Você está na página 1de 15

Pengkajian Pre operatif Benigne Prostat Hyperplasia

Riwayat Keperawatan
-

Suspect BPH umur > 60 tahun

Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.

Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran,


melemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika
frekuensi dan noctoria tak disertai gejala pembatasan aliran non
Obstruktive seperti infeksi.

BPH hematuri

Pemahaman klien tentang kejadian


-

Ahli bedah bertanggung jawab, untuk menjelaskan sifat operasi, semua


pilihan alternatif, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi
yang dapat terjadi. Ahli bedah mendapatkan dua consent (ijin) satu untuk
prosedur bedah dan satu untuk anestesi. Perawat bertanggung jawab untuk
menentukan pemahaman klien tentang informasi, lalu memberitahu ahli
bedah apakah diperlukan informasi lebih banyak (informed consent).

Kondisi akut dan kronis :


-

Untuk mengkompensasi pengaruh trauma bedah dan anestesi, tubuh


manusia membutuhkan fungsi pernafasan, sirkulasi, jantung, ginjal, hepar
dan hematopoetik yang optimal. Setiap kondisi yang mengganggu fungsi
sistem ini (misalnya: DM, gagal jantung kongestif, PPOM. Anemia,
sirosuis, gagal ginjal) dapat mempengaruhi pemulihan. Disamping itu
faktor lain, misalnya usia lanjut, kegemukan dan penyalahgunaan obat /
alkohol membuat klien lebih rentan terhadap komplikasi.

Pengalaman bedah sebelumnya


-

Perawat mengajukan pertanyaan spesifik pada klien tentang pengalaman


pembedahan masa lalu. Informasi yang didapatkandigunakan untuk
meningkatkan kenyamanan (fisik dan psikologis) untuk mencegah
komplikasi serius.

Status Nutrisi
-

Status nutrisi klien praoperatif secara langsung mempengaruhi responnya


pada trauma pembedahan dan anestesi. Setelah terjadi luka besar, baik
karena trauma atau bedah, tubuh harus membentuk dan memperbaiki
jaringan serta melindungi diri dari infeksi. Untuk membantu proses ini,

klien harus meningkatkan masukan protein dan karbohidrat dengan cukup


untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif, hipoalbuminemia, dan
penurunan berat badan. Status nutrisi merupakan akibat masukan tidak
adekuat, mempengaruhi metabolik atau meningkatkan kebutuhan
metabolik.
Status cairan dan elektrolit
-

Klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektolit cenderung


mengalami shock, hipotensi, hipoksia, dan disritmia, baik pada
intraoperatif dan pascaoperatif. Fluktuasi valume cairan merupakan akibat
dari penurunan masukan cairan atau kehilangan cairan abnormal.

Status emosi.
-

Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan


yang direncanakan tergantung pada pengalaman masa lalu, strategi
koping, signifikan pembedahan dan sistem pendukung.

Kebanyakan klien dengan pembedahan mengalami ancietas dan ketakutan


yang disebabkan penatalaksanaan tindakan operasi, nyeri, dan
immobilitas.

1.

Pemeriksaan Fisik

Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,


echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.

Distensi kandung kemih

Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik retensi urine

Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien
ingin buang air kecil retensi urine

Perkusi : Redup residual urine

Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya


stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.

Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) posisi knee chest


Syarat

buli-buli kosong/dikosongkan

Tujuan

Menentukan konsistensi prostat


Menentukan besar prostat.

2.

Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk

a.

Menentukan volume Benign Prostatic Hyperplasia

b.

Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine

c.

Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benign


Prostatic Hyperplasia atau tidak

Beberapa Pemeriksaan Radiologi


a.

Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine


post miksi, dipertikel buli.
Indikasi

: disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis

Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter


b.

BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal

c.

Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya


refluk vesiko ureter/striktur uretra.

d.

USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinak/ganas

3.

Pemeriksaan Endoskopi.

4.

Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher bulibuli
Q max

: > 15 ml/detik non obstruksi


10 - 15 ml/detik border line
< 10 ml/detik obstruktif

5.

Pemeriksaan Laborat

Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K,
Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah
Merah atau PUS.

RFT evaluasi fungsi renal

Serum Acid Phosphatase Prostat Malignancy.


Trauma bedah yang direncanakan, menimbulkan rentang respon fisiologis dan

psikologis pada klien, tergantung pada individu dan pengalaman masa lalu yang
unik, pola koping, kekuatan dan keterbatasan. Kebanyakan klien dan keluarganya
memandang setiap tindakan bedah merupakan peristiwa besar dan mereka
bereaksi dengan takut dan ansietas pada tingkat tertentu.
Pengertian Keperawatan Pre operatif
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
tanggung jawab keperawatan yang berhubungan dengan fase-fase preoperatif,
intraoperatif, pemulihan pascaanestesi dan pascabedah.
Sepanjang periode perioperatif, perawat menerapkan proses keperawatan untuk
mengidentifikasi fungsi positip, perubahan fungsi, dan potensial perubahan
fungsi pada klien. Adapun tanggung jawab keperawatan untuk masing-masing
fase berfokus pada masalah kesehatan spesifik aktual atau resiko.
Fokus Asuhan Keperawatan Pada periode Pre operatif
1.

2.

3.

Fase Preoperatif
a.

Pengkajian Preoperatif

b.

Penyuluhan Preoperatif

c.

Persiapan untuk pindah ke ruang operasi

d.

Dukungan orang terdekat

Fase Intraoperatif
a.

Keamanan lingkungan

b.

Kontrol Asepsis

c.

Pemantauan fisiologis

d.

Dukungan psikologis (prainduksi)

e.

Pemindahan ke ruang pemulihan pascaanestesi

Fase Pemulihan Pascaanestesi


a.

Pemantauan fisiologis (jantung, pernafasan, sirkulasi, ginjal dan


neurologis)

4.

b.

Dukungan psikologis

c.

Keamanan lingkungan

d.

Tindakan kenyamanan

e.

Stabilitas untuk pindah ke unit atau bangsal

Fase Pascaoperatif
a.

Pemantauan fisiologis

b.

Dukungan psikologis Tindakan kenyamanan

c.

Dukungan orang terdekat

d.

Keseimbangan fisiologis (nutrisi, cairan dan eliminasi)

e.

Mobilisasi

f.

Penyembuhan luka

g.

Penyuluhan pulang.

Diagnosa Keperawatan Pre Operasi


1.

Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi (retensio urine) baik akut maupun


kronis berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostat/dekompresi otot
detrussor ditandai dengan urine menetes, sering buang air kecil, buang air kecil
sedikit-sedikit tidak bisa mengosongkan kandung kencing secara total, distensi
kandung kencing.

2.

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iritasi mukosa/distensi


kandung kencing/kolik renal/infeksi saluran kencing ditandai dengan keluhan
nyeri spasme kandung kemih, perubahan tonus otot, merintih kesakitan.

3.

Cemas berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status


kesehatan serta penurunan kemampuan sexual ditandai dengan peningkatan tensi,
ungkapan rasa takut

4.

Dysfungsi sexual berhubungan dengan obstrusi perkemihan.

5.

Kurang pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan


dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi
/terbatasnya informasi/informasi yang keliru ditandai dengan pasien sering
bertanya, perintah yang tidak dituruti dan perkembangan infeksi tidak dapat
dicegah.

6.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering miksi pada malam hari

7.

Resiko injury dan resiko infeksi berhubungan dengan obstruksi perkemihan

8.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan Dower Cateter


yang lama

Diagnosa Keperawatan Post Operasi


1.

Terjadinya perdarahan berhubungan dengan tindakan bedah (reseksi).

2.

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya kontinuitas


jaringan akibat reseksi

3.

Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya yang masih dapat kambuh lagi.

4.

Resiko terjadinya retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kateter


oleh bekuan darah/klot.

5.

Resiko terjadinya kelebihan cairan dalam tubuh (Syndroma TUR) berhubungan


dengan adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan.

Perencanaan/Penatalaksanaan
Tujuan: klien tidak akan mengalami berbagai komplikasi dari pengobatan retensi
Urine.
Intervensi:
A

Non Pembedahan
1.

Memperkecil gejala obstruksi hal-hal yang menyebabkan pelepasan


cairan prostat.

1) Prostatic massage
2) Frekuensi coitus meningkat
3) Masturbasi
2.

Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan


diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor
menurun.

3.

Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti


histamin, decongestan.

4.

Observasi Watchfull Waiting


Yaitu pengawasan berkala/follow up tiap 3 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
Indikasi

: BPH dengan IPPS Ringan


Baseline data normal
Flowmetri non obstruksi

5.

Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia


Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan
ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan,
tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum well motivated. Obat yang
digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan
Golongan Alfa Bloker.
a.

Fito Terapi
a)

Hypoxis rosperi (rumput)

b) Serenoa repens (palem)


c)
b.

Curcubita pepo (waluh )

Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :


a)

Inhibitor 5 alfa reduktase

b) Anti androgen

c)
c.

Analog LHRH

Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretraprostatika : Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin

6.

Bila terjadi retensi urine


a.

Kateterisasi Intermiten
Indwelling

7.
B.

b.

Dilakukan pungsi blass

c.

Dilakukan cystostomy.

Prostetron (Trans Uretral Microwave Thermoterapy/TUMT)

Pembedahan
1.

Trans Uretral Reseksi Prostat

: 90

- 95 %

2.

Open Prostatectomy

: 5

- 10 %

BPH yang besar (50 - 100 gram) Tidak habis direseksi dalam 1 jam.
Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan BPH
0 - 1 % KAUSA : Infark Miokatd
Septikemia dengan Syok
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
Retensi urine akut
Retensi urine kronis
Residual urine lebih dari 100 ml
BPH dengan penyulit
Hydroneprosis
Terbentuknya Batu Buli
Infeksi Saluran Kencing Berulang
Hematuri berat/berulang
Hernia/hemoroid
Menurunnya Kualitas Hidup
Retensio Urine
Gangguan Fungsi Ginjal
Terapi medikamentosa tak berhasil

Sindroma prostatisme yang progresif


Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
Flow. Max kurang dari 10 ml
Kurve berbentuk datar
Waktu miksi memanjang
Kontra Indikasi

IMA

CVA akut

Tujuan :

Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli

Memperbaiki kualitas hidup.

1) Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 %


Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :

Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan

Tak perlu insisi pembedahan

Hospitalisasi dan penyebuhan pendek

Kerugian :

Jaringan prostat dapat tumbuh kembali

Kemungkinan trauma urethra strictura urethra.

2) Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy


Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih.
3) Perianal Prostatectomy
Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif
Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat
4) Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy

PERIODE PRE OPERATIF CARE


Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan
memberikan informasi yang akurat pada klien

Type pembedahan

Jenis anesthesi TUR P, general / spina anesthesi

Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).

Persiapan orerasi lainnya yaitu :

Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.

Pemeriksaan Uroflowmetri Bagi penderita yang tidak memakai kateter.

Pemasangan infus dan puasa

Pencukuran rambut pubis dan lavemen.

Pemberian Anti Biotik

Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).

PERIODE INTRA OPERATIF CARE


Pengelolaan Keamanan:
a.

Jaminan penghitungan kasa, jarum, instrumen dan alat lain, cocok untuk
pemakaian.

b.

Mengatur posisi pasien


-

Posisi fungsional

Membuka daerah untuk operasi

Mempertahankan posisi selama prosedur.

c.

Memasang alat grounding

d.

Menyiapkan bantuan fisik

Pemantauan fisiologis
a.

Mengkalkulasi pengaruh terhadap pasien akibat kekurangan cairan

b.

Membandingkan data normal dan abnormal dari cardiopulmonal.

c.

Melaporkan perubahan-perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah


dan RR.)

Pemantauan psikologi sebelum induksi dan bila pasien sadar


a.

Menyiapkan bantuan emosional

b.

Melanjutkan observasi status emosional

c.

Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada anggota tim.

Manajemen Keperawatan
a.

Menyelamatkan keselamatan fisik pasien.

b.

Mempertahankan aseptis pada lingkungan yang terkendali

c.

Mengelola dengan efektif sumber daya manusia.

Anggota Tim Fase intraoperatif


a. Tim bedah utama steril
-

Ahli bedah utama

Asisten ahli bedah

Perawat instrumentator.

b. Tim anestesi:
-

Ahli anestesi atau pelaksana anestesi

Circulating nurse

Lain-lain (tehnisi, ahli aptologi dll.).

Tugas perawat instrumentator


a.

Persiapan pengadaan bahan-bahan dan alat steril yang diperlukan untuk operasi.

b.

Membantu ahli bedah dan asisten bedah waktu melakukan prosedur

c.

Pendidikan bagi staf baru yang berkualifikasi bedah

d.

Membantu jumlah kebutuhan jarum, pisau bedah, kasa atau instrumen yang
diperlukan untuk prosedur, menurut jumlah yang biasa digunakan. Untuk
pelaksanaan kegiatan yang efektif perawat instrumen harus memiliki
pengetahuan tehnik aseptik yang baik, ketrampilan tangan dan ketangkasan,
stamina fisik, tahan terhadap berbagai desakan, sangat menghayati kecermatan
dan memperhitungkan prilaku yang menuntaskan asuhan pasien yang optimal.

Tugas Perawat Circulating


Perawat keliling memegang peranan dalam keseluruhan pengelolaan ruang operasi,
perawat ini dipercaya untuk koordinasi semua aktivitas di dalam ruangan dan harus
mengelola asuhan keperawatan yang diperluikan pasien.

PERIODE PEMULIHAN PASCA ANESTESI


Trauma bedah dan anestesi mengganggu semua fungsi utama sistem tubuh, tetapi
kebanyakan klien mempunyai kemampuan kompensasi untuk memulihkan
homeostasis. Namun klien tertentu berisiko lebih tinggi untuk mengalami kompensasi
tak efektif terhadap efek merugikan dari pembedahan dan anestesi pada jantung,
sirkulasi, pernafasan dan fungsi lain.

Secara Umum Diagnosa Keperawatan yang muncul pada fase /periode pemulihan
pasca anrestesi adalah :
a.

Resiko terhadap aspirasi yang berhubungan dengan samnolen dan peningkatan


sekresi sekunder terhadap intubasi.

b.

Ansietas yang berhubungan dengan nyeri sekunder terhadap trauma pada


jaringan dan syaraf.

c.

Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan samnolen sekunder terhadap


anestesia

d.

Resiko terhadap hipotermia yang berhubungan dengan pemaparan pada suhu


ruang operasi yang dingin.

Kriteria umum syarat pasien dipindahkan dari ruang pemulihan pasca anestesi ke unit
perawatan adalah sbb. :
a.

Kemampuan memutar kepala

b.

Ekstubasi dengan jalan nafas bersih.

c.

Sadar, mudah terbangun.

d.

Tanda-tanda vital stabil

e.

Balutan kering dan utuh

f.

Haluaran urine sedikitnya 30 ml/jam.

g.

Drain, selang , jalur intravena paten dan berfungsi.

h.

Persetujuan ahli anestesi untuk pindah ke ruangan.

PERIODE POST OPERATIF CARE


Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring
terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :
1.

Airway

: Bebaskan jalan fafas


Posisi kepala ekstensi

Breathing: Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan


Observasi pernafasan
Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan
produksi urine pada fase awal (6jam) paska operasi harus dimonitor
setiap jam dan harus dicatat.
Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali
Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat
harus waspada terjadinya perdarahan segera cek Hb dan lapor
dokter.
Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium
menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma
TUR segera lapor dokter.
Bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya

apakah kateter buntu oleh bekuan darah terjadi retensi urine


dalam buli-buli lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan
tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila urine
sudah jernih tetesan spoling hanya maintennens/dilepas dan bila
produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine jernih.
Bila perlu Analisa Gas Darah
Apakah terjadi kepucatan, kebiruan.
Cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.
2.

Pemberian Anti Biotika


Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi
steril. Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 4 jam sebelum
operasi.
Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari
hasil kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan
parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan
antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.

3.

Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3
lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut gunanya :
1.

untuk mengisibalon, antara 30 40 ml cairan

2.

untuk melakukan irigasi/spoling

3.

untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).

Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan
merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 5 kg.
Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan
ke paha bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada
uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan
dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat
pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher bulibuli karena mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spoling/irigasi :
1.

Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.

2.

Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter

3.

Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ

Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling
dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan
urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus
diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus
diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1.

Terbentuknya bekuan darah

2.

Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat


obstruksi.

A. TUR P
Setelah TUR P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30
40 ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis
Intruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder
kontraksi nyeri spasme
CBI (Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin mencegah obstruksi
atau komplikasi lain CBI P. Folley cateter diangkat 2 3 hari berikutnya
Ketika kateter diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran
normal
Post TUR P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris meningkat
intake cairan minimal 3000 ml/hari membantu menurunkan disuria dan
menjaga urine tetap jernih.
B. OPEN PROSTATECTOMY
Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme
atau pergerakan
Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
Arterial bleeding urine kemerahan (saos) + clotting
Venous bleeding urine seperti anggur traction kateter
Vetropubic prostatectomy
Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep wound
infection, pelvic abcess
Suprapubic prostatectomy
Perlu Continuous Bladder Irigation via suprapubic klien diinstruksikan
tetap tidur sampai Continuous Bladder Irigation dihentikan
Kateter uretra diangkat hari 3 4 post op
Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh

miksi dan dicek residual urine, jika residual urine 75 ml, kateter diangkat
EVALUASI
Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan obstruksi
urinari adalah :
1.

Mengatasi obstruksi urine tanpa infeksi atau komplikasi yang permanen

2.

Tidak mengalami tekanan atau nyeri berkepanjangan

3.

Mengungkapkan penurunan atau tak adanya kecemasan tentang retensio urine.

4.

Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali sebagaimana sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.
Djanalaeoni H. (1977). Aseptik dan Antiseptik. Volume 6. Ropanasuri.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Hardjowijoto S. Pemeriksaan Sistoskopi. Seksi/Program Studi Urologi Unair.
Hardjowijoto S. (1999) .Benigna Prostatic Hyperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Puruhito. (1989). Tata Kerja Kamar Operasi. Surabaya.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Soesanto Wibowo, Puruhito, Setiono Basuki. Pedoman Teknik Operasi.
Sumartono, M., Gardjito, W., Hardjowijoto, S. (1983). Reseksi Transuretral Pada Hyperplasia
Benigna dari Kelenjar Prostat. Bagian ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga.

Você também pode gostar