Você está na página 1de 7

Bagaimana manajemen ibu dan bayi pada KPD?

Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini9-11

Pastikan diagnosis

Tentukan umur kehamilan

Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin

Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin

Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadangkadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.
Diagnosis Ketuban Pecah Dini prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban
keluar dari cavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekita 4,5; bila ada
cairan ketuban keluar pHnya sekitar 7,1 7,3. Antiseptik yang alkalin akan menaikan pH
vagina.
Dengan pemeriksaan ultrasound adanya Ketuban Pecah Dini dapat dikonfirmasikan
dengan adanya oligohidramnion. Bila air ketuban normal agaknya ketuban pecah dapat
diragukan serviks.
Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah sakit untuk
diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat
pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis,
gawat janin, persalinan diterminasi. Bila Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur,
diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien
Ketuban Pecah Dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin,
penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan.

Diagnosis
Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina. Jika tidak
ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien
batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus
(Nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan
pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu
ibu lebih dari 38 C serta air keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/ 3. Janin yang
mengalmi takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda
persalinan dan skoring pelvik. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam
dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan).
Penanganan
Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan <
32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak
keluar lagi. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah
inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi
sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksim nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin
tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason
I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat

pula diberikan misoprostol 25 g 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila


ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri

Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

Sarwono. Ilmu Kebidanan Bab 1 Fisiologi.2013.Palembang: FK Unsri


Yao, A.C. et al. 1971. Expiratory Grunting in the Late Clamped Normal Neonate.
pediatrics.aappublications.org: American Academy of Pediatric

Apa makna klinis peningkatan nilai APGAR?


Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai
keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran (Prawirohardjo : 2002). Penilaian ini
perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah
frekuensi jantung (Heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle
tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu
dengan memasukkam kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan
(Prawirohardjo : 2002). Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dari hasil penilaian
tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar 7-10),
asfiksia ringan (nilai apgar 4-6), asfiksia berat (nilai apgar 0-3) (Prawirohardjo :
2002).

Apgar skor 1 menit pertama 5


Interpretasi : menunjukkan bayi mengalami depresi sedang dan membutuhkan
tindakan resusitasi. Bayi segera memerlukan penghisapan lendir di jalan napas
dan

pemberian

oksigen.

Skor

Apgar

menit

digunakan

untuk

mengidentifikasi perlu tidaknya resusitasi segera. Sebagian besar bayi saat


lahir berada dalam kondisi sempurna, seperti ditunjukkan oleh skor apgar 710, dan mereka tidak memerlukan bantuan kecuali mungkin pengisapan
nasofaring. Bayi dengan skor 4-6 pada 1 menit memperlihatkan depresi

pernapasan,

falksiditas,

dan

warna pucat hingga biru. Namun, denyut

jantung dan iritabilitas refleks baik.

Apgar skor 5 menit 9

Interpretasi : normal. Skor Apgar 5 menit, dan terutama perubahan skor antara 1 dan
5 menit merupakan indeks yang bermanfaat untuk menilai efektivitas upaya
resusitasi.

Berat badan lahir bayi ini, berdasarkan kuva Lubchenco, untuk bayi lakilaki, termasuk berat badan lahir normal.

Apa makna klinis dari bayi susah bernapas dan merintih setelah dua jam? (setelah
disuction dan menangis)
Bayi grunting pada kasus ini menunjukkan bahwa bayi dalam kondisi komplikasi
akibat KPD yang tidak ditatalaksana dengan baik yaitu early onset neonatal sepsis karena
manifestasi klinis muncul <72 jam pasca natal yang menunjukkan terjadi infeksi di jalan
lahir atau in utero. Disimpulkan bahwa infeksi ini kemungkinan besar terjadi bukan
karena riwayat penyakit ibu terinfeksi sebelumnya karena bila infeksi terjadi akibat
infeksi sebelumnya kemungkinannya adalah : 1. Bayi akan lahir preterm, 2. Pada kasus
ini dijelaskan ada KPD 4 hari sebelumnya yang menjadi faktor risiko kuat menyebabkan
korioamnionitis, 3. Ada bau pada amnion.
Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang
berasal dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan
vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat korionitis, maka
infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis
menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus
respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi disana. Bila
cairan amnion yang terinfeksi ini masuk ke paru bayi maka besar kemungkinan bayi
mengalami Respiratory distress ( Pneumonia). grunting merupakan manifestasi klinis RD
(pneumonia).

Bakteri yang masuk ke dalam alveoli akan menyebabkan kerusakan epitel


(epithelial injury) kebocoran cairan protein ke dalam alveoli dan interstitium,
menyebabkan kekurangan surfaktan atau disfungsi. Data dari penelitian di Jerman (9)
menunjukkan bahwa insufisiensi pernapasan pada pneumonia kemungkinan besar
disebabkan oleh penghambatan tegangan permukaan-menurunkan sifat surfaktan bukan
oleh defisiensi surfaktan. Faktor predisposisi penting dalam evolusi pneumonia adalah
ketidakdewasaan, berat badan lahir rendah, ketuban pecah dini brane membran,
korioamnionitis dan faktor yang terkait dengan perawatan intensif neonatal
berkepanjangan. Hal ini akan menimbulkan kompensasi bayi untuk melebarkan alveoli
dengan cara meutup glottis sembari ekspirasi sehingga akan timbul sebagai grunting.

Bagaimana patofisiologi kasus?


Bronchopneumonia
Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah:
a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta

mengikuti sistem peredaran darah janin

(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut


juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):
Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic
plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paruparu.
Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan,
persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang
sering.
c. Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan
penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:

Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor predisposisi
antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat, prosedur invasif
banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme
patogen yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan
Streptococcus Pneumoniae).
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi
sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan
gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi
benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia
melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat
sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul
panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan
keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang
menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga
menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat
(konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi
dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi
menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.
Sepsis Neonatorum
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk ke

dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat
menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza,
parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya
kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan,
kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de
entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes
genetalia, candida albicans, gonorrhea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat
infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap
lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat
atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus. (Surasmi, 2003)

Você também pode gostar