Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
04011181419054
BETA 2014
Tes Rinne
Positif
Tes Weber
Tidak terdapat
TesSchwabach
Negative
Telinga kiri
Positif
lateralisasi
Tidak terdapat
Negative
lateralisasi
Pemeriksaan audiometri :Tuli Sensorineural (50dB) sedang kanan dan kiri
Pemeriksaan timpanometri :Tipe A
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan di atas?
Jawab :
Telinga
Kasus
Positif
Normal
Positif
Interpretasi
Normal
kanan
Telinga
Positif
Positif
Normal
Kiri
Telinga
Tidak terdapat
Tidak
kanan
Telinga
lateralisasi
Tidak terdapat
lateralisasi
Tidak
terdapat Normal
Kiri
Telinga
lateralisasi
Negatif
lateralisasi
Negatif
Normal
kanan
Telinga
Negatif
Negatif
Normal
Tes
Tuli
0-25 dB
Tidak
audiometri
Sensorineural
Tes
sedang
Tipe A
Tes Rinne
Tes Weber
Tes
Schwabach
terdapat Normal
Kiri
Normal
Tipe A
timpanometri
b. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan yang abnormal?
Jawab :
Normal
Tes Rinne
Tes Scwhabach
AD
AS
AD
Normal Normal
AS
Tes Weber
Tidak terjadi
lateralisasi
Lateralisasi buatan
Terjadi lateralisasi ke
telinga yang di tutup
kapas
Keterangan:
1. AD: Aurikula Dekstra, AS: Aurikula Sinistra
2. Tes Rinne
Rinne positif : ketika Pasien tidak lagi mendengar bunyi melalui konduksi udara (pada
penekanan prosesus mastoideus) dan garputala didekatkan ke telinga, masih terdengar
ada bunyi
3. Tes Schwabach
Schwabach normal : dengungan penala pertama didengarkan oleh pemeriksa, setelah
pemeriksa menyatakan tidak mendengarkannya lagi lalu didekatkan dengan telinga
pasien yang juga menyatakan tidak mendengar dengungan.
4. Tes Weber
Tidak terjadi lateralisasi : OP mendengar dengungan penala sama untuk kedua sisi
B. Pembahasan
Gambar: Empat macam uji konduksi tulang klasik (classical bone conduction test)
menggunakan penala.
Keterangan
Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 80.000 Hz. Untuk
pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Untuk pemeriksaan
pendengaran digunakan garputala 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Garpu tala yang terbaik
adalah garputala riverbank 512 Hz. Garpu tala yang berfrekuensi lebih tinggi mungkin tak
dapat mempertahankan terdengarnya nada cukup lama agar memadai untuk uji pendengaran.
Sedangkan garpu tala dengan frekuensi lebih rendah merangsang sensasi getar pada tulang
yang adakalanya sulit dibedakan dengan pendengaran nada rendah. Tes penala merupakan tes
kualitatif. Berbagai macam tes penala seperti tes rinne, tes weber dan tes schwabach. Pada
praktikum ini garputala yang digunakan yaitu yang frekuensinya 512 Hz.
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengar
suara di salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran diukur dengan jumlah tingkat
kerugian yang disebut desibel (dB). Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat kesalahan
pada aurikula, kanal auditori eksternal, telinga tengah, telinga dalam, dan nervus
pendengaran.7 Secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Gangguan pendengaran konduktif atau conductive hearing loss (CHL), akibat masalah
mekanik di telinga luar atau telinga tengah.
b. Gangguan pendengaran sensorineural atau sensorineural hearing loss (SNHL), akibat
masalah di telinga dalam.
Untuk membedakan gangguan pendengaran tersebut konduktif atau sensorineural maka
dilakukan tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach.
d. Bagaimana cara pemeriksaan audiometri?
Jawab :
Alat dan Bahan yang Digunakan :
Alat Audiometri
Ruangan Khusus
Cara Kerja :
-
Kemudian kita hidupkan alat audiometri dan minta pasien menekan tombol
yang ada di headphone bila terdengar suara
Hasil dari audiometri akan muncul dalam bentuk grafik pada kertas yang
kita sebut dengan audiogram
Pastikan liang telinga pasien dalam keadaan bersih ( bisa melihat dengan
menggunakan otoskopi)
Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh satu atau dua penyebab bagian
telinga yang tidak dapat berfungsi dengan normal. Terdapat dua jenis gangguan
pendengaran :
1. Gangguan pendengaran konduktif
Gangguan pendengaran yang terjadi karena terdapat kesalahan mekanisme
dari telinga luar atau tengah. Hal ini dapat terjadi karena membran timpani
tidak dapt menghantarkan bunyi dengan sempurna atau tidak dapat bergeser
dalam menanggapi bunyi. Gangguan konduktif ini dapat terjadi karena
penumpukan serumen, kerusakan tulang ossicle yang tepat berada di
belakang telinga, benda asing yang terjebak di dalam lubang telinga dan
scar pada lubang telinga yang disebabkan oleh infeksi berulang. Pada
pemeriksaan timpanometri bisa dikategorikan tipe B ataupun tipe C. Pada
hasil audiogram Bone Conduction (BC) dan Air Conduction (AC) tidak
seimbang. Pada tuli konduktif, BC 25 dB dan AC > 25 dB dan terdapat
gap dinantara keduanya.
Gambar 5. Hasil Audiogram pada Tuli Sensorineural Sinistra dengan AC dan BC > 25 dB dan
Tidak Ada Gap diantara Keduanya
Untuk menentukan derajat ketulian, bisa menggunakan Fletcher Index dengan
hasil dari penjumlahan ambang dengar. Fletcher Index bisa dituliskan dalam rumus :
AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 400 Hz
4
PRESBIKUSIS
Interpretasi
Normal
Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli sedang berat
Tuli berat
Tuli sangat berat
Presbikusis adalah penurunan pendengaran alamiah yang terjadi sejalan dengan proses
penuaan dan umumnya dimulai pada umur 65 tahun. Presbikusis terjadi pada nada tinggi dan
pada pemeriksaan audiometri nada murni terlihat berupa penurunan pendengaran jenis
sensorineural yang bilateral pada kedua telinga dan simetris yang disebabkan oleh perubahan
degeneratif telinga bagian dalam.
Angka insidensi dari gangguan pendengaran akibat prebikusis pada lansia di Amerika
Serikat dilaporkan sebesar 25-30% untuk kelompok umur 65-70 tahun, sedangkan angka
insidensi untuk umur lebih dari 75 tahun sebesar 50%. Menurut hasil survei, jumlah pemakai
alat bantu dengar sampai saat ini di Amerika mencapai 20 juta orang.
Pada tahun 1998, penelitian telah dilakukan oleh Dadang Candra mengenai prevalensi
dan pola penurunan pendengaran penderita presbikusis di Kodya dan Kabupaten Bandung.
Penelitian ini memperoleh hasil prevalensi presbikusis untuk Kodya dan Kabupaten Bandung
sebesar 62%. Jumlah prevalensi ini mungkin akan bertambah pada tahun-tahun mendatang
dikarenakan peningkatan oleh jumlah lansia itu sendiri. Jumlah lansia di Indonesia menurut
hasil perhitungan Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2008 adalah sebanyak 19.500.000
jiwa.
Gangguan Pendengaran
Gangguan dengar adalah suatu kondisi fisik yang ditandai dengan berkurang atau
bahkan hilangnya pendengaran seseorang. Gangguan pendengaran menurut letaknya dibagi
menjadi 3 tipe, yaitu tipe konduktif, tipe sensorineural, dan tipe campuran.
Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan pada telinga bagian luar dan tengah akan menyebabkan ganguan
pendengaran tipe konduktif, seperti: sumbatan tuba eustachius, gangguan pada vena jugularis
menyebabkan telinga berbunyi sesuai denyut jantung. Pada tuli konduktif terdapat gangguan
hantaran udara yang disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga
tengah.
Gangguan Pendengaran Tipe Sensorineural
Pada tipe sensorineural, kelainan terdapat pada nervus VII di kokhlea (telinga dalam).
Salah satu contohnya adalah berkurangnya sel-sel rambut pada penderita presbikusis.
Gangguan Pendengaran Tipe Campuran
Tipe campur (mixed deafness) merupakan gabungan antara tipe konduktif dan tipe
sensorineural.
Etiologi
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi,
namun diduga kejadian presbikusis memiliki hubungan dengan berbagai faktor etiologi yang
lain, seperti:
A. Vaskular (hipertensi dan arteriosklerosis)
Gangguan sirkulasi telah lama dihubungkan sebagai penyebab hilangnya
pendengaran pada lansia. Penyakit vaskular yang banyak dihubungkan
diantaranya adalah hipertensi, arteriosklerosis dan aterosklerosis.
Arteriosklerosis adalah suatu penyakit vaskular yang ditandai dengan penebalan
dan kehilangan elastisitas dinding pembuluh darah. Arteriosklerosis cukup sering
terjadi pada orang tua dan mungkin dapat menyebabkan gangguan perfusi dan
oksigenasi kokhlea. Hipoperfusi dapat menuju kepada perubahan radikal bebas
yang dapat merusak telinga dalam seiring dengan rusaknya DNA mitokondira
telinga dalam. Kerusakan ini sejalan dengan perkembangan presbikusis.
Aterosklerosis
memiliki
etiologi
yang
berbeda
dengan
arteriosklerosis,
Diagnosis
tipe
sensorineural,
seperti:
perforasi
membran
timpani,
timpanosklerosis,
Tipe
Sensori
Neural
Metabolik (strial)
Mekanik
tinggi
(sharply slooping)
Penurunan pendengaran sedang
Gangguan diskriminasi
tutur berat
slooping)
Penurunan pendengaran dengan
Gangguan diskriminasi
gambaran
berjalan
tutur ringan
progresif pelan
Penurunan pendengaran dengan
Bergantung
kecuraman penurunan
tinggi
pada
flat
secara
frekuensi
pada
dan
lurus
pada
berjalan
progresif pelan
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada penderita presbikusis berupa rehabilitasi medik dengan
menggunakan alat bantu dengar (hearing aid) dan dibantu dengan konseling. Alat bantu
dengar ini berfungsi sebagai alat yang membantu penggunaan sisa pendengaran untuk
kepentingan
komunikasi
dengan
lingkungan.
Seseorang
dinyatakan
perlu
untuk
menggunakan alat bantu dengar apabila kehilangan pendengaran lebih dari 40 dB.
Alat bantu dengar memiliki beberapa jenis, diantaranya:
a. Tipe behind the ear (BTE) adalah jenis alat bantu dengar yang ditempatkan di
belakang telinga.
b. Tipe in the ear (ITE) adalah alat bantu dengar yang ditempel menutupi konkha.
c. Tipe in the canal (ITC) adalah alat bantu dengar paling kecil dan mahal yang
ditempatkan di meatus acusticus eksternus (lubang telinga).
d. Tipe contralateral routing of signal (CROS) adalah alat bantu dengar yang dibuat
dan diletakkan pada tangkai kaca mata.
Berkat kemajuan teknologi, baru-baru ini diperkenalkan teknik pemasangan implant
cochlea. Teknik ini menggunakan tindakan operatif dengan cara menempatkannya di telinga
dalam. Implant cochlea secara elektrik akan menstimulasi membran tissue dari neural dan
saraf kranial VIII.
pada kondisi tuli konduktif test ini juga masih bisa menunjukkan nilai positif
(Rinne +) apabila frekuensi bunyi < 30 dB.
Cara Kerja Test Rinne :
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah satu
ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya pada benda keras.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga
pasien. Tangan pemeriksa tidak boleh menyentuh jari-jari penala.
3. Tanyakan kepada pasien apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa. Bila mendengar, pasien disuruh mengacungkan jari
telunjuk. Begitu tidak mendengar lagi, jari telunjuk diturunkan.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus pasien
dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya ke depan liang
telinga pasien. Tanyakan apakah pasien mendengar dengungan itu.
5. Catat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut:
Rinne Positif (+) : Bila pasien masih mendengar dengungan melalui hantaran
aerotimpanal. Rinne Negatif (-) : Bila pasien tidak lagi mendengar dengungan
melalui hantaran aerotimpanal.
b. Cara Weber
Test weber pada umumnya merupakan test pendengaran yang digunakan untuk
membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
Tes weber dilakukan dengan membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya
diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengahtengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada
salah satu terlinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat
dibedakan ke arah telinga mana bunyi tersebut terdengar lebih keras disebut
weber tidak ada lateralisasi. Pasien dikatakan normal jika tidak ada lateralisasi
karena pada saat garpu tala di tempelkan pada garis tengah kepala, suara garpu
tala terdengar sama pada kedua telinga. Pada tuli konduktif,suara akan terdengar
lebih keras pada telinga yang sakit, dan pada tuli sensorineural suara akan
terdengar lebih keras pada telinga yang sehat. Hal ini terjadi karena pada tuli
konduktif, hantaran tulang (BC) lebih baik daripada hantaran udara (AC), dan
pada tuli sensorineural, AC lebih baik daripada BC.
Cara Kerja Test Weber :
1. Getarkan penala yang berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan
salah satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya
pada benda keras.
Tes Rinne
Tes Scwhabach
AD
AS
AD
Normal Normal
AS
Tes Weber
Tidak terjadi
lateralisasi
Lateralisasi buatan
Terjadi lateralisasi ke
telinga yang di tutup
kapas
Keterangan:
AD: Aurikula Dekstra, AS: Aurikula Sinistra
Tes Rinne
Rinne positif : ketika Pasien tidak lagi mendengar bunyi melalui konduksi udara (pada
penekanan prosesus mastoideus) dan garputala didekatkan ke telinga, masih terdengar
ada bunyi
Tes Schwabach
Schwabach normal : dengungan penala pertama didengarkan oleh pemeriksa, setelah
pemeriksa menyatakan tidak mendengarkannya lagi lalu didekatkan dengan telinga
pasien yang juga menyatakan tidak mendengar dengungan.
Tes Weber
Tidak terjadi lateralisasi : pasien mendengar dengungan penala sama untuk kedua sisi
Gambar: Empat macam uji konduksi tulang klasik (classical bone conduction test)
menggunakan penala.
Keterangan
B. Audiometri
Alat dan Bahan yang Digunakan :
Alat Audiometri
Ruangan Khusus
Cara Kerja :
-
Pasien dipasangkan sebuah headset khusus lalu pasien masuk ke dalam sebuah
ruangan khusus (kedap suara)
Kemudian kita hidupkan alat audiometri dan minta pasien menekan tombol
yang ada di headphone bila terdengar suara
Hasil dari audiometri akan muncul dalam bentuk grafik pada kertas yang kita
sebut dengan audiogram
C. Audiometri Obyektif
Untuk audiometri obyektif ada 3 yaitu Audiometri Impedans, BERA (Brainstem
Evoke Response Audiometry) dan OAE (Otoacustic Emission). Pada audiometri
impedans yang biasa dipakai yaitu timpanometri. Timpanometer adalah alat
yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri untuk memeriksa keadaan
telinga tengah yaitu kavum timpani (cairan, ossicular chain, kekakuan dan
kelenturan membran timpani). Sebenarnya timpanometri termasuk ke dalam
audiometri obyektif.
Cara Kerja :
-
Pastikan liang telinga pasien dalam keadaan bersih ( bisa melihat dengan
menggunakan otoskopi)