Você está na página 1de 21

REFERAT

SINUSITIS
Oleh :
Elsa Patricia 1115060
Alfega Xavier 1115188
Rinaldy Alexander 1015051
Sandra Agna - 115188

Pembimbing :
dr.Purwadi, Sp THT - KL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi sinus paranasalis. Penyebab utamanya


ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi
yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksilla. . Sinusitis bisa terjadi
pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau
sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang)
maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.1,2
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid,
sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan. Pada anak
hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang sedangkan sinus frontal dan
sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang lebih 8 tahun.
Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena (1)
merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar
sehingga sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus
maxilla adalah dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat
menyebabkan sinusitis maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di
sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid,
sinus maksila, dan sinus sfenoid. Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III
atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa anak-anak.
Pembentukannya dimulai sejak di dalam kandungan, akan tetapi hanya ditemukan
dua sinus ketika baru lahir yaitu sinus maksila dan etmoid. Sehingga tidak heran jika
pada foto rontgen anak-anak belum terdapat sinus frontalis karena belum terbentuk.
Sinus frontal mulai berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia sekitar 8 tahun
dan menjadi penting secara klinis menjelang usia 13 tahun, terus berkembang hingga
usia 25 tahun. Pada sekitar 20% populasi, sinus frontal tidak ditemukan atau
rudimenter, dan tidak memiliki makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami
pneumatisasi sekitar usia 8 hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia
belasan atau dua puluhan.
Dinding lateral nasal mulai sebagai struktur rata yang belum berdiferensiasi.
Pertumbuhan pertama yaitu pembentukan maxilloturbinal yang kemudian akan
menjadi konka inferior. Selanjutnya, pembentukan ethmoturbinal, yang akan menjadi
konka media, superior dan supreme dengan cara terbagi menjadi ethmoturbinal
pertama dan kedua. Pertumbuhan ini diikuti pertumbuhan sel-sel ager nasi, prosesus
uncinatus, dan infundibulum etmoid. Sinus-sinus kemudian mulai berkembang.
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
kavum nasi. Sinussinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan
diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis,
sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran

pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu mengkasilkan mukus, dan


bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam kavum nasi. Pada orang sehat,
sinus terutama berisi udara.
Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding inferior
orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial, prosesus
alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas anterior.
Sinus maksilaris erbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus
maksilaris arcus I. Bentuknya pyramid; dasar piramid berada pada dinding lateral
hidung, sedangkan apeksnya berada pada pars zygomaticus maxillae. Sinus
maksilaris merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang
dewasa. Sinus maksilaris berhubungan dengan cavum orbita (dibatasi oleh dinding
tipis yang berisi n. infra orbitalis sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar
ke mata), gigi (dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Molar) dan ductus
nasolakrimalis (terdapat di dinding cavum nasi).
Sinus ethmoidalis terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, sinus
ethmoidalis berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), sedangkan saat dewasa terdiri
dari 7-15 cellulae yang berdinding tipis. Bentuknya berupa rongga tulang yang
menyerupai sarang tawon, yang terletak antara hidung dan mata Sinus ethmoidalis
berhubungan dengan fossa cranii anterior (dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina
cribrosa, sehingga jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah
kranial), orbita (dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea, sehingga jika
melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke
daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma), nervus optikus dan nervus, arteri dan
vena ethmoidalis anterior dan posterior.
Sinus frontalis dapat terbentuk atau tidak. Sinus frontalis terletak di os
frontalis yang tidak simetri antara kanan dan kiri. Volume pada orang dewasa 7cc.
Sinus frontalis bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).Sinus frontalis

berhubungan dengan fossa cranii anterior (dibatasi oleh tulang compacta), orbita
(dibatasi oleh tulang compacta) dan dibatasi oleh periosteum, kulit dan tulang diploic.
Sinus sfenoidalis rerbentuk pada fetus usia bulan III Sinus sfenoidalis terletak
pada corpus, alas dan processus os sfenoidalis. Volume pada orang dewasa 7 cc.
Sinus sfenoidalis berhubungan dengan sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.
glandula pituitari, chiasma n.opticum, ranctus olfactorius dan arteri basillaris brain
stem (batang otak).

Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke


daerah yang berbeda dalam kavum nasi. Aliran sekresi sinus sfenoid menuju resesus
sfenoetmoid, sinus frontal menuju infundibulum meatus media, sinus etmoid
anterior \menuju meatus media, sinus etmoid media menuju bulla etmoid dan sinus
maksila menuju meatus media. Struktur lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi
adalah duktus nasolakrimalis yang berada kavum nasi bagian anterior.
Adapun fungsi dari sinus paranasal adalah membentuk pertumbuhan wajah
karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa terdapat perluasan

sehingga pertumbuhan tulang akan terdesak. sebagai pengatur udara (air


conditioning), peringan cranium, resonansi suara dan membantu produksi mukus.
Definisi dan Klasifikasi
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus paranasal.
Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris,
etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis lebih sering terkena pada sinus
maksilaris dikarenakan merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya
lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret tergantung dari gerakan silia, dasarnya
adalah akar gigi, ostium sinus maksilaris terletak di meatus medius, disekitar hiatus
semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. Apabila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.
Sinusitis dapat dibagi berdasarkan letak anatomi (sinusitis maksilaris,
frontalis, etmoid, dan sfenoidalis), berdasarkan organisme penyebab (virus, bakteri
dan fungi), berdasarkan ada tidaknya komplikasi ke luar sinus (seperti adanya
komplikasi osteomyelitis pada tulang frontal) dan secara klinis sinusitis dapat
dikatagorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari
sampai 4 minggu, sinusitis subakut berlangsung lebih dari 4 minggu tapi kurang dari
3 bulan dan sinusitis kronik bila lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan beratnya penyakit, rhinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm):
-

Ringan = VAS 0-3


Sedang = VAS >3-7
Berat= VAS >7-10

Nilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas hidup pasien


Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas :

1.

Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang


menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya
rinitis akut (influenza), polip, dan septum deviasi.
Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan

2.

gigi),

yang

sering

menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan
molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenza,

Steptococcusviridans,

Staphylococcus

aureus,

Branchamella

catarhatis
Etiologi
Faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat defisiensi gizi yang
menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti perubahan
musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap
tembakau dan lain-lain.
Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinusitis,
berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma.
Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur.

Virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus
yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa
sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung dan penyakit virus
yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus. Antara agen
virus tersering menyebabkan sinusitis antara lain: Rhinovirus, influenza virus,
parainfluenza virus dan adenovirus.

Bakteri
Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab
otitis media. Yang sering ditemukan antara lain: Streptococcus pneumonia,

Haemophilus

influenza,

Branhamella

cataralis,

Streptococcus

alfa,

Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis


kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena
sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun
fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung
bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob
(Peptostreptococcus, Corynobacterium, Bacteroides, dan Veillonella).

Jamur
Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi immunosupresif, dan
immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur penyebab infeksi
biasanya berasal dari genus Aspergillus dan Zygomycetes.

Faktor Predisposisi

Obstruksi mekanis : deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertrofi


konka

Infeksi : rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi ostium
sinus serta menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman

Lingkungan berpolusi, udara dingan dan kering yang dapat merubah mukosa dan
merusak silia

Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM). Disamping itu
mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan

lendir tidak dapat dialirkan karena ostium sinus tersumbat. Maka terjadi tekanan
negatif di dalam rongga sinus terjadinya transudasi, yang mula-mua cairan serosa.
Gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif
dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media
yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Kondisi inilah yang disebut
rhinosinusitis non-bacterial.

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan
menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi
manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa,
dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab
menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin
membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai,
sehingga terjadilah polip.
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang
menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:
1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya kering.
Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.

2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada
kelainan epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui
epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris,
epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah
bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian
menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.
4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya
pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe
purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih
mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum
menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi
permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat
memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.
Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi melalui :
tromboflebitis dari vena yang perforasi
Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau
nekrotik
terjadinya defek
melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia.
Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara
-

limfatik.
Gejala Klinik Sinusitis Akut
Sinusitis maksillaris

Demam, malaise

Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin.
Sakit dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi
atau gigi. Sakit bertambah saat menunduk.

Wajah terasa bengkak dan penuh

Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan
perkusi.

Kadang ada batuk iritatif non-produktif

Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk

Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari
metus media, dan nasofaring.

Sinusitis ethmoidalis

Sering bersama dengan sinusitis maksillaris dan sinusitis frontalis

Nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung
menjalar ke arah temporal

Nyeri sering dirasakan di belakang bola mata dan bertambah apabila mata
digerakkan

Sumbatan pada hidung

Pada anak sering bermanifestasi sebagai selulitis orbita karena lamina


papiracea anak seringkali merekah

Mukosa hidung hiperemis dan udem

Adanya pus dalam rongga hidung yang berasal dari meatus media

Sinusitis frontalis

Hampir selalu bersamaan dengan sinusitis ethmoidalis anterior

Nyeri kepala yang khas di atas alis mata. Nyeri biasanya pada pagi hari,
memburuk pada tengah hari dan berangsur angsur hilang pada malam hari.

Pembengkakan derah supraorbita

Nyeri hebat pada palpasi atau perkusi daerah sinus yang terinfeksi

Sinusitis sphenoidalis

Nyeri kepala dan retro orbita yang menjalar ke verteks atau oksipital

Gejala Klinik Sinusitis Kronik


Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama
eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu gejala berupa suatu
perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali
mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini
yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok,
gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru
seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan
asma yang meningkat dan sulit diobati.
Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor
predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang
menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami
hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak
memiliki polip nasi. Bakteri yang memegang peranan penting dalam patogenesis
rinosinusitis kronik masih kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada
sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif
seperti Pseudomonas aeruginosa.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

Gejala subyektif : Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala
lokal yaitu :hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir
ke nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada
pagihari, nyeri di daerahsinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat

lain.
Gejala Obyektif : Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan
kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata
atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika terdapat

komplikasi.
Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada
sinusitismaksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah
di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan dansinusitis
sphenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.( Pada sinusitis akut tidak
ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita

harusmelakukan penatalaksanaan yang sesuai).


Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada
posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5
menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa
memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludan dan
menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris, maka akan

keluar pus dari hidung.


Transiluminasi
Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi
akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh
dengan cairan)

Rontgen sinus paranasalis


Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa
1. Penebalan mukosa,
2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)

3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat
dilihat pada foto waters.
Bagaimanapun juga, harus diingat bhwa foto SPN 3 posisi ini memiliki
kekurangan dimana kadang kadang bayangan bibir dapat dikacaukan dengan
penebalan mukosa sinus.

CT Scan
CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling
baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya yang relevan
untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut.
Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT Scan menggunakan dosis radiasi

yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.


Pemeriksaan mikrobiologi
Biakan yang berasal fari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya
lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian
anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih
sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi
pus dari inus yang terkena. Seringkali diberikan suatu antibiotik yang sesuai
untuk membasmi mikroorganisme yang lebih umum untuk penyakit ini.

Penatalaksanaan
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan
pembedahan (operasi).
Penatalakanaan yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:

Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40 mg/kgbb/hari) yang merupakan


first line drug, namun jika tidak ada perbaikan dalan 48-72 jam, dapat
diberikan amoksisilin/klavulanat. Sebaiknya antibiotik diberikan selama 10-14
hari.

Pada kasus sinusitis kronis, antibiotik diberikan selama 4-6 minggu sebelum
diputuskan untuk pembedahan. Dosis amoksisilin dapat ditingkatkan sampai
90 mg/kgbb/hari. Pada pasien dengan gejala berat atau dicurigai adanya
komplikasi diberikan antibiotik secara intravena. Sefotaksim atau seftriakson
dengan klindamisin dapat diberikan pada Streptococcus pneumoniae yang
resisten.

Terapi

tambahan:

Terapi

tambahan

meliputi

pemberian

antihistamin,

dekongestan, dan steroid.


Antihistamin: antihistamin merupakan kontra indikasi pada sinusitis, kecuali
jelas adanya etiologi alergi. Pemberian antihistamin dapat mengentalkan sekret
sehingga menimbulkan penumpukan sekret di sinus,dan memperberat sinusitis.
Dekongestan: dekongestan topikal seperti oksimetazolin, penileprin akan
menguntungkan jika diberikan pada awal tata laksana sinusitis. Aktifitasnya akan
mengurangi

edem

atau

inflamasi

yang

mengakibatkan

obstruksi

ostium,

meningkatkan drainase sekret dan memperbaiki ventilasi sinus. Pemberian


dekongestan dibatasi sampai 3-5 hari untuk mencegah ketergantungan dan rebound
nasal decongestan. Pemberian dekongestan sistemik, seperti penilpropanolamin,
pseudoefedrin dapat menormalkan ventilasi sinus dan mengembalikan fungsi
pembersih mukosilia. Dekongestan sistemik dapat diberikan sampai 10-14 hari.

Steroid : steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan


mengurangi edem dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki drainase sinus.
Untuk steroid oral, dianjurkan pemberiannya dalam jangka pendek mengingat efek
samping yang mungkin timbul.
Untuk membedakan pengobatan medikamentosa sinusitis yang spesifik pada
pengobatan :
i. Terapi awal:
- Amoxicillin 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau
- TMP-SMX 160mg-800mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari
ii. Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir
- Amoxicillin 1000 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau
- Amoxicillin/Clavulanate 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari,atau
- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.
iii.Pasien dengan gagal pengobatan
-

Amoxicillin 1500mg dengan klavulanat 125 mg per oral 2 kali sehari selama
10 hari, atau

Amoxicillin 1500mg per oral 2 kali sehari dengan Clindamycin 300 mg per
oral 4 kali sehari selama 10 hari, atau

Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.


Diatermi: Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu

penyembuhan sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.


Pembedahan: Untuk pasien yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa
yang maksimal, tindakan bedah perlu dilakukan. Indikasi bedah apabila ditemukan
perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis, nekrosis dinding sinus disertai
pembentukan fistel, pembentukan mukokel, selulitis orbita dengan abses dan
keluarnya

sekret

terus

menerus

yang

tidak

membaik

dengan

terapi

konservatif.24Beberapa

tindakan

pembedahan

pada

sinusitis

antara

lain

adenoidektomi, irigasi dan drainase, septoplasti, andral lavage, caldwell luc dan
functional endoscopic sinus surgery (FESS).Terdapat tiga pilihan operasi yang dapat
dilakukan pada sinusitis maksilaris, yaitu unisinektomi endoskopik dengan atau tanpa
antrostomi maksilaris, prosedur Caldwell-Luc, dan antrostomi inferior. Saat ini,
antrostomi unilateral dan unisinektomi endoskopik adalah pengobatan standar
sinusitis maksilaris kronis refrakter. Prosedur Caldwell-Luc dan antrostomi inferior
antrostomy jarang dilakukan.
Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis
dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
Komplikasi Orbita
Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita
yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan
terjadinya komplikasi orbita ini.
a.

Peradangan atau reaksi edema yang ringan

b.

Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk

c.

Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding


tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis

d.

Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan
bercampur dengan isi orbita

e.

Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat


penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana
selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septic.

Komplikasi Intrakranial
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses
otak.

Kelainan Paru
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut
sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis.
Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.

Pencegahan
Tidak ada cara yang pasti untuk menghindari baik sinusitis yang akut atau kronis.
Tetapi di sini ada beberapa hal yang dapat membantu:
-

Menghindari kelembaban sinus - gunakan saline sprays atau sering diirigasi.


Hindari lingkungan indoor yang sangat kering.

Hindari terpapar yang dapat menyebabkan iritasi, seperti asap rokok atau aroma
bahan kimia yang keras.

Prognosis
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara
spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps
setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari
penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan
dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra
sinus lainnya.
Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan
yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik.

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada basebelumnya, maka


dapat ditarikkesimpulan bahwa penyakit sinusitis adalah penyakit inflamasi atau
peradangan yang terjadipada sinus paranasal, baik itu sinus ethmoidalis, sinus
frontalis, sinus maxillaries, dan sinussphrnoidalis. Sinusitis dapat terjadi akibat
trauma langsung atau kelainan anatomi hidung,hipertrofi konka, polip hidung, dan
rinitis alergi. Infeksi virus, bakteri atau jamur juga dapatmengakibatkan sinusitis.Pada
pasien sinusitis, keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kepala, nyeri
padabagian sinus dan tenggorokan

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. Dalam: Soepardi EA,


Iskandar N (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
Leher. Edisi ke-5. Jakarta. Balai Penerbit FK UI, 2002; 120-4. 2.

Becker 2003. Journal of Long-Term Eff ects of Medical Implants, Department


Otorhinolarnyngology Head and Neck Surgery, University of Pennsylvania
Hospital. Philadelphia, Pennsylvania Vol.13. p:17594. 3.
Metson dan Mardon, 2006. . Sinusitis dan Kualitas Hidup. Dalam Buku
Panduan The Harvard Medical School. Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok
Gramedia. Jakarta. hal: 1-11. 4.
Rudack dan Sachse, 2004. .Chronic Rhinosinusitis Need for Futher
Clasification? Inflamation Research. New York. Vol 53 . p ; 111.
Utami IS, Mulyarjo. Spektrum kuman sinusitis maksilaris dan uji resistensi
terhadap beberapa antibiotik. Dalam: Soepardjo H, ed. Kumpulan naskah ilmiah
KONAS XII PERHATI. Semarang: Badan Penerbit Undip Semarang; 1999. h. 52533. 9.
Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis dalam: Soepardi EA, Iskandar N
(editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi
ke-5. Jakarta. Balai Penerbit FK UI, 2002; 120-4.

Você também pode gostar