Você está na página 1de 5

Teknologi Navigasi Kapal dari Islam untuk Dunia

By Andhyka Cakrabuana A. (20190114130124)

Islam telah banyak memberi inovasi baru dalam kemajuan umat manusia, salah satunya
dalam bidang maritim. Saat ini kita harus sudah melek akan kemajuan yang disumbangkan
Islam kepada teknologi yang dikembangkan manusia, khususnya di bidang maritim yang
mana menjadi salah satu teknologi yang sampai saat ini berkembang di dunia.
Salah satu sumbangan Islam adalah sistem navigasi. Dapat kita ketahui, bahwa saat ini
hampir semua kapal yang ada di dunia sudah memiliki sistem navigasi. Hal tersebut
membuktikan bahwa salah satu sumbangan Islam untuk dunia maritim ini sangat berguna
sekali dari awal ditemukannya hingga saat ini.
Peradaban Islam menyumbangkan sejumlah peta yang dijadikan panduan para navigator.
Salah satu peta yang digunakan pelaut Spanyol, Christopher Columbus untuk mengarungi
Samudera Atlantik adalah peta Al-Idrisi
Peradaban Islam di era kegemilangan selama beberapa abad tampil sebagai super power
dunia. Pada era kekhalifahan, dunia Islam menguasai berbagai sektor seperti, ilmu
pengetahuan, politik, militer, ekonomi, serta perdagangan. Tak heran jika dunia Islam mampu
menguasai wilayah yang terbentang begitu luas, meliputi benua Asia, Afrika, dan Eropa.
Kekhalifahan Islam dipandang telah memberi kontribusi yang signifikan dalam terjadinya
proses globalisasi di era itu. Dengan ilmu pengetahuan serta kekuatan ekonomi yang
dikuasainya, dunia Islam mampu membebaskan begitu banyak wilayah dari keterisolasian.
Para penjelajah, pelaut, sarjana, saudagar, serta pelancong Muslim telah berjasa
menghubungkan dan membuka wilayah yang terisolasi itu dengan dunia Islam.
Para ahli sejarah menamakan periode ini sebagai Pax Islamica. Keberhasilan dunia Islam
dalam membangun perekonomian global di zaman kekhalifahan tak lepas dari teknologi
perkapalan dan navigasi yang dikuasai umat Islam. Dengan teknologi navigasi dan
perkapalan yang canggih pada zamannya, kekhalifahan Khulafa Ar-Rasyidin, Umayyah,
Abbasiyah, Fatimiyah, dan Usmani Turki mampu menjadi kekuatan ekonomi selama
berabad-abad.
Berbekal teknologi perkapalan dan navigasi pula, para penjelajah Muslim dari Andalusia dan
Afrika Utara sukses mengarungi Lautan Atlantik antara abad ke-9 M hingga 14 M. Mereka
telah mencapai benua Amerika, sebelum Christopher Columbus menemukannya pada abad
ke-15 M. Para sarjana Muslim mulai mengembangkan teknologi navigasi yang berguna untuk
mengarungi lautan, mencapai tujuan serta melewati dan memahami rute yang dituju pada
abad ke-8 M.
Secara bahasa, kata navigasi berasal dari bahasa Sansekerta 'Navghathi'. Navigasi

didefinisikan sebagai penentuan posisi dan arah di atas permukaan bumi. Konon, peradaban
India memulai sejarah maritimnya sejak 5.000 tahun lalu. Galangan kapal terapung pertama
dibangun peradaban lembah Indus sekitar 2300 SM. Peradaban manusia lainnya, seperti Cina,
Yunani, dan Persia Kuno juga telah mengembangkan navigasi dengan caranya masingmasing.
Teknologi navigasi berkembang pesat di era kekhalifahan Islam. Peradaban Islam lewat
gerakan penerjemahan teks dari berbagai peradaban mulai memahami pentingnya menguasai
teknologi navigasi. Berbekal pengetahuan itu, para geogarfer, dan para navigator Muslim
mengembangkan sendiri teknologi navigasinya. Pengembangan navigasi dilakukan para
penjelajah Muslim perintis. Merekalah yang berjasa meletakkan dasar penetapan lokasi
sebuah tempat.
Salah satu teknik yang paling penting untuk menentukan sebuah lokasi adalah garis lintang
dan garis bujur. Hal semacam ini sudah dikuasai para geogrefer dan penjelajah Muslim.
Teknik navigasi lainnya yang lebih canggih yang dikuasai umat Islam di era kekhalifahan
adalah dengan menggunakan posisi triangulasi berdasarkan pada matahari, bintang, dan
horison.
Berbekal pemahaman dasar tentang navigasi itu, peradaban Islam mulai menemukan sederet
teknologi navigasi modern. Salah satu teknologi navigasi yang paling penting yang dihasilkan
peradaban Islam adalah kompas magnetik. Bapak Sejarah Sains Barat, George Sarton dalam
Introduction to the History of Science mengungkapkan, adalah benar bahwa peradaban Cina
telah lama mengenal potensi navigator jarum magnet.
Namun, papar Sarton, potensi itu tak pernah dimanfaatkan peradaban Cina untuk membuat
sebuah kompas. Menurut dia, peradaban Islam-lah yang pertama kali menggunakan magnet
sebagai alat penunjuk arah. Para sarjana Islam mengembangkan kompas dengan 32 titik.
Sejarah mencatat, pada abad ke-11 M para pelaut Muslim menggunakan kompas Marinir
untuk pertama kalinya atau mungkin jauh sebelum itu sudah memakainya.
Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve menyebutkan, penggunaan magnet
sebagai penunjuk arah dalam risalah untuk pertama kalinya muncul dalam kumpulan anekdot
Persia bertajuk Jawami Al-Hikayah wa Lawami ar-Riwayah ( Kumpulan Hikayat dalam
Riwayat-riwayat Cemerlang). Kompilasi anekdot itu ditulis oleh Muhammad Al-Rawi pada
tahun 1230 M.
Selain itu, teknologi navigasi lainnya yang dikembangkan peradaban Islam untuk mengarungi
lautan dan menjelajahi dunia adalah Baculus. Kamus on-line Tiscali, mendefinisikan Baculus
sebagai kemudi, tangkai, serta simbol kekuasaan. Dalam dunia navigasi, Baculus merupakan
teknologi yang digunakan untuk astronomi nautica. Teknologi ini asli dikembangkan
peradaban Spanyol Muslim yang berpusat di Cordoba.
Pada era selanjutnya, Baculus digunakan para navigator Portugis untuk melanglang dunia.

Berbekal Baculus yang diciptakan peradaban Islam, bangsa Portugis menguasai sejumlah
wilayah, salah satunya kawasan timur Nusantara sekitar abad ke-16 M. Teknologi navigasi
lainnya yang ditemukan para navigator Muslim adalah Caravel. Pada abad ke-13 M, para
penjelajah dari Spanyol Muslim telah menggunakan teknologi navigasi yang satu ini untuk
mengarungi samudera.
Dua abad kemudian, teknologi Caravel digunakan oleh bangsa Spanyol dan Portugis untuk
melakukan perjalanan mengelilingi dunia. Penemuan penting lainnya dalam bidang navigasi
Muslim adalah Kamal. Teknologi ini digunakan navigasi angkasa serta untuk mengukur
ketinggian dan garis lintang bintang.
Tekonologi navigasi lainnya yang dikembangkan para pelaut Muslim adalah Three-masted
merchant vessel. Menurut Jhon Hobson, para pelaut Islam memperkenalkan teknologi itu di
sekitar laut Mediterania. Selain itu, peradaban Islam juga menyumbangkan sejumlah peta
yang dijadikan panduan para navigator. Salah satu peta yang digunakan pelaut Spanyol,
Christopher Columbus untuk mengarungi Samudera Atlantik adalah peta Al-Idrisi.
Penjelajah Muslim lainnya seperti Ibnu Batutta dari Maroko serta Cheng Ho dari Cina juga
telah menyumbangkan jalur perjalanan yang dijadikan pegangan para navigator dunia selama
berabad-abad. Teknologi navigasi merupakan salah satu kunci keberhasilan peradaban Islam
menggenggam dunia.

Kompas dan Geliat Industri Perkapalan


Seiring berkembangnya teknologi navigasi, teknologi perkapalan pun berkembang pesat di
dunia Islam. Sebagai kekuatan industri dunia terbesar di abad pertengahan, dunia Islam pun
memiliki begitu banyak pelabuhan yang ramai dan padat. Biasanya, di sepanjang daerah
pantai banyak berdiri fasiltas pembuatan dan perakitan kapal.
Setiap negeri Muslim menciptakan kapal dengan model dan jenis yang berbeda-beda. Selain
membuat kapal untuk tujuan berniaga, pada era itu pembuatan kapal untuk perang atau
memperkuat angkatan laut juga gencar dilakukan. Kapal perang dibangun untuk
memperkokoh pertahanan wilayah kekuasaan kekhalifahan Islam di lautan. Sehingga, ketika
itu kekhalifahan Islam tak hanya tangguh di darat, namun juga kuat di lautan. Begitu sulit
untuk dikalahkan.
Kapal perang didesain lebih ramping dan dikendalikan dengan layar atau dayung. Sedangkan,
kapal niaga dibangun dengan cukup lebar. Rancangan seperti itu sengaja dibuat agar kapal
dapat membawa barang dalam jumlah yang banyak. Pada masa itu, kapal perang yang paling
bongsor sanggup menampung 1.500 prajurit marinir. Sedangkan kapal dagang yang besar
mampu menampung 1.000 ton barang.
Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve mengungkapkan, galangan kapal pertama

yang dibangun di dunia Islam berada di Pulau Rawdah, Mesir. Galangan itu dibangun pada
tahun 54 H/673 M. Setelah itu, galangan kapal berdiri di hampir setiap wilayah kekuasaan
Islam. Di era kekuasaan Abbasiyah, Khalifah Al-Mutawakkil sangat memperhatikan
pelabuhan kapal di Mesir.
Pada era kekuasaan Kekhalifahan Usmani Turki pun lautan mendapat perhatian khusus.
Sultan Muhammad II pun menetapkan lautan sebagai prioritas utama. Pada masa
itu,pemerintahan Ottoman juga berhasil membangun kapal-kapalnya yang besar dan canggih
di Gallipoli. Di bawah komando Gedik Ahmed Pasha (1480 M), Daulah Usmani membangun
basis kekuatan lautnya di Istanbul. Tak heran, jika marinir Turki mendominasi Lautan Hitam
dan menguasai Otranto.
Pada era kekuasaan Sultan Salim I (1512M - 1520 M), di pusat persenjataan Maritim
dbangun kapal laut yang besar. Tak heran, jika Salim I kerap berseloroh, ''Jika scorpions
(Kristen) menempati laut dengan kapalnya, jika bendera Paus dan raja-raja Prancis serta
Spanyol berkibar di pantai Trace, itu semata-mata karena toleransi kami.'' Tak kurang 150
unit kapal dibangun untuk memperkuat pertahanan Usmani Turki di lautan.
Dilengkapi dengan kapal laut terbesar di dunia, pada abad ke-16 M, Turki Usmani telah
menguasai Mediterania, Laut Hitam dan Samudera Hindia. Tak heran, bila kemudian Daulah
Usmani kerap disebut sebagai Kerajaan yang bermarkas di atas kapal laut. Sayangnya,
dominasi Muslim di lautan kini telah memudar.

Ahmad bin Majid Sang Navigator Legendaris


Shihan Al-Dein alias Singa Lautan. Julukan itu ditabalkan kepada Ahmad bin Majid karena
kehebatannya dalam mengarungi samudera. Navigator dan kartografer (pembuat peta)
Muslim itu terlahir pada tahun 1421 M di Julphar - sekarang dikenal sebagai Al Khaimah sebuah kota di Uni Emirat Arab. Ahmad tumbuh dikeluarga pelaut. Tak heran jika pada usia
17 tahun, dia sudah bisa mengemudikan kapal.
Keandalannya sebagai seorang navigator membuatnya begitu dikenal sebagai seorang pelaut
yang jempolan. Sosok Ahmad begitu populer di dunia Barat. Itu lantaran sang Singa Laut
telah turut membantu Vasco da Gama untuk menemukan jalan dari Afrika menuju India.
Selain dikenal sebagai navigator yang tangguh, Ahmad juga boleh dibilang seorang
sastrawan. Tak kurang dari 40 puisi dan syair telah ditulisnya.
Salah satu karya dan sumbangannya yang paling penting bagi bidang navigasi adalah Kitab
al-Fawa'id fi Usul `Ilm al-Bahr wa 'l-Qawa'id (Buku Informasi yang Berguna tentang Dasardasar dan Aturan Navigasi). Kitab itu ditulisnya pada tahun 1490 M - satu dasawarsa sebelum
Ahmad tutup usia. Kitab yang ditulisnya itu berupa sebuah ensikolpedia navigasi yang
memaparkan sejarah dan prinsip dasar navigasi, letak bulan, serta garis-garis mata kompas.

Buku itu juga mengupas tentang perbedaan pantai serta lautan terbuka. Selain itu, buku itu
juga berisi lokasi pelabuhan mulai dari Afrika Timur hingga ke Indonesia. Dalam buku ini
juga dibahas tentang posisi bintang dan berbagai macam angin yang bisa ditemui seorang
navigatir profesional dalam sebuah ekspedisi pelayaran.
Ahmad juga menulis beberapa buku lainnya tentang ilmu maritim dan pergerakan kapal.
Buku yang ditulisnya itu mencoba untuk membantu orang di Teluk Persia untuk mencapai
pantai India, Afrika Timur, dan beberapa tujuan lainnya. Ia juga menulis buku tentang
oceanografi berjudul Fawa'dh fi-Usl Ilm al-Bahrwa-al-Qawaidah -- inilah salah satu bukunya
yang dinilai paling bagus.

Penulis : heri ruslan/hri


REPUBLIKA - Kamis, 24 Juli 2008

Você também pode gostar