Você está na página 1de 23

BAB I

PENDAHULUAN
Penyebab utama kematian maternal adalah disebabkan oleh 3 hal yang utama yaitu
perdarahan, preeklamsi atau eklamsia dan infeksi Pada masa sekarang ini, dengan
berkembangnya kemajuan teknologi serta bertambahnya jumlah tenaga medis maka jumlah kasus
diatas sudah mulai menurun, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap menjadi faktor
utama.
Perdarahan sebenarnya dapat terjadi bukan saja selama kehamilan, tetapi dapat juga
terjadi pada masa sebelum persalinan, sesudah persalinan ataupun pada masa nifas.
Penatalaksanaan dan prognosis kasus perdarahan selama kehamilan tergantung pada umur
kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan dari janin dan sebab dari perdarahan. Setiap
perdarahan dalam kehamilan harus dianggap sebagai keadaan akut, berbahaya dan serius
dengan resiko tinggi karena dapat menyebabkan kematian ibu dan janin. Sekitar 20% wanita hamil
mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan hampir separuhnya mengalami abortus. Setiap
perdarahan pada awal kehamilan dapat dianggap mengancam kehamilan. Maka dari itu setiap
perdarahan pervaginam pada wanita hamil wajib mendapatkan perhatian yang serius.
Di Indonesia dinyatakan setiap tahunnya terjadi 2 juta kasus abortus. Ini artinya terdapat
43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup ( berdasarkan Crude Birth Rate sebesar 23 per 1000
kelahiran hidup ) (Utomo,2001) Hal ini menunjukan masih rendahnya pelayanan persalinan di
negara kita .Perdarahan selama kehamilan seharusnya dapat dicegah dengan pemberian
pelayanan ante natal yang baik. Masih rendahnya pengetahuan kaum ibu mengenai pentingnya
pelayanan ante natal, mengakibatkan adanya hambatan dalam deteksi dini penyulit dalam
kehamilan. Pada negara miskin dan berkembang, focus pelayanan ante natal ternyata terkendala
dengan budaya bersalin di rumah dan hanya sebagian kecil masyarakat yang memanfaatkan
pelayanan institusi atau fasilitas kesehatan. Pelayanan intrapartum yang baik akan berdampak
pada penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ABORTUS
A. DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Istilah abortus dipakai untuk
menunjukan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.
Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable
(yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau usia kehamilan 20 minggu.
B. FREKUENSI
Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak dan tidak dilaporkan
kecuali apabila terjadi komplikasi; juga karena sebagian abortus spontan hanya disertai gejala
dan tanda ringan, sehingga pertolongan medic tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap
sebagai haid terlambat. Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%.
C. ETIOLOGI
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
1. Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah:

Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X

Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna

Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.

2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
3. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis
4. Kelainan traktus genitalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester
kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus

D. PATOGENESIS
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi koliaris belum menembus desidua secara
dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu,
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu
daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong
amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (blighted ovum) janin lahir mati, janin masih
hidup, mola kruenta, fetus kompressus, maserasi atau fetus papiraseus
E. MANIFESTASI KLINIK

Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.

Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan
normal atau meningkat.

Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi

Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus

Pemeriksaan ginekologi :
o Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva
o Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dario ostium.
o Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri

saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi, tidak
menonjol dan tidak nyeri.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 3 minggu setelah abortus

Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup

Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

G. KOMPLIKASI

Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi

Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah.

H. JENIS-JENIS ABORTUS
1. Abortus Iminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertai kontraksi, serviks masih tertutup
Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan bahkan sampai kehamilan aterm dan
lahir normal. Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus
spontan. Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat gerakan
denyut jantung janin dan gerakan janin. Jika sarana terbatas, pada usia di atas 12-16
minggu denyut jantung janin dicoba didengarkan dengan alat Doppler atau Laennec.
Keadaan janin sebaiknya segera ditentukan, karena mempengaruhi rencana
penatalaksanaan / tindakan.

Penatalaksanaan
o Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
o Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan
tiap empat jam bila pasien panas
o Tes kehamilan dapat dilakukan. bila hasil negatif mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
o Berikan obat penenang, biasanya fenobarbiotal 3 x 30 mg, Berikan preparat
hematinik misalnya sulfas ferosus 600 1.000 mg
o Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C
o Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptik untuk mencegah
infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
2.Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih berada di dalam uterus.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin sering,
serviks terbuka.
Penatalaksanaan :
o Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin
o Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus,
disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg
intramuskular.

o Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam


deksrtose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi
uterus sampai terjadi abortus komplit.
o Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
3.Abortus Inkomplit
Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan
keluar.
Penatalaksanaan :
o Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah
o Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuscular
o Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
o Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
4.Abortus Komplit
Abortus komplitus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi sebelum
usia kehamilan 20 minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada keluar
jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis komplit ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.

Penatalaksanaan :
o Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 5 hari
o Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi darah
o Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
o Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
5.Missed Abortus
Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih dari 8
minggu atau lebih Biasanya didahului tanda dan gejala abortus imminens yang kemudian
menghilang spontan atau menghilang setelah pengobatan.
Diagnosis :
Dahulu diagnosis tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan, melainkan memerlukan
waktu pengamatan untuk memeriksa tanda-tanda tidak tumbuhnya atau malahan mengecilnya
uterus. Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminenyang kemudian
menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang,
mamma agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malahan mengecil, teskehamilan
menjadi negative. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan
besarnya sesuai usia kehamilan. Perlu diketahui bahwa missed abortion kadang-kadang
disertai gangguan pembekuan darah karena hipofibrinigenemia, sehingga pemeriksaan kea
rah ini perlu dilakukan.
Penatalaksaan :
o Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam
ovum lalu dengan kuret tajam
o Bila kadar finrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum
atau ketika mengeluarkan konsepsi
o Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dalatator

Hegar kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret
tajam.
o Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3 x 5 mg lalu infus
oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit dan
naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100
IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat
satu hari.
o Bila fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan
menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
6.Abortus Septik
Sepsis akibat tindakan abortus yang terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun atau
awam). Bahaya terbesar adalah kematian ibu.Abortus septik harus dirujuk kerumah sakit
Penanggulangan infeksi :
a. Obat pilihn pertama : penisilin prokain 800.000 IU intramuskular tiap 12 jam
ditambah kloramfenikol 1 gr peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam
b. Obat pilihan kedua : ampisilin 1 g peroral selanjutnya 500 g tiap 4 jam ditambah
metronidazol 5000 mg tiap 6 jam
c. Obat pilihan lainnya : ampisilin dan kloramfenikol, penisilin, dan metronidazol,
ampisilin dan gentamisin, penisilin dan gentamisin.
Penatalaksanaan :
o Tingkatkan asupan cairan
o Bila perdarahan banyak , lakukan transfusi darah
o Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotik atau lebih cepat lagi
bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.

7.Abortus terapeutik
Dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu, atas pertimbangan atau indikasi
kesehatan wanita di mana bila kehamilan itu dilanjutkan akan membahayakan dirinya,
misalnya pada wanita dengan penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal, korban
perkosaan (masalah psikis). Dapat juga atas pertimbangan atau indikasi kelainan janin
yang berat.
Pada pasien yang menolak dirujuk beri pengobatan sama dengan yang diberikan pada
pasien yang hendak dirujuk, selama 10 hari :
Di rumah sakit :
o Rawat pasien di ruangan khusus untuk kasus infeksi
o Berikan antibiotik intravena, penisilin 10-20 juta IU dan streptomisin 2 g
o Infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan
o Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah , denyut nadi dan suhu badan
o Oksigenasi bila diperlukan, kecepatan 6 8 liter per menit
o Pasang kateter Folley untuk memantau produksi urin
o Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, hematokrit, golongan darah serta
reaksi silang, analisa gas darah, kultur darah, dan tes resistensi.
o Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan pengangkatan
sumber infeksi
o Abortus septik dapat mengalami komplikasi menjadi syok septik yang tandatandanya ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardi, ikterus, kesadaran
menurun, tekanan darah menurun dan sesak nafas
8. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.

Diagnosis :
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukasn dengan anamnesa. Khususnya
diagnosis abortus habitualis karena inkompetensia menunjukan gambaran klinik yang
khas, yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai rasa
mules, ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah. Kemudian timbul mules yang
selanjutnya diikuti dengan pengeluaran janin yang biasanya masih hidup dan normal.
Apabila penderita datang dalam triwulan pertama, maka gambaran klinik tersebut dpat
diikuti dengan pemeriksaan vaginal tiap minggu. Penderita tidak jarang mengeluh bahwa
ia mengeluarkan banyak lender dari vagina. Di luar kehamilan penentuan serviks
inkompeten dilakukan dengan histerosalpingografi yaitu ostium uteri internum melebar
lebih dari 8 mm.
Penatalaksanaan :
o Memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sempurna, anjuran
istirahat cukup banyak, larangan koitus dan cukup olahraga.
o Apabila pada pemeriksaan histerosalpingografi yang dilakukan diluar kehamilan
menunjukan kelainan seperti mioma submukosum atau uterus bikornus maka
kelainan tersebut dapat diperbaiki dengan pengeluaran mioma atau penyatuan
kornu uterus dengan operasi menurut Strassman
o Pada serviks inkompeten apabila penderita telah hamilmaka operasi untuk
mengecilkan ostium uteri internum sebaiknya dilakukan pada kehamilan 12
minggu atau lebih sedikit. Dasar operasi adalh memperkuat jaringan serviks yang
lemah.
TEKNIK BEDAH UNTUK ABORSI
Dilatasi dan Kuretase

10

Abortus bedah mula-mula dilakukan dengan mendilatasi servik dan kemudian


mengosongkan uterus dengan mengorek isi uterus (kuretase tajam) secara mekanis,
melakukan aspirasi vakum (kuretase isap) atau keduanya. Kemungkinan terjadinya
penyulit termaksud perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan pengeluaran janin dan
plasenta yang tidak lengkap dan infeksi meningkat setelah trimester pertama. Atas alas an
ini kuretase atau aspirasi vakum sebaiknya dilakukan sebelum minggu ke-14.
Untuk usia gestasi diatas 16 minggu dilakukan dilatasi dan evakuasi. Tindakan ini berupa
dilatasi seviks lebar diikuti dengan dekstruksi dan evakuasi mekanis bagian-bagian janin.
Setelah janin seluruhnya dikeluarkan digunakan kuret vakum berlobang besar untuk
mengeluarkan plasenta dan jaringan yang tersisa
LAPAROTOMI
Pada beberapa kasus, histerektomi abdomen untuk abortus

lebih disukai daripada

kuretase atau induksi medis. Apabila terdapt penyakit yang cukup signifikan pada uterus
histerektomi mungkin merupakan terapi yang ideal. Apabila akan dilakukan sterilisasi
mungkin diindikasikan histeretomi disertai ligasi tuba atau histerektomi. Kadang-kadang
harus dilakukan histeretomi atau histerektomi karena induksi medis pada kehamilan
trimester kedua gagal.
INDUKSI ABORTUS SECARA MEDIS
Pemberian oksitosin dalam dosis tinggi dalam cairan intravena dapat menginduksi abortus
dalam kehamilan trimester kedua. Salah satu regimennya adalah campuran 10 ampul
oksitosin 1 ml (10 IU/ml) ke dalam 1000 ml larutan ringer laktat. Infus intravena dimulai
dengan kecepatan 0.5 ml/menit . Kecepatan infuse ditambah setiap 15 sampai 30 menit
sampai maksimum 2 ml/ menit.Apabila belum terjadi kontraksi yang efektif konsentrasi
oksitosin di dalam cairan infuse ditingkatkan.

11

BAB III
IKHTISAR KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN

Identitas istri
Nama : Ny AM
Umur : 23 tahun
Alamat : Kelurahan Marga Jaya, Bekasi Selatan
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawan
Pendidikan D3
Indentitas suami
Nama : Tn S
Umur : 25 tahun
Alamat : Kelurahan Marga Jaya, Bekasi Selatan
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawan
II ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 15 Juli 2009 pada pukul 10.30
Keluhan Utama
Pasien datang karena perdarahan yang keluar sejak 1 bulan SMRS
Keluhan tambahan
Nyeri perut bagian bawah seperti ditusuk-tusuk
Riwayat Penyakit Sekarang
12

Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluannya sejak 1 bulan SMRS.
Awalnya darah keluar kental merah kehitaman sebanyak 2-3 pembalut setiap harinya lalu
pasien pergi ke klinik dokter kandungan dan diberi obat. Obat yang diberikan ada 2
macam, yaitu antibiotic dan obat penghilang rasa sakit. Pada saat itu pasien dinyatakan
keguguran.1 minggu sebelum terjadinya perdarahan, pasien sering pulang malam karena
lembur kerja di kantor. Hingga saat ini darah masih tetap keluar dan lebih cair berwarna
merah. Banyaknya 2 pembalut setiap harinya, dan pasien merasakan nyeri perut
bawahnya. Hasil pemeriksaan kehamilan (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak Ada
Riwayat Penyakit Sekarang
Hipertensi (-). Diabetes Melitus (-), Asma (-), Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-). Diabetes Melitus (-), Asma (-), Alergi (-)
Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus : teratur 28 hari
Lamanya : 3 4 hari
Banyaknya : 3 4 kali ganti pembalut
Dissmenorhoe : HPHT : 15 April 2009
Riwayat Pernikahan
1 x ( 12 Desember 2007 )
Riwayat Persalinan
I.

Saai ini

13

Riwayat Keluarga Berencana


Pasien belum pernah menggunakan KB

Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani tindakan operasi
Riwayat Kebiasaan Hidup
Pasien tidak merokok ataupun minum alcohol

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 110 / 70 mmHg
N : 104 kali /menit
RR : 20 kali /menit
S : 36,50C
Kepala : normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva anemis + / +, sklera tidak ikterik
THT : tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, gigi geligi dbN Sekret -/-, mukosa tidak hiperemis
Leher : Kelenjar tiroid tidak teraba membesar, kelenjar getah bening tidak teraba membesar.
Thoraks :
Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-.

Mamae : Simetris, besar normal, retraksi papil -/Abdomen : lihat status obstetrikus
Ekstremitas : Akral hangat - , oedema tungkai -/-

14

Status Gynaekologi
Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar, linea nigra (-), striae gravidarum (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), tanda akut abdomen (- )
Perkusi : Tympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genital
Inspeksi : Tampak adanya perdarahan pervaginam
Inspekulo : Flour albus (+++), fluksus (+), sondage 7 cm
VT : Orificium uteri eksternum tertutup
LABORATORIUM
Laboratorim tanggal 15 Juli 2009
Leukosit : 7200/ml
Hb : 10 gr/dl
Ht : 39.6 %
Trombosit : 233 000 /ml
Masa Perdarahan : 3 menit
Masa Pembekuan : 11 menit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG ( 15 Juli 2009 )
Kesan : Terdapat sisa jaringan
RESUME
Pasien Ny AM datang dengan keluhan perdarahan sejak 1 bulan SMRS.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis

15

Tanda Vital : TD : 110 / 70 mmHg


N : 104 kali /menit
RR : 20 kali /menit
S : 36,50C
Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva anemis + / +, sklera tidak ikterik
Ekstremitas : Akral hangat - , oedema tungkai -/Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar, linea nigra (-), striae gravidarum (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), tanda akut abdomen (- )
Perkusi : Tympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genital
Inspeksi : Tampak adanya perdarahan pervaginam
Inspekulo : Flour albus (+++), fluksus (+), sondage 7 cm
VT : Orificium uteri eksternum tertutup

DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil 12 minggu dengan perdarahan pervaginam ec abortus inkomplit
PENATALAKSANAAN
Pertolongan pertama

Memasang kanul IV berlubang besar ( ukuran 18) dan memulai infus larutan Ringer
laktat dengan 20 tetesan/menit

Memasang oksigen 100% 3 LPM pada pasien

Memasang laminaria 2 Stiff

Memasang kateter foley

Pada tanggal 16 Juli dilakukan tindakan kurretage


Instruksi Post Kuret

16

o Obeservasi TNSP, perdarahan, tanda akut abdomen, kontraksi uterus


o Cek Hb 6 jam post kuret jika < 8 gr/dl transfusi PRC
o AFF tampoon besok pagi
Terapi :
- Trixon inj 1 gr

1x1

- As Tranexamat

1x1 amp

- Pitogin

1x1 amp

- Myomergin

1x1 amp

- Trunal dx

1x1 amp

Terapi oral Hari ke-2 :


- Cefarox

2x1 tab

- Mefinal

3x1 tab

- Ferofort

1x1 tab

- Pospargin

3x1 tab

PROGNOSIS :
Ad Vitam

: Bonam

Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
FOLLOW UP
Tgl

16/07/

Perut terasa

KU/kes: TSR / CM

G1P0AO hamil 12

2009

mulas, tidak

TD: 100/60 mmHg N : 72 x / mnt

minggu dengan

bisa tidur,

RR: 19x/

perdarahan

perdarahan -

St. generalis:

pervaginam ec

Mata : CA - / -

abortus inkomplit

S 36,7C

P
Pro kuret

St. Gynaekologi :
I : perut tampak datar, perdarahan
(-)
Pal : TFU tidak teraba, NT (+), NL

17

(-)
Per : tympani, NK (-)
Aus : BU (+) normal
17/07/
2009

KU/kes: Baik / CM

P0A1 post

Cefarox 2x1

TD:110/60 mmHg N : 84 x / menit

kurretage ai

Mefinal 3x1

RR 18 x/mnt

abortus inkomplit

Ferofort 1x1

S : 36 C

St. Generalis :

Pospargin 3x1

Mata : CA - / -, SI -/St. gynaekologi :


I : perut tampak datar, perdarahan(-)
Pal : NT (-), NL (-)
Per : tympani, NK (-)

pasien pulang

Aus : BU (+) normal

18

BAB IV
ANALISA KASUS
Analisa diagnosis serta penatalaksanaan
Didapatkan keterangan bahwa seorang ibu berusia 23 tahun datang dengan keluhan
utama perdarahan yang tidak berhenti sejak 1 bulan SMRS. Awalnya darah berwarna kehitaman
dan berbentuk gumpalan-gumpalan hingga saat ini perdarahan menjadi lebih cair dan berwarna
merah. Jumlah perdarahan sebanyak 2 pembalut setiap harinya. Pasien juga mengeluhkan nyeri
pada perut sebelah bawahnya. Sebelumnya pasien sempat berobat ke dokter dan dinyatakan
telah mengalami keguguran. Pada saat pemeriksaan ke dokter itu pasien dibaru obat antibiotic
serta obat penghilang rasa sakit. Pasien juga mengatakan ia sempat terlalu lelah akibat berkerja
di kantor hingga larut malam. Haid terakhir pasien pada tanggal 15 April 2009 dan dari
pemeriksaan kehamilan yang dilakukan pasien sendiri hasilnya adalah positif.
Pada keterangan diatas didapatkan bahwa seorang ibu mengalami perdarahan ketika
sedang dalam kehamilan 12 minggu. Dari data tersebut dapat diambil beberapa kemungkinan
diagnosis kerja yaitu terjadinya abortus, kehamilan dengan mola hidatidosa atau terdapatnya
kehamilan ektopik. Untuk dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis tersebut diperlukan
adanya tambahan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan fisik diketahui adanya tanda syok yang terkompensasi. Pada
pemeriksaan genitalia dengan colok vagina ditemukan keadaan portio yang tertutup sehingga
membutuhkan pemasangan laminaria untuk mendilatasi portio. Menurut literature yang ada pada
abotus inkomplit salah satu cirinya adlah keadaan portio yang terbuka. Hal diatas tentu saja
bertentangan dengan hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah
rutin ( Leukosit, Hb, trombosit, dan hematokrit). Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
nilai Hb 10 gr/dl, menurut literature pasien ini sedang dalam keadaan anemia ringan ( Hb sekitar

19

10-11 gr/dl ). Pemeriksaan laboratorim mengenai kadar hemoglobin sangat penting untuk
penatalaksanaan selanjutnya, apakah membutuhkan transfusi darah atau tidak. Selain kadar
hemoglobin dilakukan pula pemeriksaan masa perdarahan juga masa pembekuan. Pada pasien ini
waktu perdarahan serta pembekuannya normal yaitu masa perdarahan: 3 menit dan masa
pembekuan 11 menit ( normal masa perdarahan: 1-6 menit, masa pembekuan: 9-15 menit ). Hal ini
menyingkirkan adanya perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
Pemeriksaan laboratorium menunjukan apasien dalam keadaan anemia ringan. Hal ini
tidak sesuai dengan keterangan yang diperoleh dari anamnesis penderita. Pasien telah mengalami
perdarahan selama kurang lebih 1 bulan, seharusnya kadar hemoglobin pasien lebih rendah lagi
karena pasien telah kehilangan banyak darah.Untuk itu dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
ulang laboratorium darah untuk mendapat hasil yang lebih akurat.
Pemeriksaan ultrasonografi pada kasus ini penting untuk melihat keutuhan kantung
gestasi.Pada pasien ini hasil ultrasonografi menunjukan adanya sisa jaringan yang berarti keadaan
kantung gestasi sudah tidak utuh karena mungkin sudah sebagian dikeluarkan pada saat pasien
mengalami perdarahan.
Hasil diatas menunjukan adanya sisa jaringan. Namun pada saat dilakukan tindakan
kuretase perdarahan yang terjadi cukup banyak yaitu sekitar 250 cc yang menunjukan hamper
seluruh jaringan janin masih belum dikeluarkan. Maka dari itu mungkin saja diagnosis pada pasien
ini adalah intra uterin fetal death, mengingat perdarahan yang terjadi sudah cukup lama.
Menurut literature penanganan pertama pada perdarahan di usia kehamilan <12 minggu
adalah sebagai berikut :
1. Jika perdarahan berat dan pasien dalam keadaan syok insersikan 2 kanul IV
berlobang besar, mulai dengan infuse larutan kristaloid dengan kecepatan tinggi
2. Melakukan pencocokan silang setidaknya 2 unit darah
3. Memberikan oksigen 100% melalui masker dan hangatkan pasien
4. Menginsersikan foley kateter
5. Memeriksa perdarahan pervaginam setiap 2 jam sampai perdarahan berhenti
6. Memeriksa urine output setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti.
Penanganan pertama pada pasien ini sebagian besar sudah memenuhi prosedur tetap
yang diberlakukan. Pemasangan kanul IV berlobang besar berguna untuk mengganti banyaknya
cairan pasien yang hilang akibat perdarahan sehingga pasien tidak jatuh kedalam keadaan syok.

20

Selain itu pemasangan kateter foley berguna untuk mmengetahui banyaknya urin yang terbuang
sehingga kita tetap dapat memantau keseimbangan cairan pasien selama pemberian cairan
kristaloid. Transfusi darah pada pasien ini tidak dilakukan karena kadar hemoglobin pasien
menunjukan pasien masih dalam keadaan anemia ringan yang belum membutuhkan transfuse
darah. Sebaiknya pada penanganan pertama ini tetap dilakukan pemantauan perdarahan setiap 2
jam dan pemantauan keluaran urine setiap 4 jam. Hal ini penting agar keadaan syok dapat
ditangani lebih awal.
Pada penatalaksanaan aktif pasien ini dilakukan tindakan kuretage.Tindakan kuretage ini
dilakukan setelah pemasangan laminaria sebanyak 2 stiff, pemasangan ini bertujuan untuk
mendilatasi orificium uteri eksterna yang tertutup sehingga membantu tindakan kuretage. Setelah
tindakan kuretage dilakukan, pemantauan terhadap tanda-tanda vital, perdarahan serta kontraksi
uterus sebaiknya tetap dilakukan. Pemberian obat-obatan setelah tindakan kuretage dapat
membantu pemulihan keadaan pasien setelah perdarahan. Antibiotika seperti trixon dipakai
sebagai profilaksis pasien dari infeksi nosokomial. Pemberian trunal membantu pasien untuk
menghilangkan rasa sakit. Selain itu pemberian pitogin,myomergin dan asam tranexamat dipakai
untuk membantu menghentikan perdarahan. Pemberian pitogin dan myomergin dapat
menghentikan perdarahan dengan merangsang kontraksi uterus. Jika perdarahan telah berhenti
dan kadar hemoglobin pasien tetap stabil atau tidak menurun pasien diperbolehkan untuk pulang.

21

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN

Terdapat 3 faktor yang paling sering menyebabkan kematian pada ibu dan bayi yaitu :
perdarahan. eklamsia dan infeksi Diantaranya perdarahan masih merupakan penyebab
tersering kematian maternal.

Prinsip penanganan awal pada kasus perdarahan selama kehamilan adalah dengan
mencegah terjadinya syok berat. Hal ini dilakukan dengan cara penggantian cairan yang
hilang dan pemantauan keluaran urin serta perdarahan.

Sekitar 20% wanita hamil mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan hampir
separuhnya mengalami abortus.

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Terminasi pada perdarahan pervaginam < 12 minggu dilakukan dengan cara dilatasi dan
kuretage. Setelah tindakan tersebut pemantauan tanda-tanda vital, perdarahan dan
kontraksi uterus tetap dilakukan hingga keadaan stabil

SARAN

Pentingnya perbaikan fasilitas pelayanan ante natal karena dengan pelayanan ante natal
yang memadai sehingga penyulit pada kehamilan dapat dideteksi secara dini.

Para pelayan kesehatan seharusnya lebih mawas terhadap tanda-tanda kemungkinan


adanya perdarahan selama kehamilan.

Edukasi pada setiap wanita hamil tentang pentingnya pemeriksaan ante natal juga harus
lebih ditingkatkan.

22

Selain itu seharusnya bagi setiap wanita hamil diberikan kemudahan dalam mengakses
dan mendapatkan pelayanan ante natal yang memadai.

23

Você também pode gostar