semuanya pada artikel kali ini izinkan kami akan share tentang 8
Sifat Pakaian Wanita yang menjadi tatacara pakaian yang harusnya dipakai wanita
menurut Islam :
1. Pakaian itu mestilah menutup aurat
Rasulullah saw bersabda :
Telah berkata Aisyah .a Sesungguhnya, Asmabinti Abu Bakar menemui Nabi saw
dengan memakai busana yang nipis Maka nabi berpaling daripadanya dan
bersabda Wahai Asma , sesungguhnya apabila wanita itu telah baligh (sudah haid)
tidak boleh dilihat daripadanya kecuali ini dan ini , sambil mengisyaratkan kepada
muka dan tapak tangannya
2. Pakaian itu tidak terlalu nipis sehingga tampak bayangan tubuh badan
dari luar
Dua orang ahli neraka yang belum pernah saya lihat adalah : kaum yang
memegang pecut bagai ekor lembu digunakan untuk memukul orang (tanpa
alasan), orang perempuan yang berpakaian tetapi telanjang bagaikan merayu-rayu

melenggok-lenggok membesarkan cemaranya bagaikan punuk unta yang mereng.


Mereka tidak akan masuk syurga dan tidak akan dapat mencium bau syurga,
sedangkan bau syurga dapat dicium dari jarak yang sangat jauh
(Riwayat Muslim)
3. Pakaian itu tidak ketat atau sempit
Dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Abi Salamah bahawa Umar Bin Khattab .a
menghadiahkan kepada seseorang dengan pakaian nipis buatan Mesir Lama,
kemidian berkata , Jangan dipakaikan kepada isteri-isteri kamu! Lalu seseorang
berkata Ya Amirul Mukminin aku telah memakainya untuk isteriku, kemudian
memutarkan badannya tetapi tidak kelihatan auratnya . selanjutnya Umar berkata,
Memanglah auratnya tidak nampak, tetapi bentuk tubuhnya nampak
4. Warna pakaian itu suram atau gelap,
Seperti warna hitam atau kelabu asap. Tujuannya adalah agar lelaki tidak bernafsu
melihatnya (terutamanya pakaian seperti jilbab atau abaya) . Menurut Ibnu Kathir di
dalam tafsirnya pakaian wanita-wanita pada zaman Nabi saw ketika mereka keluar
rumah berwarna hitam)
5. Tidak memakai wangi-wangian
Pakaian itu tidak sekali-kali disemerbakkan dengan bau-bauan yang harum,
demikian juga tubuh badan wanita itu, karena bau-bauan ini menimbulkan
pengaruhnya atas nafsu lelaki. Perempuan yang memakai bau-bauan ketika keluar
rumah sehingga lelaki mencium baunya disifatkan oleh Rasulullah saw sebagai
zaniyah, yakni pelacur atau penzina.
Wanita apabila memakai wangi-wangian , kemudian berjalan melintasi kaum lelaki
maka dia itu begini dan begini iaitu pelacur (Riwayat Abu Dawud dan Tirmizi)
6. Tidak seperti Pakaian Laki-Laki
Pakaian itu tidak bertashabbuh dengan pakaian lelaki yakni tiada meniru niru atau
menyerupai pakaian lelaki
Telah berkata Ibnu Abbas :
Rasulullah saw telah melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita-wanita
yang menyerupai lelaki
(Riwayat Bukhari)
7. Pakaian itu tiada bertashabbuh dengan pakaian permpuan-perempuan kafir dan
musyrik
8. Pakaian itu bukanlah libasu sh-shuhrah, yakni pakaian untuk bermegah-megah ,
untuk menunjuk-nunjuk atau bergaya.

Pertanyaannya kemudian adalah masih adakah wanita yang berpakaian menurut


Islam seperti kriteria di atas? Entah karena pengaruh budaya barat, saat ini banyak
kita yang merasa enjoy aja dengan pakaian dengan mengumbar aurat seperti
hotpants dll
Untuk apa pakaian aja yang Islam tapi kelakuannya Na'uzubillah?.
Pakaian dan kelakuan adalah dua hal yang berbeda. Moga-moga dengan berpakaian
Islami maka si wanita tersebut akan menjaga akhlaknya
Nah itulah beberapa di antara tata cara berpakaian menurut Islam. Jadi Berpakaian
dalam Islam untuk wanita itu bukanlah yang trendi untuk banyak orang tetapi
hanya untuk suaminya.
Semoga artikel ini bermamfaat untuk para wanita yang telah berpakaian Islami agar
teguh imannya dan tahan terhadap godaan Dan juga bermamfaat bagi yang belum
berpakaian Islami

Etika berpakaian dan Berhias dalam islam


Tema : Agama di Pandang dari Sudut Pandang Agama
Judul : Etika Berpakaian dan Berhias

Sebelum membahas jauh tentang Etika di pandang dari sudut agama kita
harus mengetahui apa pengertian etika itu sendiri
PENGERTIAN ETIKA
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup
tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana
seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan
lain-lain.

Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masingmasing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa
merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah
dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya
etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar
dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari
kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuranukuran bagi tingkah laku manusia yang baik
Pengertian agama sendiri bisa di artikan
Agama (Sanskerta, a = tidak; gama = kacau) artinya tidak kacau; atau
adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu.
Religio (dari religere, Latin) artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan
saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau
memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem
sosial dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu (yang
supra natural) dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama
merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat; sistem sosial yang
dibuat manusia (pendiri atau pengajar utama agama) untuk berbhakti dan
menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan perintah, hukum,
kata-kata yang langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya. Perintah dan
kata-kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi sehingga dapat difungsikan untuk
mencapai atau memperoleh keselamatan (dalam arti seluas-luasnya) secara pribadi
dan masyarakat.
Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya,
manusia membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan
perkembangan budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk

penyembahan kepada Ilahi (misalnya nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain)
merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia mengalami
kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan kebudayaan, maka agama
pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus,
nyanyian, cara penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu
diadaptasi sesuai dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.
Sedangkan kaum agamawan berpendapat bahwa agama diturunkan TUHAN
Allah kepada manusia. Artinya, agama berasal dari Allah; Ia menurunkan agama
agar manusia menyembah-Nya dengan baik dan benar; ada juga yang berpendapat
bahwa agama adalah tindakan manusia untuk menyembah TUHAN Allah yang telah
mengasihinya. Dan masih banyak lagi pandangan tentang agama, misalnya,
1. Agama ialah (sikon manusia yang) percaya adanya TUHAN, dewa, Ilahi; dan
manusia yang percaya tersebut, menyembah serta berbhakti kepada-Nya, serta
melaksanakan berbagai macam atau bentuk kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan tersebut
2. Agama adalah cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia terhadap
sesuatu Yang Dipercayai berkuasa terhadap hidup dan kehidupan serta alam
semesta; cara-cara tersebut bervariasi sesuai dengan sikon hidup dan
kehidupan masyarakat yang menganutnya atau penganutnya
3. Agama ialah percaya adanya TUHAN Yang Maha Esa dan hukum-hukum-Nya.
Hukum-hukum TUHAN tersebut diwahyukan kepada manusia melalui utusanutusan-Nya; utusan-utusan itu adalah orang-orang yang dipilih secara khusus
oleh TUHAN sebagai pembawa agama. Agama dan semua peraturan serta
hukum-hukum keagamaan diturunkan TUHAN (kepada manusia) untuk
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat
Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan
menyembah Ilahi (yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan
hidup dan kehidupan kepada manusia); upaya tersebut dilakukan dengan berbagai
ritus (secara pribadi dan bersama) yang ditujukan kepada Ilahi.

Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan


TUHAN Allah. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal TUHAN
Allah, maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara agar mereka mengenal
dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari manusia, bukan TUHAN Allah

Dari dasar pengertian inilah selanjutnya terjadi pengertian yang semakin berkembang,
seperti apa yang kita kenal sampai sekarang. agama ialah suatu kepercayaan yang berisi normanorma atau peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara manusia
dengan Sang Hyang/Yang Maha Kuasa, norma atau peraturan-peraturan mana dianggap kekal
sifatnya.
Jadi, antara etika dengan agama terdapat titik persamaan dan perbedaan:
Persamaannya sebagai berikut:
a. Pada sasarannya : baik etika maupun agama sama-sama bertujuan meletakkan dasar ajaran
moral, supaya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang
tercela
b. Pada sifatnya : etika dan agama sama bersifat memberi peringatan, jadi tidak memaksa
Perbedaanya sebagai berikut:
a. Pada segi prinsip : agama merupakan suatu kepercayaan pengabdian (dengan segala
syarat dan caranya) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Etika bukanlah kepercayaan yang
mengandung pengabdian.
b. Pada bidang ajarannya : Agama membawa/mengajarkan manusia pada dua jenis dunia
(alam fana dan alam baqa/akhirat). Etika hanya mempersoalkan kehidupan moral
manusia di alam fana ini.
c. Agama (islam) itu sumbernya dari Allah SWT. Tetapi etika dengan macam jenisjenisnya itu, sumbernya adalah dari pemikiran manusia (sesuai dengan aliran masingmasing).

d. ajaran dan pandangan etika, dapat diterima oleh agama.


Bila semua keterangan tersebut di atas kita transfer kepada manusia, itu berarti bahwa
semua manusia yang beragama (Islam), itu dengan sendirinya soal-soal etika/moral, tetapi
mereka hanya mempelajari etika (sebagai suatu ilmu/filsafat), belum tentu beragam.
Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan
agung yang bukan saja beriskan sikap, prilaku secara normative, yaitu dalam
bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan
manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pangan historisitas.
Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman
keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk
menjungjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan
keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan
perilaku manusia dalam hubungan social hanya dan untuk mengabdi pada Tuhan,
buka ada pamrih di dalamnya. Di sinilah pean orang tua dalam memberikan muatan
moral kepada anak agar mampu memahami hidup dan menyikapinya dengan bijak
dan damai sbagaimana Islam lahir ke bumi membawa kedamaian untuk semesta
(rahmatan lilalamain)
Salah satu contoh nya Etika Berpakaian dan Berhias Dalam Islam
1. Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat
beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : Apabila Allah mengaruniakan
kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan kemurahan-Nya itu
pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
2. Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan
tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.
3. Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya.
Karena hadits yang bersum-ber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu ia
menuturkan: Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai

kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria. (HR. Al-Bukhari).
Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya.
4. Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah
Radhiallaahu anhu telah bersabda: Barang siapa yang mengenakan pakaian
ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan
di hari Kiamat. ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
5. Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib,
karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu anha menyatakan
bahwasanya beliau berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam tidak
pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi
menghapusnya. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).
6. Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan
terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu anhu
mengatakan: Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Taala pernah
membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu
beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki
dariumatku. (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
7. Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa sallam telah bersabda : Apa yang berada di bawah
kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka (HR. Al-Bukhari).
8. Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menu-tup seluruh badannya,
termasuk kedua kakinya.
9. Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur) pakaiannya karena
sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan : Allah tidak
akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya
karena sombong. (Muttafaqalaih).
10. Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau
lainnya. Aisyah Radhiallaahu anha di dalam haditsnya berkata: Rasulullah

Shallallaahu alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang


kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut
dan bersuci. (Muttafaq-alaih)..
11. Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, katrena hadits mengatakan:
Pakaialah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah
yang terbaik dari pakaian kamu (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani).
(Untuk laki-laki putih dan hijau atau warna lain, kalu wanita gelap , bisa dilihat
di kitabnya Syaikh ALBani ( Jilbab Muslimah
12. Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila
keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika
perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika
ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena
larangannya shahih.












(
)



.Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini


13. Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :

dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya

14. Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi
supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan: Allah melaknat
(mengutuk) wanita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang
menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang
meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan
Allah. Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: Allah melaknat
wanita yang menyambung rambutnya. (Muttafaqalaih).

Etika Pakaian Muslimah


akhir ini banyak diantara saudari muslimah kita yang mulai melindungi
diri mereka dengan jilbab. Kenyataan ini cukup menggembirakan bagi masyarakat islam. Namun
apakah jilbab yang dikenakan kebanyakan saudari
musli
mah kita sudah sesuai tuntunan N
abi
shallallahu alaihi wa sallam???
Apakah jilbab yang mereka kenakan adalah jilbab sebagaimana yang dikenakan teladan
muslimah Aisyah radliyallahuanha???
Apakah jilbab yang mereka kenakan adalah jilbab sebagaimana
yang dikenakan oleh wanita
wanita shalihah pada masa kurun terbaik (para shabiyah)???
Alangkah baik jika bagi saudari muslimah semuanya untuk menelaah petikan ilmu dari
Imam al
Muhaddits Muhammad Nashiruddin al Albany
berikut ini.
Semoga membawa manfaa
t dan perubahan bagi saudariku muslimah...
Inilah kriteria jilbab
untukmu wahai muslimah...
1.
MELIPUTI SELURUH BADAN SELAIN YANG DIKECUALIKAN
Syarat ini terdapat dalam firman Allah dalam surat An
Nuur : 31 berbunyi :
Katakanlah kepada wanita yang beriman : He
ndaklah mereka menahan pandangan mereka
dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka
kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasa
n mereka, kecuali kepada suami
mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau putra
putra mereka atau
putra
-

putra suami mereka atau saudara


saudar mereka (kakak dan adiknya) atau putra
putra
saudara laki
laki mereka atau putra
putra saudara p
erempuan mereka (=keponakan) atau
wanita
wanita Islam atau budak
budak yang mereka miliki atau pelayan
pelayan laki
laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak
anak yang belum mengerti
aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki
mereka agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang
orang yang beriman supaya
kamu beruntung.
Juga firman Allah dalam surat Al
Ahzab : 59 berbunyi : Hai Nabi katakanlah kepada istri
istrimu, anak
anak perempu
anmu dan istri
istri orang mumin : Hendaklah mereka
mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al
Hafizh Ibn
u Katsir berkata dalam Tafsirnya : Janganlah kaum wanita menampakkan

sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria


pria ajnabi, kecuali yang tidak mungkin
disembunyikan. Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. Maksudnya
adalah
kain kudu
ng yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah
pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.
Al
Qurthubi berkata : Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang
menunj
ukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti
Abu Bakr menemui Rasulullah sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling
darinya dan berkata kepadanya : Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita i
tu telah
mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini. Kemudian
beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Allah Pemberi Taufik dan tidak ada Rabb selain
Nya.
2. BUKAN BERFUNGSI SEBAGAI PERHIASAN
Ini berdasarkan f
irman Allah dalam surat An
Nuur ayat 31 berbunyi : Dan janganlah kaum
wanita itu menampakkan perhiasan mereka. Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup
pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki
laki melirikkan
pandangan ke
padanya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al
Ahzab ayat 33 : Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
oang
orang jahiliyah.
Juga berdasarkan sabda Nabi : Ada tida golongan yang tidak akan
ditanya yaitu, seorang laki
laki yang meninggalkan jamaah dan mendurhakai imamnya serta meninggal dalam keadaan
durhaka, seorang budak wanita atau laki
laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati,
serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya,
padahal suaminya telah mencukupi keperluan

duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya. (Dikeluarkan Al
Hakim 1/119 dan disepakati Adz
Dzahabi; Ahmad VI/19; Al
Bukhari dalam Al
Adab Al
Mufrad;
At
Thabrani dalam Al
Kabir
; Al
Baihaqi dalam As
Syuaib).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala
sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki
laki. (Fathul Bayan
VII/19).
3. KAINNYA HARUS TEBAL (TIDAK TIPIS)
S
ebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis, maka hanya
akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini
Rasulullah telah bersabda : Pada akhir umatku nanti akan ada wanita
wanit
a yang berpakain
namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) unta.
Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk. Di dalam
hadits
lain terdapat tambahan : Mereka tidak akan masuk surga
dan juga tidak akan mencium baunya,
padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian. (At
Thabrani dalam
Al
Mujam As
-

Shaghir hal. 232; Hadits lain tersebut dikeluarkan oleh Muslim dari riwayat Abu
Hurairah. Lihat Al
HAdits As
Shahih
ah no. 1326).
Ibnu Abdil Barr berkata : Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan
pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat
menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu
tetap berpakaian namanya,
akan tetapi hakekatnya telanjang. (dikutip oleh As
Suyuthi dalam
Tanwirul Hawalik III/103).
Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsannya Umar bin Al
Khattab pernah memakai baju
Qubthiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar
berkata :
Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri
istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai
Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah
depan maupun belakang, namun aku tidk melihatnya sebagai pakai
an yang tipis ! Maka Umar
menjawab : Sekalipun tidak tipis, namun ia mensifati (menggambarkan lekuk tubuh). (Riwayat
Al
Baihaqi II/234
235; Muslim binAl
Bitthin dari Ani Shalih dari Umar).
Atsar di atas menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensif
ati dan menggambarkan
lekuk
lekuk tubuh adalah dilarang. Yang tipis (transparan) itu lebih parah daripada yang
menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal). Oleh
karena itu Aisyah pernah berkata : Yang
namanya khimar adalah yang dapat menyembunyikan kulit dan r
ambut.
4. HARUS LONGGAR (TIDAK KETAT) SEHINGGA TIDAK DAPAT
MENGGAMBARKAN SESUATU DARI TUBUHNYA
Usamah bin Zaid pernah berkata : Rasulullah pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang

merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al


Kalbi kepada beliau.
Baju itu pun aku
pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku : Mengapa kamu tidak mengenakan baju
Quthbiyah ? Aku menjawab : Aku pakaiakan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda :
Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Quthbiyah itu, k
arena saya khawatir baju
itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya. (Ad
Dhiya Al
Maqdisi dalam Al
Hadits Al
Mukhtarah I/441; Ahmad dan Al
Baihaqi dengan sanad Hasan). Aisyah pernah berkata : Seorang
wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian :
Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah
pernah mengulurkan izar
nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya. (Ibnu Sad
VIII/71).
Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat,
maka ia harus mengenakan sel
uruh pakainnya : Baju, khimar dan milhafah (mantel). (Ibnu Abi
Syaibah dalam Al
Mushannaf II:26/1).
Ini semua juga menguatkan pendapat yang kami pegangi mengenai wajibnya menyatukan antara
khimar dan jilbab bagi kaum wanita jika keluar rumah.
5. TIDAK DIBE
RI WEWANGIAN ATAU PARFUM
Dari Abu Musa Al
Asyari bahwasannya ia berkata : Rasulullah bersabda : Siapapun wanita yang
memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki
laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia
adalah pezina. (An
Nasai II/283; Abu Daud II/
192; At
-

Tirmidzi IV/17; Ahmad IV/100, Ibnu


Khuzaimah III/91; Ibnu Hibban 1474; Al
Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz
Dzahabi).
Dari Zainab Ats
Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda : Jika salah seorang diantara kalian
(kaum wanita) keluar menuju masjid,
maka jangan sekali
kali mendekatinya dengan (memakai)
wewangian. (Muslim dan Abu Awanah
dalam kedua kitab Shahih
nya; Ash
Shabus Sunan dn
lainnya).
Dari Abu Hurairah bahwa ia berkata : Rasulullah bersabda : Siapapun wanita yang memakai
bakhur (wewangian
yang berasal dari pengasapan), maka janganlah ia menyertai kami dalam
menunaikan shalat Isya yang akhir.
(ibid)
Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah : Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau
wewangian menerpanya. Maka Abu Hurairah berkata : Wah
ai hamba Allah ! Apakah kamu
hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu
mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : Jika seorang
wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangia
n menghembus maka Allah tidak
menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi. (Al
Baihaqi III/133;
Al
Mundziri III/94).
Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu
Daqiq Al
Id berkata
: Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita
yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum
laki
-

laki (Al
Munawi dalam Fidhul Qadhir dalam mensyarahkan hadits dari Abu Hurairah).
Saya (A
l
Albany) katakan : Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju
masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ?
Tidak diragukan lagi bahwa hal itu
jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Al
Haitsami dalam
kitab AZ
Zawajir II/37 menyebutkan bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan
memakai wewangian dn berhias adalah termasuk perbuatan kabair (dosa besar) meskipun
suaminya mengizinkan.
6. TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN LAKI
LAKI
Karena ad
a beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyrupakan diri dengan kaum
pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya.
Dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita
yang memakai pakaian pria (Abu Daud II/
182; Ibnu Majah I/588; Ahmad II/325; Al
Hakim
IV/19 disepakati oleh Adz
Dzahabi).
Dari Abdullah bin Amru yang berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda : Tidak termasuk
golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yan
g
menyerupakan diri dengan kaum wanita. (Ahmad II/199
200; Abu Nuaim dalam Al
Hilyah
III/321)
Dari Ibnu Abbas yang berkata : Nabi melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita
wanitaan
dan kaum wanita yang bertingkah kelaki
lakian.

Beliau bersabda : Keluar


kan mereka dari rumah
kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan. Dalam lafadz
lain
: Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum
wanita
yang menyerupakan diri dengan kaum pria.
(Al
Bu
khari X/273
274; Abu Daud II/182,305; Ad
Darimy II/280
281; Ahmad no. 1982,2066,2123,2263,3391,3060,3151 dan 4358; At
Tirmidzi
IV/16
17; Ibnu Majah V/189; At
Thayalisi no. 2679).
Dari Abdullah bin Umar yang berkata : Rasulullah bersabda : Tiga golongan ya
ng tidak akan
masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya, wanita yang
bertingkah kelaki
lakian dan menyerupakan diri dengan
laki
laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu)
.
(An
Nasai !/357; Al
Hakim I/72
dan IV/146
147 disepakati Adz
Dzahabi; Al
-

Baihaqi X/226 dan Ahmad II/182).


Dalam haits
hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita
menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya.
Ini bersi
fat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang
hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.
7. TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN WANITA
WANITA KAFIR
Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki
laki maupun perem
puan) tidak
boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang
orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan
hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya : Firman Allah surat Al
Hadid : 16, berbunyi :
Belumkah datang waktunya bagi orang
orang yang beriman, un
tuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka
seperti orang
orang yang sebelumnya telah diturunkan Al
Kitab kepadanya, kemudian berlalulah
masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka me
njadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang
orang yang fasik. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al
Iqtidha
hal. 43 : Firman Allah Janganlah mereka seperti... merupakan larangan mutlak dari tindakan
menyerupai mereka, di samping mer
upakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka
dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (IV/310)
berkata : Karena itu Allah melarang orang
orang beriman menyerupai mereka dalam perkara
-

perkara pokok maup


un cabang.
Allah berfirman : Hai orang
orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad)
: Raaina tetapi katakanlah Unzhurna dan dengarlah. Dan bagi orang
orang yang kafir siksaan
yang pedih. Ibnu Katsir I/148 berkata : Allah melarang hamb
a
hamba
Nya yang beriman untuk
mnyerupai ucapan
ucapan dan tindakan
tindakan orang
orang kafir. Sebab, orang
orang Yahudi
suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek. Jika mereka ingin mengatakan
Denagrlah kami mereka mengatakan Raaina sebaga
i plesetan kata ruunah (artinya
ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An
Nisa ayat 46.
Allah telah memberi tahukan (dalm surat Al
Mujadalah : 22) bahwa tidak ada seorang mumin
yang mencintai orang
orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang
o
rang kafir, maka ia bukan
orang mumin, sedangkan tindakan
menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang
dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan
.
8. BUKAN PAKAIAN UNTUK MENCARI POPULARITAS (PAKAIAN KEBESARAN)
Berdasarkan hadits
Ibnu Umar yang berkata : Rasulullah bersabda : Barangsiapa mengenakan
pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada

hari kiamat, kemudian membakarnya


dengan api neraka. (Abu Daud II/172; Ibnu Majah II/278
279)
.
Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di
tengah
tengah orang banyak, baik pakain tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk
berbangga dengan dunia dan perhiasannya,
maupun pakaian yang bernilai ren
dah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan
kezuhudannya dan dengan tujuan riya (Asy
Syaukani dalam Nailul Authar II/94). Ibnul Atsir
berkata : Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu.
Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang
orang yang
mengangkat pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap
angkuh dan sombong.
Kesimpulannya adalah :
Hendaklah menutup seluruh badannya, kecuali wajah dan dua telapak dengan perincian
sebagaimana yang telah dik
emukakan, jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak ketat
sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum
pria atau pakaian wanita
wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas.
Dikutip dari Kitab Jilbab Al-Marah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah (Syaikh Al-Albany)

Você também pode gostar