Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Nama Mahasiswa
NIM
: G3A016080
Nama Pembimbing
Saran Pembimbing
B. Tujuan Mobilisasi
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari
5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
C. Mobilitas dan Imobilitas
Jenis Mobilitas :
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya.
Hal ini dapat dijumpai pada masalah cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan
sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
dikarenakan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut dikarenakan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
Rentang Gerak dalam mobilisasi
1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
memanfaatkan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
EFEK
Penurunan konsumsi oksigen maksimum
Penurunan fungsi ventrikel kiri
Penurunan volume sekuncup
Perlambatan fungsi usus
Pengurangan miksi
Gangguan tidur
HASIL
Intoleransi ortostatik
Peningkatan denyut jantung, sinkop
Penurunan kapasitas kebugaran
Konstipasi
Penurunan evakuasi kandung kemih
Bermimpi pada siang hari, halusinasi
Kardiopulmonal
dan pembuluh
darah
Integumen
Metabolik dan
endokrin
G. Komplikasi
1. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic normal antara lain
laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan
cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan.
Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena
adanya demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan
kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
a. Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yang
mengalami anoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi
menyebabkan asam amino tidak diberdayakan dan akan diekskresikan.
Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan nitrogen
sehingga akumulasinya kan menyebbakan keseimbangan nitrogen negatif,
kehilangan berat badan, penurnan massa otot dan kelemahan akibat
katabolisme jarinagn. Kehilangan masa otot tertutama pada hati, jantung,
paru-paru, saluran pencernaan dan imunitas.
b. Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal
initerjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang
menyebabkanhiperkalsemia.
c. Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi
system metabolik dan endokrin yang hasilnya akan terjadi perubahan
terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan
metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut
yang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi
katabolisme. Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
akan
meningkatkan
ekskresinitrogen
urin
sehingga
terjadi
hipoproteinemia.
Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus.
Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair melewati
bagian tejpit dan menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus
mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan peningkatan
intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya
basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.
Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit, terjadinya ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan
persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan
edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Gangguan Pengubahan Zat Gizi, terjadinya gangguan zat gizi yang
dikarenakan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat
mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun,
dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
Gangguan Fungsi Gastrointestinal, Imobilitas dapat menyebabkan
gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan
hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
Perubahan Sistem Pernapasan, Imobilitas menyebabkan terjadinya
perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin
menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,
Perubahan Kardiovaskular, Perubahan sistem kardiovaskular akibat
imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung,
dan terjadinya pembentukan trombus.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal
1) Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung.
2) Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis.
Perubahan Sistem Integumen, Perubahan sistem integumen yang terjadi
berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah
akibat imobilitas.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist
yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan
spastic hemiparesis-stroke, cara berjalan selangkah-selangkah penyakit
lower motor neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT
AKTIVITAS/
MOBILITAS
KATEGORI
0
1
2
3
4
Tangan dan
jari
DERAJAT
RENTANG
NORMAL
180
150
80-90
80-90
70-90
0-20
30-50
90
90
30
20
20
0
1
PERSENTASE
KEKUATAN
NORMAL (%)
0
10
25
3
4
50
75
100
SKALA
KARAKTERISTIK
Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh
4) Katz Index
AKTIVITAS
Mandi
Berpakain
Toileting
Pindah Posisi
Kontinensi
Makan
KEMANDIRIAN
(1 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpa
bantuan, atau hanya memerlukan
bantuan pada bagian tubuh tertentu
(punggung,
genital,
atau
ekstermitas lumpuh)
(1 poin)
Berpakaian lengkap mandiri. Bisa
jadi membutuhkan bantuan unutk
memakai sepatu
(1 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet),
mengganti pakaian, membersihkan
genital tanpa bantuan
(1 poin)
Masuk dan bangun dari tempat
tidur / kursi tanpa bantuan. Alat
bantu berpindah posisi bisa diterima
(1 poin)
Mampu mengontrol secara baik
perkemihan dan buang air besar
(1 poin)
Mampu memasukkan makanan ke
mulut tanpa bantuan. Persiapan
makan bisa jadi dilakukan oleh
orang lain.
KETERGANTUNGAN
(0 poin)
Mandi dengan bantuan lebih
dari satu bagian tuguh, masuk
dan keluar kamar mandi.
Dimandikan dengan bantuan
total
(0 poin)
Membutuhkan bantuan dalam
berpakaian, atau dipakaikan
baju secara keseluruhan
(0 poin)
Butuh bantuan menuju dan
keluar toilet, membersihkan
sendiri atau memanfaatkan
telepon
(0 poin)
Butuh bantuan dalam berpindah
dari tempat tidur ke kursi, atau
dibantu total
(0 poin)
Sebagian
atau
total
inkontinensia bowel dan bladder
(0 poin)
Membutuhkan bantuan sebagian
atau total dalam makan, atau
memerlukan
makanan
parenteral
Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah (Sangat
tergantung)
FUNGSI
Mengendalikan rangsang
pembuangan tinja
SKOR
0
1
2
Mengendalikan rangsang
berkemih
0
1
2
0
1
KETERANGAN
Tak terkendali/ tak teratur (perlu
pencahar).
Kadang-kadang tak terkendali (1x
seminggu).
Terkendali teratur.
Tak terkendali atau pakai kateter
Kadang-kadang tak terkendali (hanya
1x/24 jam)
Mandiri
Butuh pertolongan orang lain
Mandiri
masuk
dan
keluar
(melepaskan, memakai
celana, membersihkan,
menyiram)
Makan
Berubah
sikap
dari
berbaring ke duduk
Berpindah/ berjalan
Memakai baju
10
Mandi
1
2
0
1
2
0
1
2
3
0
1
2
3
0
1
2
0
1
2
0
1
Total Skor
Skor BAI :
20
: Mandiri
12 19 : Ketergantungan ringan
9 11 : Ketergantungan sedang
5 8 : Ketergantungan berat
0 4 : Ketergantungan total
Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Diberdayakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang memanfaatkan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT
pada kerusakan otot.
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Nyeri akut
3. Intoleransi aktivitas
4. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)
I.
RENCANA KEPERAWATAN
No
Dx
1
Diangosa
Keperawatan dan
Kolaborasi
Gangguan mobilitas
fisik
berhubungan
dengan Kerusakan
sensori persepsi.
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Dalam hal :
Penampilan posisi tubuh
yang benar
Latihan Kekuatan
Ajarkan dan berikan dorongan pada klien
untuk melakukan program latihan secara
rutin
Latihan untuk ambulasi
Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan
yang aman kepada klien dan keluarga.
Sediakan alat bantu untuk klien seperti
kruk, kursi roda, dan walker
Beri penguatan positif untuk berlatih
mandiri dalam batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda & cara berpindah
dari kursi roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
Dorong klien melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara mandiri dan
menjaga keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk
program latihan.
Nyeri
akut Setelah dilakukan Askep Pain Management
berhubungan dengan selama . x 24 jam: Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
cedera fisik
Pain Level,
komprehensif
termasuk
lokasi,
Pain control,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
Comfort level
faktor presipitasi
Kriteria Hasil :
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri,
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
mampu memanfaatkan untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
tehnik nonfarmakologi
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
untuk mengurangi nyeri,
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
mencari bantuan)
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
Melaporkan bahwa nyeri masa lampau
berkurang
dengan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
memanfaatkan
dan menemukan dukungan
manajemen nyeri
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Mampu mengenali nyeri
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
(skala,
intensitas,
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
frekuensi dan tanda
Tingkatkan istirahat
nyeri)
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
Menyatakan rasa nyaman keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
setelah nyeri berkurang Monitor
penerimaan
pasien
tentang
Tanda
vital
dalam manajemen nyeri
rentang normal
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Askep Managemen Energi
berhubungan
selama . x 24 jam : Tentukan penyebab keletihan: :nyeri,
denganKelemahan Klien
mampu aktifitas, perawatan , pengobatan
umum
mengidentifikasi aktifitas Kaji respon emosi, sosial dan spiritual
dan
situasi
yang terhadap aktifitas.
menimbulkan kecemasan Evaluasi motivasi dan keinginan klien
yang
berkonstribusi untuk meningkatkan aktifitas.
pada intoleransi aktifitas. Monitor respon kardiorespirasi terhadap
Klien
mampu aktifitas : takikardi, disritmia, dispnea,
berpartisipasi
dalam diaforesis, pucat.
aktifitas
fisik
tanpa Monitor asupan nutrisi untuk memastikan
disertai peningkatan TD, ke adekuatan sumber energi.
N, RR dan perubahan Monitor respon terhadap pemberian
ECG
oksigen : nadi, irama jantung, frekuensi
Klien mengungkapkan Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri.
secara
verbal, Letakkan benda-benda yang sering
pemahaman
tentang diberdayakan pada tempat yang mudah
kebutuhan
oksigen, dijangkau
pengobatan dan atau alat Kelola energi pada klien dengan
yang
dapat pemenuhan kebutuhan makanan, cairan,
meningkatkan toleransi kenyamanan / digendong untuk mencegah
terhadap aktifitas.
tangisan yang menurunkan energi.
Klien
mampu Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor
berpartisipasi
dalam yang menyebabkan kelelahan.
perawatan diri tanpa Terapi Aktivitas
bantuan atau dengan Bantu klien melakukan ambulasi yang
bantuan minimal tanpa dapat ditoleransi.
Defisit
perawatan
diri
berhubungan
dengan Kerusakan
neurovaskuler
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
b.
c.
d.
e.
yang tinggi, LDL tinggi, atau HDL rendah meningkatkan risiko penyakit
jantung.
Hipertensi
Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung. Jika tekanan darah
anda tinggi, berolahragalah secara teratur, berhenti merokok, berhenti
minum alkohol, dan jaga pola makan sehat. Apabila tekanan darah tidak
terkontrol dengan perubahan pola hidup tersebut, dokter akan meresepkan
obat anti hipertensi (obat penurun tekanan darah).
Merokok dan Minum Alkohol
Merokok dan minum alkohol terbukti mempunyai efek yang sangat
buruk. Berhentilah minum alkohol merokok, dan jangan merokok didekat
atau samping orang yang tidak merokok.
Gemuk (overweight atau obesitas)
Kegemukan membuat jantung dan pembuluh darah kita bekerja ekstra
berat. Diet tinggi serat (sayuran, buah-buahan), diet rendah lemak, dan
olah raga teratur dapat menurunkan berat badan secara bertahap dan
aman. Diskusikan dengan dokter untuk menurunkan berat badan secara
aman.
Kurang Aktifitas Fisik
Kurang aktivitas fisik juga berdampak tidak baik bagi kesehatan.
Olahragalah secara teratur untuk mencegah penyakit jantung (Brunner
dan Suddarth, 2000).
C. KLASIFIKASI
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association terbagi dalam
4 kelainan fungsional :
1. Derajat I : timbul sesak pada aktifitas fisik berat, aktivitas fisik sehari-hari
tidak menimbulkan keluhan.
2. Derajat II : timbul sesak pada aktifitas fisik sedang ditandai dengan adanya
ronchi basah halus dibasal paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena
pulmonalis.
3. Derajat III : timbul sesak pada aktifitas fisik ringan ditandai dengan edema
pulmo.
4. Derajat IV : timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atau istirahat
ditandai dengan oliguria, sianosis, dan diaphoresis.
D. PATOFISIOLOGI
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
1. Dyspnea, misalnya :
a. Dyspnea atau perasaan sulit bernafas
Ini disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti
vaskuler paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru
b. Dyspnea pada saat berbaring
Disebabkan oleh redistribusi aliran darah dan bagian-bagian tubuh yang
dibawah ke arah sirkulasi sentral
c. Dyspnea nocturnal paroksismal atau mendadak terbangun karena
dyspnea, dipacu oleh perkembangan edema paru-paru interstitial
2. Berdebar-debar
3. Batuk non produktif terjadi sekunder dari kongesti paru-paru terutama pada
posisi berbaring
4. Ronchi akibat transudasi cairan paru-paru
5. Demam ringan dan keringat yang berlebihan akibat dari vasokontriksi kulit
menghambat kemampuan tubuh untuk melepas panas.
6. Kulit pucat, vasokontriksi perifer akibatnya darah dialihkan dari organ-organ
non vital demi mempertahankan fungsi ke jantung, otak, dan lain-lain.
7. Sianosis akibat penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatkan
kadar Hb terdeteksi.
8. Kelemahan dan keletihan akibat perfusi yang kurang dari otot-otot rangka
9. Bunyi gallop ventrikel atau S3 terdengar/terjadi selama diastolik awal dan
disebabkan oleh pengisian cepat pada ventrikel yang tidak luntur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
4. Terapi Farmakologis :
a. Glikosida jantung.
b. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial,
tetapi hati-hati depresi pernapasan.
c. Digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresis akan
mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau
terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema
perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan
muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama,
bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan
premature saling berganti ), dan takikardia atria proksimal meningkatkan
kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.
Dosis digitalis :
1) Digoksin oral digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
a) Digoksin iv 0,75 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
b) Cedilanid > iv 1,2-1,6 mg selama 24 jam
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.
Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fiblilasi atrium 0,25 mg.
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat :
a) Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
b) Cedilanid > 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan
Cara pemberian digitalis :
Dosis dan cara pemberian digitali bergantung pada beratnya gagal
jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak napas hebat dan takikardi
lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalis cepat. Pada gagal
jantung ringan diberikan digitalis lambat. Pemberian digitalis per oral
paling sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis besar tidak
selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek meksimal secepatnya, misalnya
pada fibrilasi atrium rapi respone. Dengan pemberian oral dosis biasa
(pemeliharaan), kadar terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7
hari. Pemberian secara iv hanya dilakukan pada keadaan darurat, harus
dengan hati-hati, dan secara perlahan-lahan.
d. Terapi diuretic
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Bila
sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak mengganggu
istirahat pasien pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat
mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah pemberian
diuretik, pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit
untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi. Obat-obat misalnya :
furosemid 40-80 mg, dosis penunjang rata-rata 20 mg), dan vasodilator
(vasodilator, mis : nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2
ug/kgBB/menit iv, nitroprusid 0,5-1 ug/kgBB/menit iv, prazosin per oral
2-5 mg, dan penghambat ACE : captopril 2x6,25 mg).
e. Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
f. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk
mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto thorax
Mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura yang
menegaskan diagnosa Congestive Hearth Failure.
2. EKG
Mengungkapkan adanya takiardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika
disebabkan Akut Miokard Infark).
3. Pemeriksaan Lab
Meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah
sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, Kalium,
Natruin, Calsium, Ureum, gula darah.
4. Analisa Gas Darah
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
5. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
dan terapi diuterik.
6. Scan Jantung
I. PATHWAYS
1. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2010) asuhan keperawatan yang penting dilakukan pada
klien CHF meliputi :
a. Pengkajian primer
1) Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada klien
yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan
pula pengkajian adanya suara nafas tambahan seperti snoring.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan
paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara napas tambahan seperti
ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik,
warna kulit, nadi.
4) Disability
Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Fokus Pengkajian
Pengamatan terhadap tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan sistematik
dan pulmonal.
1) Pernafasan : Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan
ada atau tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman
bernafas.
2) Jantung : Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung
S3 dan S4, kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3) Tingkat kesadaran : Kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan
kesadaran.
4) Perifer : Kaji adakah sianosis perifer. Kaji bagian tubuh pasien yang
mengalami edema dependen dan hepar untuk mengetahui reflek
hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis (DVJ).
5) Nutrisi
Kehilangan nafsu makan, mual muntah, peningkatan BB signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda : penambahan BB
dengan cepat, distensi abdomen (asites), edema.
6) Eliminasi
Penurunan berkemih, urin berwarna gelap, berkemih malam hari,
diare atau konstipasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan infark miokardium
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolar
c. Gangguan perfusi jaringan cardipulmonal berhubungan dengan gangguan
transport O2
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi
glomerulus
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2
3. Fokus Intervensi dan Rasional
a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan infark miokardium
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan pada klien selama
3x24 jam, klien dapat memiliki pompa jantung efektif, status sirkulasi,
perfusi jaringan dan status tanda vital yang normal.
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan kardiak output adekuat yang ditunjukkan dengan TD,
nadi, ritme normal, nadi perifer kuat, melakukan aktivitas tanpa
dipsnea dan nyeri
2) Bebas dari efek samping obat yang digunakan
Intervensi :
Cardiac care : akut
1) Evaluasi adanya nyeri dada
Rasional : Adanya nyeri menunjukkan ketidakadekuatan suplai darah
ke jantung
2) Auskultasi suara jantung
Rasional : Masih adanya irama gallop, krackels, takikardi
mengindikasikan gagal jantung
3) Evaluasi adanya krackels
Rasional : Suara napas abnormal menandakan ada gangguan dijalan
napas
4) Monitor status neurology
Rasional : Gangguan dalam SSP mungkin berhubungan dengan
penurunan curah jantung
5) Monitor intake/output, urine output
Rasional : Pengeluaran urine kurang dari 30 ml/jam menunjukkan
curah jantung
6) Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk istirahat
Kriteria Hasil :
1) Tekanan systole dan diastole dalam rentang normal
2) Tidak ada edema perifer dan asites
3) Denyut jantung, AGD dalam batas normal
Intervensi :
1) Observasi warna kulit bagian yang sakit
Rasional : Warna kulit khas terjadi pada saat sianosis , kulit dingin.
Selama perubahan warna, bagian yang sakit menjadi dingin kemudian
berdenyut dan sensasi kesemutan.
2) Catat penurunan nadi, perubahan trafik kulit (tak berwarna,
mengkilat/tegang)
Rasional : Perubahan ini menunjukkan kemajuan atau proses kronis.
3) Dorong nutrisi dan vitamin yang tepat
Rasional : Keseimbangan diet yang baik meliputi protein dan hidrasi
adekuat, perlu untuk penyembuhan
4) Pantau tanda-tanda kecukupan perfusi jaringan
Rasional : Untuk mengetahui tanda-tanda dini dari gangguan perfusi
5) Dorong pasien melakukan latihan jalan atau latihan ekstremitas
bertahap
Rasional : Untuk melancarkan sirkulasi
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi
glomerulus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
kelebihan volume cairan kembali normal
Kriteria Hasil :
1) Terbebas dari edema, efusi, anaskara
2) Bunyi napas bersih, tidak ada dyspnea
3) Terbebas dari tekanan vena jugularis
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring
2) Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24
jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada
: Ny. I
: 55 th
: Perempuan
: Islam
: Kawin
: SD
: Ibu rumah tangga
: 28 September 2016
: 8673700
: CHF
: Tn. A
: 34 th
: Jl. Borobudur Semarang
: SMK
: Wiraswasta
: Anak
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
RDW
MPV
Hasil
8.7
25
3.19
27.3
74.4
34.8
12.4
202
14.4
14.7
Satuan
g/dl
%
106/ul
Pg
fL
g/dl
103/uL
103/uL
%
fL
Nilai Rujukan
12.00 - 15.00 L
35 47
4.4 - 5.9 L
27.00 32.00
76 96
29.00 36.00
3.6 11
150 400
11.60 14.80 H
4.00 11.00
No
1
2
3
4
5
Pemeriksaan
Glukosa
Albumin
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Na
Ka
Cl
Hasil
125
4.0
77
8.1
Satuan
mg/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl
Nilai Rujukan
80-160
3.4-5.1
15 - 39 H
0.60 1.30 H
138
4.6
104
mol/L
mol/L
mol/L
136 145
3.5 5.1
98 107
TT
2.
3.
DS : DO :
1.
2.
3.
4.
DS :
DO :
1.
2.
menggumam
GCS E3 V2 M4
Hb 8.7 g/dl
C. Analisa Data
Data (DS dan DO)
DS : DO :
1.
2.
3.
DS : DO :
1.
2.
3.
4.
DS :
DO :
1.
2.
Problem
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif
Etiologi
Gangguan sirkulasi
darah ke otak
Penurunan curah
jantung
Kontraktilitas
jantung
Kelemahan
D. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d Gangguan sirkulasi darah ke otak
2. Penurunan curah jantung b.d Kontraktilitas jantung
3. Pola napas tidak efektif b.d Kelemahan
E. Perencanaan
` No
1
Diagnosa
Keperawatan
Perfusi jaringan
cerebral tidak
efektif
b.d
Gangguan
sirkulasi darah
ke otak
Penurunan
curah jantung
b.d
Kontraktilitas
jantung
4.
GCS
Rasional : Tingkat kesadaran
merupakan indikator terbaik
adanya perubahan neurologi.
Monitor tanda vital setiap 1 jam
Rasional : Adanya perubahan
tanda vital seperi respirasi
menunjukkan kerusakan pada
batang otak.
Pertahan kan kepala tempat tidur
30-45 derajat dengan posisi leher
menekuk
Rasional : Memfasilitasi drainasi
vena.
Pertahankaan suhu normal
Rasional :Suhu tubuh yang
meningkatkan
akan
meningkatkan aliran darah ke
otak sehingga meningkatkan TIK.
Auskultasi nadi apikal, kaji
frekuensi dan irama jantung.
Rasional : biasanya terjadi
takikardi (meskipun pada saat
istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan
kontraktilitas
ventrikel.
Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin
lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3
dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah ke serambi yang distensi.
Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/ stenosis katup.
Pantau TD
Rasional : pada GJK dini, sedang
atau kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh
tidak
mampu
lagi
mengkompensasi dan hipotensi
tidak dapat normal lagi.
Kaji kulit terhadap pucat dan
sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan
menurunnya
perfusi
perifer
sekunder
terhadap
tidak
5.
4.
5.
adekuatnya
curah
jantung,
vasokontriksi
dan
anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refraktori GJK. Area yang sakit
sering berwarna biru atau belang
karena peningkatan kongesti
vena.
Berikan
oksigen
tambahan
dengan kanula nasal/masker dan
obat sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : meningkatkn sediaan
oksigen
untuk
kebutuhan
miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
Kaji
frekuensi,
kedalaman
pernafasan dan ekspansi dada.
Rasoinal : Untuk mengetahui
frekuensi & kedalan pernafasan
karena kedalamam pernafasan
bervariasi tergantung derajat
gagal nafas.
Auskultasi bunyi nafas, dan catat
adanya bunyi nafas tambahan.
Rasional : Perubahan bunyi nafas
menunjukan obstruksi sekunder
Berikan pada klien posisi semi
fowler.
Rasional : Posisi membantu
memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya pernafas
Beri oksigen sesuai indikasi
dokter.
Rasional
:
Memaksimalkan
pernafasan dan menurunkan kerja
nafas.
Berikan humidifikasi tambahan.
Memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu
pengenceran secret.
F. Tindakan Keperawatan
No
Hari/Tanggal
Jam
Tindakan
Respon Pasien
Ttd
Dx
1
dan
Nama
Rabu, 28
September
2016
11.00
S:O : E3 V2 M4
11.10
Memonitor TTV
S:O:
1.
2.
3.
4.
Rabu, 28
September
2016
Rabu, 28
September
2016
Suhu : 36, 5 C
TD : 190/100 mmHg
RR : 22x / menit
Nadi : 56x / menit
11.20
Mempertahankan
kepala
tempat tidur 30-45 derajat
dengan posisi leher menekuk
11.30
12.00
Mempertahankaan
suhu
normal
Mengauskultasi nadi apikal,
mengkaji frekuensi dan irama
jantung
12.05
12.05
Memantau TD
12.15
12.30
13.00
Mengkaji
frekuensi,
kedalaman pernafasan dan
ekspansi dada
Mengauskultasi bunyi nafas
S :O : 36, 5 C
S:O:
1. Nadi terdengar lemah
2. Irama irreguler
S :O:
S: O : 190/100mmHg
S:O:
1. Akral dingin lembab
2. Sianosis
S:O:
1. Oksigen masuk adekuat
S:O : Napas pendek, 56x/ menit
13.15
13.30
Memberikan
fowler.
posisi
semi
G. Catatan Perkembangan
No
Dx
1
Waktu
Jam
Rabu, 28
September
11.50
Evaluasi
S:O:
Ttd &
Nama
2016
Rabu, 28
September
2016
12.45
Rabu, 28
September
2016
14.00
1. E3 V24 M5
2. Pasien menunjukkan perhatian konsentrasi
A : Perfusi jaringancerebral teratasi sebagian
P:
1. Pantau kembali ku dan GCS
2. Berikan obat sesuai program dan monitor efek
samping.
S:O : Pasien menunjukkan perhatian konsentrasi
A : Penurunan curah jantung teratasi sebagian
P:
1. Pantau TD setiap 1 jam
S:O : RR 22x/menit
A : Pola napas tidak efektif teratasi
P:
1. Pantau selalu ku
2. Lanjutkan terapi sesuai advis dokter
Jam 16.20 pasien pindah ke ICU
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer. (2003). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculpius.
Buku kompetensi I. (2006). Pembelajaran Praktik Klinik Keperawatan Kebutuhan
Dasar Manusia, tidak dipublikasikan. Surabaya : STIKES Hang Tuah
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Terjemahan
Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan keperawatan. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Hidayat, AAA. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Buku 2. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. (2005). Fundamentals of Nursing 3Th ed. The Art and Science of
Nursing Care. Philadelphia-New York: Lippincott
Price, Sylvia A, et al. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanna C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC