Você está na página 1de 12

ANALISIS MASALAH

1. Tn. Budi, umur 55 tahun dibaa ke UGD rumah sakit karena tidak sadar mendadak saat
bermain tenis, Tn. Budi juga mengeluhkan sakit kepala, mual dan muntah. (***)
b. Hal-hal yang menyebabkan sakit kepala mual dan muntah? (Agung Budi
Pamungkas, Hawari Martanusa, Andini Karlina CH)
Sakit Kepala
Stroke hemoragik disebabkan oleh ruptur arteri, baik intraserebral maupun
subarakhnoid. Perdarahan intraserebral merupakan penyebab tersering, dimana
dinding pembuluh darah kecil sudah rusak akibat hipertensi kronik srobek.
Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan intrakranial (TIK).
Perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau malformasi
arteri vena yang perdarahannya masuk ke rongga subarakhnoid, sehingga
menyebabkan cairan serebrospinal (CSS) terisi oleh darah. Darah di dalam CSS akan
menyebabkan vasospasme sehingga menimbulkan gejala sakit kepala hebat yang
mendadak.
Mual dan Muntah
SDA
2. Tn. Budi juga mengalami mulut mengot dan bicara pelo sebelumnya. Tn. Budi sudah
lama menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak minum obat secara
teratur. (**)
a. Bagaimana mekanisme mulut mengot dan bicara pelo? (Agung Budi Pamungkas,
Hawari Martanusa, Andini Karlina CH)
Secara umum, manifestasi mulut mengot dan bicara pelo timbul dikarenakan
kebanyakan nervus kranialis motorik (N III, IV, V, VI, VII, IX, X, XII, XII)
mendapatkan input motorik bilateral dari korteks serebri. Akan tetapi muskulus yang
dipersarafi N. VII ada yang hanya mendapat input motorik kontralateral saja dari
korteks serebri, sedangkan di sisi lain N.XII mendapatkan input motorik dominan
dari hemisfer serebri kontralateral. Snell (2010) menyatakan bahwa koneksi kortikal
bilateral ada untuk semua nuklei motorik nervus kranialis kecuali untuk bagian
nukleus fasialis (VII) yang mensuplai muskulus wajah bagian bawah dan bagian
nukleus hipoglossus (XII) yang mensuplai muskulus genioglossus.
Otot-otot yang diinervasi nukleus motorik yang mendapat input kortikal bilateral
tidak menjadi lemah setelah terkena lesi unilateral pada korteks motorik, kapsula
interna ataupun jaras motorik desenden setelahnya. Proyeksi dari hemisferium
serebri yang intak cukup untuk mengkompensasi. Bagaimanapun, untuk muskulus
1

yang hanya menerima input kortikal kontralateral,jika terjadi lesi unilateral maka
akan terlihat parese.
Mulut mengot
Divisi motorik N.VII menginervasi otot otot wajah. Otot-otot dahi yang mendapat
input kortikal bilateral tidak terganggu karena masih ada kompensasi sehingga pasien
masih dapat memejamkan mata danmenaikkanalis dengan kuat tetapi otot wajah
bagian bawah yang hanya mendapat input kortikal kontralateral tampak lumpuh.
Sudut mulut pasien sisi yang parese tampak lebih rendah, lipatan nasolabial sisi yang
lumpuh mendatar dan hanya sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat.
Bicara pelo
Nervus hipoglosus (XII) berinti di nukleus hipoglosus yang terletak di samping
bagian dorsal dari fasikulus longitudinalis medialis pada tingkat kaudal medula
oblongata. Pada perjalanannya menuju lidah, nervus ini melewati arteria karotis
interna dan eksterna. Otot-otot lidah yang menggerakan lidah terdiri dari muskulus
stiloglosus, hipoglosus, genioglosus longitudinalis inferior dan genioglosus
longitudinalis superior di persarafi oleh nervus hipoglosus. Lesi nervus hipoglosus
sering terletak di perifer, maka atrofi otot cepat terjadi. Pada kelumpuhan paralisis
nervus hipoglosus terdapat gejala-gejala berupa sukar menelan dan bicara pelo.
Namun bicara pelo juga dapat terjadi walaupun lidah tidak lumpuh tetapi
keleluasaannya terbatas karena frenula lingua mengikat lidah sampai ujungnya.
Insufisiensi arteri serebri media (tersering) afasia global (gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi.
Gangguan bicara (bicara pelo) pada penderita stroke memiliki dua kemungkinan.
Yang pertama gangguan pada saraf bicaranya yang disebut afasia atau diafasia. Dan
yang kedua adalahgangguan pada otot-otot untuk berbicara atau persarafannya (n.VII
dan n.XII) yang disebut disartria. Pada pasien di skenario yang terganggu adalah
otot-otot untuk bicaranya (disartria). Lidah akan jatuh ke arah lesi.

b. Apa hubungannya mulut mengot dan bicara pelo dengan hipertensi yang tidak
diobati dengan teratur? (Agung Budi Pamungkas, Hawari Martanusa, Andini
Karlina CH)
Riwayat penyakit yang diderita Tn. Budi merupakan salah satu faktor risiko
terhadap penyakit yang dideritanya sekarang. Hipertensi merupakan faktor risiko
yang bisa di modifikasi. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin
besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
2

memudahkan terjadinya pembentukan trombus disertai pecahnya trombus menjadi


embolus yang terbawa aliran darah dan kemudian menyumbat pembuluh darah di
otak.
Hipertensi kronis yang dialami pasien ini menyebabkan tahanan perifernya terus
tinggi karena hipertensi tersebut tidak terkontrol (stabil). Tahanan perifer yang tinggi
ini menyebabkan jantung harus memompa lebih kuat dan bekerja lebih keras untuk
melawan tahanan tersebut. Jantung bekerja lebih keras secara terus-menerus akhirnya
akan menjadi hipertrofi ventrikel kiri dan mungkin diikuti dengan hipertrofi atrium
kiri dan menyebabkan sumbu jantung bergeser ke arah kiri (kardiomegali). Akibat
hipertrofi tersebut, fibrilasi cenderung terjadi karena terjadi perpanjangan jalur
konduksi yang dilewati impuls. Atrial fibrilasi ini berperan dalam pembentukan
trombus disertai juga pecahnya trombus menjadi embolus. Thrombus terbentuk di
jantung kemudian karena atrial fibrilasi thrombus tersebut pecah menjadi embolus
terbawa aliran darah dan kemudian menyumbat pembuluh darah diotak sehingga
menyebabkan lesi yang berefek pada kondisi Tn. Budi, yakni hemihipestesi dextra.
4. Pemeriksaan Neurologis : (*)
Pada pemeriksaan nervi kraniales :
- Nervus VII tampak mulut mengot ke kiri, lipatan nasolabialis kanan datar, tidak ada
lagophtalmus, dan kerut dahi simetris.
- Nervus XII bicara pelo lidah deviasi ke kanan.
Pada pemeriksaan fungsi motorik :
- Hemiparese dextra tipe spastic
- Refleks Fisologi ekremitas kanan meningkat
- Refleks Patogolis babiansky (+) Pada kaki kanan.
a. Anatomi N. Craniales? (Agung Budi Pamungkas, Hawari Martanusa, Andini
Karlina CH)

Nervus Cranialis

a) Nervus olfaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan
aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b) Nervus optikus
Mempersarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c) Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan
otot iris.
d) Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya
terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e) Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
sarafnya yaitu:

1) Nervus oftalmikus
4

Bersifat sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas,
selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
2) Nervus maksilaris
Bersifat sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga
hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula
Berifat majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot pengunyah.
Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan
dagu.
f) Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang
sisi mata.
g) Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi
otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabutserabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya
sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
h) Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.
i) Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf
ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j) Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik,
sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum
minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf
perasa
k) Nervus asesorius
Saraf ini mempersarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,
fungsinya sebagai saraf tambahan.
l) Nervus hipoglosus
Saraf ini mempersarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini
terdapat di dalam sumsum penyambung.
5

5. Pemeriksaan Penunjang : (*)


Laboratorium
: Leukosit : 12.000/mm3, BSS: 200 mg/dl
CT Scan
: Kesan : lesi hiperdens di kapsula interna hemisferium sinistra
f. Pemeriksaan Tambahan yang bisa dilakukan? (Agung Budi Pamungkas, Hawari
Martanusa, Andini Karlina CH)
1) Anamnesis
-

Menanyakan keluhan serta gejala-gejala sebelum dan sesudah pasien terkena


stroke kepada keluarganya.

Menanyakan riwayat pengobatan.

Serta menanyakan berapa lama serangan terjadi.

2) Pemeriksaan fisik
-

Memeriksa tekanan darah

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan neurologi umum awal, yaitu:


a) Derajat kesadaran
b) Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
c) Keparahan hemiparesis

3) Pemeriksaan Laboratorium
-

Pemeriksaan Darah Lengkap,yaitu:


Jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, leukosit, trombosit, dll.

Tes Darah Koagulasi, yaitu:


PT (Protrombin Time), PTT (Partial Tromboplastin time), INR (International
normolized ratio) dan, Agregasi Trommbosit

Tes Kimia Darah, yaitu:


KGD (kadar gula darah), HDL (High density lipoprotein) serta LDL (low
density lipoprotein), asam urat, dan selain itu dilakukan juga pemeriksaan
serum darah, seperti kadar sodium, potasium, dan kalsium. Untuk mengecek
kesehatan liver dan ginjal.\

4) Pemeriksaan Penunjang
-

CT Scan (Computerized Tomography Scanning)


CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi
hipodens dalam 3 minnggu dan kemudian membentuk suatu posthemorrhagic
pseudocyst. Pada kasus stroke iskemik, warna otak akan lebih banyak bewarna
hitam, sedangkan stroke hemoragik lebih banyak bewarna putih.

MRI (Magnetic Resonance Imaging)


6

MRI lebih akurat dari pada CT Scan karena mampu mendeteksi berbagai
kelainan otak dan pembuluh darah otak yang sangat kecil yang tidak mungkin
dijangkau dengan CT Scan.Kemudian dengan pemeriksaan MRI juga dapat
membedaakan 5 stage dari perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut,
akut, subakut stage I, subakut stage II, dan kronik. Tetapi pemeriksaan dengan
alat ini mahal.
-

SPECT (Single Photon Emission CT )


Alat ini menggunakan tekhnik isotop yang menggunakan sinar gamma. Alat ini
dapat mendeteksi daerah diotak yang terganggu dan mendeteksi jenis serangan
dalam empat jam setelah serangan.

PET (Positron Emission Tomography)


Berguna untuk memantau gangguan fisiologis, seperti metabolisme glukosa
dalam otak, densitas neuroreceptor, dll. Tetapi pemeriksaan dengan alat ini
sangat mahal dan pemeriksaannya sangat lama.

Cerebral Angiography
Peralatan ini dimanfaatkan untuk memindai aliran darah yang melewati
pembuluh darah otak. Biasanya digunakan untuk mendeteksi abnormalitas di
dalam pembuluh darah otak yang menyempit atau tersumbat, atau adanya
aneurisma maupun AVM, atau adanya penyempitan pada pembuluh darah di
otak dan mengetahui derajat penyempitannya,serta dapat mendeteksi adanya
kelainan pembuluh darah pada stroke akut akibat aneurisma atau AVM, dan
beguna bila penyakit itu tidak bisa dipantau dengan alat lain.

Carotid Ultrasound
Dapat mendeteksi gangguan pembuluh darah dileher menuju otak. Biasanya
dipakai untuk memeriksa orang yang sudah terkena stroke atau berisiko tinggi
terkena stroke sebagai skrinning awal.

ECC (Echocardiogram)
Dibagi atas 2 macam yaitu:
a) TTE (Transthoracic Echocardiogram)
Dapat memberikan informasi mengenai ukuran bilik-bilik jantung, gerakan
dinding jantung, gerakan katub jantung, dan perubahan struktur di sekitar
jantung.Peralatan ini berguna untuk menengarai pengggumpalan darah
sejenis stroke iskemik yang diakibatkan adanya emboli di jantung.
b) TEE (Transesophageal Echocardiogram)
7

Berperan menyampaikan gambaran mengenai struktur jantung dan


pembuluh darah.TEE diberikan bila hasil TTE tidak memuaskan karena
memberikan resolusi yang lebih baik dan diambil dari dalam tubuh bukan
dari luar tubuh.
-

EKG (Electrocardiogram)
Dapat

digunakan

untuk

memantau

denyut

jantung.

Alat

ini

bisa

menggambarkan irama denyut jantung yang bisa memicu stroke atau sebagai
alat evaluasi stroke.
i. Tatalakasana? (Agung Budi Pamungkas, Hawari Martanusa, Andini Karlina
CH)
Tatalaksana umum di ruang gawat darurat
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan. Oksigen diberikan apabila saturasi <95%.
Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien yang mengalami hipoksia syok, dan
berisiko mengalami aspirasi.
b. Stabilisasi hemodinamik dengan cara:
- Cairan kristaloid dan koloid intravena. Hindari cairan hipotonik
- Pemasangan kateter vena sentral, dengan target 5-12 cmH2O
- Optimalisasi tekanan darah. Target tekanan darah sistol berkisar 140 mmHg.
c. Pemeriksaan awal fisis umum
d. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Hal-hal yang dapat
dikerjakan pada pasien dengan kecurigaan peningkatan TIK antara lain
- Elevasi kepala 20-30 o
- Posisi pasien jangan menekan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosaa, cairan hipotonik, dan hipertermia
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi dengan indikasi
o Manitol 0,25-0,5 g/KgBB diberikan selama >20 menit, diulangi setiap 4-6
jam dengan target <310 mOsm/L
o Berikan furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB intravena
- Paralisis neuromuskular dan sedasi
- Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelum.
e. Penangannan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang. Bila kejang diberikan diazepam 5-20 mg bolus lambat
intravena diikuti oleh fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit. Pasien perlu dirawat di ICU jika terdapat kejang.
g. Pengendalian suhu tubuh.
Tatalaksana khusus perdarahan intraserebral:
1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat
CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan
8

Apabila dicurigai terdapat lesi struktural seperti malformasi vaskular dan tumor
dapat dilakukan pemeriksaan angiografi CT, venografi CT, CT dengan kontras,

atau MRI dengan kontras, MRA, dan MRV


2. Tatalaksana medis perdarahan intrakranial, meliputi
Penggantian faktor koagulasi dan trombosit jika pasien mengalami defisiensi.
Apabila terdapat gangguan koagulasi dapat diberikan:
- Vit K 10 mg intravena pada pasien dengan INR meningkat
- Plasma segar beku (fresh frozen plasma) 2-6 unit.
Pencegahan tromboemboli vena dengan stoking elastis
Heparin subkutan dapat diberikan apabila perdarahan telah berhenti (harus
terdokumentasi) sebagai pencegahan tromboemboli vena.
3. Kontrol tekanan darah dan kadar glukosa darah
4. Pemberian antiepilepsi apabila terdapat kejang
5. Prosedur/operasi
Indikasi operasi evakuasi bekuan darah secepatnya
Perdarahan serebelum dengan perburuan neurologis
Adanya kompresi batang otak
Hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel
Pada pasien dengan bekuan darah di lobus dengan jumlah >30 mL dan teradpat di 1
cm dari permukaan dapat dikerjakan kraniotomi standar untuk mengevakuasi
perdarahan intrakranial supratentorial. Drainase ventrikuleer sebagai tata laksana
hidrosefalus dapat dipertimbangkan pada pasien dengan penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan Tekanan Darah (Hipertensi)
Sebagian besar (70-94%) pasien stroke mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik >140/90 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan ikejadian hipertensi serta
pasien stroke akut sekitar 73,9% sebesar 22,5-27,6% di antaranya mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk neurologis. Pada sebagian
besar pasien tekanan darah akan turun dengan sendirinya dala 24 jam pertama setelah
awitan serangan stroke. Berbagai Guidelines (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009)
merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar
dilakukan hati-hati dengan memerhatikan beberapa kondisi di bawah ini:
- Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200 mmHg atau
Mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg. TD diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan
tekanan darah setiap 5 menit.
1. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan TIK, dilakukan pemantauan tekanan darah. Tekanan darah
9

diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu


atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral >60 mmHg.
2. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan TIK, TD diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan
obat antihipertensi intarvena kontinu atau intermitten dengan pemantauan
tekana darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah
160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140
-

mmHg masih diperbolehkan.


Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada

penderita stroke perdarahan intraserebral.


Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta bloker (labetalol dan
esmolol), Kalsium channel Bloker (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan

dalam upaya diatas.


Hidralazin dan Nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan

peningkatan TIK, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.


Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target-target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25%
pada jam pertama dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

j. Komplikasi? (Agung Budi Pamungkas, Hawari Martanusa, Andini Karlina CH)


1) Komplikasi Akut
- Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme
kompensasi sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi.
Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik >
220/ diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun
sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak
-

perlu diturunkan segera.


Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga
kadar glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan

glukosa darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi.
Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk

keadaan stroke bahkan sering merupakan penyebab kematian.


Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat

napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan
hati.
10

- Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.


- Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.
2) Komplikasi Kronik
- Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus,
-

inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.


Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.

11

DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo et.al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Hal. 892-897.
Interna Publishing: Jakarta Pusat
Price, et.al. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
Tanto, Chris (ed), dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi IV Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

12

Você também pode gostar