Você está na página 1de 21

Jasa yang ditawarkan oleh Sophistica berupa ekstensi bulu mata dan alis

bertujuan untuk memberikan kecantikan semi permanen untuk wanita


dengan perawatan minimum sehingga dapat mempermudah dan
mempersingkat proses merias yang dilakukan sehari hari.

Beberapa hal yang akan dianalisa adalah besarnya pasar yang tersedia
dilihat dari segi demografis, geografis, psikografis dan juga secara prilaku.
Selain itu, analisis pasar juga akan menunjukkan potensi pertumbuhan
dari populasi yang berkaitan. Dari hasil analisis pasar tersebut, Sophistica
kemudian dapat menentukan segmen dan target market yang dirasa
memiliki market potensial & growth yang sesuai dengan karakteristik
produk atau jasa yang ditawarkan. Dengan memperlihatkan segmen dan
juga target market Sophistica, hal selanjutnya yang dapat dilakukan
adalah memperlihatkan market potensial dari penjulan produk dan jasa
Sophistica.

1.1.1 Market Potensial


Ada beberapa data yang akan digunakan dalam analisis pasar Sophsitica.
Beberapa data yang akan diolah untuk melihat market potensial adalah,
data persentasi populasi wanita dan pria, data persebaran umur, kelas
sosial ekonomi,
Dan gaya hidup serta prilaku populasi Jakarta.

Berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi Jakarta dalam Angka edisi
2014, memperlihatkan jumlah penduduk keseluruhan Jakarta sejumlah
10.012.271 jiwa dengan populasi wanita sebesar 4.908.657 jiwa.Jumlah
penduduk DKI Jakarta terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, baik
dikarenakan pertumbuhan alami maupun karena faktor migrasi.
Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk dari Hasil Sensus Penduduk 2010,
jumlah penduduk Jakarta tahun 2013 sebesar 9,97 juta jiwa. Tahun 2014
penduduk DKI Jakarta meningkat menjadi 10,08 juta (meningkat hampir
105 ribu jiwa setahun).

Secara persebaran umur, Jakarta dalam Angka 2014 menunjukkan jumlah


populasi penduduk wanita yang berumur 15-19 tahun berjumlah 371.998
jiwa, 20-24 tahun berjumlah 478.776 jiwa, 25-29 berjumlah 528.391 jiwa,
wanita berusia 30-34 tahun berjumlah 508.801 jiwa, wanita berusia 35-39
tahun berjumlah 441.746 jiwa, wanita berusia 40-44 tahun berjumlah
371.962 jiwa dan wanita berusia 45-49 tahun berjumlah 314.449 jiwa.
Jarak umur yang dipertimbangkan sebagai market potensial dalam analisa
ini adalah jarak umur dimana wanita aktif menggunakan riasan untuk
terlihat lebih cantik.

Data selanjutnya adalah data yang diperoleh dari hasil riset MarkPlus
Indonesia di tahun 2014. Dari piramida kelas sosial ekonomi diatas,
menunjukkan bahwa jumlah persentase populasi Mid-Middle class sebesar
21,8%, dan populasi upper-middle class sebesar 16,1%. Total jumlah
persentase yang memiliki buying ceiling jasa yang ditawarkan Sophistica
adalah sebesar 37,9% dari populasi total penduduk Indoneisa. Meskipun
demikian, menurut survey yang dilakukan oleh Marketplus, jumlah
expenditure terbesar rata rata dikeluarkan oleh mayoritas masyarakat
Jakarta.

Social
Class

SEC A

0.35

SEC B

0.51

SEC C1

0.14

TOTAL

Sedangkan menurut data yang diperoleh dari riset CMV 2016, dan
consumer trend 2016 yang dilakukan oleh Nielsen di daerah jabodetabek,
diperoleh hasil bahwa secara kelas social ekonomi, 35% penduduk Jakarta
memiliki kelas A, 51% penduduk Jakarta memiliki kelas B, dan 14%
penduduk Jakarta memiliki kelas C1. Total jumlah persentase penduduk
yang memiliki buying ceiling untuk produk dan jasa yang ditawarkan
Sophsitica adalah 86% dari populasi Jakarta.

Berdasarkan data yang diperoleh, dengan asumsi bahwa market potensial


Sophistica adalah wanita Jakarta dengan range umur 15-49 tahun, yang
memiliki kelas ekonomi B-A. Maka jumlah populasi market potensial dapat
ditunjukkan dengan perhitungan sebagai berikut.

Market Potential = 2.701.674 potential x 86% buying ceiling =


2,323,439.64 user

Apabila kita asumsikan bahwa setiap pengguna membeli 1 jenis layanan


di Sophistica dalam satu waktu, dan pengguna tersebut melakukan
transaksi 9 kali dalam setahun dengan nilai transaksi rata rata senilai
Rp.513.000,00. Maka nilai penjualan potensial yang dapat diperoleh
selama satu tahun untuk satu jenis service adalah:

Market potential = 2.701.674 potential x 86% buying ceiling x 900%


rebuy annualy x 1 treatment x Rp.513.500,00 =
Rp.10,727,320,817,880.00 Annually per service.

1.1.2 Market Lifestyle & Growth

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh McKinsey pada Indonesia


Consumer Report 2014, menunjukkan bahwa kelas konsumen Indonensia
mengalami pengingkatan dan akan terus mengalami peningkatan hingga
tahun 2020. Kelas konsumen yang mengalami peningkatan memiliki
karakteristik yang serupa dengan karakter pleasure sekeer dimana
segmen tersebut cenderung untuk menghidari resiko, mengikuti trend
yang sudah popular (late adopter).

Selanjutnya, dari data yang juga diperoleh dari Indonesia Consumer


Report 2014, ditemukan bahwa sebagian kelas ekonomi urban consuming
memiliki subset sebesar 20 juta konsumen affluent. Kelas konsumen
affluent ini memiliki karakteristik suka mencoba hal yang baru, mapan

secara finansial, dan mau mencoba produk premium. Kelas konsumen


affluent memiliki willingness lebih besar untuk melakukan sebuah
pembelian, dimana hal tersebut membuat mereka early adopter dari hal
hal baru.

Lebih lanjut, melalui hasil riset yang dilakuakn oleh Global Habit tentang
pola kebiasaan pembelian konsumen di beberapa kota besar, termasuk
Jakarta. Menunjukkan adanya peningkatan potensi pembelanjaan di
bidang Kecantikan dari yang tadi nilainya 15.00 menjadi 17.4. Riset Global
Habit juga menunjukkan bahwa populasi Jakarta memiliki buying impulse
yang besar, dimana konsumen memiliki kencenderungan melakukan
pembelanjaan tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu.

Dari grafik di atas dapat menunjukkan pola pembelanjaan konsumen di


Jakarta berdasarkan grup umur yang berbeda beda. Pada bagian
kecantikan, pembelanjaan terbsear dilakukan pada grup umur 30-39
tahun sebesar 22 % dan disusul oleh grup umur 20-29 tahun sebesar
19%.

Dari hasil riset Nielsen 2016, menunjukkan bahwa terjadi


peningkatan penghasilan minimum penduduk Indonesia yang tadinya
berada di rata rata Rp.460.000,00 menjadi Rp.1.600.000,00 hingga
Rp.3.700.000,00 per bulan. Hal tersebut menandakan adanya

peningkatan kesejahteraan dan pergeseran kelas ekonomi di dalam


sebuah populasi.

Dari hasil riset yang dilakukan oleh Nielsen dalam Evolving Indonesian di
tahun 2016, terjadi perubahan besar terutama pada peta konsumen dan
pola konsumsi pribadi. Terjadi peningkatan jumlah populasi dengan kelas
sosial ekonomi mengengah ke atas, dan peningkatan jumlah populasi
wanita. Dari segi pola konsumsi, konsumen cenderung mementingkan
tentang kenyamanan, pengalaman berbelnja dan menjadi lebih perhatian
kepada kesehatan dan kesejahterannya.

1.1.3 Analisis Persaingan (Barrier of Entry)


Salah satu yang mempengaruhi kondisi pasar adalah kondisi persaingan di
dalam bisnis yang sama. Market untuk eyelash extension sendiri telah
berkembang pesat sejak tahun 2005 di Amerika Serikat.1Sejak tahun
2012, terjadi perkembangan yang cukup besar untuk tren ekstensi bulu
mata di Indonesia, degan munculnya salon kecantikan yang khusus
melayani kecantikan pada area mata dengan sertifikasi di Jakarta. Hal ini
juga diduking oleh terobosan produksi bahan PCT baru yang mampu
mereplikasi helaian rambut manusia (bulu mata) dengan tekstur yang
lebih menyerupai bulu mata asli. Barulah sejak 2014, tren kecantikan
internasional tidak hanya mengakomodir ekstensi bulu mata, tetapi juga
ekstensi alis2. Tidak lama setelah itu, pada awal tahun 2015, tren ekstensi
alis mulai dibicarakan di Indonesia3.
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa pasa salon kecantikan
terutama di bidang ekstensi bulu mata dan alis merupakan pasar yang
masih muda, terlebih lagi di Indonesia. Jumlah komptitor yang bersaing
pada jasa serupa pun masih tergolong sedikit. Berdasarkan hasil observasi
yang telah dilakukan oleh Sophistica, sedikitnya ada 14 salon yang khusus
menjual jasa ekstensi bulu mata. Sedangkan salon kecantikan
konvensional yang mulai menyediakan jasa ekstensi bulu mata juga sudah
cukup banyak. Berdasarkan obvervasi tersebut juga ditemukan 1 salon
kecantikan yang mulai menyediakan jasa ekstensi alis dan belum ada
yang menyediakan jasa pelentik bulu mata LVL keratin lash lift. Salah satu
barrier of entry yang cukup signifikan adalah kelangkaan bahan baku dan
sertifikasi pelatiah atas layanan yang diberikan.
Salah satu barrier of entries competitor yang bersaing pada pasar ini
adalah kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dan pelatihan terkait
1 http://www.cosmopolitan.com/style-beauty/a4165/eyelash-extensioncraze/
2 http://www.womenshealthmag.com/beauty/eyebrow-extensions
3http://www.fimela.com/beauty-health/terbaru-eyebrow-extension-untuk-percantik-alismu-141203i-page1.html

jasa yang diberikan. Untuk mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan


dalam memberikan layanan ekstensi bulu mata dan alis, hanya bisa
didapatkan melalui impor. Sejauh observasi yang dilakukan oleh
Sophistica, baru ada satu pemasok bahan baku helai PCT di Indonesia
yang mampu memproduksi helai ekstensi bulu mata dengan kualitas yang
dapat bersaing dengan kualitas impor korea. Meskipun bahan baku helai
PCT sudah dapat diperoleh di Indonesia, bahan baku lain seperti pelekat,
penghapus protein, primer dan lain lain belum bisa diproduksi atau
diperoleh secara local. Untuk bahan baku ekstensi alis dan pelentik bulu
mata juga baru bisa didapatkan dengan impor dan belum ada pemasok
local yang mampu menyediakan bahan baku yang dibutuhkan untuk
proses tersebut.
Selain kelangkaan bahan baku, barrier entries lain yang perlu
dipertimbangkan adalah kelangkaan pelatihan untuk jasa yang
ditawarkan. Untuk jasa ekstensi bulu mata sudah terdapat beberapa
tempat yang memberikan jasa pelatihan dengan biaya dimulai dari
Rp.10.000.000,00 hingga Rp.30.000.000,00 tergantung dari materi yang
dipelajari. Tetapi untuk jasa ekstensi alis dan jasa pelentik bulu mata,
pelatihan belum bisa didapatkan di daerah Asia Tenggara. Untuk
mendapatkan pelatihan ekstensi alis, baru bisa diperoleh di benua
Amerika dan Eropa. Sedangkan untuk pelatiahan pelentik bulu mata,
lokasi paling dekat dari Indonesia untuk melakukan pelatihan adalagh di
Uni Emirat Arab.
Faktor lain yang menjadi barrier of entry dari market ini adalah kecepatan
trend kecantikan wanita yang selalu berkembang. Industri salon
kecantikan sangatlah sensitif terhadap perubahan lifestyle pelanggan.
Gap antara ekspektasi pelanggan untuk pemenuhan kebutuhan akan
menjadi motivasi untuk Industri salon kecantikan untuk menciptakan atau
memberikan pelayanan baru untuk konsumennya (Widjaja, 2009). Tren
kecantikan wanita yang silih berganti menjadi salah satu barrier of entry
karena tidak semua tren kecantikan wanita memiliki umur yang panjang,
sehingga penyedia jasa kencantikan harus selalu siap untuk melakukan

adapatasi apabila tren kecantikan yang berhubungan dengan core


bisnisnya berubah.

1.1.4 Segmentasi
Setelah melakukan analisa pasar, Sophistica dapat melihat besaran
market potensial, potensi pertumbuhan pasar dan juga karakteristik
konsumen market yang dituju, Sophistica dapat menetukan segmentasi
yang disesuaikan dengan hasil analisa pasar. Beberapa factor yang
mempengaruhi segmentasi Sophistica adalah:
1. Demografis:
Secara Demografis, segmen pasar dari Sophistica akan dibagi dari beberapa
factor utama, yaitu:
a. Jenis Kelamin: Wanita
Kegiatan yang berhubungan dengan salon kecantikan biasanya
banyak diminati oleh wanita, terutama kecantikan yang
berhubungan dengan bulu mata dan alis. Maka dari itu
Sophistica memilih untuk menetapkan target jenis kelamin ini
adalah wanita, meskipun ada juga laki - laki yang juga tertarik
akan kecantikan seputar bulu mata dan alis.
b. Umur: 20-39 tahun
Di jaman yang semakin modern, tekanan untuk terlihat lebih
cantik timbul lebih cepat. Seperti yang diucapkan oleh penata
rias kelas dunia Bobbi Brown, mengenakan riasan mata smoky
eyes biasanya digunakan oleh remaja usia 18 tahun ke atas.
Tetapi saat ini, remaja usia 15-16 tahun sudah ingin berdandan
seperti itu. Meskipun usia aktif menggunakan perawatan
kecantikan sudah dimulai sejak umur 15 tahun, menurut data
statistik Jakarta dalam Angka 2014, antara range umur 15-49
tahun, usia 20-39 tahun memiliki jumlah populas paling besar.
c. Kelas Ekonomi: SEC A-B

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Nielsen, terdapat


86% populasi penduduk Jakarta yang dapat dikategorikan
sebagai pnduduk dengan SEC A-B. Berdasarkan Nielsen yang
dimaksud SEC A adalah populasi dengan pengeluaran di atas
Rp.3.000.000,00 per bulan, sedangkan SEC B adalah populasi
dengan pengeluaran diantara Rp.2.000.000,00
Rp.3.000.000,00. Segmen Sophistica dimulai dari kelas
menengah karena terjadinya peningkatan GDP Indonesia dan
meningkatnya penduduk Indonesia keas menengah. Peningkatan
kelompok masyarakat ekonomi menengah secara tidak langsung
juga meningkatkan tingkat konsumtif masyarakat pada
kebutuhan sekunder maupun tertier. Dengan meningkatnya
tingkat konsumtif rata-rata masyarakat khususnya kelompok
masyarakat ekonomi menengah pada kebutuhan sekunder dan
tertier akan meningkatkan permintaan masyarakat terhadap
industri salon kecantikan.

d. Ras / Suku: Peranakan Tionghoa


Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di lapangan sebelum
dan selama masa operasional, Segmen ras dan suku yang yang
menjadi segmen utama Sophistica adalah ras peranakan
Tionghoa. Suku ini dipilih karena secara genetic, ras Tionghoa
memiliki jenis bulu mata yang lebih halus dan lebih tipis
dibandingakan suku pribumi, sehingga kebutuhan untuk
memanjangkan dan melentikkan bulu mata menjadi lebih
relevan untuk mereka. Selain itu, bentuk kelopak mata monolid
yang dimiliki ras peranakan Tionghoa membuat mata mereka
terlihat lebih kecil. Ekstensi bulu mata yang sesuai akan
memberikan ilusi mata yang tampak lebih bulat dan juga
membantuk untuk memberikan bingkai terhadap mata mereka.
2. Geografis:

Secara geografis, segmen pasar dari Sophistica adalah masyarakat


yang memiliki hunian di daerah DKI Jakarta. Jakarta dipilih karena
merupakan salah satu kota dengan populasi terpadat di Indonesia.
Jakarta juga merupakan salah satu kota dimana mode dan tren
kecantikan berkembang dengan cepat. Selain itu, wanita perkotaan
memiliki kecenderungan untuk secara rutin mengunjungi salon
kecantikan. Sekitar 86% wanita perkotaan tercatat rutin untuk
mengunjungi salon kecantikan setiap minggunya. Dari hasil observasi
pelanggan Sophistica, ditemukan bahwa hanya 13% konsumen
Sophistica yang bertempat tinggal di luar Jakarta. Beberapa lokasi
tersebut adalah, serpong, bekasi, depok, bandung, sentul, bogor,
bintaro dan cibubur. Maka dari itu, Sophistica tidak mengikutsertakan
kota satelit Jakarta untuk menjadi pertimbangan segmen.
3. Psikografi
Secara Psikografis gaya hidup, segmen pasar dari Sophistica akan dibagi
menggunakan system VALS 2 yang merupakan akronim dari values and
lifestyle. Dengan menggunakan VALS 2, Sophistica dapat memilah-milah
suatu pasar kedalam segmen-segmen nilai dan gaya hidup (value and
lifestyle) yang dianut. Dengan asumsi bahwa dalam lingkungan yang
homogen sekalipun, pola aktivitas, konsumsi dan perilaku tiap orang bisa
berbeda-beda, tergantung nilai dan gaya hidupnya. Sehingga dengan
menggunakan metoda VALS 2, Sophistica bisa mengelompokkan segmen
konsumen berdasarkan dorongan dan gaya hidup yang berbeda beda.
a. Affluent
Pekerja keras, memiliki rasa percata diri tinggi, menyukai inovasi, berani
mengambil resiko. Senang mencari perhatian dan menyukai kehidupan
dinamis. Kelompok ini menyukai hal baru dan mempu mempengaruhi orang
lain. Wanita yang termasuk dalam kategori affluent memiliki kehidupan yang
mapan dan memiliki kesibukan yang tinggi. Meskipun memiliki kesibukan
yang tinggi, Wanita affluent cenderung ingin selalu tampil prima, terutama di

dalam kecantikan dan tidak ingin repot. Wanita affluent sangat mementingkan
kualitas pelayanan yang diberikan kepadanya.
b. Attention Seeker
Senang menarik perhatian orang lain, pengambil resiko, kurang memiliki
dasar rasional. Mereka cenderung mudah untuk dibujuk secara emosional
dan cenderung menjadi follower.

Wanita yang termasuk attention seeker

sangat amat perduli dengan penampilannya, dan ingin selalu tampil cantik.
Wanta attention seeker biasanya banyak memiliki teman dan sangat
menyukai hal hal yang baru dan menjadi trend setter.
c. Pleasure Seeker
Ingin mencapai sesuatu tanpa kerja terlalu keras. Cenderung individualis dan
kurang suka bersosialisasi. Gemar mengikuti trend dan tidak memiliki prinsip
yang terlalu kuat. Wanita pleasure seeker ingin tampil cantik tanpa harus
melakukan pengorbanan yang besar. Wanita pleasure seeker tidak mau repot
dan menginginkan perawatan yang mudah. Meskipun mereka gemar
mengikuti trend, mereka cenderung menjadi late adopter dan menggunakan
trend yang sudah banyak digunakan oleh orang lain.
Sebagian masyarakat perkotaan di Indonesia termasuk sebagai pleasure
seeker dan attention seeker sebesar 37%. Atribut konsumen yang dimiliki
oleh ketiga psikografi tersebut sesuai juga dengan value proposition yang
ditawarkan oleh Sophistica, yaitu sebuah pengalaman baru dan
kecantikan dengan perawatan minim.

1.1.5 Target Market


Setelah didapatkan beberapa segmen Salon Kecantikan Sophistica, perlu
langkah selanjutnya untuk menentukan target market Sophistica. Untuk
mempersempit proses targeting, dilakukan pembobotan menggunakan
sebuah matrix yang akan membantu Sophsitica untuk memperhitungkan
beberapa factor penting yang menjadi penentu dari target market utama
Sophsitica.
Dasar dari pembobotan factor internal dan eksternal yang digunakan
dalam pemetaan target market Sophistica didapatkan dari hasil pencarian
data yang berkaitan dengan data demografis Jakarta dan juga data data
riset independen yang menggambarkan prilaku konsumen Indonesia
terutama di kota besar. Selain itu, data juga diperoleh dari hasil observasi
kegitatan operasional Sophistica sehari hari dan kemampuan yang
dimiliki oleh Sophistica. Untuk menilai factor tersebut, akan dilakukan
pembobotan menggunakan skor 1-6. 1 merupakan hasil yang paling tidak
menjajikan, sedangkan 6 merupakan hasil yang paling menjajikan. Skor
yang diperoleh akan dibagi sejumlah dengan factor yang digunakan, yaitu
4.
Faktor pertama yang menjadi pertimbangan adalah size. Yang dimaksud
dengan size adalah besarnya populasi market yang ada di daerah Jakarta.
Besarnya ukuran market Jakarta didapatkan dari hasil data stastisik BPS
Jakarta.
Faktor kedua yang diperhitungkan adalaha nilai potensi pertumbuhan dari
besarnya populasi market yang ada di daerah jaakrta. Data tersebut
didapatkan dari hasil data riset dai global dan Nielsen.
Faktor ketiga yang diperhitungkan adalah internal resource Sophistica.
Internal resource yang dimaksud adalah, potensi jasa, produk atau
layanan yang bisa diberikan kepada konsumen untuk memenuhi kepuasan
pelanggan. Data ini diperoleh melalui hasil observasi lapangan.
Factor keempat adalah potensi Sopshitica. Potensi yang dimaksud pada
hal ini adalah kemampuan Sophsitica meliaht dari kemampuan internal

yang dimiliki untuk mengembangkan produk atau jasa tertentu untuk


sebuah target market tertentu dilihat dari kebutuhanya.
Setelah didapatkan beberapa segmen Salon Kecantikan Sophistica, perlu
langkah selanjutnya untuk menentukan target market Sophistica. Untuk
mempersempit proses targeting, dilakukan pembobotan sesuai dengan
matrix yang telah dirancang di bawah ini.
Table 1 matrix penentuan target market
internal
umu
r

lifestyle

size

growth

internal
resourc
e

potensi

weighted
score

menengah
atas

2529

pleasure
seeker

4.39

menengah
atas

2529

affluent

4.36

menengah

2529

pleasure
seeker

4.30

menengah

2529

affluent

4.16

menengah
atas

3034

pleasure
seeker

4.10

menengah
atas

3034

affluent

4.08

menengah

3034

pleasure
seeker

3.99

menengah

3034

affluent

3.87

menengah
atas

2024

pleasure
seeker

3.79

menengah
atas

2024

affluent

3.78

menengah
atas

2529

attention
seeker

3.72

menengah

2024

pleasure
seeker

3.65

menengah

2529

attention
seeker

3.57

menengah

2024

affluent

3.55

menengah
atas

3034

attention
seeker

3.44

menengah
atas

1519

pleasure
seeker

3.30

menengah

3034

attention
seeker

3.27

menengah
atas

2024

attention
seeker

3.13

menengah
atas

1519

affluent

3.10

2024
1519

attention
seeker
pleasure
seeker

2.94

2.93

external

tingkat
ekonomi

menengah
menengah

menengah

1519

affluent

2.82

menengah
atas

1519

attention
seeker

2.68

menengah

1519

attention
seeker

2.32

Dari hasil matrix factor internal dan factor internal di atas, dapat
disimpulkan bahwa target market utama dari Sophistica adalah wanita
dengan kelas ekonomi menengah keatas berusia 25-39 tahun dengan
gaya hidup pleasure seeker.
Populasi kelas menengah ke atas di Indonesia memiliki potensi
peningkatan persentasi menurut hasil riset Boston Consulting Group dari
23,2 % di tahun 2012 menjadi 49,3 % di tahun 2020. Selain itu, persentasi
wanita angkatan kerja (usia produktif) mengalami peningkatan sebesar
105,60 ribu orang selama Agustus 2014 Agustus 2015. Wanita dengan
gaya hidup pleasur seeker memiliki tingkat kepedulian yang tinggi
terhadap tren terbaru dan tidak segan untuk mencoba sesuatu yang
belum pernah dia lakukan sebelumnya. Yang menjadi target market
Sophistica adalah wanita yang memiliki alokasi dana untuk pengeluaran di
bidang kecantikan dan sadar akan penampilannya. Usia 25-29 tahun
merupakan usia produktif dimana wanita perkotaan memiliki
kecenderungan untuk mengekspresikan dirinya sendiri dan mendapatkan
pengakuan dari orang lain. Dimana dengan gaya hidup pleasure seeker
yang menginginkan kenyamanan dengan pengorbanan yang rendah,
ekstensi bulu mata dan alis merupakan jasa yang cocok karena dapt
memberikan hasil kecantikan semi permanen dalam jangka waktu yang
panjang, tanpa memerlukan perawatan yang sulit dan tidak dilakukan
setiap hari.

1.2 Value chain analysis


Value Chain atau rantai nilai adalah kumpulan aktivitas atau kegiatan
dalam sebuah perusahaan yang dilakukan untuk mendesain,
memproduksi, memasarkan, mengirimkan dan support produk. Konsep
rantai nilai pertama kali dikenalkan dan dipopulerkan oleh Michael E.
Porter pada tahun 1985 dalam bukunya.
Rantai nilai yang digunakan Sophistica pada kegiatan utama (primary act)
terdiri dari inbound logistic, marketing, operation dan service. Sedangkan
pada kegiatan pendukung (secondary act) terdiri dari Research &
Development, Firm Infrastructure, SDM, Procurement, dan technology
development.
Tujuan dari dilakukannya analisa value chain analysis Sophistica adalah
untuk melihat titik kekuatan dan kelemahan dari setiap rantai nilai. Selain
itu value chain analysis akan memperlihatkan rantai nilai yang memiliki
peranan penting di dalam berjalannya usaha Sophistica dan competitive
advantage yang dimiliki.

1.2.1 Inbound Logistic


Inbound Logistic adalah aktivitas yang dihubungkan dengan kegiatan
berkaitan proses yang berkaitan dengan pengadaan bahan baku yang
dibutuhkan di Sophistica. Beberapa bahan baku yang perlu disediakan
adalah helaian PCT ekstensi bulu mata dan alis, pewarna alis dan bulu
mata, dan obat pelentik bulu mata.
Sophistica memiliki beberapa supplier untuk mendapatkan bahn bakunya.
Sebagian Suplier yang dimiliki Sophistica berlokasi di Korea dan Jepang.
Untuk mendapatkan bahan bakunya, Sophistica melakukan proses impor
menggunakan forwarder yang sudah dilengkapi surat - surat lengkap.
Sedangkan untuk supplier yang berlokasi Indoneisa, Sophistica
menggunakan cargo lokal.
Sophistica memiliki hubungan yang baik dengan supplier lokal maupun
internasional. Sophistica sedang menyusun jalinan kerja sama dengan
supplier internasional dan terutama dengan supplier lokal. Menggunakan

supplier lokal artinya mengurangi waktu pengiriman, dan proses control


kualitas bahan baku yang lebih mudah. Sophistica dapat memberikan
masukan dan arahan untuk detail dari tekstur helaian rambut yang
diinginkan dengan lebih mudah dengan supplier lokal.
Dalam kegiatan penyimpanan barang, Sophistica tidak memiliki gudang
khusus. Peyimpanan barang langsung dilakukan di salon, mengingat
bahan baku ang digunakan memiliki ukuran yang tidak besar dan tidak
membutuhkan perlakukan khusus.

Você também pode gostar