Você está na página 1de 39

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CHF

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR MOBILISASI FISIK


Diruang Rajawali 4B RS Kariyadi Semarang
Tanggal Praktek

: 19 September 1 Oktober 2016

Nama Mahasiswa

: Tunjung Tejo Mukti

NIM

: G3A016080

Nama Pembimbing

Saran Pembimbing

Tanda Tangan Pembimbing

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016

KONSEP DASAR GANGGUAN MOBILITAS FISIK


A. Definisi
1. Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat
proses
penyakit
khususnya
penyakit
degeneratif
dan
untuk
aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas
dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong
untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya
dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Aziz AA, 2006).
Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
2. Imobilisasi
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita wajib istirahat di
tempat tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau
gangguan pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga
diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus
menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis
(Bimoariotejo, 2009).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak
saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami
penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan
dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan
gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang
mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang
kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi
motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter,
2005).

B. Tujuan Mobilisasi
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari
5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
C. Mobilitas dan Imobilitas
Jenis Mobilitas :
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya.
Hal ini dapat dijumpai pada masalah cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan
sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
dikarenakan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut dikarenakan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
Rentang Gerak dalam mobilisasi
1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
memanfaatkan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.

3. Rentang gerak fungsional


Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan
Jenis Imobilitas :
1. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba
dalam menyesuaikan diri.
4. Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
D. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat
seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga
menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007).
Penyebab secara umum : Kelainan postur, gangguan perkembangan otot,
kerusakan system saraf pusat, trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan
neuromuscular, kekakuan otot. Menurut, Restrick, (2005) Kondisi-kondisi yang
menyebabkan immobilisasi antara lain : Fall, Fracture, Stroke, Postoperative bed
rest, Dementia and Depression, Instability, Hipnotic medicine, Impairment of
vision, Polipharmacy, Fear of fall.
E. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal
mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot:
isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari

otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter


adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun penggunaan energi
berkembang/berubah naik.
Perawat wajib mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard
atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan
otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
F. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:

EFEK
Penurunan konsumsi oksigen maksimum
Penurunan fungsi ventrikel kiri
Penurunan volume sekuncup
Perlambatan fungsi usus
Pengurangan miksi
Gangguan tidur

HASIL
Intoleransi ortostatik
Peningkatan denyut jantung, sinkop
Penurunan kapasitas kebugaran
Konstipasi
Penurunan evakuasi kandung kemih
Bermimpi pada siang hari, halusinasi

b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


ORGAN /
SISTEM
Muskuloskeletal

PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI


Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot,
penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan
sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi

Kardiopulmonal
dan pembuluh
darah

Integumen
Metabolik dan
endokrin

Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard,


intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen
maksimal (VO2 max), deconditioning jantung, penurunan volume
plasma, perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia,
peningkatan stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan
hiperkoagulasi
Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan
deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral

G. Komplikasi
1. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic normal antara lain
laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan
cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan.
Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena
adanya demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan
kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
a. Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yang
mengalami anoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi
menyebabkan asam amino tidak diberdayakan dan akan diekskresikan.
Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan nitrogen
sehingga akumulasinya kan menyebbakan keseimbangan nitrogen negatif,
kehilangan berat badan, penurnan massa otot dan kelemahan akibat
katabolisme jarinagn. Kehilangan masa otot tertutama pada hati, jantung,
paru-paru, saluran pencernaan dan imunitas.
b. Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal
initerjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang
menyebabkanhiperkalsemia.
c. Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi
system metabolik dan endokrin yang hasilnya akan terjadi perubahan
terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan
metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut
yang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi
katabolisme. Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari

d.

e.

f.

g.

h.

i.

j.

k.

akan
meningkatkan
ekskresinitrogen
urin
sehingga
terjadi
hipoproteinemia.
Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus.
Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair melewati
bagian tejpit dan menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus
mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan peningkatan
intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya
basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.
Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit, terjadinya ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan
persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan
edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Gangguan Pengubahan Zat Gizi, terjadinya gangguan zat gizi yang
dikarenakan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat
mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun,
dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
Gangguan Fungsi Gastrointestinal, Imobilitas dapat menyebabkan
gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan
hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
Perubahan Sistem Pernapasan, Imobilitas menyebabkan terjadinya
perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin
menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,
Perubahan Kardiovaskular, Perubahan sistem kardiovaskular akibat
imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung,
dan terjadinya pembentukan trombus.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal
1) Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung.
2) Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis.
Perubahan Sistem Integumen, Perubahan sistem integumen yang terjadi
berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah
akibat imobilitas.

Perubahan Eliminasi, Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam


penurunan jumlah urine.
m. Perubahan Perilaku, Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara
lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
l.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist
yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan
spastic hemiparesis-stroke, cara berjalan selangkah-selangkah penyakit
lower motor neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT
AKTIVITAS/
MOBILITAS

KATEGORI

0
1
2
3
4

Mampu merawat sendiri secara penuh


Memerlukan penggunaan alat
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

2) Rentang gerak (range of motion-ROM)


GERAK SENDI
Bahu
Siku
Pergelangan
tangan

Tangan dan
jari

Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi


samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh.
Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan
dan ke arah atas menuju bahu.
Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian
dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari
posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah
belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu
jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah
kelingking telapak tangan menghadap ke atas.
Fleksi: buat kepalan tangan
Ekstensi: luruskan jari
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari posisi
abduksi

DERAJAT
RENTANG
NORMAL
180
150
80-90
80-90
70-90
0-20
30-50
90
90
30
20
20

3) Derajat kekuatan otot

0
1

PERSENTASE
KEKUATAN
NORMAL (%)
0
10

25

3
4

50
75

100

SKALA

KARAKTERISTIK
Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

4) Katz Index
AKTIVITAS
Mandi

Berpakain

Toileting

Pindah Posisi

Kontinensi
Makan

KEMANDIRIAN
(1 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpa
bantuan, atau hanya memerlukan
bantuan pada bagian tubuh tertentu
(punggung,
genital,
atau
ekstermitas lumpuh)
(1 poin)
Berpakaian lengkap mandiri. Bisa
jadi membutuhkan bantuan unutk
memakai sepatu
(1 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet),
mengganti pakaian, membersihkan
genital tanpa bantuan
(1 poin)
Masuk dan bangun dari tempat
tidur / kursi tanpa bantuan. Alat
bantu berpindah posisi bisa diterima
(1 poin)
Mampu mengontrol secara baik
perkemihan dan buang air besar
(1 poin)
Mampu memasukkan makanan ke
mulut tanpa bantuan. Persiapan
makan bisa jadi dilakukan oleh
orang lain.

KETERGANTUNGAN
(0 poin)
Mandi dengan bantuan lebih
dari satu bagian tuguh, masuk
dan keluar kamar mandi.
Dimandikan dengan bantuan
total
(0 poin)
Membutuhkan bantuan dalam
berpakaian, atau dipakaikan
baju secara keseluruhan
(0 poin)
Butuh bantuan menuju dan
keluar toilet, membersihkan
sendiri atau memanfaatkan
telepon
(0 poin)
Butuh bantuan dalam berpindah
dari tempat tidur ke kursi, atau
dibantu total
(0 poin)
Sebagian
atau
total
inkontinensia bowel dan bladder
(0 poin)
Membutuhkan bantuan sebagian
atau total dalam makan, atau
memerlukan
makanan
parenteral

Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah (Sangat
tergantung)

5) Indeks ADL BARTHEL (BAI)


NO
1

FUNGSI
Mengendalikan rangsang
pembuangan tinja

SKOR
0
1
2

Mengendalikan rangsang
berkemih

0
1
2

Membersihkan diri (seka


muka,
sisir
rambut,
sikat gigi)
Penggunaan
jamban,

0
1

KETERANGAN
Tak terkendali/ tak teratur (perlu
pencahar).
Kadang-kadang tak terkendali (1x
seminggu).
Terkendali teratur.
Tak terkendali atau pakai kateter
Kadang-kadang tak terkendali (hanya
1x/24 jam)
Mandiri
Butuh pertolongan orang lain
Mandiri

Tergantung pertolongan orang lain

masuk
dan
keluar
(melepaskan, memakai
celana, membersihkan,
menyiram)
Makan

Berubah
sikap
dari
berbaring ke duduk

Berpindah/ berjalan

Memakai baju

Naik turun tangga

10

Mandi

1
2
0
1
2
0
1
2
3
0
1
2
3
0
1
2
0
1
2
0
1

Perlu pertolongan pada beberapa


kegiatan tetapi dapat mengerjakan
sendiri beberapa kegiatan yang lain.
Mandiri
Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan
Mandiri
Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bias duduk
Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan kursi roda.
Berjalan dengan bantuan 1 orang.
Mandiri
Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
Mandiri.
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
Tergantung orang lain
Mandiri

Total Skor
Skor BAI :
20
: Mandiri
12 19 : Ketergantungan ringan
9 11 : Ketergantungan sedang
5 8 : Ketergantungan berat
0 4 : Ketergantungan total
Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Diberdayakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang memanfaatkan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.

Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT
pada kerusakan otot.
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Nyeri akut
3. Intoleransi aktivitas
4. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

I.

RENCANA KEPERAWATAN
No
Dx
1

Diangosa
Keperawatan dan
Kolaborasi
Gangguan mobilitas
fisik
berhubungan
dengan Kerusakan
sensori persepsi.

Tujuan (NOC)

Intervensi (NIC)

Setelah dilakukan askep


selama x 24 jam klien
menunjukkan:
Mampu mandiri total
Membutuhkan alat bantu
Membutuhkan bantuan
orang lain
Membutuhkan bantuan
orang lain dan alat
Tergantung total

Dalam hal :
Penampilan posisi tubuh
yang benar

Pergerakan sendi dan


otot
Melakukan perpindahan/
ambulasi : miring kanan-
kiri, berjalan, kursi roda

Latihan Kekuatan
Ajarkan dan berikan dorongan pada klien
untuk melakukan program latihan secara
rutin
Latihan untuk ambulasi
Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan
yang aman kepada klien dan keluarga.
Sediakan alat bantu untuk klien seperti
kruk, kursi roda, dan walker
Beri penguatan positif untuk berlatih
mandiri dalam batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda & cara berpindah
dari kursi roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
Dorong klien melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara mandiri dan
menjaga keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk
program latihan.

Nyeri
akut Setelah dilakukan Askep Pain Management
berhubungan dengan selama . x 24 jam: Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
cedera fisik
Pain Level,
komprehensif
termasuk
lokasi,
Pain control,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
Comfort level
faktor presipitasi
Kriteria Hasil :
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri,
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
mampu memanfaatkan untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
tehnik nonfarmakologi
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
untuk mengurangi nyeri,
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
mencari bantuan)
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
Melaporkan bahwa nyeri masa lampau
berkurang
dengan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
memanfaatkan
dan menemukan dukungan
manajemen nyeri
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Mampu mengenali nyeri
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
(skala,
intensitas,
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
frekuensi dan tanda
Tingkatkan istirahat
nyeri)
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
Menyatakan rasa nyaman keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
setelah nyeri berkurang Monitor
penerimaan
pasien
tentang
Tanda
vital
dalam manajemen nyeri
rentang normal
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Askep Managemen Energi
berhubungan
selama . x 24 jam : Tentukan penyebab keletihan: :nyeri,
denganKelemahan Klien
mampu aktifitas, perawatan , pengobatan
umum
mengidentifikasi aktifitas Kaji respon emosi, sosial dan spiritual
dan
situasi
yang terhadap aktifitas.
menimbulkan kecemasan Evaluasi motivasi dan keinginan klien
yang
berkonstribusi untuk meningkatkan aktifitas.
pada intoleransi aktifitas. Monitor respon kardiorespirasi terhadap
Klien
mampu aktifitas : takikardi, disritmia, dispnea,
berpartisipasi
dalam diaforesis, pucat.
aktifitas
fisik
tanpa Monitor asupan nutrisi untuk memastikan
disertai peningkatan TD, ke adekuatan sumber energi.
N, RR dan perubahan Monitor respon terhadap pemberian
ECG
oksigen : nadi, irama jantung, frekuensi
Klien mengungkapkan Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri.
secara
verbal, Letakkan benda-benda yang sering
pemahaman
tentang diberdayakan pada tempat yang mudah
kebutuhan
oksigen, dijangkau
pengobatan dan atau alat Kelola energi pada klien dengan
yang
dapat pemenuhan kebutuhan makanan, cairan,
meningkatkan toleransi kenyamanan / digendong untuk mencegah
terhadap aktifitas.
tangisan yang menurunkan energi.
Klien
mampu Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor
berpartisipasi
dalam yang menyebabkan kelelahan.
perawatan diri tanpa Terapi Aktivitas
bantuan atau dengan Bantu klien melakukan ambulasi yang
bantuan minimal tanpa dapat ditoleransi.

Defisit
perawatan
diri
berhubungan
dengan Kerusakan
neurovaskuler

menunjukkan kelelahan Rencanakan jadwal antara aktifitas dan


istirahat.
Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal:
ambulasi, berubah posisi, perawatan
personal, sesuai kebutuhan.
Minimalkan anxietas dan stress, dan
berikan istirahat yang adekuat
Kolaborasi dengan medis untuk pemberian
terapi, sesuai indikasi
Setelah dilakukan askep Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene
selama x24 jm
mulut, penil/vulva, rambut, kulit
Klien mampu :
Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi,
Melakukan ADL mandiri mulut, perineal, anus
:
mandi,
hygiene Bantu klien untuk mandi, tawarkan
mulut ,kuku, penis/vulva, penggunaan lotion, perawatan kuku,
rambut,
berpakaian, rambut, gigi dan mulut, perineal dan anus,
toileting, makan-minum, sesuai kondisi
ambulasi
Anjurkan klien dan keluarga untuk
Mandi
sendiri
atau melakukan oral hygiene sesudah makan dan
dengan bantuan tanpa bila perlu
kecemasan
Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi
Terbebas dari bau badan bila ada lesi, iritasi, kekeringan mukosa
dan
mempertahankan mulut, dan gangguan integritas kulit.
kulit utuh
Bantuan perawatan diri : berpakaian
Mempertahankan
Kaji dan dukung kemampuan klien untuk
kebersihan area perineal berpakaian sendiri
dan anus
Ganti pakaian klien setelah personal
Berpakaian
dan hygiene, dan pakaikan pada ektremitas
melepaskan
pakaian yang sakit/ terbatas terlebih dahulu,
sendiri
Gunakan pakaian yang longgar
Melakukan
keramas, Berikan terapi untuk mengurangi nyeri
bersisir,
bercukur, sebelum melakukan aktivitas berpakaian
membersihkan
kuku, sesuai indikasi
berdandan
Bantuan perawatan diri : Makan-minum
Makan
dan
minum Kaji kemampuan klien untuk makan :
sendiri, meminta bantuan mengunyah dan menelan makanan
bila perlu
Fasilitasi
alat
bantu
yg
mudah
Mengosongkan kandung diberdayakan klien
kemih dan bowel
Dampingi dan dorong keluarga untuk
membantu klien saat makan
Bantuan Perawatan Diri: Toileting
Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik
(inkontinensia), kognitif (menahan untuk
toileting),
fisik
(kelemahan
fungsi/
aktivitas)
Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia
pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga
privasi selama toileting
Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di
tempat yang mudah dijangkau
Ajarkan pada klien dan keluarga untuk

melakukan toileting secara teratur

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika

KONSEP DASAR CHF


A. PENGERTIAN
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
(Smletzer, 2002).
Gagal jantung disebut juga CHF (Congestive Heart Failure) atau Decomp
Cordis. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan
(Price, S. A. 2002).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik berupa kelainan fungsi
jantung sehingga tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan kemampuannya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal (Mansjoer, 2003).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal jantung adalah
keadaan dimana jantung sudah tidak mampu memompa darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh dan kemampuannya hanya ada kalau disertai dengan
peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri.
B. ETIOLOGI
1. Secara Umum
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan karena menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis
koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan


beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi
untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofil otot jantung tadi tidak dapat
berfungsi secara normal, dan akibatnya akan terjadi gagal jantung.
d. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Faktor sistemik, terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung (Brunner
dan Suddart, 2000).
2. Faktor resiko
a. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
1) Usia
Laki-laki yang berusia lebih dari 45 tahun dan wanita yang berusia
lebih dari 55 tahun, mempunyai risiko lebih besar terkena penyakit
jantung.
2) Genetik atau keturunan
Adanya riwayat dalam keluarga yang menderita penyakit jantung,
meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Riwayat dalam
keluarga juga tidak dapat dirubah. Namun informasi tersebut sangat
penting bagi dokter. Jadi informasikan kepada dokter apabila orang
tua anda, kakek atau nenek, paman / bibi, atau saudara ada yang
menderita penyakit jantung.
3) Penyakit Lain
Penyakit lain seperti diabetes, meningkatkan resiko penyakit jantung.
Diskusikan dengan dokter mengenai penanganan diabetes dan
penyakit lainnya. Gula darah yang terkontrol baik dapat menurunkan
risiko penyakit jantung.
3. Faktor resiko yang dapat dirubah
a. Kolesterol
Kolesterol terdiri dari kolesterol baik dan kolesterol jahat. HDL adalah
kolesterol baik sedangkan LDL adalah kolesterol jahat. Kolesterol total

b.

c.

d.

e.

yang tinggi, LDL tinggi, atau HDL rendah meningkatkan risiko penyakit
jantung.
Hipertensi
Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung. Jika tekanan darah
anda tinggi, berolahragalah secara teratur, berhenti merokok, berhenti
minum alkohol, dan jaga pola makan sehat. Apabila tekanan darah tidak
terkontrol dengan perubahan pola hidup tersebut, dokter akan meresepkan
obat anti hipertensi (obat penurun tekanan darah).
Merokok dan Minum Alkohol
Merokok dan minum alkohol terbukti mempunyai efek yang sangat
buruk. Berhentilah minum alkohol merokok, dan jangan merokok didekat
atau samping orang yang tidak merokok.
Gemuk (overweight atau obesitas)
Kegemukan membuat jantung dan pembuluh darah kita bekerja ekstra
berat. Diet tinggi serat (sayuran, buah-buahan), diet rendah lemak, dan
olah raga teratur dapat menurunkan berat badan secara bertahap dan
aman. Diskusikan dengan dokter untuk menurunkan berat badan secara
aman.
Kurang Aktifitas Fisik
Kurang aktivitas fisik juga berdampak tidak baik bagi kesehatan.
Olahragalah secara teratur untuk mencegah penyakit jantung (Brunner
dan Suddarth, 2000).

C. KLASIFIKASI
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association terbagi dalam
4 kelainan fungsional :
1. Derajat I : timbul sesak pada aktifitas fisik berat, aktivitas fisik sehari-hari
tidak menimbulkan keluhan.
2. Derajat II : timbul sesak pada aktifitas fisik sedang ditandai dengan adanya
ronchi basah halus dibasal paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena
pulmonalis.
3. Derajat III : timbul sesak pada aktifitas fisik ringan ditandai dengan edema
pulmo.
4. Derajat IV : timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atau istirahat
ditandai dengan oliguria, sianosis, dan diaphoresis.
D. PATOFISIOLOGI
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis

koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah


ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi
sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek
tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi
karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas,
hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya
akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami
kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal
ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut.
Karena curah ventrikel berpasangan, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
1. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispneu dapat
terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran
gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress
pernapasan dan batuk.
2. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas
bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites,
anoreksia, mual dan nokturia (Mansjoer, 2003).
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat bergantung
pada etiologinya. Namun dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Dyspnea, misalnya :
a. Dyspnea atau perasaan sulit bernafas
Ini disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti
vaskuler paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru
b. Dyspnea pada saat berbaring
Disebabkan oleh redistribusi aliran darah dan bagian-bagian tubuh yang
dibawah ke arah sirkulasi sentral
c. Dyspnea nocturnal paroksismal atau mendadak terbangun karena
dyspnea, dipacu oleh perkembangan edema paru-paru interstitial
2. Berdebar-debar
3. Batuk non produktif terjadi sekunder dari kongesti paru-paru terutama pada
posisi berbaring
4. Ronchi akibat transudasi cairan paru-paru
5. Demam ringan dan keringat yang berlebihan akibat dari vasokontriksi kulit
menghambat kemampuan tubuh untuk melepas panas.
6. Kulit pucat, vasokontriksi perifer akibatnya darah dialihkan dari organ-organ
non vital demi mempertahankan fungsi ke jantung, otak, dan lain-lain.
7. Sianosis akibat penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatkan
kadar Hb terdeteksi.
8. Kelemahan dan keletihan akibat perfusi yang kurang dari otot-otot rangka
9. Bunyi gallop ventrikel atau S3 terdengar/terjadi selama diastolik awal dan
disebabkan oleh pengisian cepat pada ventrikel yang tidak luntur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Gambaran klinis gagal jantung kiri :


Sesak napas dyspnea on effort, paroxymal nocturnal dyspnea
Batuk-batuk
Sianosis
Suara sesak
Ronchi basah, halus, tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
BMR mungkin naik
Kelainan pada foto rongent

Gambaran klinis gagal jantung kanan :


1. Edema pretibia, edema presakral, asites dan hydrothorax
2. Tekanan vena jugularis meningkat (hepato jugular refluks)
3. Gangguan gastrointestinal, anorexia, mual, muntah, rasa kembung di
epigastrium
4. Nyeri tekan karena adanya gangguan fungsi hati

5. Albumin dan globulin tetap, splenomegali, hepatomegali Gangguan ginjal,


albuminuria, silinder hialin, glanular, kadar ureum meninggi (60-100%),
oligouria, nocturia
6. Hiponatremia, hipokalemia, hipoklorimia (Brunner dan Suddarth, 2000).
F. KOMPLIKASI
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :
1. Edema pulmoner akut
2. Hiperkalemia, akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebih.
3. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem reninangiotensin-aldosteron.
5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah.
6.
G. PENATALAKSANAAN
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal,
kontraktilitas dan beban akhir. Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala
timbul pada saat beraktivitas biasa. Regimen penanganan secara progresif
ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut
dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat
menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang
lebih agresif.
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang
sederhana namun sangat tepat dalam penanganan gagal jantung. Tetapi harus
diperhatikan jangan sampai memaksakan larangan yang tak perlu untuk
menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah diketahui bahwa kelemahan
otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring
dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian
antikoagulan mungkin diperlukan pada pembatasan aktifitas yang ketat untuk
mengendalikan gejala.
Penatalaksanaan:
1. Istirahat
2. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
3. Pemberian oksigen

4. Terapi Farmakologis :
a. Glikosida jantung.
b. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial,
tetapi hati-hati depresi pernapasan.
c. Digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresis akan
mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau
terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema
perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan
muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama,
bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan
premature saling berganti ), dan takikardia atria proksimal meningkatkan
kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.
Dosis digitalis :
1) Digoksin oral digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
a) Digoksin iv 0,75 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
b) Cedilanid > iv 1,2-1,6 mg selama 24 jam
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.
Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fiblilasi atrium 0,25 mg.
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat :
a) Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
b) Cedilanid > 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan
Cara pemberian digitalis :
Dosis dan cara pemberian digitali bergantung pada beratnya gagal
jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak napas hebat dan takikardi
lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalis cepat. Pada gagal
jantung ringan diberikan digitalis lambat. Pemberian digitalis per oral
paling sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis besar tidak
selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek meksimal secepatnya, misalnya
pada fibrilasi atrium rapi respone. Dengan pemberian oral dosis biasa
(pemeliharaan), kadar terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7
hari. Pemberian secara iv hanya dilakukan pada keadaan darurat, harus
dengan hati-hati, dan secara perlahan-lahan.

d. Terapi diuretic
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Bila
sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak mengganggu
istirahat pasien pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat
mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah pemberian
diuretik, pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit
untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi. Obat-obat misalnya :
furosemid 40-80 mg, dosis penunjang rata-rata 20 mg), dan vasodilator
(vasodilator, mis : nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2
ug/kgBB/menit iv, nitroprusid 0,5-1 ug/kgBB/menit iv, prazosin per oral
2-5 mg, dan penghambat ACE : captopril 2x6,25 mg).
e. Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
f. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk
mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto thorax
Mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura yang
menegaskan diagnosa Congestive Hearth Failure.
2. EKG
Mengungkapkan adanya takiardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika
disebabkan Akut Miokard Infark).
3. Pemeriksaan Lab
Meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah
sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, Kalium,
Natruin, Calsium, Ureum, gula darah.
4. Analisa Gas Darah
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
5. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
dan terapi diuterik.
6. Scan Jantung

Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.


7. Blood Ureum Nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
8. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal
jantung kongestif (Dongoes, 2002).

I. PATHWAYS

J. KONSEP ASKEP CHF

1. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2010) asuhan keperawatan yang penting dilakukan pada
klien CHF meliputi :
a. Pengkajian primer
1) Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada klien
yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan
pula pengkajian adanya suara nafas tambahan seperti snoring.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan
paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara napas tambahan seperti
ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik,
warna kulit, nadi.
4) Disability
Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Fokus Pengkajian
Pengamatan terhadap tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan sistematik
dan pulmonal.
1) Pernafasan : Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan
ada atau tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman
bernafas.
2) Jantung : Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung
S3 dan S4, kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3) Tingkat kesadaran : Kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan
kesadaran.
4) Perifer : Kaji adakah sianosis perifer. Kaji bagian tubuh pasien yang
mengalami edema dependen dan hepar untuk mengetahui reflek
hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis (DVJ).
5) Nutrisi
Kehilangan nafsu makan, mual muntah, peningkatan BB signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda : penambahan BB
dengan cepat, distensi abdomen (asites), edema.
6) Eliminasi
Penurunan berkemih, urin berwarna gelap, berkemih malam hari,
diare atau konstipasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan infark miokardium
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolar
c. Gangguan perfusi jaringan cardipulmonal berhubungan dengan gangguan
transport O2
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi
glomerulus
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2
3. Fokus Intervensi dan Rasional
a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan infark miokardium
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan pada klien selama
3x24 jam, klien dapat memiliki pompa jantung efektif, status sirkulasi,
perfusi jaringan dan status tanda vital yang normal.
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan kardiak output adekuat yang ditunjukkan dengan TD,
nadi, ritme normal, nadi perifer kuat, melakukan aktivitas tanpa
dipsnea dan nyeri
2) Bebas dari efek samping obat yang digunakan
Intervensi :
Cardiac care : akut
1) Evaluasi adanya nyeri dada
Rasional : Adanya nyeri menunjukkan ketidakadekuatan suplai darah
ke jantung
2) Auskultasi suara jantung
Rasional : Masih adanya irama gallop, krackels, takikardi
mengindikasikan gagal jantung
3) Evaluasi adanya krackels
Rasional : Suara napas abnormal menandakan ada gangguan dijalan
napas
4) Monitor status neurology
Rasional : Gangguan dalam SSP mungkin berhubungan dengan
penurunan curah jantung
5) Monitor intake/output, urine output
Rasional : Pengeluaran urine kurang dari 30 ml/jam menunjukkan
curah jantung
6) Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk istirahat

Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat menstimulus kesembuhan


pasien
Cirkulatory care :
1) Evaluasi nadi dan edema perifer
2) Monitor kulit dan ekstrimitas
3) Monitor tanda-tanda vital
4) Pindah posisi klien setiap 2 jam jika diperlukan
5) Ajarkan rom selama bedrest
6) Monitor pemenuhan cairan
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolar
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama 3x24jam
gangguan pertukaran gas teratasi
Kriteria Hasil :
1) TTV dalam rentang normal
2) AGD dalam batas normal
3) Status neurologis dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji dyspnea, takipnea, tak normalnya bunyi nafas, peningkatan
upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan
Rasional : Peningkatan tekanan pulmonal menyebabkan edema paru
sehingga alveolus terdesak. Ini berakibat pada terganggunya difusi O2
dan CO2 . Efek pernafasan dapat dari ringan sampai dispnea berat
sampai distress pernafasan
2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan/atau
perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku
Rasional : Perembesan darah akan terakumulasi di paru dapat
mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan
3) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan
diri sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/ kebutuhan selama periode
penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala
4) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c. Gangguan perfusi jaringan cardipulmonal berhubungan dengan gangguan
transport O2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
ketidakefektifan jaringan kardiopulmonal teratasi

Kriteria Hasil :
1) Tekanan systole dan diastole dalam rentang normal
2) Tidak ada edema perifer dan asites
3) Denyut jantung, AGD dalam batas normal
Intervensi :
1) Observasi warna kulit bagian yang sakit
Rasional : Warna kulit khas terjadi pada saat sianosis , kulit dingin.
Selama perubahan warna, bagian yang sakit menjadi dingin kemudian
berdenyut dan sensasi kesemutan.
2) Catat penurunan nadi, perubahan trafik kulit (tak berwarna,
mengkilat/tegang)
Rasional : Perubahan ini menunjukkan kemajuan atau proses kronis.
3) Dorong nutrisi dan vitamin yang tepat
Rasional : Keseimbangan diet yang baik meliputi protein dan hidrasi
adekuat, perlu untuk penyembuhan
4) Pantau tanda-tanda kecukupan perfusi jaringan
Rasional : Untuk mengetahui tanda-tanda dini dari gangguan perfusi
5) Dorong pasien melakukan latihan jalan atau latihan ekstremitas
bertahap
Rasional : Untuk melancarkan sirkulasi
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi
glomerulus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
kelebihan volume cairan kembali normal
Kriteria Hasil :
1) Terbebas dari edema, efusi, anaskara
2) Bunyi napas bersih, tidak ada dyspnea
3) Terbebas dari tekanan vena jugularis
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring
2) Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24
jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada

3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama


fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis
4) Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung
5) Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen
dan konstipasi
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
6) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
7) Konsul dengan ahli diet
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam pasien
dapat berintoleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD,
nadi dan RR
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya
bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh
fungsi jantung
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
diritmia, dispnea berkeringat dan pucat
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan
3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas

Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung


daripada kelebihan aktivitas
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan
fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali

Asuhan Keperawatan Ny. I dengan CHF


A. Pengkajian Fokus
1. Identitas Pasien
a. Nama
b. Umur
c. Jenis Kelamin
d. Agama
e. Status Perkawinan
f. Pendidikan
g. Pekerjaan
h. Tanggal Masuk
i. No. Registrasi
j. Diagnosa Medis
2. Biodata Penanggung Jawab
a. Nama
b. Umur
c. Alamat
d. Pendidikan
e. Pekerjaan
f. Hubungan dengan klien
3. Riwayat Kesehatan

: Ny. I
: 55 th
: Perempuan
: Islam
: Kawin
: SD
: Ibu rumah tangga
: 28 September 2016
: 8673700
: CHF

: Tn. A
: 34 th
: Jl. Borobudur Semarang
: SMK
: Wiraswasta
: Anak

a. Keluhan utama : Penurunan kesadaran


b. Riwayat penyakit sekarang : Keluarga mengatakan pasien mengalami
penurunan kesadaran atau tampak mengantuk sejak beberapa hari yang
lalu. Sebelumnya dibawa ke rumah sakit juga mengalami nyeri dada yang
hebat, hingga tidak dapat berbicara, hanya memegangi dadanya dan
terlihat kesakitan terbaring lemah di tempat tidur.
c. Riwayat keperawatan dan kesehatan dahulu : Keluarga mengatakan selain
mempunyai penyakit gagal jantung, pasien mempunyai penyakit lain
yaitu gagal ginjal, anemia, perdarahan lambung, hipertensi dan stroke.
d. Riwayat kesehatan keluarga : Keluarga mengatakan bahwa tidak ada
anggota keluarga yang mempunyai permasalahan yang sama seperti
dirinya.
4. Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Saat ini terpasang O2 20tpm. Pasien
terlihat sesak napas jika oksigen dilepaskan.
5. Pola Kesehatan Fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan fungsional : tidak terkaji
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Keluarga mengatakan sebelum sakit,
setiap hari makan 3x sehari, demikian juga minum hampir 3 gelas besar
sehari, namun saat sakit makan dibatasi karena beresiko perdarahan pada
lambung. Sementara untuk minum (susu) 200ml melalui NGT (jika sudah
tidak ada perdarahan dilambung)
c. Pola eliminasi
1) Eliminasi feses : Pasien terpasang pampers.
2) Pola BAK : Pasien terpasang DC.
d. Pola aktivitas dan latihan : Keluarga mengatakan sebelum sakit tidak
mengalami kesulitan dalam beraktivitas, namun saat ini sangat minim
untuk bergerak. Pasien hanya mengerakkan tangan dan kaki dan hanya
berbaring di bed.
e. Pola istirahat dan tidur : Keluarga mengatakan mengalami perubahan
kualitas tidur, yang sebelumnya 8 jam perhari menjadi 5 jam dengan
kondisinya saat ini.
f. Pola sensori dan kognitif : tidak terkaji
g. Pola hubungan dengan orang lain : Keluarga mengatakan, sebelum sakit
pasien sangat erat berhubungan atau komunikasi dengan sanak saudara,
namun sekarang belum bisa berkomunikasi dengan kondisinya saat ini.
h. Pola reproduksi dan seksual : tidak terkaji
i. Pola persepsi diri dan konsep diri : tidak terkaji
j. Pola mekanisme koping : tidak terkaji

k. Pola keyakinan dan kepercayaan : tidak terkaji


6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Pasien tampak lemah, pucat.
b. Tingkat kesadaran : GCS E3 V2 M4 (Somnolen)
c. Tanda-tanda vital (Tanggal 28 September 2016, jam 11.00)
1) Suhu
: 36, 5 C
2) TD
: 190/100 mmHg
3) RR
: 22x / menit (terpasang O2) dan 26x permenit (napas
pendek) jika tidak terpasang O2.
4) Nadi
: 56x / menit (nadi lemah)
d. Pengukuran antropometri
1) BB
: 87 kg
2) TB
: 159 cm
3) Lila
: 22 cm
e. Kepala
1) Rambut : Hitam lurus jarang, terdapat beberapa helai rambut yang
rontok di bantal pasien.
2) Mata : Terlihat mengantuk.
3) Hidung : Hidung terpasang kanul O2 3 lpm
4) Telinga : Tidak terkaji
f. Mulut : Mukosa bibir lembab, mulut terlihat kotor mengeluarkan ludah
yang seperti busa.
g. Dada
1) Inspeksi
: Tidak ada tanda-tanda pembesaran jantung,
pengembangan dada simetris.
2) Palpasi
: Tidak teraba masa atau benjolan abnormal di sekitar
dada
3) Perkusi
:
4) Auskultasi :
h. Abdomen
1) Inspeksi
:
2) Auskultasi :
3) Perkusi
:
4) Palpasi
:
i. Genetalia : Terpasang kateter.
j. Ekstremitas
1) Inspeksi kuku : Warna ujung kuku hitam, kotor, tidak ada edema.
2) Kemampuan ekstremitas : Kemampuan ekstremitas atas lemah,
kemampuan ekstremitas bawah lemah
3) Capillary refill : Normal 3 detik.

4) Terpasang infus tidak edema : Terpasang infuspump di ekstremitas


bawah sebelah kiri (NaCl 10tpm) dan di ekstremitas atas sebelah
kanan balutan sekitar infus bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi di
sekitar tusukan infus, edema bagian ekstremitas bawah.
k. Kulit
1) Warna : Gelap kebiruan
2) Kelembaban : Akral dingin dan lembab
7. Pemeriksaan Penunjang (Hematologi (Tanggal 28 September 2016)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
RDW
MPV

Hasil
8.7
25
3.19
27.3
74.4
34.8
12.4
202
14.4
14.7

Satuan
g/dl
%
106/ul
Pg
fL
g/dl
103/uL
103/uL
%
fL

Nilai Rujukan
12.00 - 15.00 L
35 47
4.4 - 5.9 L
27.00 32.00
76 96
29.00 36.00
3.6 11
150 400
11.60 14.80 H
4.00 11.00

No
1
2
3
4
5

Pemeriksaan
Glukosa
Albumin
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Na
Ka
Cl

Hasil
125
4.0
77
8.1

Satuan
mg/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl

Nilai Rujukan
80-160
3.4-5.1
15 - 39 H
0.60 1.30 H

138
4.6
104

mol/L
mol/L
mol/L

136 145
3.5 5.1
98 107

8. Diit yang diperoleh


Diet cair I
9. Therapy
a. Ceftriaxone 2 gr/24 jam (iv)
b. Furosemid 40 mg/12 jam (iv)
c. Omeprazole 1 amp /12 jam (iv)
d. As folat 1 mg
B. Data Fokus
Hari/Tanggal Jam
Selasa, 28 Sept 2016
11.00

Data (DS dan DO)


DS : DO :
1.

Pasien tampak mengantuk, di Tanya hanya

TT

2.
3.
DS : DO :
1.
2.
3.
4.
DS :
DO :
1.
2.

menggumam
GCS E3 V2 M4
Hb 8.7 g/dl

Akral dingin dan lembab


Nadi lemah 56x/menit
Edema ekstremitas bawah
Napas pendek 26x permenit (napas pendek)
jika tidak terpasang O2.

Pasien terlihat sesak napas


Napas pendek Napas pendek 26x permenit
(napas pendek) jika tidak terpasang O2.

C. Analisa Data
Data (DS dan DO)
DS : DO :
1.
2.
3.
DS : DO :
1.
2.
3.
4.
DS :
DO :
1.
2.

Problem
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif

Etiologi
Gangguan sirkulasi
darah ke otak

Penurunan curah
jantung

Kontraktilitas
jantung

Pola napas tidak


efektif

Kelemahan

Pasien tampak mengantuk.


GCS E3 V2 M4
Hb 8.7 g/dl

Akral dingin dan lembab


Nadi lemah 56x/menit
Edema ekstremitas bawah
Napas pendek

Pasien terlihat sesak napas


Napas pendek Napas pendek 26x
permenit (napas pendek) jika tidak
terpasang O2.

D. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d Gangguan sirkulasi darah ke otak
2. Penurunan curah jantung b.d Kontraktilitas jantung
3. Pola napas tidak efektif b.d Kelemahan
E. Perencanaan
` No
1

Diagnosa
Keperawatan
Perfusi jaringan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1.

Intervensi dan Rasional


Kaji tingkat kesadaran dengan

cerebral tidak
efektif
b.d
Gangguan
sirkulasi darah
ke otak

selama 2x24 jam perfusi jaringan


cerebral kembali efektif
Kriteria Hasil :
1. Tekanan systole dandiastole
dalam
rentang
yang 2.
diharapkan
2. Tidak ada tanda tanda
peningkatan
tekanan
intrakranial (tidak lebih dari
3.
15 mmHg)
3. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan orientasi
4. Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
4.
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter

Penurunan
curah jantung
b.d
Kontraktilitas
jantung

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1.


keperawatan selama 2x24 jam,
tidak terjadi penurunan curah
jantung
Kriteria Hasil:
1. Tanda Vital dalam rentang
normal (Tekanan darah, Nadi,
2.
respirasi)
N : 60-100x / menit
TD : 60/90 mmHg 130/100
mmHg
RR : 18 22x / menit
2. Dapat mentoleransi aktivitas,
tidak ada kelelahan
3. Tidak ada edema paru,
perifer, dan tidak ada asites
3.
4. Tidak
ada
penurunan
kesadaran

4.

GCS
Rasional : Tingkat kesadaran
merupakan indikator terbaik
adanya perubahan neurologi.
Monitor tanda vital setiap 1 jam
Rasional : Adanya perubahan
tanda vital seperi respirasi
menunjukkan kerusakan pada
batang otak.
Pertahan kan kepala tempat tidur
30-45 derajat dengan posisi leher
menekuk
Rasional : Memfasilitasi drainasi
vena.
Pertahankaan suhu normal
Rasional :Suhu tubuh yang
meningkatkan
akan
meningkatkan aliran darah ke
otak sehingga meningkatkan TIK.
Auskultasi nadi apikal, kaji
frekuensi dan irama jantung.
Rasional : biasanya terjadi
takikardi (meskipun pada saat
istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan
kontraktilitas
ventrikel.
Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin
lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3
dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah ke serambi yang distensi.
Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/ stenosis katup.
Pantau TD
Rasional : pada GJK dini, sedang
atau kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh
tidak
mampu
lagi
mengkompensasi dan hipotensi
tidak dapat normal lagi.
Kaji kulit terhadap pucat dan
sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan
menurunnya
perfusi
perifer
sekunder
terhadap
tidak

5.

Pola napas tidak


efektif
b.d
Kelemahan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1.


keperawatan selama 2x24 jam, pola
napas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
1. Klien mengungkapkan sesak
berkurang/ tidak sesak.
2. Respirasi dalam batas normal
2.
18-22x/menit
3. Tidak menggunakan otot bantu
pernafasan
3.

4.

5.

adekuatnya
curah
jantung,
vasokontriksi
dan
anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refraktori GJK. Area yang sakit
sering berwarna biru atau belang
karena peningkatan kongesti
vena.
Berikan
oksigen
tambahan
dengan kanula nasal/masker dan
obat sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : meningkatkn sediaan
oksigen
untuk
kebutuhan
miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
Kaji
frekuensi,
kedalaman
pernafasan dan ekspansi dada.
Rasoinal : Untuk mengetahui
frekuensi & kedalan pernafasan
karena kedalamam pernafasan
bervariasi tergantung derajat
gagal nafas.
Auskultasi bunyi nafas, dan catat
adanya bunyi nafas tambahan.
Rasional : Perubahan bunyi nafas
menunjukan obstruksi sekunder
Berikan pada klien posisi semi
fowler.
Rasional : Posisi membantu
memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya pernafas
Beri oksigen sesuai indikasi
dokter.
Rasional
:
Memaksimalkan
pernafasan dan menurunkan kerja
nafas.
Berikan humidifikasi tambahan.
Memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu
pengenceran secret.

F. Tindakan Keperawatan
No

Hari/Tanggal

Jam

Tindakan

Respon Pasien

Ttd

Dx
1

dan
Nama
Rabu, 28
September
2016

11.00

Mengkaji tingkat kesadaran

S:O : E3 V2 M4

11.10

Memonitor TTV

S:O:
1.
2.
3.
4.

Rabu, 28
September
2016

Rabu, 28
September
2016

Suhu : 36, 5 C
TD : 190/100 mmHg
RR : 22x / menit
Nadi : 56x / menit

11.20

Mempertahankan
kepala
tempat tidur 30-45 derajat
dengan posisi leher menekuk

S :O : Pasien posisi semi fowler dengan


leher menekuk

11.30
12.00

Mempertahankaan
suhu
normal
Mengauskultasi nadi apikal,
mengkaji frekuensi dan irama
jantung

12.05

Mencatat bunyi jantung

12.05

Memantau TD

12.15

Mengkaji keadaan kulit

12.30

Memberikan oksigen dengan


kanula nasal kanul 20 lpm

13.00

Mengkaji
frekuensi,
kedalaman pernafasan dan
ekspansi dada
Mengauskultasi bunyi nafas

S :O : 36, 5 C
S:O:
1. Nadi terdengar lemah
2. Irama irreguler
S :O:
S: O : 190/100mmHg
S:O:
1. Akral dingin lembab
2. Sianosis
S:O:
1. Oksigen masuk adekuat
S:O : Napas pendek, 56x/ menit

13.15
13.30

Memberikan
fowler.

posisi

semi

S:O : Terdengar bunyi crackles


S:O : Pasien berada pada posisi semi
fowler

G. Catatan Perkembangan
No
Dx
1

Waktu

Jam

Rabu, 28
September

11.50

Evaluasi
S:O:

Ttd &
Nama

2016

Rabu, 28
September
2016

12.45

Rabu, 28
September
2016

14.00

1. E3 V24 M5
2. Pasien menunjukkan perhatian konsentrasi
A : Perfusi jaringancerebral teratasi sebagian
P:
1. Pantau kembali ku dan GCS
2. Berikan obat sesuai program dan monitor efek
samping.
S:O : Pasien menunjukkan perhatian konsentrasi
A : Penurunan curah jantung teratasi sebagian
P:
1. Pantau TD setiap 1 jam
S:O : RR 22x/menit
A : Pola napas tidak efektif teratasi
P:
1. Pantau selalu ku
2. Lanjutkan terapi sesuai advis dokter
Jam 16.20 pasien pindah ke ICU

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer. (2003). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculpius.
Buku kompetensi I. (2006). Pembelajaran Praktik Klinik Keperawatan Kebutuhan
Dasar Manusia, tidak dipublikasikan. Surabaya : STIKES Hang Tuah
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Terjemahan
Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan keperawatan. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Hidayat, AAA. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Buku 2. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. (2005). Fundamentals of Nursing 3Th ed. The Art and Science of
Nursing Care. Philadelphia-New York: Lippincott
Price, Sylvia A, et al. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanna C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC

Você também pode gostar