Você está na página 1de 56

ASKEP PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
lebih. (Barbara Hearrison 1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.
Etilogi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer
Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan

kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.


Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
muka pucat suhu tubuh rendah.
Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan

batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,


bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
Test diagnostic.
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
Pengkajian

a. Aktivitas/ Istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.)
e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,
epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.

g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
kepala.
h. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
j. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit
jantung, DM.
Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara,
penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri TD/perubahan dalam
terapi obat.
Diagnosa, Kriteria hasil dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 .
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien.
Intervensi
1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.

Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi


(peningkatan SVR) dan kongesti vena).
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik).
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
(adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk
menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan tekanan darah).
8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti
hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).
Dignosa 2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien

terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja


/ jantung).
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat
penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung).
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan).
Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler cerebral.
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang
diresepkan.
Intervensi
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
meningkatkan relaksasi).
2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik
relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit

kepala dan komplikasinya).


3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas
yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
peningkatkan tekanan vakuler serebral).
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan
oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis).
Diagnosa 4
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
Kriteria Hasil :
klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang
tepat secara individu.
Intervensi
1. Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan
dengan masa tumbuh).
2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang
terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk

penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk


menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
berhasil).
4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat
badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
kebiasaan makan).
6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan
dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
(Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis).
8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).
Diagnosa 5
Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial
situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.

Intervensi
1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk
megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme
koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi
maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien
perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang
perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan
diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
Kriteria hasil

1. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.


2. Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi
3. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler
yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60
cc / hari dengan teratur) pola hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko
ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler serta ginjal).
4. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
(kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang
sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima
realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
tidak akan dipertahankan).
5. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi
tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj
dalam menentukan intervensi).
6. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
tentang proses penyakit hipertensi).
IV. Evaluasi
Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat
teratasi, rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang, klien dapat
mengontrol pemasukan / intake nutrisi, klien dapat menggunakan mekanisme
koping yang efektif dan tepat, klien paham mengenai kondisi penyakitnya.
http://moveamura.wordpress.com/medical-surgical-nursing/askep-hipertensi/

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Hipertensi merupakan salah satu penyakit system kardiovaskuler yang banyak dijumpai
di masyarakat. Hipertensi bukanlah penyakit menular, namun harus senantiasa diwaspadai.
Tekanan Darah tinggi atau Hipertesi dan arteriosclerosis ( pengerasan arteri ) adalah dua kondisi
pokok yang mendasari banyak bentuk penyakit kardiovaskuler. Lebih jauh, tidak jarang tekanan
darah tinggi juga menyebabkan gangguan ginjal.Sampai saat ini, usaha-usaha baik mencegah
maupun mengobati penyakit hipertensi belum berhasil sepenuhnya, karena adanya factor-faktor
penghambat seperti kurang pengetahuan tentang hipertensi (pengertian, tanda dan gejala, sebab
akibat, komplikasi ) dan juga perawatannya. Saat ini, angka kematian karena hipertensi di
Indonesia sangat tinggi. Jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia diperkirakan 972 juta jiwa
atau setara dengan 26,4 persen populasi orang dewasa. Angka prevalensi hipertensi di Indonesia
berdasarkan riskesdas (riset kesehatan dasar) 2007 mencapai 30 persen dari populasi. Dari
jumlah itu, 60 persen penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung,
gagal ginjal, dan kebutaan. Sementara di dunia Barat, hipertensi justru banyak menimbulkan
gagal ginjal, oleh karena perlu di galakkan pada masyarakat mengenai pengobatan dan
perawatan Hipertensi. Data survey dari Tim Kesehatan Pada tanggal 24 Januari 2005 jumlah

pasien 5 rumah sakit di Kota Banda Aceh Menunjukkan Tingkat Penderita Hipertensi Mencapai
3%. Sisanya ISPA 30%, Gatal-gatal 25%, Nyeri lambung 12%, Kejiwaan 10%, Luka-luka 9%,
Malaria 5%, Diare 3%, Radang paru-paru 1%, Sakit kepala 1%, Penyakit lain 1 %.
Diharapkan dengan di buatnya Asuhan Keperawatan keluarga resiko tinggi hipertensi ini
dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian karena hipertensi dalam masyarakat khususnya
dalam keluarga.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 )
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim
Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 104 mmHg,
hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila
tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan
diastolic karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi adalah
suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah
(Mansjoer,2000 : 144)
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan
diastolic lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostic ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata
tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001 : 453)
Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tekanan vesikalis perifer arterior
(Mansjoer, 2000 : 144)
I. ETIOLOGI /PENYEBAB

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany
Gunawan, 2001 )
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya,
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya
disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi
sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
o Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na.
o Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat.
o Stress Lingkungan.
o Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan perubahan
pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )

Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )

Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :

Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )

Kegemukan atau makan berlebihan

Stress

Merokok

Minum alkohol

Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :


a. Ginjal

Glomerulonefritis

Pielonefritis

Nekrosis tubular akut

Tumor

b. Vascular

Aterosklerosis

Hiperplasia

Trombosis

Aneurisma

Emboli kolestrol

Vaskulitis

c. Kelainan endokrin

DM

Hipertiroidisme

Hipotiroidisme

d. Saraf

Stroke

Ensepalitis

SGB

e. Obat obatan

Kontrasepsi oral

Kortikosteroid

II. MASALAH/ PROBLEM


Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi
yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun

III. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive

terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan
perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

IV. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut : Edward K Chung, 1995 )
1. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

V. KLASIFIKASI
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari The
Sixth Report of The Join National Committee, Prevention, Detection and Treatment of High
Blood Pressure (JNC VI, 1997) sebagai berikut :
No Kategori

Sistolik(mmHg)

Diastolik(mmHg)

1.
2.
3.
4.

Optimal
Normal
High Normal
Hipertensi
Grade 1 (ringan)
Grade 2 (sedang)
Grade 3 (berat)
Grade 4 (sangat berat)

<120
120 129
130 139

<80
80 84
85 89

140 159
160 179
180 209
>210

90 99
100 109
100 119
>120

VI. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas

akibat

komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan


darah dibawah 140/90 mmHg.(5) Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : (2,8)
Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah
dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.

6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.


Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal
terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan.

VIII. KOMPLIKASI
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi
essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah
komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata,otak, dan jantung. gejala-gejala-gejala
seperti sakit kepala, mimisan, pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi
essensial.
Pada

survei

hipertensi

di

Indonesia

tercatat

gejala-gejala

sebagai

berikut:

pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur, sesak nafas, rasa
berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang.
Gejala

akibat

komplikasi

hipertensi

yang

pernah

dijumpai

adalah:

Gangguan penglihatan, Gangguan saraf, Gagagl jantung,Gangguan fungsi ginjal, Gangguan


serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma, sebelum bertambah parah dan
terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan
pengendalian hipertensi dengan merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus hipertensi
erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman,
beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. kebiasaan makan juga perlu diqwaspadai. pembatasan

asupan natrium (komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk
kesehatan penderita hipertensi.
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat menyebabkan
berbagai macam komplikasi antara lain :
a. Stroke
b. Gagal jantung
c. Ginjal
d. Mata
Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat, bahwa tahanan dari
pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan tekanan darah yang datang. Apalagi dalam
otak pembuluh darah yang ada termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan
yang juga kecil. Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka
pembuluh darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik yang memiliki
prognosis yang tidak baik.
Dengan demikian kontrol dalam penyakit hipertensi ini dapat dikatakan sebagai
pengobatan seumur hidup bila ingin dihindari terjadinya komplikasi yang tidak baik.
Dengan adanya faktor-faktor yang dapat dihindarkan tersebut, tentunya hipertensi dapat dicegah
dan bagi penderita hipertensi agar terhindar dari komplikasi yang fatal. Usaha-usaha pencegahan
dan pengobatan yang dapat dilakukan yaitu sbb.:
* Mengurangi konsumsi garam dalam diet sehari-hari, maksimal 2 gram garam dapur. Batasi
pula makanan yang mengandung garam natrium seperti corned beef, ikan kalengan, lauk atau
sayuran instan, saus botolan, mi instan, dan kue kering. Pembatasan konsumsi garam
mengakibatkan pengurangan natrium yang menyebabkan peningkatan asupan kalium. Ini akan
menurunkan natrium intrasel yang akan mengurangi efek hipertensi.
* Menghindari kegemukan (obesitas). Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih 10%
dari berat badan normal. Pada penderita muda dengan hipertensi terdapat kecenderungan menjadi
gemuk dan sebaliknya pada penderita muda dengan obesitas akan cenderung hipertensi. Pada
orang gemuk akan terjadi peningkatan tonus simpatis yang diduga dapat mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
* Membatasi konsumsi lemak. Ini dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi
karena kolesterol darah yang tinggi dapat menyebabkan endapan kolesterol. Hal ini akan

menyumbat pembuluh darah dan mengganggu peredaran darah sehingga memperberat kerja
jantung dan memperparah hipertensi. Kadar kolesterol normal dalam darah yaitu 200-250 mg per
100cc serum darah.
* Berolahraga teratur dapat menyerap dan menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh
nadi. Olah raga yang dimaksud adalah gerak jalan, berenang, naik sepeda dan tidak dianjurkan
melakukan olah raga yang menegangkan seperti tinju, gulat atau angkat besi karena latihan yang
berat dapat menimbulkan hipertensi.
* Makan buah-buahan dan sayuran segar amat bermanfaat karena banyak mengandung vitamin
dan mineral kalium yang dapat membantu menurunkan tekanan darah.
* Tidak merokok dan tidak minum alkohol karena diketahui rokok dan alkohol dapat
meningkatkan tekanan darah. Menghindari rokok dan alkohol berarti menghindari kemungkinan
hipertensi.
* Latihan relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stres atau ketegangan jiwa.
Kendorkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai dan menyenangkan,
mendengarkan musik dan bernyanyi sehingga mengurangi respons susunan saraf pusat melalui
penurunan aktivitas simpatetik sehingga tekanan darah dapat diturunkan.
* Merangkai hidup yang positif. Hal ini dimaksudkan agar seseorang mengurangi tekanan atau
beban stres dengan cara mengeluarkan isi hati dan memecahkan masalah yang mengganjal dalam
hati. Komunikasi dengan orang dapat membuat hati menjadi lega dan dari sini dapat timbul ide
untuk menyelesaikan masalah.
* Memberi kesempatan tubuh untuk istirahat dan bersantai dari pekerjaan sehari-hari yang
menjadi beban jika tidak terselesaikan. Jika hal ini terjadi pada Anda, lebih baik melakukan
kegiatan santai dulu. Setelah pikiran segar kembali akan ditemukan cara untuk mengatasi
kesulitan itu.
* Membagi tugas yang kita tidak bisa selesaikan dengan sendiri dapat mengurangi beban kita.
Orang yang berpendapat dirinya mampu melakukan segala hal dengan sempurna biasa disebut
perfeksionis, orang ini akan selalu stres dan menanggung beban kerja dan pikiran berlebihan.
Kita harus sadar bahwa kemampuan setiap orang terbatas untuk mampu mengerjakan segalagalanya. Dengan memberi kesempatan pada orang lain untuk membantu menyelesaikan tugas
kita, beban kita dapat berkurang dan kita juga banyak teman, yang tentunya akan menimbulkan
rasa bahagia.

* Menghilangkan perasaan iri atau dengki juga mengurangi ketegangan jiwa sehingga hati kita
menjadi tentram. Menolong orang lain dengan tulus dan memupuk sikap perdamaian juga akan
memberikan kepuasan yang tersendiri pada kita. Dengan memupuk sikap-sikap seperti itu, tentu
kita akan mengurangi ketegangan, beban, stres yang timbul sehingga hipertensi dapat dihindari.
Orang yang sudah pernah memeriksakan dirinya dan diketahui menderita hipertensi, dapat
diberikan obat-obat golongan diuretika, alfa bloker, beta bloker, vasodilator, antagonis kalsium
dan penghambat ACE. Tentu saja, penggunaan obat-obat ini atas petunjuk dokter.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipertensi
1. PENGKAJIAN
A. Aktivitas/ Istirahat
Gejala

: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda :Frekuensi

jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

B. Sirkulasi

Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit


cebrocaskuler, episode palpitasi.

Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur
stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
C. Integritas Ego

Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan, keuangan,


yang berkaitan dengan pekerjaan.

Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot
muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
D. Eliminasi

Gejala

: Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal pada masa

yang lalu).

F. Makanan/cairan

Gejala: Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol,
mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic

Tanda: Berat

badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

G. Neurosensori
Genjala:

Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun

dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia,


penglihatan kabur,epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker,

penurunan keuatan genggaman tangan.


H. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina

(penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.

I. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk

dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.


Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan

(krakties/mengi), sianosis.
J. Keamanan
Gejala:

2.

Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

DIAGNOSA

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :


1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard
Intervensi keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum

f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.


g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
Hasil yang diharapkan :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD, mempertahankan TD dalam rentang yang
dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman
3. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan
sirkulasi
Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu
Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur


b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan
arteri jika tersedia
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
d. Amati adanya hipotensi mendadak
e. Ukur masukan dan pengeluaran
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan
Hasil yang diharapkan :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD
dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium
dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit ada tanda-tanda vital stabil.
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
dan perawatan diri
Tujuan ;Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
Intervensi keperawatan :
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau
efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala,
pusing, pingsan, mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang
diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol

j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan


Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan dini
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan.

3.Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
Kriteria Hasil : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / bebankerja
jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapatditerima, memperlihatkan
norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentangnormal pasien.
Intervensi :
TINDAKAN/INTERVENSI
Mandiri
Pantau TD.
tangan/paha

Ukur
untuk

RASIONAL

pada

kedua Perbandingan dari tekanan memberikan

evaluasi

awal. gambaran yang lebih lengkap tentang

Gunakan ukuran manset yang tepat dan keterlibatan/bidang


teknik yang akurat.

masalah

vaskular.

Hipertensi berat diklasifikasikan pada


orang

dewasa

sebagai

peningkatan

tekanan diastolik sampai 130; hasil


pengukuran

diastolik

dipertimbangkan

di

sebagai

atas

130

peningkatan

pertama, kemudian maligma. Hipertensi


sistolik juga merupakan faktor resiko
yang

ditentukan

untuk

penyakit

serebrovaskular dan penyakit iskemi


jantung bila tekanas diastolik 90-115.
Catat keberadaan, kualitas denyutan Denyutan karotis, jugularis, radialis,dan
sentral dan perifer.

femoralis mungkin teramati/terpalpasi.

Denyut pada tungkai mungkin menurun,


mencerminkan efek pada vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena.
Auskultasi tonus jantung dan bunyi S4 umum terdengar pada pasien
napas.
hipertensi berat karena adanya hipertropi
atrium (peningkatan volume/tekanan
atrium). Perkembangan S3 menunjukkan
hipertrofi vertikel dan kerusakan fungsi.
Adanya krakles, dapat mengindikasikan
kongesti
paru
sekunder
terhadap
terjadinya atau gagal jantung kronik.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu, Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan
dan masa pengisian kapiler.

masa pengisian kapiler lambat mungkit


berkaitan dengan vasokonstriksi atau
mencerminkan dekompensasi/penurunan
curah jantung.
Dapat mengindikasikan gagal jantung,

Catat edema umum/tertentu.

kerusakan ginjal atau vaskular.


Berikan lingkungan tenang, nyaman, Membantu untuk menurunkan rangsang
kurangi aktivitas/ keributan lingkungan. simpatis; meningkatkan relaksasi.
Batasi jumlah pengunjung dan lamanya
tinggal.
Pertahankan

pembatasan

aktivitas, Menurunkan stress dan ketegangan yang

seperti istirahat ditempat tidur/kursi; mempengaruhi

tekana

darah

dan

jadwal periode istirahat tanpa gangguan; perjalanan penyakit hipertensi.


bantu

pasian

melakukan

aktivitas

perawatan diri sesuai kebutuhan.


Lakukan
tindakan-tindakan

yang Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat

nyaman seperti pijatan punggung dan menurunkan rangsang simpatis.


leher, meninggikan kepala tempat tidur.
Anjurkan teknik relaksasi, panduan Dapat menimbulkan rangsangan yang
imajinasi, aktivitas pengalihan.

menimbulkan
tenang,

sehingga

tekanan darah.
Diagnosa Keperawatan 2. :

stres,

membuat

akan

efek

menurunkan

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan O2.
Tujuan : Aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan /
diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi :
o

Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :frekwensi nadi 20 per
menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatanTD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat
dan kelemahan, berkeringat,pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis
pasienterhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja/ jantung).

Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan / kelelahan, TD


stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian padaaktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas
fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).

Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsioksigen miokardia selama


berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja jantung).

o Berikan

bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi / rambut

dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan
sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).
o

Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal meningkatkan
toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).

Diagnosa Keperawatan 3
Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil asien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.
Intervensi :

o Pertahankan

tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan

o Minimalkan

gangguan lingkungan dan rangsangan.

o Batasi

aktivitas.

o Hindari
o Beri

merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.

obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.

Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.

Diagnosa keperawatan 4. :
Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan
sirkulasi.
Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu. Kriteria Hasil asien mendemonstrasikan perfusi
jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak
ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :
o Pertahankan
o

tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.

Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri
jika tersedia.

o Pertahankan
o Amati
o Ukur

cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.

adanya hipotensi mendadak.

masukan dan pengeluaran.

o Pantau

elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.

o Ambulasi

sesuai kemampuan; hindari kelelahan.

4. Iplementasi/ Pelaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a). Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b). Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c). Penurunan berat badan
d). Penurunan asupan etanol

e). Menghentikan merokok


f). Diet tinggi kalium
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi
adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
a). Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain
b). Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut
nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus
220umur
c). Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam zona latihan
d). Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a). Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
b). Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan un/tuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat(1).

Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar
yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON
DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA,
1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat
ACE dapat digunakan sebagai
obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita(2).
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan
1) Dosis obat pertama dinaikan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4 : alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi
3. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik
antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan
untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
d. Meyakinkan penderita/clien. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan

tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui
dengan mengukur memakai alat tensimeter
e. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
f. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
g. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
h. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat
mengukur tekanan darahnya di rumah
i. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
j. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalahmasalah yang mungkin terjadi
k. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk
mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
- Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
m. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
n. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

5. Evaluasi
Langkah-langkah untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan :
1) Menentukan garis besar masalah kesehatan yang di hadapi ,
2) Menentukan bagaimana rumasan tujuan perawatan yang akan dicapai,
3) Manantukan kriteria dan standar untuk evaluasi. Kriteria dapat berhubungan dengan sumbersumber proses atau hasil, tergantung kepada dimensi evaluasi yang diinginkan,
4) Menentukan metode atau tehnik evaluasi yang sesuai serta sumber-sumber data yang diperlukan,
5) Membandingkan keadaan yang nyata (sesudah perawatan) dengan kriteria dan standar untuk
evaluasi,
6) Identivikasi penyebab atau alasan yang tidak optimal atau pelaksanaan yang kurang memuaskan,
7) Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai perlu ditentukan alasan : mungkin tujuan
tidak realistik, mungkin tindakan tidak tepat, atau mungkin ada faktor lingkungan yang tidak
diatasi.
Macam-macam evaluasi yaitu :

1) Evalusi kuantitatif
Evaluasi ini dilaksanakan dalam kuantitas atau jumlah pelayanan atau kegiatan yang telah
dikerjakan. Contoh : jumlah pasien hipertensi yang telah dibina selama dalam perawatan
perawat.
2) Evaluasi kualitatif
Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat difokuskan pada salah satu dari tiga
diimensi yang saling terkait yaitu :
a) Struktur atau sumber
Evaluasi ini terkait dengan tenaga manusia, atau bahan-bahan yang diperlukan dalam
pelaksanaan kegiatan. Dalam upaya keperawatan hal ini menyangkut antara lain:
Kualifikasi perawat
Minat atau dorongan
Waktu atau tenaga yang dipakai
Macam dan banyak peralatan yang dipakai
Dana yang tersedia
b) Proses
Evaluasi proses berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
Misalnya : mutu penyuluhan yang diperlukan kepada klien dengan gejala-gejala yang
ditimbulkan.
c) Hasil
Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya klien dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan.
Hasil dari keperawatan pasien dapat diukur melalui 3 bidang :
1. Keadaan fisik
Pada keadaan fisik dapat diobservasi melalui suhu tubuh turun, berat badan naik , perubahan
tanda klinik.
2. Psikologik-sikap
Seperti perasaan cemas berkurang, keluarga bersikap positif terhadap patugas kesehatan.
3. Pengetahuan-perilaku
Misalnya keluarga dapat menjalankan petunjuk yang diberikankeluarga dapat menjelaskan
manfaat dari tindakan keperawatan.

http://ridha-zulfajri.blogspot.com/2010/03/askep-hipertensi.html

HIPERTENSI
Posted on April 16, 2008 by harnawatiaj

Hipertensi
Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso
BATASAN
Hipertensi ialah suatu keadaan tekanan darah sistolik dan atau diastolik > persentil ke
95 untuk umur dan jenis kelamin pada pengukuran 3 kali berturut-turut. 1,2,3

TABEL 1. BATASAN HIPERTENSI


ISTILAH

BATASAN

Normal

TD sistolik dan diastolik < 90 persentil


menurut umur dan jenis kelamin.

Normaltinggi*

Rata-rata TD sistolik dan diastolik


diantara 90 dan 95 persentil menurut
umur dan jenis kelamin.

Hipertensi

Rata-rata TD sistolik dan diastolik > 95


persentil menurut umur dan jenis kelamin
pada pengukuran tiga kali berturut-turut.

menurut The Second Task Force on Blood Pressure


Control in Children
* Jika tekanan darah yang terbaca normal-tinggi untuk
umur, tetapi anak lebih tinggi atau massa otot berlebih
untuk umurnya, maka anak ini dianggap mempunyai
nilai tekanan darah normal.

TABEL 2. KRITERIA DERAJAT HIPERTENSI


BERDASARKAN KENAIKAN TEKANAN
DIASTOLIK DI ATAS TEKANAN
DIASTOLIK NORMAL SESUAI DENGAN
UMUR
Umur (tahun)
Derajat
hipertensi

Prosentase
15
kenaikan di atas
batas normal
Td D
(mmHg)

6-12
Td D (mmHg)

Ringan

5-15%

75-85

90-100

Sedang

15-30%

85-95

100-110

Berat

30 - 50 %

95-112

110-120

Krisis

> 50 %

>112

> 120

Krisis hipertensi bila tekanan sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, atau
setiap kenaikan tekanan darah yang mendadak dan disertai gejala ensefalopati
hipertensif, gagal ginjal, gagal jantung, maupun retinopati. 2
Prevalensi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik yang menetap pada anak usia
sekolah sebesar 1,2% dan 0,37%.2 Pada anak, kejadian hipertensi sekunder lebih
banyak daripada hipertensi primer, dan hampir 80% penyebabnya berasal dari penyakit
ginjal.
PATOFISIOLOGI
Hipertensi pada anak umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi sekunder).
Terjadinya hipertensi pada penyakit ginjal adalah karena :
1. Hipervolemia.
Hipervolemia oleh karena retensi air dan natrium, efek ekses mineralokortikoid
terhadap peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubuli distal, pemberian infus
larutan garam fisiologik, koloid, atau transfusi darah yang berlebihan pada anak
dengan laju filtrasi glomerulus yang buruk. Hipervolemia menyebabkan curah
jantung meningkat dan mengakibatkan hipertensi. Keadaan ini sering terjadi pada
glomerulonefritis dan gagal ginjal.

2. Gangguan sistem renin, angiotensin dan aldosteron.


Renini adalah ensim yang diekskresi oleh sel aparatus juksta glomerulus. Bila terjadi
penurunan aliran darah intrarenal dan penurunan laju filtrasi glomerulus, aparatus
juksta glomerulus terangsang untuk mensekresi renin yang akan merubah
angiotensinogen yang berasal dari hati, angiotensin I. Kemudian angiotensin I oleh
angiotensin converting enzym diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah tepi, dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Selanjutnya angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk
mengeluarkan aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan air di tubuli
ginjal, dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
3. Berkurangnya zat vasodilator
Zat vasodilator yang dihasilkan oleh medula ginjal yaitu prostaglandin A2, kilidin, dan
bradikinin, berkurang pada penyakit ginjal kronik yang berperan penting dalam
patofisiologi hipertensi renal. Koarktasio aorta, feokromositoma, neuroblastoma,
sindrom adrenogenital, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, dapat pula
menimbulkan hipertensi dengan patofisiologi yang berbeda. Faktor-faktor lain yang
dapat menimbulkan hipertensi sekunder pada anak antara lain, luka bakar, obat
kontrasepsi, kortikosteroid, dan obat-obat yang mengandung fenilepinefrin dan
pseudoefedrin.
GEJALA KLINIS
Hipertensi ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Gejala hipertensi
baru muncul bila hipertensi menjadi berat atau pada keadaan krisis hipertensi. Gejalagejala dapat berupa sakit kepala, pusing, nyeri perut, muntah, anoreksia, gelisah, berat
badan turun, keringat berlebihan, murmur, epistaksis, palpitasi, poliuri, proteinuri,
hematuri, atau retardasi pertumbuhan.
Pada krisis hipertensi dapat timbul ensefalopati hipertensif, hemiplegi, gangguan
penglihatan dan pendengaran, parese n. facialis, penurunan kesadaran, bahkan sampai
koma.
Manifestasi klinik krisis hipertensi yang lain adalah dekompensasi kordis dengan edema
paru yang ditandai dengan gejala oleh gejala edema, dispneu, sianosis, takikardi, ronki,
kardiomegali, suara bising jantung, dan heptaomegali.
Dengan funduskopi dapat dilihat adanya kelainan retina berupa perdarahan, eksudat,
edema papil, atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina. Foto toraks
menunjukkan adanya pembesaran jantung dengan edema paru. Pada EKG kadangkadang ditemukan pembesaran ventrikel kiri. Pada CT-scan kepala kadang-kadang
ditemukan atrofi otak. Bila segera ditangani gejala dapat menghilang tanpa gejala sisa.
PEMERIKSAAN

I. Anamnesis
Selain adanya gejala-gejala yang dikeluhkan penderita, anamnesis yang teliti dan
terarah sangat diperlukan untuk evaluasi hipertensi pada anak. Riwayat pemakaian
obat-obatan seperti kortkosteroid, atau obat-obat golongan simpatomimetik (misal
efedrin). Riwayat penyakit dalam keluarga, misalnya hipertensi, stroke, gagal ginjal, dan
lain-lain.
II. Pemeriksaan fisik
Dilakukan pengukuran tekanan darah pada ke empat ekstremitas untuk mencari
koarktasio aorta. Kesadaran dapat menurun sampai koma, tekanan sistolik dan diastolik
meningkat, denyut jantung meningkat. Dapat ditemukan bunyi murmur dan bruit, tanda
gagal jantung, dan tanda ensefalopati.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan kelainan retina berupa perdarahan,
eksudat, edema papil atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina.
Teknik pengukuran tekanan darah
Untuk mendapatkan hasil pengukuran tekanan darah yang tepat perlu diperhatikan halhal sebagai berikut:
1. Manset yang digunakan harus cocok untuk ukuran anak (lihat Tabel di bawah
ini). Bila menggunakan manset yang terlalu sempit akan menghasilkan angka
pengukuran yang lebih tinggi, sebaliknya bila menggunakan manset yang
terlalu lebar akan memberikan hasil angka pengukuran lebih rendah.
2. Lebar kantong karet harus menutupi panjang lengan atas sehingga
memberikan ruangan yang cukup untuk meletakkan bel stetoskop di daerah
fossa kubiti, sedang panjang kantong karet sedapat mungkin menutupi
seluruh lingkaran lengan atas.
3. Periksa terlebih dahulu sphigmomanometer yang digunakan apakah ada
kerusakan mekanik yang mempengaruhi hasil pengukuran.
4. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam suasana yang tenang,
usahakan agar anak jangan sampai menangis, karena keadaan ini akan
mempengaruhi hasil pengukuran.
Pada anak yang lebih besar, pengukuran dilakukan dalam posisi duduk, sedang pada
anak yang lebih kecil pengukuran dilakukan dalam posisi anak berbaring. Tekanan
darah diukur pada ke dua lengan atas dan paha, untuk mendeteksi ada atau tidaknya
koarktasio aorta. Cara yang lazim digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah
cara indirek dengan auskultasi. Manset yang cocok untuk ukuran anak dibalutkan kuatkuat pada panjang lengan atas. Tentukan posisi arteri brakialis dengan cara palpasi

pada fossa kubiti. Bel stetoskop kemudian ditaruh di atas daerah tersebut. Manset
dipompa kira-kira 20 mmHg di atas tekanan yang diperlukan untuk menimbulkan
sumbatan pada arteri brakialis. Tekanan di dalam manset kemudian diturunkan
perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik sampai terdengar bunyi suara
lembut. Bunyi suara lembut yang terdengar ini disebut fase 1 dari Korotkoff (K1) dan
merupakan petunjuk tekanan darah sistolik. Fase 1 kemudian disusul fase 2 (K2), yang
ditandai dengan suara bising (murmur), lalu disusul dengan fase 3 (K3) berupa suara
yang keras, setelah itu suara mulai menjadi lemah (fase 4 atau K4) dan akhimya
menghilang (fase 5 atau K5). Pada anak jika fase 5 sulit didengar, maka fase 4
digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik. The Second Task Force on Blood
Pressure Control in Children menganjurkan untuk menggunakan fase 4 (K4) sebagal
petunjuk tekanan diastolik untuk anak-anak berusia kurang dari 13 tahun, sedang fase
5 (K5) digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik untuk anak usia 13 tahun ke atas.
TABEL 3. UKURAN-UKURAN MANSET YANG TERSEDIA Dl PASARAN UNTUK
EVALUASI PENGUKURAN TEKANAN DARAH PADA ANAK
Jenis
Manset

Lebar kantong
karet (cm)

Panjang kantong
karet (cm)

Neonatus

2.5 4.0

5.0 9.0

Bayi

4.0 6.0

11.5 -18.0

Anak

7.5 9.0

17.0 19.0

Dewasa

11.5 -13.0

22.0 26.0

Lengan
besar

14.0 -150

30.5 33.0

Paha

18.0 -19.0

36.0 38.0

III. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyakit primer dibagi dalam 2 tahap (lihat
lampiran). Pemeriksaan tahap 2 dilakukan bila pada pemeriksaan tahap 1 didapatkan
kelainan, dan jenis pemeriksaan yang dilakukan disesuaikan dengan kelainan yang
didapat.

TABEL 4. PEMERIKSAAN TAHAP 1 UNTUK


EVALUASI DIAGNOSTIK KEARAH

PENYEBAB HIPERTENSI
SEKUNDER
Pemeriksaan untuk
mendeteksi
penyakit ginjal
Urinalisis, biakan
urin
Kimia darah (kolesterol, albumin, globulin,
asam urat, ureum, kreatinin)
Klirens kreatinin dan ureum
Darah lengkap
Pielografi intravena (bila skanning ginjal dan
USG tak tersedia)
Pemeriksaan untuk
mendeteksi
penyakit endokrin
Elektrolit serum
Aktivitas renin
plasma dan
aldosteron
Katekolamin
plasma
Katekolamin urin dan metabolitnya dalam urin
Aldosteron dan metabolit steroid dalam urin
(17 ketosteroid dan 17 hidrokortikosteroid)
Evaluasi akibat
hipertensi terhadap
organ target
EKG, foto thorax dan ekokardiografi

TABEL 5. PEMERIKSAAN TAHAP 2 UNTUK


EVALUASI DIAGNOSTIK KEARAH
PENYEBAB HIPERTENSI
SEKUNDER
ASTO, Komplemen (C3), kultur apus
tenggorok/keropeng infeksi kulit
Sel LE, uji serologi untuk SLE
Miksio sistouretrografi (MSU)
Biopsi ginjal
CT ginjal
Tc 99m DTPA atau DMSA Scan, Renografi
Arteriografi
Digital Subtraction Angiography (DSA)
CT kelenjar adrenal atau abdomen
Scanning adrenal dengan l131 metaiodobenzilguanidin
Katekolamin vena kava
Analisis aldosteron dan elektrolit urin
Uji supresi dengan deksametason
Renin vena renalis
DIAGNOSIS BANDING
Hipertensi akut
Hipertensi akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis akut pasca streptokokus,
sindrom hemolitik uremik, lupus eritematosus sistemik, dan purpura Henoch-Schonlein.
Pemeriksaan air kemih, kadar elektrolit, IgG, IgM, IgA, C3, ASSTO, ANA, sel LE, BUN,
kreatinin serum, dan hematologi, dapat membedakan penyebab hipertensi tersebut.
Hipertensi kronik

Hipertensi kronik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis kronik, pielonefritis kronik,


uropati obstruktif, penyempitan pembuluh darah ginjal, dan gagal ginjal tahap akhir.
Hipertensi sekunder pada anak dapat pula disebabkan oleh hiperaldosteronisme primer,
sindrom Cushin, feokromositoma, hipertiroid, hiperparatiroid, pengobatan steroid jangka
panjang, neurofibromatosis, sindrom Guillain-Barre, dan luka bakar.
Komplikasi
Ensefalopati hipertensif
Payah jantung
Gagal jantung
Retinopati hipertensif yang dapat mengkibatkan kebutaan.
PENGOBATAN
I. Medikamentosa
Penggunaan obat antihipertensi pada anak dimulai bila tekanan darah berada 10
mmHg di atas persentil ke-95 untuk umur dan jenis kelamin. Langkah pengobatan dan
dosis obat antihipertensi dapat dilihat pada lampiran.
Pengobatan hipertensi non krisis :
1. tekanan diastolik 90-100 mmHg : diuretik furosemid
2. tekanan diastolik 100-120 mmHg: furosemid ditambah kaptopril, jika belum turun,
ditambah antihipertensi golongan beta bloker atau golongan lain.
Pengobatan krisis hipertensi :
1. Nifedipin oral diberikan dengan dosis 0,1 mg/kgBB/kali. Dinaikkan 0,1 mg/kgBB/kali
setiap 30 menit (dosis maksimal 10 mg/kali). Ditambah furosemid 1 mg/kgBB/kali, 2
kali sehari , bila tidak turun diberi kaptopril 0,3 mg/kg/kali diberikan 2-3 kali pehari.
2. Klonidin drip 0,002 mg/kgBB/8 jam + 100 ml dektrose 5%. Tetesan awal 12
mikrodrip/menit, bila tekanan darah belum turun, tetesan dinaikkan 6 mikrodrip/m
setiap 30 menit (maksimum 36 mikrodrip/m), bila tekanan darah belum turun
ditambahkan kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali, diberikan 2-3 kali sehari (maksimal 2
mg/kg/kali). Diberikan bersama furosemid 1 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari.
Cara penurunan dosis obat anti hipertensi (Stepped-Down Therapy)

Penurunan obat antihipertensi secara bertahap perlu dilakukan pada anak,


setelah tekanan darah terkontrol dalam batas normal untuk suatu periode waktu.
Petunjuk untuk langkah penurunan dosis obat-obat antihipertensi pada anak dan
rernaja seperti terlihat pada tabel berikut.

TABEL 6. PETUNJUK UNTUK STEPPED-DOWN


THERAPY PADA ANAK ATAU
REMAJA

Bayi

Anak atau
Remaja

Kenaikan tekanan darah terkontrol


untuk 1 bulan. Dosis obat tidak
ditingkatkan. Bila tekanan darah
tetap konstan dan terkontrol, dosis
obat diturunkan setiap minggu dan
berangsur-angsur dihentikan.
Tekanan darah terkontrol dalam
batas normal untuk 6 bulan sampai
1 tahun. Kontrol tekanan darah
dengan interval waktu 6 sampai 8
minggu. Ubah menjadi monoterapi.
Setelah terkontrol berlangsung
kira-kira 6 minggu, turunkan
monoterapi setiap minggu dan bila
memungkinkan berangsur-angsur
dihentikan.
Jelaskan pentingnya arti
pengobatan nonfarmakologik untuk
pengontrolan tekanan darah.
Jelaskan pentingnya memonitor
tekanan darah secara terus
menerus, dan bahwa terapi
farmakologik dapat dibutuhkan
pada setiap waktu.

II. Bedah
Sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
III. Suportif

Pemberian nutrisi yang rendah garam dapat dilakukan. Pada anak yang obesitas
diperlukan usaha untuk menurunkan berat badan. Olahraga dapat merupakan terapi
pada hipertensi ringan.
Restriksi cairan.
IV. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Rujukan ke Bagian Mata untuk melihat keterlibatan retina. Rujuk ke dokter nefrologi
anak bila tidak berhasil dengan pengobatan atau terjadi komplikasi.

Klasifikasi/Nama Dosis (oral) per


hari
obat

Awal

Interval
dosis

Maksimal

Diuretika

Hidroklorotiazid 1 mg/kg

4 mg/kg

tiap
12jam

Klortalidon

1 mg/kg

2 mg/kg

sekali
sehari

Spironolakton

1 mg/kg

3 mg/kg

tiap
12jam

Furosemid

2 mg/kg

6 mg/kg

tiap 6-8
jam

Penghambat adrenergik
Penghambat beta
Propranolol

0,5 mg/kg 10mg/kg

Penghambat alfa

tiap 8
jam

Prazosin

0,05
mg/kg

0,4 mg

tiap 8
jam

Penghambat alfa-beta
Labetalol

1-3mg/kg 3mg/kg

tiap 12
jam

Antiadrenergik sentral

Klonidin

0,002
mg/kg

0,06 mg

tiap 8
jam

Metildopa

5 mg/kg

40mg/kg

tiap 6-8
jam

Bekerja pada ujung-ujung saraf simpatetik


Reserpin

0,02-0,07
2,5 mg
mg/kg

sekali
sehari

Vasodilator langsung
Hidralazin

1-2mg/kg 8 mg/kg

tiap812jam

Minoksidil

0,1-0,2
mg/kg

tiap
12jam

1-2 mg/kg

Calcium Channel Blockers


Nifedipine

0,25
mg/kg

1 mg/kg

tiap 6-8
jam

Diltiazem

2mg/kg

3,5mg/kg

tiap 12
jam

ACE Inhibitors
0,5 mg/kg
Captopril

Enalapril

Neonatus
5 mg/kg
0,050,5mg/kg

tiap 8
jam

0,08-0,1
mg/kg

tiap 24
jam

1 mg/kg

DAFTAR PUSTAKA
1. Report of the Second Task Force on Blood Control in Children, 1987. Pediatrics 79 :
1.
2. Bahrun D, 2002. Hipertensi sistemik. In : Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede,
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2nd edition. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp 242-290.
3. Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In : Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3 rd edition. Oxford : Oxford
University Press, pp 151-161.
4. Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2000. Measurement and interpretation of blood
pressure. Arch Dis Child 82 : 261-265.
5. Arafat M, Mattoo TK, 1999. Measurement of blood pressure in children :
recommendation and prescriptions on cuff selection. Pediatrics 104 : e30.
6. Beevers G, Lip GYH, OBrien E, 2001. Blood pressure measurement Part-1
Sphygmomanometry : factors common to all techniques. BMJ 322 : 981-985.
7. Beevers G, Lip GYH, OBrien E, 2001. Blood pressure measurement Part-2
Conventional sphygmomanometry : technique of auscultatory blood pressure
measurment. BMJ 322 : 1043-1047.
Krisis Hipertensi (KH) biasanya secara klinis mudah dilihat tanda dan gejalanya.
Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
a. Sakit kepala hebat

b. nyeri dada
c. pingsan
d. tachikardia > 100/menit
e. tachipnoe > 20/menit
f. Muka pucat
Tanda Ancaman Kehidupan
Gejala KH:
a. Sakit Kepala Hebat
b. nyeri dada
c. peningkatan tekanan vena
d. shock / Pingsan
Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
a. yakinkan kepatenan jalan napas
b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa
segera mungkin ke ICU
Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.

c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bagvalve-mask ventilation


d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti paru
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Monitoring tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
a. Sinus tachikardi
b. Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
c. right bundle branch block (RBBB)
d. right axis deviation (RAD)
e. Lakukan IV akses dekstrose 5%
f. Pasang Kateter
g. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
i. Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid
Disability

a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU


b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan
membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik

Faktor Resiko terjadinya KP


a. Meminum obat tidak teratur
b. Stress terhadap tindakan pembedahan
c. Terjadi Trauma
d. Keganasan
e. Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral
f. Pasien mendapatkan terapi hormone
g. Kehamilan dengan faktor resiko
h. Obesitas
i. Nepritik sindrom
Perawatan KP
Sejak didiagnosa KP maka pasien harus mendapatkan obat Vasodilator secara rutin.

Askep Hipertensi
( Asuhan Keperawatan pada Klien Hipertensi )
Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom,

Askep Hipertensi
1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar
atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg
( Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95
104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan
hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan
peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith
Tom, 1995 ).
Penyebab
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany
Gunawan, 2001 )
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi, sedangkan 10% sisanya
disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur bertambah
maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit
hitam lebih banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang
tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain
misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner &
Suddarth, 2002 ).

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 )
1. Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.
Pemeriksaan Penunjang
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal
terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan
Pengkajian Keperawatan pada Askep Hipertensi
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
3. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak,
otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan
penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen

8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon
Penatalaksanaan Askep Hipertensi
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr


Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

Penurunan berat badan

Penurunan asupan etanol

b. Menghentikan merokok
c. Diet tinggi kalium
d. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi
adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
a). Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain
b). Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut
nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus
220 umur
c). Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam zona latihan
d). Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
e. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a). Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi


gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
b). Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat(1).
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar
yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint National Committee On Detection,
Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat
diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan
1) Dosis obat pertama dinaikan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4 : alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi
3. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik
antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan
untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
e. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas
dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai
alat tensimeter

f. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu


g. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
h. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
i. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur
tekanan darahnya di rumah
j. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
k. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalahmasalah yang mungkin terjadi
l. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk
mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
m. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
n. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
o. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.
Diagnosa Keperawatan pada Askep Hipertensi
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard
Intervensi Keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Hasil yang diharapkan :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan

c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman
3. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi
Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan
arteri jika tersedia
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
d. Amati adanya hipotensi mendadak
e. Ukur masukan dan pengeluaran
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
Hasil yang diharapkan :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD
dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium
dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan perawatan diri
Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
Intervensi :
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau
efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala,
pusing, pingsan, mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang

diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
Hasil Yang Diharapkan :
Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan dini
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh
Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta, Penerbit
Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit Arcan,
1996
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta,
Penerbit Arcan, 1995
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit
Hipokrates, 1999
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi ,
Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998

Você também pode gostar