Você está na página 1de 26

RISKI FITRI NOPINA

04011181419054
BETA 2014

1. Pemeriksaan garpu tala :(kiki, Sharon, dydyk, anda)


Telinga kanan

Tes Rinne
Positif

Tes Weber
Tidak terdapat

TesSchwabach
Negative

Telinga kiri

Positif

lateralisasi
Tidak terdapat

Negative

lateralisasi
Pemeriksaan audiometri :Tuli Sensorineural (50dB) sedang kanan dan kiri
Pemeriksaan timpanometri :Tipe A
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan di atas?
Jawab :
Telinga

Kasus
Positif

Normal
Positif

Interpretasi
Normal

kanan
Telinga

Positif

Positif

Normal

Kiri
Telinga

Tidak terdapat

Tidak

kanan
Telinga

lateralisasi
Tidak terdapat

lateralisasi
Tidak
terdapat Normal

Kiri
Telinga

lateralisasi
Negatif

lateralisasi
Negatif

Normal

kanan
Telinga

Negatif

Negatif

Normal

Tes

Tuli

0-25 dB

Tidak

audiometri

Sensorineural

Tes

sedang
Tipe A

Tes Rinne

Tes Weber

Tes
Schwabach

terdapat Normal

Kiri
Normal
Tipe A

timpanometri
b. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan yang abnormal?
Jawab :

Tuli Sensorineural sedang (50dB) kanan dan kiri

Normal

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

c. Bagaimana cara pemeriksaan garpu tala?


Jawab :
Alat yang diperlukan
1. Penala berfrekuensi 512 Hz
2. Kapas
a. Tes Rinne
Test Rinne adalah test yang digunakan untuk membandingkan hantaran
melalui udara dan hantaran melalui tulang. Pada saat garpu tala sudah tidak
terdengar saat di tempelkan di mastoideus tetapi masih terdengar pada saat
di pindahkan ke depan telinga (Rinne positif).. Pada orang normal AC lebih
baik daripada BC karena suara yang digetarkan lewat udara menuju
gendang telinga memiliki kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan
HT. Penala akan terdengar dua kali lebih lama pada hantaran udara
dibanding hantaran tulang. Pada test Rinne bila terjadi HT lebih baik
daripada HU dapat disebabkan adanya kelainan pada telinga eksterna, dan
media yang bisa menimbulkan tuli konduktif. Akan tetapi pada kondisi tuli
konduktif test ini juga masih bisa menunjukkan nilai positif (Rinne +)
apabila frekuensi bunyi < 30 dB.
Cara Kerja Test Rinne :

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah


satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya pada
benda keras.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu
telinga pasien. Tangan pemeriksa tidak boleh menyentuh jari-jari
penala.
3. Tanyakan kepada pasien apakah ia mendengar bunyi penala
mendengung di telinga yang diperiksa. Bila mendengar, pasien
disuruh mengacungkan jari telunjuk. Begitu tidak mendengar lagi, jari
telunjuk diturunkan.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus
pasien dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya
ke depan liang telinga pasien. Tanyakan apakah pasien mendengar
dengungan itu.
5. Catat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut:
Rinne Positif (+) : Bila pasien masih mendengar dengungan melalui
hantaran aerotimpanal. Rinne Negatif (-) : Bila pasien tidak lagi
mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanal.
b. Cara Weber
Test weber pada umumnya merupakan test pendengaran yang digunakan
untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
Tes weber dilakukan dengan membunyikan garputala 512 Hz lalu
tangkainya diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal
hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi penala
terdengar lebih keras pada salah satu terlinga disebut Weber lateralisasi ke
telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
tersebut terdengar lebih keras disebut weber tidak ada lateralisasi. Pasien
dikatakan normal jika tidak ada lateralisasi karena pada saat garpu tala di
tempelkan pada garis tengah kepala, suara garpu tala terdengar sama pada
kedua telinga. Pada tuli konduktif,suara akan terdengar lebih keras pada
telinga yang sakit, dan pada tuli sensorineural suara akan terdengar lebih
keras pada telinga yang sehat. Hal ini terjadi karena pada tuli konduktif,
hantaran tulang (HT) lebih baik daripada hantaran udara (HU), dan pada
tuli sensorineural, HU lebih baik daripada HT.
Cara Kerja Test Weber :

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

1. Getarkan penala yang berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan


salah satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya
pada benda keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada dahi OP di garis median.
3. Tanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala
sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi?
4. Pada OP yang tidak mengalami lateralisasi, Saudara dapat mencoba
menimbulkan lateralisasi buatan dengan menutup salah satu telinga OP
dengan kapas dan mengulangi pemeriksaannya.
c. Cara Schwabach
Test schwabach digunakan untuk membandingkan hantaran tulang OP
dengan pemeriksa. Pada pemeriksaan ini dianggap bahwa telinga pemeriksa
normal. Tes Schwabach dilakukan dengan cara membunyikan garpu tala
512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada prosesus mastoid OP. Setelah
bunyinya tidak terdengar oleh OP, segera garpu tala tersebut kita pindahkan
dan letakkan tegak lurus pada prosesus mastoid pemeriksa yang telinganya
normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach
memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksa diulang
dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus
pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut
Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama
mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa. Kelemahan dari
tes ini yaitu bersifat subyektif karena menganggap pemeriksa dalam kondisi
normal. Schwabach memanjang dapat terjadi pada orang dengan tuli
konduktif. Schwabach memendek dapat terjadi pada orang dengan tuli
sensorineural.
Cara Kerja Test Schwabach :
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah
satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya pada
benda keras.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu
telinga Pasien.
3. Instruksikan Pasien untuk mengacungkan jarinya pada saat dengungan
bunyi menghilang.

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari


prosesus mastoideus pasien ke prosesus mastoideus sendiri. Bila
dengungan penala masih dapat didengar oleh si pemeriksa, maka hasil
pemeriksaan ialah schwabach memendek.
Catatan: pada pemeriksaan menurut Schwabach, telinga pemeriksa
dianggap normal.
5. Apabila dengungan penala yang telah dinyatakan berhenti oleh Pasien,
juga tidak terdengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin
schwabach normal atau schwabach memanjang. Untuk memastikan,
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
o Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke
prosesus mastoideus pemeriksa sampai tidak terdengar lagi dengungan.
o Kemudian, ujung tangkai penala segera ditekankan ke prosesus
mastoideus Pasien.
o Bila dengungan masih dapat didengar oleh Pasien, hasil pemeriksaan
ialah schwabach memanjang.
o Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa, juga tidak
dapat didengar oleh OP maka hasil pemeriksaan ialah schwabach
normal.
A. Hasil
OP

Tes Rinne

Tes Scwhabach

AD

AS

AD

Normal Normal

AS

Tes Weber
Tidak terjadi
lateralisasi

Lateralisasi buatan
Terjadi lateralisasi ke
telinga yang di tutup
kapas

Keterangan:
1. AD: Aurikula Dekstra, AS: Aurikula Sinistra
2. Tes Rinne
Rinne positif : ketika Pasien tidak lagi mendengar bunyi melalui konduksi udara (pada
penekanan prosesus mastoideus) dan garputala didekatkan ke telinga, masih terdengar
ada bunyi
3. Tes Schwabach
Schwabach normal : dengungan penala pertama didengarkan oleh pemeriksa, setelah
pemeriksa menyatakan tidak mendengarkannya lagi lalu didekatkan dengan telinga
pasien yang juga menyatakan tidak mendengar dengungan.
4. Tes Weber

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Tidak terjadi lateralisasi : OP mendengar dengungan penala sama untuk kedua sisi
B. Pembahasan

Gambar: Empat macam uji konduksi tulang klasik (classical bone conduction test)
menggunakan penala.
Keterangan

:Panah menunjukkan bahwa bunyi terdengar lebih lama bila penala


dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Tanda berwarna
hitam menunjukkan lokasi kerusakan pada telinga luar, telinga tengah
atau kohlea.

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 80.000 Hz. Untuk
pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Untuk pemeriksaan
pendengaran digunakan garputala 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Garpu tala yang terbaik
adalah garputala riverbank 512 Hz. Garpu tala yang berfrekuensi lebih tinggi mungkin tak
dapat mempertahankan terdengarnya nada cukup lama agar memadai untuk uji pendengaran.
Sedangkan garpu tala dengan frekuensi lebih rendah merangsang sensasi getar pada tulang
yang adakalanya sulit dibedakan dengan pendengaran nada rendah. Tes penala merupakan tes
kualitatif. Berbagai macam tes penala seperti tes rinne, tes weber dan tes schwabach. Pada
praktikum ini garputala yang digunakan yaitu yang frekuensinya 512 Hz.
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengar
suara di salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran diukur dengan jumlah tingkat
kerugian yang disebut desibel (dB). Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat kesalahan

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

pada aurikula, kanal auditori eksternal, telinga tengah, telinga dalam, dan nervus
pendengaran.7 Secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Gangguan pendengaran konduktif atau conductive hearing loss (CHL), akibat masalah
mekanik di telinga luar atau telinga tengah.
b. Gangguan pendengaran sensorineural atau sensorineural hearing loss (SNHL), akibat
masalah di telinga dalam.
Untuk membedakan gangguan pendengaran tersebut konduktif atau sensorineural maka
dilakukan tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach.
d. Bagaimana cara pemeriksaan audiometri?
Jawab :
Alat dan Bahan yang Digunakan :

Alat Audiometri

Ruangan Khusus

Cara Kerja :
-

Pasien dipasangkan sebuah headset khusus lalu pasien masuk ke dalam


sebuah ruangan khusus (kedap suara)

Kemudian kita hidupkan alat audiometri dan minta pasien menekan tombol
yang ada di headphone bila terdengar suara

Hasil dari audiometri akan muncul dalam bentuk grafik pada kertas yang
kita sebut dengan audiogram

Gambar 1. Contoh Audiogram Normal

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Gambar 2. Hasil Audiogram pada Presbikusis


e. Bagaimana cara pemeriksaan timpanometri?
Jawab :
Timpanometer adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri
untuk memeriksa keadaan telinga tengah yaitu kavum timpani (cairan, ossicular
chain, kekakuan dan kelenturan membran timpani). Sebenarnya timpanometri
termasuk ke dalam audiometri obyektif.
Cara Kerja :
-

Pastikan liang telinga pasien dalam keadaan bersih ( bisa melihat dengan
menggunakan otoskopi)

Pilih telinga yang akan diperiksa

Pilih jenis pemeriksaan yang akan diminta

Pilih probe sesuai dengan besarnya liang telinga

Masukkan ganggang pompa ke dalam liang telinga hingga menutup secara


sempurna ( lampu indikator berwarna hijau)

Tunggu sampai lampu indikator berhenti menyala

Periksa teling sebelahnya

Cetak hasil pemeriksaan

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Gambar 3. Gelombang dari Timpanogram dan Klasifikasinya


f. Sebutkan macam macam tuli?
Jawab :

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh satu atau dua penyebab bagian
telinga yang tidak dapat berfungsi dengan normal. Terdapat dua jenis gangguan
pendengaran :
1. Gangguan pendengaran konduktif
Gangguan pendengaran yang terjadi karena terdapat kesalahan mekanisme
dari telinga luar atau tengah. Hal ini dapat terjadi karena membran timpani
tidak dapt menghantarkan bunyi dengan sempurna atau tidak dapat bergeser
dalam menanggapi bunyi. Gangguan konduktif ini dapat terjadi karena
penumpukan serumen, kerusakan tulang ossicle yang tepat berada di
belakang telinga, benda asing yang terjebak di dalam lubang telinga dan
scar pada lubang telinga yang disebabkan oleh infeksi berulang. Pada
pemeriksaan timpanometri bisa dikategorikan tipe B ataupun tipe C. Pada
hasil audiogram Bone Conduction (BC) dan Air Conduction (AC) tidak
seimbang. Pada tuli konduktif, BC 25 dB dan AC > 25 dB dan terdapat
gap dinantara keduanya.

Gambar 4. Hasil Audiogram pada Tuli Konduktif dengan BC 25 dB dan


AC > 25 dB dan terdapat gap diantara keduanya

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

2. Gangguan pendengaran sensorineural


Gangguan pendengaran sensorineural terjadi karena kerusakan di daerah
koklea atau dapat juga mengenai nervus koklearis. Gangguan sensorineural
ini bersifat irreversibel. Gangguan ini dapat disebabkan oleh infeksi,
penyakit sistemik, neuroma akustik, gangguan pendengaran akibat usia
(presbikusis), infeksi pada anak-anak (seperti meningitis, mumps dan
campak), penyakit Meniere, pajanan suara keras, dan penggunaan obat-obat
tertentu yang mengakibatkan terhambatnya transmisi impuls ke otak. Pada
pemeriksaan audiogram didapatkan AC dan BC > 25 dB dan tidak ada gap
diantara keduanya.

Gambar 5. Hasil Audiogram pada Tuli Sensorineural Sinistra dengan AC dan BC > 25 dB dan
Tidak Ada Gap diantara Keduanya
Untuk menentukan derajat ketulian, bisa menggunakan Fletcher Index dengan
hasil dari penjumlahan ambang dengar. Fletcher Index bisa dituliskan dalam rumus :
AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 400 Hz
4

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Keterangan : AD = Ambang Dengar


Setelah didapatkan hasilnya baru kita cocokkan pada klasifikasi derajat ketulian berdasarkan
ISO seperti tabel di bawah ini.
Nilai
0-25 dB
> 25-40 dB
> 40-55 dB
> 55-70 dB
> 70-90 dB
> 90 dB

PRESBIKUSIS

Interpretasi
Normal
Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli sedang berat
Tuli berat
Tuli sangat berat

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Presbikusis adalah penurunan pendengaran alamiah yang terjadi sejalan dengan proses
penuaan dan umumnya dimulai pada umur 65 tahun. Presbikusis terjadi pada nada tinggi dan
pada pemeriksaan audiometri nada murni terlihat berupa penurunan pendengaran jenis
sensorineural yang bilateral pada kedua telinga dan simetris yang disebabkan oleh perubahan
degeneratif telinga bagian dalam.
Angka insidensi dari gangguan pendengaran akibat prebikusis pada lansia di Amerika
Serikat dilaporkan sebesar 25-30% untuk kelompok umur 65-70 tahun, sedangkan angka
insidensi untuk umur lebih dari 75 tahun sebesar 50%. Menurut hasil survei, jumlah pemakai
alat bantu dengar sampai saat ini di Amerika mencapai 20 juta orang.
Pada tahun 1998, penelitian telah dilakukan oleh Dadang Candra mengenai prevalensi
dan pola penurunan pendengaran penderita presbikusis di Kodya dan Kabupaten Bandung.
Penelitian ini memperoleh hasil prevalensi presbikusis untuk Kodya dan Kabupaten Bandung
sebesar 62%. Jumlah prevalensi ini mungkin akan bertambah pada tahun-tahun mendatang
dikarenakan peningkatan oleh jumlah lansia itu sendiri. Jumlah lansia di Indonesia menurut
hasil perhitungan Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2008 adalah sebanyak 19.500.000
jiwa.
Gangguan Pendengaran
Gangguan dengar adalah suatu kondisi fisik yang ditandai dengan berkurang atau
bahkan hilangnya pendengaran seseorang. Gangguan pendengaran menurut letaknya dibagi
menjadi 3 tipe, yaitu tipe konduktif, tipe sensorineural, dan tipe campuran.
Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan pada telinga bagian luar dan tengah akan menyebabkan ganguan
pendengaran tipe konduktif, seperti: sumbatan tuba eustachius, gangguan pada vena jugularis
menyebabkan telinga berbunyi sesuai denyut jantung. Pada tuli konduktif terdapat gangguan
hantaran udara yang disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga
tengah.
Gangguan Pendengaran Tipe Sensorineural
Pada tipe sensorineural, kelainan terdapat pada nervus VII di kokhlea (telinga dalam).
Salah satu contohnya adalah berkurangnya sel-sel rambut pada penderita presbikusis.
Gangguan Pendengaran Tipe Campuran

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Tipe campur (mixed deafness) merupakan gabungan antara tipe konduktif dan tipe
sensorineural.
Etiologi
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi,
namun diduga kejadian presbikusis memiliki hubungan dengan berbagai faktor etiologi yang
lain, seperti:
A. Vaskular (hipertensi dan arteriosklerosis)
Gangguan sirkulasi telah lama dihubungkan sebagai penyebab hilangnya
pendengaran pada lansia. Penyakit vaskular yang banyak dihubungkan
diantaranya adalah hipertensi, arteriosklerosis dan aterosklerosis.
Arteriosklerosis adalah suatu penyakit vaskular yang ditandai dengan penebalan
dan kehilangan elastisitas dinding pembuluh darah. Arteriosklerosis cukup sering
terjadi pada orang tua dan mungkin dapat menyebabkan gangguan perfusi dan
oksigenasi kokhlea. Hipoperfusi dapat menuju kepada perubahan radikal bebas
yang dapat merusak telinga dalam seiring dengan rusaknya DNA mitokondira
telinga dalam. Kerusakan ini sejalan dengan perkembangan presbikusis.
Aterosklerosis

memiliki

etiologi

yang

berbeda

dengan

arteriosklerosis,

aterosklerosis merupakan suatu penyakit penyempitan lumen pembuluh darah


karena pembesaran plak. Plak aterosklerosis merupakan kumpulan lemak, sel
busa, debris sel, dan kristal kolesterol.Baik arteriosklerosis maupun aterosklerosis
dapat menyebabkan hipertensi yang akan memperparah gangguan perfusi dan
oksigenasi kokhlea.
B. Diet dan metabolisme (diabetes melitus dan hiperlipidemia)
a. Diabetes melitus dan hiperlipidemia dapat mempercepat proses dari
aterosklerosis.
b. Diabetes melitusmenyebabkan proliferasi difus dan hipertrofi vaskular pada
endotelia intima yang mungkin mengganggu perfusi kokhlea.
C. Genetik
Penegakan diagnosis sensorineural karena genetik sangat sulit, tetapi genetik tetap
harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor predisposisi dari presbikusis.
Penegakan diagnostik dapat diambil dari history taking mengenai riwayat keluarga
yang lain.
D. Suara gaduh (bising)

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Bising (frekuensi, intensitas, dan durasi paparan) memiliki hubungan langsung


dengan kerusakan organ dalam telinga, namun bising dapat menyebabkan
kerusakan organ dalam pada semua usia dan tidak terfokus hanya pada lansia saja.
Bising termasuk ke dalam salah satu penyebab yang dapat memperparah keadaan
presbikusis, kerusakan akibat bising termasuk ke dalam kerusakan mekanik.
E. Efek obat ototoksik
F. Riwayat merokok
G. Stress
Patofisiologi dan klasifikasi
Berdasarkan perubahan histopatologi yang terjadi, Gacek dan Schuknecht membagi
presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu:
A. Presbikusis tipe sensorik
Lesi pada tipe sensorik terbatas pada kokhlea, terdapat atrofi organ korti dan
jumlah sel-sel rambut berkurang. Pada gambaran histologi, terdapat atrofi yang
terbatas hanya beberapa milimeter pada membrana basalis dan terdapat akumulasi
pigmen lipofuscin yang merupakan pigmen penuaan. Proses ini berjalan perlahan
tapi progresif dari waktu ke waktu.Pemeriksaan audiometri memperlihatkan
gambaran penurunan curam di batas frekuensi tinggi yang dimulai setelah usia
menengah.
B. Presbikusis tipe neural
Presbikusis tipe neural ditandai dengan berkurangnya sel-sel neuron dan jaras
auditorik pada kokhlea.Menurut Schuknecht, 2100 neuron hilang setiap dekade
(dari total 35.000). Hal ini dimulai sejal awal kehidupan dan mungkin peran
genetik yang berpengaruh. Pengaruh tidak terlihat sampai usia tua karena rata-rata
nada murni tidak terpengaruh sampai 90% dari neuron hilang. Atrofi terjadi
sepanjang koklea, dengan hanya sedikit wilayah basilar yang terpengaruhi dari
seluruh membrana basilaris di koklea. Oleh karena itu, tidak terdapat penurunan
terjal di batas frekuensi tinggi seperti presbikusis tipe sensorik dan hanya terdapat
penurunan sedang di frekuensi tinggi.Pada presbikusis neural, terjadi pula
kehilangan neuron secara umum yang berupa perubahan SSP yang difus dan
berhubungan dengan defisit lain seperti kelemahan, penurunan perhatian dan
penurunan konsentrasi.

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

C. Presbikusis tipe metabolik (strial presbycusis)


Presbikusis tipe metabolik merupakan tipe presbikusis yang paling sering
dijumpai. Kerusakan yang terjadi pada tipe ini berupa atrofi stria vaskularis,
potensial mikrofonik menurun, fungsi sel dan keseimbangan biokimia/bioelektrik
kokhlea berkurang. Secara histologis pada kokhlea, terlihat stria vaskularis yang
tipis tersebar sepanjang kelokan kokhlea yang dengan mikroskop stria tampak
berupa lapisan seluler selapis. Juga tampak adanya degenerasi kistik dari elemen
stria dan atrofi ligamen spiralis. Seperti diketahui stria vaskularis adalah tempat
produksi endolimfa dan berfungsi dalam sistem enzim yang diperlukan untuk
mempertahankan potasium, sodium dan metabolisme oksidatif. Daerah ini juga
sebagai tempat pembangkitan dari endokokhlear potensial sebesar 80 miliVolt
antara duktus kokhlea dan ruang perilimfe yang diperlukan untuk transduksi
signal di dalam kokhlea. Atrofi stria vaskularis mengakibatkan hilangnya
pendengaran diwakili oleh kurva mendengar datar karena seluruh koklea
terpengaruh. Proses ini cenderung terjadi pada orang berusia 30-60 tahun dan
berjalan secara perlahan.
D. Presbikusis tipe mekanik (cochlear presbycusis)
Pada presbikusis tipe mekanik terjadi perubahan gerakan mekanik duktus
kokhlearis, atrofi ligamentum kokhlearis, dan membran basilaris menjadi lebih
kaku. Secara histologis tampak hialinisasi dan kalsifikasi membrana basalis,
degenerasi kistik elemen stria, atrofi ligamen spiralis, pengurangan selularitas
ligamen secara progesif serta kadang-kadang ligamen ruptur.
Manifestasi klinis
Presbikusis mengurangi kemampuan untuk mendengar nada pada frekuensi tinggi.
Penurunan pendengaran yang terjadi secara gradual, bilateral, dan simetris. Keluhan yang
paling sering adalah kesulitan mendengar suara atau percakapan dengan latar belakang suara
yang berisik atau di keramaian. Penderita presbikusis terkadang sulit untuk mendengar
percakapan dengan kata depan konsonan, seperti: s, sh, f, p, t. Gejala presbikusis juga dapat
disertai dengan tinitus.

Diagnosis

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Diagnosis ditentukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


audiometri. Pada anamnesis akan didapatkan mengenai data umum (usia tua, umur, jenis
kelamin, dll), manifestasi klinis, dan faktor resiko penyebab presbikusis. Pada pemeriksaan
klinis berupa otoskopi akan didapatkan gambaran membran timpani yang suram.
Pemeriksaan otoskopi juga beguna untuk menyingkirkan diagnosa banding bagi gangguan
dengar

tipe

sensorineural,

seperti:

perforasi

membran

timpani,

timpanosklerosis,

kolesteatoma (keganasan). Pada kasus presbikusis, pemeriksaan audiometri merupakan


pemeriksaan standar untuk penegakan diagnosis presbikusis.
Pemeriksaan audiometri
Pemeriksaan audiometri merupakan pemeriksaan pokok pada kasus presbikusis.
Gambaran audiometri pada presbikusis dibagi menjadi 2, yaitu gambaran audiometri nada
murni dan gambaran audiometri tutur atau bicara.

Tabel 2.1 Audiogram pada presbikusis


No.
1

Tipe
Sensori

Audiometri nada murni


Audiometri tutur
Penurunan ambang dengar yang Bergantung
curam

Neural

Metabolik (strial)

Mekanik

tinggi

frekuensi yang terkena

(sharply slooping)
Penurunan pendengaran sedang

Gangguan diskriminasi

pada semua frekuensi (gently

tutur berat

slooping)
Penurunan pendengaran dengan

Gangguan diskriminasi

gambaran

berjalan

tutur ringan

progresif pelan
Penurunan pendengaran dengan

Bergantung

kurva menurun pada frekuensi

kecuraman penurunan

tinggi

pada

flat

secara

frekuensi

pada

dan

lurus

pada

berjalan

progresif pelan
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada penderita presbikusis berupa rehabilitasi medik dengan
menggunakan alat bantu dengar (hearing aid) dan dibantu dengan konseling. Alat bantu

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

dengar ini berfungsi sebagai alat yang membantu penggunaan sisa pendengaran untuk
kepentingan

komunikasi

dengan

lingkungan.

Seseorang

dinyatakan

perlu

untuk

menggunakan alat bantu dengar apabila kehilangan pendengaran lebih dari 40 dB.
Alat bantu dengar memiliki beberapa jenis, diantaranya:
a. Tipe behind the ear (BTE) adalah jenis alat bantu dengar yang ditempatkan di
belakang telinga.
b. Tipe in the ear (ITE) adalah alat bantu dengar yang ditempel menutupi konkha.
c. Tipe in the canal (ITC) adalah alat bantu dengar paling kecil dan mahal yang
ditempatkan di meatus acusticus eksternus (lubang telinga).
d. Tipe contralateral routing of signal (CROS) adalah alat bantu dengar yang dibuat
dan diletakkan pada tangkai kaca mata.
Berkat kemajuan teknologi, baru-baru ini diperkenalkan teknik pemasangan implant
cochlea. Teknik ini menggunakan tindakan operatif dengan cara menempatkannya di telinga
dalam. Implant cochlea secara elektrik akan menstimulasi membran tissue dari neural dan
saraf kranial VIII.

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Pemeriksaan Fungsi Pendengaran


Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 80.000 Hz. Untuk
pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Untuk pemeriksaan
pendengaran digunakan garputala 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Garpu tala yang terbaik
adalah garputala riverbank 512 Hz. Garpu tala yang berfrekuensi lebih tinggi mungkin tak
dapat mempertahankan terdengarnya nada cukup lama agar memadai untuk uji pendengaran.
Sedangkan garpu tala dengan frekuensi lebih rendah merangsang sensasi getar pada tulang
yang adakalanya sulit dibedakan dengan pendengaran nada rendah. Tes penala merupakan tes
kualitatif. Berbagai macam tes penala seperti tes rinne, tes weber dan tes schwabach. Pada
praktikum ini garputala yang digunakan yaitu yang frekuensinya 512 Hz.
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengar
suara di salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran diukur dengan jumlah tingkat
kerugian yang disebut desibel (dB). Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat kesalahan
pada aurikula, kanal auditori eksternal, telinga tengah, telinga dalam, dan nervus
pendengaran.Secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
Gangguan pendengaran konduktif atau conductive hearing loss (CHL), akibat masalah
mekanik di telinga luar atau telinga tengah.
Gangguan pendengaran sensorineural atau sensorineural hearing loss (SNHL), akibat
masalah di telinga dalam.
Untuk membedakan gangguan pendengaran tersebut konduktif atau sensorineural maka
dilakukan tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach.
A. Tes Penala
Alat yang diperlukan
1. Penala berfrekuensi 512 Hz
2. Kapas
a. Tes Rinne
Test Rinne adalah test yang digunakan untuk membandingkan hantaran melalui
udara dan hantaran melalui tulang. Pada saat garpu tala sudah tidak terdengar
saat di tempelkan di mastoideus tetapi masih terdengar pada saat di pindahkan
ke depan telinga (Rinne positif). Pada orang normal AC lebih baik daripada BC
karena suara yang digetarkan lewat udara menuju gendang telinga memiliki
kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan HT. Penala akan terdengar dua
kali lebih lama pada hantaran udara dibanding hantaran tulang. Pada test Rinne
bila terjadi HT lebih baik daripada HU dapat disebabkan adanya kelainan pada
telinga eksterna, dan media yang bisa menimbulkan tuli konduktif. Akan tetapi

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

pada kondisi tuli konduktif test ini juga masih bisa menunjukkan nilai positif
(Rinne +) apabila frekuensi bunyi < 30 dB.
Cara Kerja Test Rinne :
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah satu
ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya pada benda keras.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga
pasien. Tangan pemeriksa tidak boleh menyentuh jari-jari penala.
3. Tanyakan kepada pasien apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa. Bila mendengar, pasien disuruh mengacungkan jari
telunjuk. Begitu tidak mendengar lagi, jari telunjuk diturunkan.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus pasien
dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya ke depan liang
telinga pasien. Tanyakan apakah pasien mendengar dengungan itu.
5. Catat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut:
Rinne Positif (+) : Bila pasien masih mendengar dengungan melalui hantaran
aerotimpanal. Rinne Negatif (-) : Bila pasien tidak lagi mendengar dengungan
melalui hantaran aerotimpanal.
b. Cara Weber
Test weber pada umumnya merupakan test pendengaran yang digunakan untuk
membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
Tes weber dilakukan dengan membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya
diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengahtengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada
salah satu terlinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat
dibedakan ke arah telinga mana bunyi tersebut terdengar lebih keras disebut
weber tidak ada lateralisasi. Pasien dikatakan normal jika tidak ada lateralisasi
karena pada saat garpu tala di tempelkan pada garis tengah kepala, suara garpu
tala terdengar sama pada kedua telinga. Pada tuli konduktif,suara akan terdengar
lebih keras pada telinga yang sakit, dan pada tuli sensorineural suara akan
terdengar lebih keras pada telinga yang sehat. Hal ini terjadi karena pada tuli
konduktif, hantaran tulang (BC) lebih baik daripada hantaran udara (AC), dan
pada tuli sensorineural, AC lebih baik daripada BC.
Cara Kerja Test Weber :
1. Getarkan penala yang berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan
salah satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya
pada benda keras.

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

2. Tekanlah ujung tangkai penala pada dahi pasien di garis median.


3. Tanyakan kepada pasien, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala
sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi?
4. Pada pasien yang tidak mengalami lateralisasi, Saudara dapat mencoba
menimbulkan lateralisasi buatan dengan menutup salah satu telinga pasien
dengan kapas dan mengulangi pemeriksaannya.
c. Cara Schwabach
Test schwabach digunakan untuk membandingkan hantaran tulang pasien
dengan pemeriksa. Pada pemeriksaan ini dianggap bahwa telinga pemeriksa
normal. Tes Schwabach dilakukan dengan cara membunyikan garpu tala
512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada prosesus mastoid pasien.
Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pasien, segera garpu tala tersebut kita
pindahkan dan letakkan tegak lurus pada prosesus mastoid pemeriksa yang
telinganya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksa
diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus
mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi
disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira
sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.
Kelemahan dari tes ini yaitu bersifat subyektif karena menganggap
pemeriksa dalam kondisi normal. Schwabach memanjang dapat terjadi pada
orang dengan tuli konduktif. Schwabach memendek dapat terjadi pada
orang dengan tuli sensorineural.
Cara Kerja Test Schwabach :
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah
satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya pada
benda keras.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu
telinga Pasien.
3. Instruksikan Pasien untuk mengacungkan jarinya pada saat dengungan
bunyi menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari
prosesus mastoideus pasien ke prosesus mastoideus sendiri. Bila
dengungan penala masih dapat didengar oleh si pemeriksa, maka hasil
pemeriksaan ialah schwabach memendek.

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Catatan: pada pemeriksaan menurut Schwabach, telinga pemeriksa


dianggap normal.
5. Apabila dengungan penala yang telah dinyatakan berhenti oleh Pasien,
juga tidak terdengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin
schwabach normal atau schwabach memanjang. Untuk memastikan,
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
o Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke
prosesus mastoideus pemeriksa sampai tidak terdengar lagi
dengungan.
o Kemudian, ujung tangkai penala segera ditekankan ke prosesus
mastoideus Pasien.
o Bila dengungan masih dapat didengar oleh Pasien, hasil
pemeriksaan ialah schwabach memanjang.
o Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa, juga
tidak dapat didengar oleh OP maka hasil pemeriksaan ialah
schwabach normal.
Hasil
OP

Tes Rinne

Tes Scwhabach

AD

AS

AD

Normal Normal

AS

Tes Weber
Tidak terjadi
lateralisasi

Lateralisasi buatan
Terjadi lateralisasi ke
telinga yang di tutup
kapas

Keterangan:
AD: Aurikula Dekstra, AS: Aurikula Sinistra
Tes Rinne
Rinne positif : ketika Pasien tidak lagi mendengar bunyi melalui konduksi udara (pada
penekanan prosesus mastoideus) dan garputala didekatkan ke telinga, masih terdengar
ada bunyi
Tes Schwabach
Schwabach normal : dengungan penala pertama didengarkan oleh pemeriksa, setelah
pemeriksa menyatakan tidak mendengarkannya lagi lalu didekatkan dengan telinga
pasien yang juga menyatakan tidak mendengar dengungan.
Tes Weber
Tidak terjadi lateralisasi : pasien mendengar dengungan penala sama untuk kedua sisi

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Gambar: Empat macam uji konduksi tulang klasik (classical bone conduction test)
menggunakan penala.
Keterangan

:Panah menunjukkan bahwa bunyi terdengar lebih lama bila penala


dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Tanda berwarna
hitam menunjukkan lokasi kerusakan pada telinga luar, telinga tengah
atau kohlea.

B. Audiometri
Alat dan Bahan yang Digunakan :

Alat Audiometri

Ruangan Khusus

Cara Kerja :
-

Pasien dipasangkan sebuah headset khusus lalu pasien masuk ke dalam sebuah
ruangan khusus (kedap suara)

Kemudian kita hidupkan alat audiometri dan minta pasien menekan tombol
yang ada di headphone bila terdengar suara

Hasil dari audiometri akan muncul dalam bentuk grafik pada kertas yang kita
sebut dengan audiogram

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Gambar 1. Contoh Audiogram Normal

Gambar 2. Hasil Audiogram pada Presbikusis

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

C. Audiometri Obyektif
Untuk audiometri obyektif ada 3 yaitu Audiometri Impedans, BERA (Brainstem
Evoke Response Audiometry) dan OAE (Otoacustic Emission). Pada audiometri
impedans yang biasa dipakai yaitu timpanometri. Timpanometer adalah alat
yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri untuk memeriksa keadaan
telinga tengah yaitu kavum timpani (cairan, ossicular chain, kekakuan dan
kelenturan membran timpani). Sebenarnya timpanometri termasuk ke dalam
audiometri obyektif.
Cara Kerja :
-

Pastikan liang telinga pasien dalam keadaan bersih ( bisa melihat dengan
menggunakan otoskopi)

Pilih telinga yang akan diperiksa

Pilih jenis pemeriksaan yang akan diminta

Pilih probe sesuai dengan besarnya liang telinga

Masukkan ganggang pompa ke dalam liang telinga hingga menutup secara


sempurna ( lampu indikator berwarna hijau)

Tunggu sampai lampu indikator berhenti menyala

Periksa teling sebelahnya

Cetak hasil pemeriksaan

RISKI FITRI NOPINA


04011181419054
BETA 2014

Gambar 3. Gelombang dari Timpanogram dan Klasifikasinya

Você também pode gostar