Você está na página 1de 51

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

BAB IV

ANALISA FISIK DASAR DAN


LINGKUNGAN
RDTR KECAMATAN LICIN , GLAGAH
DAN GIRI
4.1

ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN KECAMATAN PURWOSARI

4.1.1 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi


Tujuan

analisis

SKL

Morfologi

adalah

memilah

bentuk

bentang

alam/morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu


untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya. Dalam analisis SKL Morfologi
melibatkan data masukan berupa peta morfologi dan peta kelerengan dengan
keluaran peta SKL Morfologi dengan penjelasannya. Hasil analisis SKL
Morfologi dapat dilihat dalam tabel 4.1 dan Peta 4.1.
Tabel 4.1
Analisis SKL Morfologi
No.
Peta Morfologi

Peta
Kelerenga
n

1.

Bergunung

> 40 %

2.

Berbukit,
bergelombang

15 40 %

3.

Berombak

8 15 %

4.

Landai

28%

5.

Datar

02%

SKL Morfologi

Nilai

Kemampuan lahan
dari morfologi tinggi
Kemampuan lahan
dari morfologi cukup
Kemampuan lahan
dari morfologi sedang
Kemampuan lahan
dari morfologi kurang
Kemampuan lahan
dari morfologi rendah

1
2
3
4
5

Sumber : Hasil Analisis 2011

Morfologi berarti bentang alam, kemampuan lahan dari morfologi tinggi


berarti kondisi morfologis suatu kawasan kompleks. Morfologi kompleks berarti
bentang alamnya berupa gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya,
kemampuan pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan
dan

atau

tidak

layak

dikembangkan.

Lahan

seperti

ini

sebaiknya

direkomendasikan sebagai wilayah lindung atau budi daya yang tak berkaitan
dengan manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi tidak bisa

LAPORAN AKHIR

IV - 1

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan kemampuan lahan


dari morfologi rendah berarti kondisi morfologis tidak kompleks. Ini berarti
tanahnya datar dan mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan
budi daya.

LAPORAN AKHIR

IV - 2

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Peta 4.1 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi

Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi


Morfologi sama artinya dengan bentang alam atau kondisi alam di suatu daerah. Kemampuan lahan dari morfologi tinggi artinya
kondisi alam disana berupa pengunungan, gunung dan bergelombang. Melihat kondisi alam yang begitu akibatnya daerah tersebut
sangat sulit dikembangkan dan direkomendasikan sebagai daerah budi daya atau lindung, pada peta daerah-daerah yang
mempunyai kemampuan lahan seperti itu adalah di daerah antara Kluncing dan Tamansari, dan ada di daerah antara Pakel dan
Segobang. Morfologi cukup artinya kondisi alam disana berupa berbukit dan bergelombang, untuk pemanfaatan lahan pada umunya
digunakan untuk hutan produksi, pertanian lahan kering dan perkebunan. Pada peta terletak pada kelurahan Giri, Boyolangu,
Kemiren, Bakungan, dan Rejosari. Morfologi sedang artinya keadaan alam disana berombak dan cocok untuk pengembangan
pertanian kelas keras dan pembangunan perumahan dan permukiman.

LAPORAN AKHIR

IV - 3

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 4

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

4.1.2 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan


Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk mengetahui
tingkat

kemudahan

lahan

di

wilayah

dan/atau

kawasan

untuk

digali/dimatangkan dalam proses pembangunan/ pengembangan kawasan.


Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa

peta topografi, peta

morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta penggunaan lahan
eksisting,

dengan

keluaran

peta

SKL

Kemudahan

Dikerjakan

dan

penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan,


terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam
analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.2).
Dalam analisis ini, akan ditinjau faktor pembentukan tanah dari aspek
waktu pembentukkannya di mana tanah merupakan benda alam yang terus
menerus berubah, akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus. Oleh
karena itu tanah akan menjadi semakin tua dan kurus. Mineral yang banyak
mengandung unsur hara telah habis mengalami pelapukan sehingga tinggal
mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Karena proses pembentukan tanah
yang terus berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah
muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Tanah Muda ditandai oleh proses
pembentukan tanah yang masih tampak pencampuran antara bahan organik
dan bahan mineral atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah
muda adalah tanah aluvial, regosol dan litosol. Tanah Dewasa ditandai oleh
proses yang lebih lanjut sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah
dewasa, yaitu dengan proses pembentukan horison B. Contoh tanah dewasa
adalah andosol, latosol, grumosol. Tanah Tua proses pembentukan tanah
berlangsung lebih lanjut sehingga terjadi proses perubahan-perubahan yang
nyata pada horizon-horoson A dan B. Akibatnya terbentuk horizon A1, A2, A3,
B1, B2, B3. Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan
latosol tua (laterit). Hasil analisis SKL Kemudahan Dikerjakan dapat dilihat
dalam tabel 4.3 dan Peta 4.2.
Tabel 4.2
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis
SKL Kemudahan Dikerjakan
No.
1.

Jenis
Tanah
Alluvial

LAPORAN AKHIR

Sifat
Jenis

tanah

ini

masih

muda,

Nilai
belum

mengalami

IV - 5

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

No.

Jenis
Tanah

2.

Andosol

3.

Gleisol

4.

Grumosol

5.

Latosol

6.

Litosol

7.

Mediteran

LAPORAN AKHIR

Sifat
perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium,
tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur ,
konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacammacam,
kesuburan
sedang
hingga
tinggi.
Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran
aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi).
(Suhendar, Soleh)
Jenis
tanah
mineral
yang
telah
mengalami
perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak
coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik
tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah,
konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak
(smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam,
kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang,
kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka
terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu
atau tuf vulkanik. (Suhendar, Soleh)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison
tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol
umumnya dijumpai pada sedimen yang belum
terkonsolidasi,
seperti
pasir,
dan
beberapa
memperlihatkan horison diatas lapisan batuan dasar.
(Djauhari, Noor)
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil,
agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai
(granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di
lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan
plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak,
umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas
absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi.
Jenis ini berasal dari batu kapur, mergel, batuan
lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya
di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan
kurang dari 2500 mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi
horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur
remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak
teguh,
warna
coklat
merah
hingga
kuning.
Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan
lebih dari 300 1000 meter, batuan induk dari tuf,
material vulkanik, breksi batuan beku intrusi. (Suhendar,
Soleh)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil,
batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen
keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan
kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk
(outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada
umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur,
terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya
bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala
iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan,
lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh)
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang
hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai
horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur

Nilai

IV - 6

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

No.

Jenis
Tanah

Sifat

Nilai

gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah,


pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi,
berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf
vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim
sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari
2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan,
topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah
400 m. Khusus tanah mediteran merah kuning di
daerah topografi Karst disebut terra rossa. (Suhendar,
Soleh)
8.

Non Cal

Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami


diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral,
9.
Regosol
kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material
vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting
pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh)
Sumber : Hasil Analisa 2010

LAPORAN AKHIR

IV - 7

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 4.3
Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan

No.
1.

Peta Morfologi

Peta
Kelerengan

Bergunung

> 40 %

Peta
Ketinggian
>3000 m

Peta Jenis
Tanah
Mediteran

2.

Berbukit,
bergelombang

15 40 %

2000 3000 m

Latosol

3.

Berombak

8 15 %

1000 2000 m

Andosol

4.

Landai

2 8%

500 1000 m

Regosol

5.

Datar

02%

0 500 m

Alluvial

Peta
Pengguna
an Lahan
Eksisting
Hutan
Pertanian,
Perkebunan,
Pertanian
tanah
kering
semusim
Semak
belukar
Tegalan,
Tanah
kosong
Permukiman

Sumber : Hasil Analisis 2011

LAPORAN AKHIR

IV - 8

SKL Kemudahan
Dikerjakan

Nilai

Kemudahan
dikerjakan rendah

Kemudahan
dikerjakan kurang

Kemudahan
dikerjakan sedang

Kemudahan
dikerjakan cukup

Kemudahan
dikerjakan tinggi

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 9

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Peta 4.2 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan

LAPORAN AKHIR

IV - 10

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

4.1.3 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng


Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk mengetahui tingkat
kemantapan lereng di wilayah pengembangan dalam menerima beban. Dalam
analisis ini membutuhkan masukan berupa peta topografi, peta morfologi, peta
kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah hujan, peta
bencana alam (rawan bencana gunung berapi dan kerentanan gerakan tanah)
dan peta penggunaan lahan, dengan keluaran peta SKL Kestabilan Lereng dan
penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Kestabilan Lereng, terlebih
dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu
jenis tanah (tabel 4.4). Hasil analisis SKL Kestabilan Lereng dapat dilihat dalam
tabel 4.5 dan Peta 4.3.
Tabel 4.4
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis
SKL Kestabilan Lereng
No.

Jenis
Tanah

1.

Alluvial

2.

Andosol

3.

Gleisol

4.

Grumosol

LAPORAN AKHIR

Sifat
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium,
tekstur
beraneka
ragam,
belum
terbentuk
struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat,
pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga
tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial
sungai, dataran aluvial pantai dan daerah
cekungan (depresi). (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah mineral yang telah mengalami
perkembangan profil, solum agak tebal, warna
agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan
organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur
remah, konsistensi gembur dan bersifat licin
berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas
lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya
absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas
sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal
dari batuan induk abu atau tuf vulkanik. (Suhendar,
Soleh)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison
tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol
umumnya dijumpai pada sedimen yang belum
terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa
memperlihatkan horison diatas lapisan batuan
dasar. (Djauhari, Noor)
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan
profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur
kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga
pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah
sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras
dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis,

Nilai

IV - 11

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

No.

Jenis
Tanah

5.

Latosol

6.

Litosol

7.

Mediteran

8.

Non Cal

Sifat
kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi,
permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini
berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung
atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di
daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan
kurang dari 2500 mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi
diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur
lempung,
struktur
remah
hingga
gumpal,
konsistensi gembur hingga agak teguh, warna
coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di
daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300
1000 meter, batuan induk dari tuf, material
vulkanik, breksi batuan beku intrusi. (Suhendar,
Soleh)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan
profil, batuan induknya batuan beku atau batuan
sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30
cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan
batuan
induk
(outerop).
Tekstur
tanah
beranekaragam, dan pada umumnya berpasir,
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan
batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah
litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya
di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring
sampai curam. (Suhendar, Soleh)
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum
sedang hingga dangkal, warna coklat hingga
merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh
hingga lempung, struktur gumpal bersudut,
konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral
hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka
erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone)
dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di
daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata.
Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah
pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng
vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah
mediteran merah kuning di daerah topografi
Karst disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh)

Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami


diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya
netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
9.
Regosol
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai.
Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda
dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk
pasir pantai. (Suhendar, Soleh)
Sumber : Hasil Analisis 2011

LAPORAN AKHIR

Nilai

IV - 12

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 13

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 4.5
Analisis SKL Kestabilan Lereng

No
.

Peta
Morfologi

Peta
Kelerenga
n

Peta
Ketinggian

Peta
Jenis
Tanah

Peta
Pengguna
an Lahan
Eksisting
Tegalan,
Tanah
kosong

Peta Rawan
Bencana
Tsunami

Peta Rawan
Bencana
Gunung
Berapi

> 3000
mm/tahun

Zona I (sangat
rawan)

Zona I (sangat
rawan)

Peta
Curah
Hujan

Peta
Kerentanan
Gerakan
Tanah
Zona I
(sangat
rawan)

SKL Kesta
Leren

Kestabilan
lereng ren

Bergunung

> 40 %

>3000 m

Andosol

Berbukit,
Bergelomban
g

15 40 %

2000 3000
m

Regosol,
Alluvial

Semak
belukar

1500 3000
mm/tahun

Zona II
(rawan)

Zona II
(rawan)

Zona II
(rawan)

Kestabilan
lereng kur

Berombak

8 15 %

1000 2000
m

Meditera
n

Hutan

1000
1500
mm/tahun

Zona III (agak


rawan)

Zona III (agak


rawan)

Zona III
(agak rawan)

Kestabilan
lereng sed

< 1000
mm/tahun

Zona IV
(aman)

Zona IV
(aman)

Zona IV
(aman)

Landai

28%

500 1000
m

Datar

02%

0 500 m

Latosol

Pertanian,
Perkebunan
, Pertanian
tanah
kering
semusim
Permukima
n

Zona V

Sumber : Hasil Analisis 2011

Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi lahannya dengan melihat
kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya

LAPORAN AKHIR

IV - 14

Kestabilan
lereng ting

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

tidak stabil. Tidak stabil artinya mudah longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk
bangunan atau permukiman dan budidaya. Kawasan ini bisa digunakan untuk hutan, perkebunan dan resapan air.
Sebenarnya satu SKL saja tidak bisa menentukan peruntukkan lahan apakah itu untuk pertanian, permukiman, dll.
Peruntukkan lahan didapatkan setelah dilakukan overlay terhadap semua SKL.

4.3 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng

LAPORAN AKHIR

IV - 15

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 16

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

4.1.4 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi


Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan
perkotaan, serta jenis-jenis pondasi yang sesuai untuk masing-masing
tingkatan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta SKL
kestabilan lereng, peta jenis tanah, peta kedalaman efektif tanah, peta tekstur
tanah, peta hidrogeologi dan peta penggunaan lahan eksisting dengan
keluaran

peta

SKL

Kestabilan

Pondasi

dan

penjelasannya.

Sebelum

melaksanakan analisis SKL Kestabilan pondasi, harus diketahui terlebih dahulu


sifat faktor pendukungnya terhadap analisis kestabilan pondasi meliputi jenis
tanah (tabel 4.6). Hasil analisis SKL Kestabilan Pondasi dapat dilihat dalam
tabel 4.7 dan Peta 4.4.
Tabel 4.6
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis
Kestabilan Pondasi
No.

Jenis
Tanah

1.

Alluvial

2.

Andosol

3.

Gleisol

4.

Grumosol

LAPORAN AKHIR

Sifat
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium,
tekstur
beraneka
ragam,
belum
terbentuk
struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat,
pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga
tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial
sungai, dataran aluvial pantai dan daerah
cekungan (depresi). (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah mineral yang telah mengalami
perkembangan profil, solum agak tebal, warna
agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan
organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur
remah, konsistensi gembur dan bersifat licin
berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas
lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya
absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas
sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal
dari batuan induk abu atau tuf vulkanik. (Suhendar,
Soleh)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison
tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol
umumnya dijumpai pada sedimen yang belum
terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa
memperlihatkan horison diatas lapisan batuan
dasar. (Djauhari, Noor)
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan
profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur
kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga
pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah

Nilai

IV - 17

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

No.

Jenis
Tanah

5.

Latosol

6.

Litosol

7.

Mediteran

8.

Non Cal

Sifat
sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras
dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis,
kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi,
permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini
berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung
atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di
daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan
kurang dari 2500 mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi
diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur
lempung,
struktur
remah
hingga
gumpal,
konsistensi gembur hingga agak teguh, warna
coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di
daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300
1000 meter, batuan induk dari tuf, material
vulkanik, breksi batuan beku intrusi. (Suhendar,
Soleh)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan
profil, batuan induknya batuan beku atau batuan
sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30
cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan
batuan
induk
(outerop).
Tekstur
tanah
beranekaragam, dan pada umumnya berpasir,
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan
batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah
litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya
di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring
sampai curam. (Suhendar, Soleh)
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum
sedang hingga dangkal, warna coklat hingga
merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh
hingga lempung, struktur gumpal bersudut,
konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral
hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka
erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone)
dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di
daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata.
Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah
pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng
vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah
mediteran merah kuning di daerah topografi
Karst disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh)

Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami


diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya
netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
9.
Regosol
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai.
Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda
dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk
pasir pantai. (Suhendar, Soleh)
Sumber : Hasil Analisa 2010

LAPORAN AKHIR

Nilai

IV - 18

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 19

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 4.7
Analisis SKL Kestabilan Pondasi
No.

SKL Kestabilan
Lereng
Kestabilan lereng
rendah

1.

Kestabilan lereng
kurang
Kestabilan lereng
sedang

2.
3.
4.

Peta Jenis
Tanah
Alluvial

Kasar (Pasir)
Andosol,
Regosol
Mediteran

Kestabilan lereng
tinggi

5.

Peta Tekstur
Tanah

SKL Kestabilan
Pondasi
Daya dukung dan
kestabilan pondasi
rendah

Nila
i

Hutan

Daya dukung dan


kestabilan pondasi
kurang

Pertanian,
Perkebunan,
Pertanian tanah
kering semusim

Daya dukung dan


kestabilan pondasi
tinggi

Tegalan, Tanah
kosong
Semak belukar

Sedang
(lempung)

Halus (liat)
Latosol

Peta Penggunaan
Lahan Eksisting

Permukiman

Sumber : Hasil Analisa 2010

Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya suatu bangunan atau
kawasan terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis pondasi wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi
artinya wilayah tersebut akan stabil untuk pondasi bangunan apa saja atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan
pondasi rendah berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan. Kestabilan pondasi kurang berarti
wilayah tersebut kurang stabil, namun mungkin untuk jenis pondasi tertentu, bisa lebih stabil, misalnya pondasi cakar
ayam.

LAPORAN AKHIR

IV - 20

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 21

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Peta 4.4 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi

LAPORAN AKHIR

IV - 22

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

4.1.5 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air


Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat
ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing
tingkatan, guna pengembangan kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan
masukan berupa peta morfologi, peta kelerengan, peta curah hujan, peta
hidrogeologi, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan eksisting dengan
keluaran peta SKL Ketersediaan Air dan penjelasannya. Sebelum melakukan
analisis SKL Ketersediaan Air , terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari
data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.8). Hasil analisis SKL
Ketersediaan Air dapat dilihat dalam tabel 4.9 dan Peta 4.5.
Tabel 4.8
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis
SKL Ketersediaan Air
No.

Jenis
Tanah

1.

Aluvial

2.

Andosol

3.

Gleisol

4.

Grumosol

LAPORAN AKHIR

Sifat
Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan
menjadi lengket dan bila kekeringan akan
mengeras. (Rachmiati, Yati).
Tanah Andosol mempunyai sifat fisik yang baik,
daya pengikatan air yang sangat tinggi, sehingga
selalu jenuh air jika tertutup vegetasi. Sangat
gembur, struktur remah atau granuler dengan
granulasi yang tak pulih. Permeabilitas sangat
tinggi karena mengandung banyak makropori,
fraksi lempung sebagian besar alofan dengan berat
jenis
kurang dari 0,85 dan kandungan bahan
organik biasanya tinggi, yaitu antara 8% - 30%.( Sri
Damayanti, Lusiana, 2005).
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi
oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan
dataran rendah atau cekungan, hampir selalu
tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu
hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung,
struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat,
bersifat asam (pH 4.5 6.0), kandungan bahan
organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei
kontinu yang berwarna kelabu pucat pada
kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil
tanah selalu jenuh air.
Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub
humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.
(Suhendar, Soleh).
Tanah Grumosol mempunyai sifat struktur lapisan
atas granuler dan lapisan bawah gumpal atau
pejal, jenis lempung yang terbanyak montmorillonit
sehingga tanah mempunyai daya adsorpsi yang
tinggi yang menyebabkan gerakan air dan keadaan

Nilai
2

IV - 23

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

No.

Jenis
Tanah

5.

Latosol

6.

Litosol

7.

Mediteran

8.

Non Cal

Sifat
aerasi buruk dan sangat peka terhadap erosi. ( Sri
Damayanti, Lusiana, 2005).
Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan
menjadi lengket dan bila kekeringan akan
mengeras dengan struktur remah. (Rachmiati,
Yati).
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan
profil, batuan induknya batuan beku atau batuan
sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30
cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan
batuan
induk
(outerop).
Tekstur
tanah
beranekaragam, dan pada umumnya berpasir,
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan
batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah
litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya
di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring
sampai curam. (Suhendar, Soleh).
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum
sedang hingga dangkal, warna coklat hingga
merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh
hingga lempung, struktur gumpal bersudut,
konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral
hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka
erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone)
dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di
daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata.
Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah
pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng
vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah
mediteran merah kuning di daerah topografi
Karst disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh).

Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami


diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya
netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
9.
Regosol
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai.
Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda
dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk
pasir pantai. (Suhendar, Soleh).
Sumber : Hasil Analisa 2010

LAPORAN AKHIR

Nilai

IV - 24

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 4.9
Analisis SKL Ketersediaan Air

No.

Peta
Morfologi

Peta
Kelerenga
n

Peta
Ketinggian

Peta
Jenis
Tanah

Peta
Penggunaan
Lahan
Eksisting
Tegalan, Tanah
kosong

< 1000
mm/tahun

Ketersediaan air
rendah

Hutan

1000
1500
mm/tahun

Ketersediaan air
sedang

Pertanian,
Perkebunan,
Pertanian
tanah kering
semusim

1500 3000
mm/tahun

Permukiman

> 3000
mm/tahun

> 40 %

>3000 m

Latosol

Berbukit,
Bergelomba
ng

15 40 %

2000 3000
m

Alluvial

Semak
belukar

Berombak

8 15 %

1000 2000
m

Mediteran
, Regosol

28%

500 1000
m

Datar

02%

0 500 m

Andosol

Sumber : Hasil Analisis 2011

LAPORAN AKHIR

Nilai
1

Bergunung

Landai

SKL Ketersediaan
Air
Ketersediaan air
sangat rendah

Peta
Curah
Hujan

IV - 25

Ketersediaan air
tinggi

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Peta 4.5

Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air

LAPORAN AKHIR

IV - 26

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

4.1.6 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Untuk Drainase


Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga
kemungkinan genangan baik bersifat lokal maupun meluas dapat dihindari.
Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta
kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta curah hujan, peta
kedalaman efektif tanah, dan penggunaan lahan eksisting dengan keluaran
peta SKL untuk Drainase dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL
untuk Drainase, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang
terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.10).Hasil analisis SKL untuk
Drainase dapat dilihat dalam tabel 4.11 dan Peta 4.6.
Tabel 4.10
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis
SKL untuk Drainase
No.

Jenis
Tanah

1.

Aluvial

2.

Andosol

LAPORAN AKHIR

Sifat
Merupakan tanah-tanah muda, yang belum
mempunyai perkembangan profil, dengan susunan
horison A-C atau A-C-R, atau A-R. Tanah ini
terbentuk dari bahan aluvium, aluvium-marin,
marin, dan volkan. Umumnya pada landform
dataran, fluvio-marin, dan volkan. Penampang
tanah bervariasi, tekstur lempung berpasir sampai
pasir berlempung, dan berlapis-lapis (stratified)
atau berselang seling. Adanya perbedaan tekstur
berlapis-lapis
tersebut
menunjukkan
proses
pengendapan dari limpasan sungai yang berulang;
sebagian mengandung kerikil di dalam penampang
tanah. Warna tanah coklat tua sampai gelap,
drainase buruk sampai cepat, struktur lepas
sampai masif, konsistensi gembur dan keras pada
kondisi kering. Reaksi tanah umumnya agak netral
(pH 7), kadar C organik sangat rendah sampai
sedang, kadar P2O5 dan K2O potensial sedang
sampai tinggi, basa-basa dapat tukar rendah
sampai tinggi dan didominasi oleh Ca dan Mg. KTK
tanah rendah, tetapi kejenuhan basanya tinggi.
Penggunaan lahan umumnya bervariasi. (Blog TANI
MUDA)
Merupakan tanah-tanah muda, yang belum/sedikit
mempunyai perkembangan profil, dengan susunan
horison A-C, A-C-R. Tanah ini terbentuk dari bahan
abu volkan (debu, pasir, dan kerikil). Umumnya
terbentuk pada landform volkanik. Penampang
tanah dangkal sampai dalam, tekstur lempung
berpasir sampai pasir berlempung. Warna tanah
coklat tua sampai coklat tua kekuningan, drainase

Nilai

IV - 27

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

No.

Jenis
Tanah

3.

Gleisol

4.

Grumosol

5.

Latosol

6.

Litosol

LAPORAN AKHIR

Sifat
sedang, struktur lepas sampai masif, konsistensi
gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi
tanah umumnya netral, kadar C organik sangat
rendah sampai sedang, kadar P2O5 dan K2O
potensial sedang sampai tinggi, basa-basa dapat
tukar rendah dan didominasi oleh Ca dan Mg. KTK
tanah rendah sampai sedang, tetapi kejenuhan
basanya tinggi. Umumnya Andisols di kabupaten
Bima beriklim kering (ustic). Penggunaan lahan
umumnya tegalan, semak, rumput, belukar,
semak, dan hutan. (Blog TANI MUDA)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison
tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol
umumnya dijumpai pada sedimen yang belum
terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa
memperlihatkan horison diatas lapisan batuan
dasar. (Djauhari, Noor)
Jenis tanah grumosol sifat tanahnya mudah longsor
dan memiliki drainase buruk. (Kota Probolinggo)
Tanah
yang
sudah
menunjukkan
adanya
perkembangan profil, dengan susunan horison ABw-C pada lahan kering dengan drainase baik, atau
susunan horison A-Bg-C pada lahan basah dengan
drainase terhambat. Tanah terbentuk dari berbagai
macam bahan induk, yaitu tuf volkan masam, tuf
volkan intermedier (andesitik), tufa pasiran, dan
granodiorit serta skis. Tanah ini mempunyai
penyebaran paling luas, menempati grup landform
dataran volkan, perbukitan volkan, dan dataran
tektonik. Tanah dari bahan volkan intermedier
berwarna coklat kemerahan, tekstur lempung
berliat sampai liat, penampang dalam, dan struktur
cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh.
Reaksi tanah netral, kadar C dan N organik sangat
rendah sampai sedang, kadar P dan K potensial
sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar
didominasi oleh Ca dan Mg, KTK tanah rendah, KTK
liat rendah sampai tinggi, dan kejenuhan basa
tinggi. Pada landform dataran volkan sifat tanah
dipengaruhi
oleh
bahan
induknya.
Tanah
penampang cukup dalam, berwarna coklat
kekuningan sampai kemerahan, drainase baik,
tekstur halus sampai agak halus, konsistensi
gembur sampai teguh, dan reaksi tanah agak
masam sampai masam. Sebagian besar telah
diusahakan
untuk
lahan
pertanian,
seperti
persawahan, tegalan dan kebun campuran. Sisanya
masih berupa semak belukar dan hutan. (Blog TANI
MUDA)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan
profil, batuan induknya batuan beku atau batuan
sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30
cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan
batuan
induk
(outerop).
Tekstur
tanah
beranekaragam, dan pada umumnya berpasir,

Nilai

IV - 28

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

No.

7.
8.

Jenis
Tanah

Mediteran
Non Cal

Sifat
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan
batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah
litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya
di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring
sampai curam. (Suhendar, Soleh).
Sama dengan inceptisol/latosol

Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami


diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya
netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
9.
Regosol
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai.
Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda
dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk
pasir pantai. (Suhendar, Soleh).
Sumber : Hasil Analisa 2010

LAPORAN AKHIR

Nilai

5
2

IV - 29

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 4.11
Analisis SKL Untuk Drainase

No.
1

Peta
Kelerengan

Peta Morfologi

Peta
Ketinggian

Peta Curah
Hujan

Bergunung
Berbukit,
Bergelombang

> 40 %
15 40 %

2000 3000 m

Alluvial, Regosol

< 1000
mm/tahun

Berombak

8 15 %

1000 2000 m

Mediteran

1000 1500
mm/tahun

Landai

28%

500 1000 m

Datar

02%

0 500 m

>3000 m

Peta Jenis
Tanah
Andosol

Latosol

1500 3000
mm/tahun
> 3000
mm/tahun

Sumber : Hasil Analisa 2010

LAPORAN AKHIR

IV - 30

Peta
Penggunaan
Lahan
Eksisting
Permukiman
Tegalan, Tanah
kosong
Pertanian,
Perkebunan,
Pertanian tanah
kering semusim
Hutan
Semak belukar

SKL Drainase
Drainase
tinggi
Drainase
cukup
Drainase
kurang

Nila
i
5
4
3
2
1

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Peta 4.6 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Untuk Drainase

Analisis Satuan Kemampuan Lahan ( SKL ) Untuk Drainase


Drainase adalah Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng., drainase adalah mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk
mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara
optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas (
www.wikipedia.com ). Drainase tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Untuk daerah-daerah yang
mempunyai kemampuan drainase tinggi antara lain grogol, kelurahan giri, kboyolangu, Kemiren, Olehsari, Bakungan,
Rejosari, Paspan, Gumuk, Kenjo, Tamanburuh.
Drainase rendah berarti aliran air sulit dan mudah tergenang, untuk
daerah-daerah yang kemampuan drainase rendah antara lain daerah Tamansari dan Kluncing. Drainase cukup artinya
aliran air bagus tetapi juga berpotensi tergenang. Daerah-daerah yang yang mempunyai kemampuan lahan drainase
cukup antara lain Segobang, Kluncing dan Tamansari.

LAPORAN AKHIR

IV - 31

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

4.1.7 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi


Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerahdaerah yang mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat
ketahanan lahan terhadap erosi serta antispasi dampaknya pada daerah yang
lebih hilir. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi,
peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta tekstur
tanah, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan
keluaran peta SKL Terhadap Erosi dan penjelasannya. Sebelum melakukan
analisis SKL Terhadap Erosi, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari
data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.12). Hasil analisis
SKL Ketersediaan Air dapat dilihat dalam tabel 4.13 dan Peta 4.7.
Tabel 4.12
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis
SKL Terhadap Erosi

1.

Jenis
Tanah
Aluvial

2.

Andosol

3.

Gleisol

4.

Grumosol

5.

Latosol

6.

Litosol

7.

Mediteran

8.

Non Cal

9.

Regosol

No.

Sifat
Jenis-jenis tanah yang tidak peka terhadap erosi:
Aluvial
Gleisol
Jenis tanah yang agak peka erosi:
Latosol
Jenis tanah dengan kepekaan sedang:
Non Cal
Mediteran
Jenis tanah yang peka terhadap erosi:
Andosol
Grumosol
Jenis tanah yang sangat peka erosi:
Regosol
Litosol

Nilai
5
2
5
2
4
1
3
3

Sumber: Studi Sub DAS Citarik


Sumber : Hasil Analisa 2010

LAPORAN AKHIR

IV - 32

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 33

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 4.13
Analisis SKL Terhadap Erosi

No.

Peta
Morfologi

Peta
Kelerenga
n

Peta Jenis
Tanah

Bergunung

> 40 %

Regosol

Berbukit,
Bergelomba
ng

15 40 %

Andosol

Peta Tekstur
Tanah

Kasar (Pasir)

Berombak

8 15 %

Mediteran

Landai

28%

Latosol

5
Datar
02%
Sumber : Hasil Analisa 2010

Alluvial

Sedang
(lempung)

Halus (liat)

Peta
Curah
Hujan
> 3000
mm/tahun
1500
3000
mm/tahun

Peta
Penggunaan
Lahan
Eksisting
Semak
belukar

SKL Erosi

Nila
i

Erosi tinggi

Tegalan, Tanah
kosong

Erosi cukup
tinggi

1000
1500
mm/tahun

Pertanian,
Perkebunan,
Pertanian
tanah kering
semusim

Erosi sedang

< 1000
mm/tahun

Permukiman
Hutan

Erosi sangat
rendah
Tidak ada erosi

4
5

Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah
terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak
ada erosi berarti tidak ada pengelupasan lapisan tanah.

LAPORAN AKHIR

IV - 34

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Peta 4.7 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi

LAPORAN AKHIR

IV - 35

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

4.1.8 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah


Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui
mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi
penampungan akhir dan pengeolahan limbah, baik limbah padat maupun cair.
Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta
kemiringan, peta topografi, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah
hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL
Pembuangan Limbah dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL
Pembuangan Limbah, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data
yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.14). Hasil analisis SKL
Pembuangan Limbah dapat dilihat dalam tabel 4.15 dan Peta 4.8.
Tabel 4.14
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis
SKL Pembuangan Limbah
No.

Jenis
Tanah

1.

Aluvial

2.

Andosol

3.

Gleisol

4.

Grumosol

5.

Latosol

6.

Litosol

7.

Mediteran

8.

Non Cal

9.

Regosol

Sifat

Nilai

Dalam penilaian ini digunakan kepekaan terhadap


erosi dimana jenis tanah untuk lokais pembuangan
limbah harus tidak peka terhadap erosi.

Jenis-jenis tanah yang tidak peka terhadap erosi:


Aluvial
Gleisol
Jenis tanah yang agak peka erosi:
Latosol
Jenis tanah dengan kepekaan sedang:
Non Cal
Mediteran
Jenis tanah yang peka terhadap erosi:
Andosol
Grumosol
Jenis tanah yang sangat peka erosi:
Regosol
Litosol

2
4
1
3
3

Sumber: Citarik
Sumber : Hasil Analisa 2010

LAPORAN AKHIR

IV - 36

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 37

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 4.15
Analisis SKL Pembuangan Limbah
No
.

Peta
Morfologi

Bergunung

Berbukit,
Bergelomban
g

Peta
Kelerenga
n

Peta
Ketinggian

> 40 %

>3000 m

Peta
Jenis
Tanah

Peta
Curah
Hujan

Peta
Penggunaan
Lahan
Eksisting

Regosol

> 3000
mm/tahun

Hutan

15 40 %

2000 3000
m

Andosol

1500 3000
mm/tahun

Pertanian,
Perkebunan,
Pertanian tanah
kering semusim

Meditera
n

1000
1500
mm/tahun

Permukiman

< 1000
mm/tahun

Semak belukar

Berombak

8 15 %

1000 2000
m

Landai

28%

500 1000
m

Latosol

Datar

02%

0 500 m

Alluvial

Tegalan, tanah
kosong

SKL
Pembuangan
Limbah
Kemampuan
lahan untuk
pembuangan
limbah kurang
Kemampuan
lahan untuk
pembuangan
limbah sedang
Kemampuan
lahan untuk
pembuangan
limbah cukup

Nila
i
1
2

3
4
5

Sumber : Hasil Analisa 2010

SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau tidak sebagai lokasi
pembuangan. Analisa ini menggunakan peta hidrologi dan klimatologi. Kedua peta ini penting, tapi biasanya tidak ada
data rinci yang tersedia. SKL pembuangan limbah kurang berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung sebagai
tempat pembuangan limbah.

LAPORAN AKHIR

IV - 38

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 39

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Peta 4.8 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah

LAPORAN AKHIR

IV - 40

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

4.1.9 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam


Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi
geologi, untuk menghindari/mengurangi kerugian dari korban akibat bencana
tersebut. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta peta
morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta
tekstur tanah, peta curah hujan, peta bencana alam (rawan gunung berapi dan
kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan eksisting dengan
keluaran peta SKL Terhadap Bencana Alam dan penjelasannya. Analisis SKL
terhadap Bencana Alam juga mengikutsertakan analisis terhadap jenis tanah
yang sama dengan SKL Terhadap Erosi. Hasil analisis SKL Terhadap Bencana
Alam dapat dilihat dalam tabel 4.16 dan Peta 4.9.

LAPORAN AKHIR

IV - 41

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 42

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 4.16
Analisis SKL Terhadap Bencana Alam
No
.
1

Peta
Morfologi
Bergunung

Peta
Kelerenga
n

Peta
Ketinggian

> 40 %

>3000 m

Peta
Jenis
Tanah
Regosol

Peta
Penggunaa
n Lahan
Eksisting
Tegalan,
Tanah
kosong

Berbukit,
Bergelomban
g

15 40 %

2000 3000
m

Andosol

Semak
belukar

Berombak

8 15 %

1000 2000
m

Mediteran

Hutan

28%

500 1000
m

Landai

Datar
02%
0 500 m
Sumber : Hasil Analisa 2010

Latosol
Alluvial

Pertanian,
Perkebunan,
Pertanian
Tanah Kering
Semusim
Permukiman

Peta
Curah
Hujan
> 3000
mm/tahun
1500
3000
mm/tahun
1000
1500
mm/tahun
< 1000
mm/tahun

Zona I
(sangat
rawan)

Peta Rawan
Bencana
Gunung
Berapi
Zona I
(sangat
rawan)

Peta
Kerentanan
Gerakan
Tanah
Zona I
(sangat
rawan)

Zona II
(rawan)

Zona II
(rawan)

Zona II
(rawan)

Sedang
(lempung)

Zona III (agak


rawan)

Zona III
(agak rawan)

Zona III
(agak rawan)

Halus (liat)

Zona IV
(aman)

Zona IV
(aman)

Zona IV
(aman)

Peta
Tekstur
Tanah

Kasar
(Pasir)

Peta Rawan
Bencana
Tsunami

Zona V

SKL bencana alam merupakan overlay dari peta-peta bencana alam, meliputi:

Peta rawan bencana gunung berapi dan aliran lava

Peta rawan longsor (kerentanan gerakan tanah)

Jadi, morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi ada peta rawan bencana gunung api dan longsor. Sedangkan lereng
data yang dialiri sungai dinilai tinggi pada rawan bencana banjir. Penentuan kelas pada rawan bencana ini ada lima.
Kelas 1 artinya rawan bencana alam dan kelas 5 artinya tidak rawan bencana alam.

LAPORAN AKHIR

IV - 43

SKL B
Al

Potens
bencan
tinggi

Potens
bencan
cukup

Potens
bencan
kurang

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

IV - 44

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Peta 4.9 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam

LAPORAN AKHIR

IV - 45

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

4.1.10

Analisis Kemampuan Lahan

Analisis

ini

dilaksanakan

untuk

memperoleh

gambaran

tingkat

kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai acuan


bagi arahan-arahan kesesuaian lahan pada tahap analisis berikutnya. Datadata yang dibutuhkan meliputi peta-peta hasil analisis SKL. Keluaran dari
analisis ini meliputi:
a. Peta klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan kawasan
b. Kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan
c. Potensi dan kendala fisik pengembangan lahan
Langkah pelaksanaan:
1) Analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh gambaran
tingkat kemampuan pada masing-masing satuan kemampuan lahan.
2) Menentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing satuan
kemampuan lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai tertinggi dan 1
(satu) untuk nilai terendah.
3) Mengalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing satuan
kemampuan lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh pengaruh
satuan kemampuan lahan tersebut pada pengembangan perkotaan. Bobot
yang digunakan sesuai dengan tabel...
4) Melakukan superimpose semua satuan-satuan kemampuan lahan, dengan
cara menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh satuansatuan kemampuan lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai
yang menunjukkan nilai kemampuan lahan di wilayah perencanaan.
5) Menentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi kelas-kelas
kemampuan lahan, sehingga diperoleh zona-zona kemampuan lahan
dengan nilai ... - .... yang menunjukkan tingkatan kemampuan lahan di
wilayah

perencanaan

dan

digambarkan

dalam

satu

peta

klasifikasi

kemampuan lahan untuk perencanaan tata ruang.


Pembuatan peta nilai kemampuan lahan merupakan penjumlahan nilai
dikalikan bobot, yaitu:
1) Melakukan superimpose setiap satuan kemampuan lahan yang telah
diperoleh hasil pengalian nilai dengan bobotnya secara satu per satu,
sehingga kemudian diperoleh peta jumlah nilai dikalikan bobot seluruh
satuan secara kumulatif.
2) Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan dalam sistem grid,
kemudian

memasukkan

nilai

dikalikan

bobot

masing-masing

satuan

kemampuan lahan ke dalam grid tersebut. Penjumlahan nilai dikalikan


bobot secara keseluruhan adalah tetap dengan menggunakan grid, yakni

LAPORAN AKHIR

IV - 46

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

menjumlahkan hasil nilai dikalikan bobot seluruh satuan kemampuan lahan


pada setiap grid yang sama

LAPORAN AKHIR

IV - 47

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

SKL
Morfologi

Bobo
tx
Nilai

Bobot: 5
5
10
15
20
25

SKL
Kemudaha
n
Dikerjakan
Bobot: 1
1
2
3
4
5

SKL
Kestabilan
Lereng

SKL
Kestabilan
Pondasi

SKL
Ketersediaa
n Air

SKL Untuk
Drainase

SKL
Terhadap
Erosi

SKL
Pembuang
an Limbah

SKL
Bencana
Alam

Kemampua
n Lahan

Bobot: 5
5
10
15
20
25

Bobot: 3
3
6
9
12
15

Bobot: 5
5
10
15
20
25

Bobot: 5
5
10
15
20
25

Bobot: 3
3
6
9
12
15

Bobot: 0
0
0
0
0
0

Bobot: 5
5
10
15
20
25

Total Nilai
32
64
96
128
160

Dari total nilai dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum total nilai. Dari angka di atas,
nilai minimum yang mungkin diperoleh ada;ah 32 sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 160. Dengan
demikian, pengkelasan dari total nilai ini adalah:
1) Kelas a dengan nilai 32 58
2) Kelas b dengan nilai 59 83
3) Kelas c dengan nilai 84 109
4) Kelas d dengan nilai 110 134
5) Kelas e dengan nilai 135 160
Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-beda seperti pada tabel:
Total Nilai
32 58
59 83
84 109
110 134
135 160

LAPORAN AKHIR

Kelas Kemampuan Lahan


Kelas a
Kelas b
Kelas c
Kelas d
Kelas e

Kemampuan
Kemampuan
Kemampuan
Kemampuan
Kemampuan

Klasifikasi Pengembangan
pengembangan sangat rendah
pengembangan rendah
pengembangan sedang
pengembangan agak tinggi
pengembangan sangat tinggi

IV - 48

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA
TIMUR

1) Penentuan klasifikasi kemampuan lahan tidak mutlak berdasarkan selang


nilai, tetapi memperhatikan juga nilai terendah = 1 dari beberapa satuan
kemampuan lahan, yang merupakan nilai penentu apakah selang nilai
tersebut berlaku atai tidak. Dengan demikian apabila ada daerah atau zona
tertentu yang mempunyai selang nilai cukup tinggi, tetapi karena
mempunyai

nilai

terendah

dan

menentukan

mungkin

saja

kelas

kemampuan lahannya tidak sama dengan daerah lain yang memiliki nilai
kemampuan lahan yang sama.
2) Klasifikasi kemampuan lahan yang dihasilkan hanya berdasarkan kondisi
fisik apa adanya belum mempertimbangkan hal-hal yang bersifat non fisik.
4.2
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN
4.2.1 Arahan Tata Ruang Pertanian
Arahan ini bertujuan untuk mendapatkan arahan pengembangan
pertanian sesuai dengan kesesuaian lahannya. Dalam delineasi arahan tata
ruang pertanian, digunakan landasan sebagai berikut:
Kemampuan Lahan
Klasifikasi
Kelas
Pengembangan
Kemampuan
Kelas a
pengembangan sangat
rendah
Kemampuan
Kelas b
pengembangan rendah
Kemampuan
Kelas c
pengembangan sedang
Kemampuan
Kelas d
pengembangan agak
tinggi
Kemampuan
Kelas e
pengembangan sangat
tinggi

Arahan Tata Ruang Pertanian


Klasifikasi
Nilai
Lindung

Kawasan Penyangga

Tanaman Tahunan

Tanaman Setahun

Tanaman Setahun

4.2.2 Arahan Rasio Penutupan


Arahan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perbandingan daerah
yang bisa tertutup oleh bangunan bersifat kedap air dengan luas lahan
keseluruhan beserta kendala fisik pada tiap tingkatan. Peta-peta masukan
yang dibutuhkan meliputi peta klasifikasi kemampuan lahan, SKL untuk
drainase, SKL kestabilan lereng, SKLterhadap erosi dan SKL terhadap bencana
alam. Dalam delineasi arahan rasio penutupan lahan, digunakan landasan
sebagai berikut:

LAPORAN ANTARA

IV - 49

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA
TIMUR

Arahan Rasio Penutupan


Kelas Kemampuan Lahan
Klasifikasi
Kelas a
Non Bangunan
Rasio Tutupan Lahan maks
Kelas b
10%
Rasio Tutupan Lahan maks
Kelas c
20%
Rasio Tutupan Lahan maks
Kelas d
30%
Rasio Tutupan Lahan maks
Kelas e
50%

Nilai
1
2
3
4
5

4.2.3 Arahan Pemanfaatan Air Baku


4.2.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan
4.2.5 Rekomendasi Kesesuaian Lahan

LAPORAN ANTARA

IV - 50

PENYUSUNAN ASPEK SUMBER DAYA AIR DAN TANAH DALAM RTRW PROVINSI JAWA
TIMUR

LAPORAN ANTARA

IV - 51

Você também pode gostar