Você está na página 1de 109

SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG JEWAWUT (Pennisetum glaucum) DAN


TEPUNG AMPAS TAHU DALAM FORMULASI SNACK BAR

Oleh
ERINNA NYDIA WIJAYA
F24061458

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1

PEMANFAATAN TEPUNG JEWAWUT (Pennisetum glaucum) DAN


TEPUNG AMPAS TAHU DALAM FORMULASI SNACK BAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
ERINNA NYDIA WIJAYA
F24061458

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2

Judul Skripsi : Pemanfaatan Tepung Jewawut (Pennisetum glaucum) dan Tepung


Ampas Tahu dalam Formulasi Snack Bar
Nama

: Erinna Nydia Wijaya

NIM

: F24061458

Menyetujui:
Bogor, 6 September 2010

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc


NIP: 19490505. 199203. 2. 002

Ir. Subarna, MSi


NIP: 19600629. 198803. 1.001

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


NIP: 19650814. 199002. 1. 001

Tanggal Lulus: 25 Agustus 2010


3

THE USE OF MILLET (Pennicetum glaucum) FLOUR AND


OKARA FLOUR IN SNACK BAR FORMULATION
Erinna Nydia Wijaya1, Fransiska Rungkat2, Subarna3
1,2,3

Food Science and Technology Department, Agricultural Technology Faculty, Institut Pertanian
Bogor, Kampus IPB Darmaga, PO.Box 220, Bogor 16002, Indonesia

Abstract
Snack is food which is consumed between main meals. That is why the
demand for snack foods is increasing. Many of these snack found nowadays in
Indonesia are lacking of bioactive components such as antioxidant and dietary fiber.
One of famous snack types nowadays is snack bar. Not so many commercial snack
bars are found in Indonesia. Most of them are imported product and expensive in
price. In this research, snack bar made of local ingredients which contained bioactive
compounds and dietary fiber was trying to be made. The local ingredients were from
millet flour and okara flour.
Millet is one type of cereals. Its common name is Pearl Millet (Pennisetum
glaucum). Okara flour is one of the wastes from tofu production. Millet is the source
of antioxidant and okara flour is source of fiber. Both of these ingredient are not used
by people to be food raw materials. The other ingredients in this research were
hunkue flour, sugar, skim milk, nutmeg fruit, and water. The aim of this research was
to get the best formulation of snack bar based on organoleptic, antioxidant, and fiber
analysis.
The variables that were differentiated among formulas were ratio of millet and
okara flour (1:1, 1:2, and 2:1) and fat source. Fat sources of these bars were palm oil
and avocado. Six formulas were obtained from these two variables. Based on hedonic
rating test, formula with palm oil obtained the highest score and the difference
between flour ratios was not significant. The higher the percentage of additional flour
okara, the level of total dietary fiber in product would be higher. Formula 1:2 using
avocado had the highest fiber content (17,21%). However, formula 2:1 using palm oil
had the highest antioxidant capacity (4,98 mg vitamin C equivalent per 100 gram
product). The antioxidant activity was higher if the proportion of millet flour were
higher in product. Based on the results, formula with the ratio of millet and okara
flour= 1:2 was the best formula. The antioxidant capacity of that formula was 3,76
mg vitamin C equivalent per 100 gram product and the total fiber was 13,13%. This
product contained water (12,5%), ash (1,7%), protein (12,65%), fat (22,8%),
carbohydrate (62,86%), iron (64 ppm), zinc (16 ppm), and calcium (2308 ppm). The
color of formula M1:2 were L= 61,12, a= +5,89, b= +2,86, and 0Hue= 77,23. The
hardness level of the chosen snack bar millet-okara formula was 852 gram force.

Keywords: snack bar, millet, okara, antioxidant, fiber

Erinna Wijaya. F24061458. Pemanfaatan Tepung Jewawut (Pennisetum


glaucum) dan Tepung Ampas Tahu dalam Formulasi Snack Bar. Dibawah
bimbingan Fransiska Rungkat Zakaria dan Subarna. 2010.
RINGKASAN
Snack adalah makanan yang dikonsumsi di antara waktu makan utama.
Oleh karena itu, frekuensi konsumsi snack menjadi sangat tinggi karena dapat
dikonsumsi kapan saja. Snack yang banyak beredar di Indonesia umumnya miskin
akan berbagai komponen bioaktif yang berperan penting bagi kesehatan seperti
antioksidan serta serat pangan (dietary fiber). Salah satu makanan ringan yang
sedang menjadi trend adalah snack bar. Snack bar yang banyak beredar di
pasaran harganya cukup mahal karena masih berupa produk impor. Oleh karena
itu perlu adanya produk snack bar yang menggunakan bahan baku lokal sehingga
harganya terjangkau, mengandung komponen bioaktif, seperti serat pangan,
antioksidan, serta mineral yang baik untuk kesehatan. Bahan-bahan yang dapat
digunakan untuk produk tersebut diantaranya adalah jewawut dan ampas tahu.
Jewawut (Pennisetum glaucum) merupakan salah satu jenis serealia, yang
dikenal juga dengan sebutan pearl millet. Sedangkan ampas tahu merupakan hasil
samping dari proses pembuatan tahu. Jewawut menjadi sumber antioksidan
sedangkan ampas tahu menjadi sumber serat. Kedua bahan ini tidak sering
digunakan sebagai bahan baku pangan. Kedua bahan ini diolah menjadi bentuk
tepung untuk mempermudah pengaplikasiannya dalam produk pangan. Bahan lain
yang digunakan dalam snack bar ini adalah tepung hunkue, tepung gula, manisan
buah pala, susu skim, dan minyak goreng atau bubur alpukat. Tujuan dari
penelitian ini adalah mencari formula terbaik snack bar berbahan baku tepung
jewawut dan ampas tahu berdasarkan uji organoleptik, aktivitas antioksidan, dan
kadar serat pangan.
Variabel yang diterapkan dalam formula adalah rasio tepung jewawut dan
tepung ampas tahu (1:1, 1:2 dan 2:1), serta jenis minyak yang digunakan, yaitu
minyak goreng dan bubur alpukat. Enam formula diperoleh dari kedua variabel
ini. Berdasarkan uji rating hedonik, formula terbaik adalah formula yang
menggunakan minyak goreng. Hasil uji kadar serat pangan menunjukkan bahwa
formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu sebesar 1:2 yang
menggunakan alpukat memiliki kadar serat pangan tertinggi yaitu 17,21%.
Semakin tinggi penambahan tepung ampas tahu, semakin besar kadar serat
pangannya. Namun, hasil uji aktivitas antioksidan pada formula dengan
perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 yang menggunakan minyak
goreng memiliki aktivitas antioksidan tertinggi, yaitu 4,98 mg vitamin C
ekuivalen per 100 gram produk. Aktivitas antioksidan produk semakin tinggi jika
semakin banyak tepung jewawut yang ditambahkan. Berdasarkan hasil uji
organoleptik, serat pangan dan aktivitas antioksidan, formula dengan rasio tepung
jewawut dan ampas tahu 1:2 yang menggunakan minyak goreng merupakan
formula terbaik. Formula ini mengandung total serat pangan 13,42%, aktivitas
antioksidan 3,76 mg vitamin C ekuivalen/100 g produk, kadar air 12,51%, mineral
1,70%, protein 12,65%, lemak 22,8%, dan karbohidrat 62,86%. Kandungan
4

mineral Fe, Zn, dan Ca yang terdapat pada formula ini berturut-turut adalah 64
ppm, 16 ppm, dan 2308 ppm.
Kata kunci: snack bar, jewawut, ampas tahu, antioksidan, serat

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 9 April 1988 sebagai anak


kedua dari dua bersaudara dari ayah Robert Widjaja dan ibu Sylviati Widjaja.
Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar di SD Tunas Karya I Jakarta pada
tahun 1994-2000, Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Tarakanita IV
Rawamangun Jakarta pada tahun 2000-2003, lalu Pendidikan Lanjutan Tingkat
Atas di SMA Kristen V BPK Penabur Jakarta pada tahun 2003-2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) lalu mengikuti Tahap Persiapan
Bersama (TPB) selama 1 tahun dan pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa
di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Selama perkuliahan penulis menjadi anggota pada kegiatan intra
kampus seperti Komisi Literatur Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB
serta terlibat dalam kegiatan kepanitiaan LCTIP XVI. Penulis juga berkesempatan
untuk mengikuti berbagai kegiatan non akademis seperti Pelatihan Auditor Sistem
Management HACCP, Pelatihan Sistem Management ISO 9000 dan ISO 22000,
dan berbagai seminar. Penulis juga berpartisipasi dalam Program Kreativitas
Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) pada tahun 2008 dan Program Kreativitas
Mahasiswa Penelitian (PKMP) pada tahun 2009.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian
dengan tema Pemanfaatan Tepung Jewawut (Pennisetum glaucum) dan Tepung
Ampas Tahu dalam Formulasi Snack Bar di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir.
Fransiska Rungkat Zakaria, MSc. dan Ir. Subarna, MSi pada tahun 2009-2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis selalu diberikan kekuatan dalam
menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada semua pihak yang turut
membantu penulis selama menjalani masa perkuliahan, penelitian, hingga
penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran selama
masa kuliah, penelitian, dan penyelesaian skripsi ini.
2. Ir. Subarna, MSi selaku dosen pembimbing kedua atas kesempatan dan
waktu yang diberikan pada penulis untuk arahan, bimbingan, pengetahuan,
dan kesabarannya selama masa penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. M. Arpah, MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak masukan bagi perbaikan skripsi ini.
4. Keluarga penulis: Mama, Papa, dan Edwin untuk semua doa, dukungan
moril maupun fisik, motivasi, kasih sayang, dan semangat yang melimpah
pada penulis.
5. Teman satu penelitian: Feriana, Stephanie, Yessica untuk semua
kebersamaan, penderitaan, jerih payah, kesabaran, waktu-waktu lembur
bersama hingga perjuangan kita berakhir.
6. Teman satu bimbingan: Anto, Rijali, dan Husna untuk kerjasama, bantuan,
dan semangat yang diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman terbaikku: Regina, Grace, Novi, Magda, Janet, Fanni, Bella,
Natasya, Amanda, Amanda Orchita, Meiliani, Tere, Gina, Rio, dan
mentorku: Ci Michelle, Ci Elga atas doa, saran, semangat, dan waktu yang
diberikan untuk menghibur penulis.
8. Teman-teman Perwira: Jessica, Prima, Dessy, Desonk, Oneng, Feli, Stella,
Nina, Mario, Richie, Syenny, Margaret, Fenny, Yurina, Dyas.

9. Teman-teman Lab: Kak Tuthie, Kak Sina, Kak Midun, Kak Nono, Kak
Alin, Wonojatun, Arius, Riza, dan semua pihak yang telah merelakan alatalat lab-nya dipinjam selama penelitian.
10. Teman-teman ITP 42: Ci Irene, Ko Marcel, Kak Esther untuk hiburan, info
terbaru, dan pengetahuan yang diberikan.
11. Seluruh dosen ITP yang telah membagi ilmu pengetahuan dan mendidik
penulis.
12. Laboran ITP dan Pilot Plan PAU: Pak Wahid, Pak Sidik, Pak Yahya, Bu
Rubiah, Pak Rojak, Pak Gatot, Mbak Darsih, Pak Sobirin, Pak Taufik, Pak
Nurwanto, Pak Iyas, Pak Jun yang membantu penulis selama penelitian.
13. Seluruh keluarga besar ITP 43 dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dan tidak lepas dari berbagai kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap
perkembangan Ilmu dan Teknologi, khususnya bidang Ilmu dan Teknologi
Pangan.

Bogor, 20 Agustus 2010

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI ......................................................................................................... i


DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vi
I.

PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
B. TUJUAN ........................................................... 3
C. MANFAAT ............................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4


A. JEWAWUT (Pennisetum glaucum) ......................................................... 4
B. TEPUNG AMPAS TAHU ........................................................................ 7
C. ALPUKAT (Persea Americana, Miller)................................................... 8
D. MINYAK GORENG .............................................................................. 10
E. SERAT PANGAN ............................................................................... ...11
F. ANTIOKSIDAN ..................................................................................... 12
G. SNACK BAR ... .15
H. COOKIES .................... 16
III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 19
A. BAHAN DAN ALAT .............................................................................19
B. METODE PENELITIAN ............................................19
1. Penelitian Pendahuluan. ............................................20
a. Pembuatan Tepung Jewawut ..20
b. Pembuatan Tepung Ampas Tahu ....20
c. Uji Coba Formula dan Suhu Pemanggangan Snack Bar.22
2. Penelitian Utama..................23
C. RANCANGAN PERCOBAAN

..25

D. METODE ANALISIS ..... 26


1. Uji Organoleptik ... ...26
2. Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis ........... 26
3. Aktivitas Antioksidan Metode DPPH.. ...28
i

4. Kadar Air .28


5. Kadar Abu ...29
6. Uji Kadar Protein Metode Kjeldhal. ...29
7. Uji Kadar Lemak dengan Soxhlet ...30
8. Kadar Karbohidrat (by Difference). ....30
9. Komposisi Mineral ..30
10. Analisis Fisik .....31
a. Analisis Warna ...31
b. Analisis Tekstur .....32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................35
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ..........................................................35
1. Pembuatan Tepung Jewawut ...............................................................35
2. Pembuatan Tepung Ampas Tahu ........................................................36
3. Uji Coba Formula dan Suhu Pemanggangan Snack Bar .....................37
B. PENELITIAN UTAMA ..........................................................................41
1. Analisis Bahan Baku ...........................................................................43
2. Analisis Produk Snack Bar ..................................................................45
a. Uji Organoleptik .............................................................................45
b. Serat Pangan ..................................................................................48
c. Aktivitas Antioksidan .....................................................................53
d. Analisis Proksimat Keenam Formula .............................................56
3. Penentuan Formula Snack Bar Terbaik ...............................................62
4. Analisis Produk Terbaik ......................................................................63
a. Komposisi Mineral Ca, Fe, Zn........................................................63
b. Analisis Fisik ..................................................................................64
5. Contoh Kemasan Snack Bar ................................................................65
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................67
A. KESIMPULAN .......................................................................................67
B. SARAN ...................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................68
LAMPIRAN .......................................................................................................71

ii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia biji jewawut ......................................................... 5
Tabel 2. Karakteristik kimia ampas tahu dan tepung ampas tahu .................. 7
Tabel 3. Komposisi umum nilai gizi buah alpukat ........................................ 9
Tabel 4. Rancangan uji coba formula snack bar ......................................... 22
Tabel 5. Rancangan uji coba suhu pemanggangan snack bar ..................... 23
Tabel 6. Komposisi formula snack bar ........................................................ 23
Tabel 7. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar ........................ 34
Tabel 8. Uji coba formula dan suhu pemanggangan snack bar ................... 38
Tabel 9. Komposisi formula snack bar terpilih ........................................... 40
Tabel 10. Hasil analisis tepung ampas tahu dan tepung jewawut ................ 43
Tabel 11. Hasil analisis proksimat snack bar .............................................. 56
Tabel 12. Rekapitulasi hasil analisis snack bar ........................................... 62
Tabel 13. Hasil pengukuran warna produk snack bar.................................. 65
Tabel 14. Daftar Angka Kebutuhan Gizi (AKG) ......................................... 66

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur jewawut (pearl milet) ..................................................... 5
Gambar 2. Tepung ampas tahu....................................................................... 8
Gambar 3. Buah alpukat ............................................................................... 10
Gambar 4. Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh antioksidan........ 14
Gambar 5. Contoh snack bar ....................................................................... 16
Gambar 6.Diagram alir pembuatan tepung jewawut.................................... 21
Gambar 7. Diagram alir pembuatan tepung ampas tahu .............................. 21
Gambar 8. Diagram alir pembuatan snack bar ............................................ 24
Gambar 9. Texture analyzer ......................................................................... 33
Gambar 10. Diagram hasil uji organoleptik atribut rasa akibat pengaruh
sumber minyak ......................................................................... 46
Gambar 11. Diagram hasil uji organoleptik atribut tekstur akibat pengaruh
sumber minyak ......................................................................... 48
Gambar 12. Diagram kadar serat tak larut snack bar akibat pengaruh
a)perbandingan tepung b)sumber minyak ................................ 49
Gambar 13. Diagram kadar serat larut snack bar akibat pengaruh
a)perbandingan tepung b) sumber minyak .............................. 51
Gambar 14. Diagram kadar total serat (TDF) snack bar akibat pengaruh
a)perbandingan tepung b) sumber minyak .............................. 52
Gambar 15. Diagram aktivitas antioksidan snack bar akibat pengaruh
a) perbandingan tepung b) sumber minyak ........................... 54
Gambar 16. Diagram kadar air snack bar akibat pengaruh sumber
minyak ..................................................................................... 57
Gambar 17. Diagram kadar abu snack bar akibat pengaruh a)perbandingan
tepung b) sumber minyak ........................................................ 58
Gambar 18. Diagram kadar protein snack bar karena pengaruh
a)perbandingan tepung b) sumber minyak ............................. 59
Gambar 19. Diagram kadar lemak snack bar pengaruh sumber minyak ..... 60

iv

Gambar 20. Diagram kadar karbohidrat snack bar karena pengaruh


a)perbandingan tepung b) sumber minyak ............................... 61
Gambar 21. Label kemasan snack bar jewawut- ampas tahu ...................... 66

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner uji rating hedonik ....................................................... .....72
Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik rasa ............................ .....73
Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik tekstur........................ .....74
Lampiran 4. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa ............................... .....75
Lampiran 5. Hasil analisis uji rating hedonik atribut tekstur ........................... .....76
Lampiran 6. Hasil analisis kadar serat pangan keenam formula ...................... .....77
Lampiran 7. Hasil pengolahan data analisis kadar serat pangan tak larut (IDF) ...78
Lampiran 8. Hasil pengolahan data analisis kadar serat pangan larut (SDF) .. .....79
Lampiran 9. Hasil pengolahan data analisis kadar serat total (TDF) .................... 80
Lampiran 10. Kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung jewawut,
tepung ampas tahu, dan produk................................................ .....81
Lampiran 11. Hasil pengolahan data analisis aktivitas antioksidan ................ .....83
Lampiran 12. Data analisis kadar air tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk................................................................................ .....84
Lampiran 13. Hasil pengolahan data analisis kadar air.................................... .....85
Lampiran 14. Data analisis kadar abu tepung jewawut, tepung ampas tahu, dan
produk ....................................................................................... .....86
Lampiran 15. Hasil pengolahan data analisis kadar abu .................................. .....87
Lampiran 16. Data analisis kadar protein tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk.................................................................................. .....88
Lampiran 17. Hasil pengolahan data analisis kadar protein ............................ .....89
Lampiran 18. Data analisis kadar lemak tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk ................................................................................ .....90
Lampiran 19. Hasil pengolahan data analisis kadar lemak .............................. .....91
Lampiran 20. Data analisis kadar karbohidrat tepung jewawut, tepung ampas
tahu, dan produk ....................................................................... .....92
Lampiran 21. Hasil pengolahan data analisis kadar karbohidrat ..................... .....93
Lampiran 22. Data kandungan mineral formula terbaik .................................. .....94
Lampiran 23. Hasil pengukuran warna snack bar terbaik ............................... .....94
Lampiran 24. Data analisis kekerasan dengan texture analyzer ...................... .....94

vi

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan pengetahuan di bidang gizi dan
kesehatan, kesadaran masyarakat akan kesehatan serta pentingnya nilai gizi
dalam makanan yang mereka konsumsi menyebabkan kebutuhan akan pangan
berkualitas

meningkat

juga.

Makanan

berkualitas

diharapkan

dapat

menunjang terciptanya generasi bangsa yang sehat.


Selain dari makanan pokok, ketersediaan zat-zat gizi juga bisa berasal
dari makanan kudapan, selingan, atau camilan (snack). Snack adalah makanan
yang dikonsumsi di antara waktu makan utama (Anonim, 2008). Oleh karena
itu, frekuensi konsumsi snack menjadi sangat tinggi karena dapat dikonsumsi
kapan saja. Produk snack yang ada di pasaran umumnya hanya merupakan
sumber energi karena bahan penyusun utamanya adalah tepung, gula, dan
lemak. Snack tersebut umumnya miskin akan berbagai komponen bioaktif
seperti antioksidan, serat pangan (dietary fiber), serta mineral yang berperan
penting bagi kesehatan. Snack yang sehat tidak hanya kaya akan energi, tetapi
sebaiknya juga mengandung serat pangan, antioksidan, aneka vitamin, dan
mineral yang penting untuk kesehatan. Sebaiknya hindari konsumsi snack
yang mengandung bahan tambahan pangan (food additives), seperti pemanis,
pewarna, dan pengawet apalagi yang tidak sesuai aturan. Salah satu makanan
ringan yang sedang menjadi trend adalah snack bar (Astawan, 2009).
Bars adalah produk pangan padat yang berbentuk batang. Snack bar
yang banyak beredar di pasaran harganya cukup mahal karena masih berupa
produk impor. Hal ini bertentangan dengan kebutuhan konsumen akan
pangan sehat yang harganya terjangkau. Padahal banyak bahan pangan lokal
dan hasil samping industri pangan dengan potensi yang cukup tinggi namun
selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu perlu adanya
pemanfaatan bahan-bahan lokal dan hasil samping industri pangan seperti
jewawut dan ampas tahu dalam pembuatan snack bar sehingga menghasilkan
produk yang potensial untuk dipasarkan.

Jewawut (Pennisetum glaucum) merupakan salah satu jenis serealia,


yang lebih dikenal dengan sebutan pearl millet. Jewawut berasal dari Afrika.
Jewawut dapat hidup di daerah kering, panas, dan berpasir, yang tidak
memungkinkan untuk pertumbuhan sorgum dan jagung. Sebagai serealia,
jewawut merupakan sumber karbohidrat. Jewawut merupakan komoditi yang
sangat potensial sebagai pangan fungsional karena mengandung antioksidan
dan serat. Di Indonesia, jewawut dimanfaatkan sebagai pakan burung, banyak
ditanam di daerah Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Timur, serta dapat
ditemukan di pasar burung (Puspawati, 2009).
Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu.
Produsen tahu umumnya masih menganggap ampas tahu sebagai limbah hasil
pertanian yang bernilai ekonomis rendah. Pemanfaatan ampas tahu sampai
saat ini umumnya masih terbatas sebagai makanan ternak dan pupuk. Aplikasi
ampas tahu pada produk pangan masih sangat terbatas seperti tempe gambus
dan oncom. Ampas tahu dalam bentuk tepung kaya akan komponen serat
(oligosakarida). Penambahan tepung ampas tahu yang kaya akan serat selain
akan meningkatkan kandungan serat dalam produk pangan juga akan
memberikan nutrisi bagi bakteri yang menguntungkan dalam saluran
pencernaan.
Jewawut dan ampas tahu memiliki potensi yang tinggi untuk
dimanfaatkan menjadi suatu pangan fungsional berupa snack bar yang
mengandung serat, antioksidan, mineral, serta zat gizi lain yang dapat
diterima konsumen. Penggunaan tepung jewawut dan ampas tahu sebagai
bahan pembuatan snack bar ini dapat menjadi salah satu cara diversifikasi
pangan. Mengingat keunggulan yang dimiliki jewawut dan ampas tahu,
diharapkan adanya suatu produk makanan ringan yang sehat sekaligus dapat
memanfaatkan komoditi lokal dan hasil samping industri menjadi produk
yang dapat diterima masyarakat. Hal ini memungkinkan pemanfaatan
maksimal dari bahan mentah dan memperkecil persoalan polusi maupun
penanganan limbah. Dengan adanya produk snack bar diharapkan
pemanfaatan jewawut dan ampas tahu sebagai sumber serat dan antioksidan
dapat ditingkatkan.

B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan jewawut dan ampas
tahu serta mencari formula terbaik produk snack bar berbasis tepung jewawut
dan tepung ampas tahu sehingga produk tersebut dapat menjadi salah satu
pangan fungsional yang mengandung serat dan antioksidan.

C. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini adalah dihasilkannya produk snack bar
berbahan baku tepung jewawut dan tepung ampas tahu dengan rasa yang
enak, harga yang murah, serta mengandung komponen bioaktif yang baik
untuk kesehatan seperti serat pangan, antioksidan, dan mineral. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan
industri pangan bahwa tepung jewawut dan tepung ampas tahu dapat
dijadikan bahan baku pembuatan snack bar yang memiliki manfaat untuk
kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

JEWAWUT (Pennisetum glaucum)


Jewawut (Pennisetum glaucum) merupakan salah satu jenis serealia.
Serealia ini lebih dikenal dengan sebutan pearl millet. Jewawut merupakan
sumber bahan pangan ke-6 setelah gandum, beras, jagung, barley, dan
sorgum. Jewawut berasal dari Afrika bagian barat. Tanaman ini dapat tumbuh
pada ketinggian antara 0-1800 meter dari permukaan laut. Jewawut dapat
hidup di daerah kering, panas, dan berpasir, yang tidak memungkinkan untuk
pertumbuhan sorgum. Masa tanam membutuhkan waktu sekitar 60-95 hari.
Tinggi

tanaman

jewawut

dapat

mencapai

0,5-4

meter.

Jewawut

diklasifikasikan ke dalam:
Kingdom

: Plantae

Kelas

: Monocotyledon

Keluarga

: Poaceae

Genus

: Pennisetum

Spesies

: Pennisetum glaucum (USDA, 2008)

Jewawut terdiri dari 4 jenis yaitu pearl millet (Pennisetum glaucum),


finger milet (Eleusine coracana), proso (Panicum miliaceum), dan foxtail
(Setaria italica) (Suherman et al., 2005). Di Indonesia, jewawut dimanfaatkan
sebagai pakan burung, banyak ditanam di daerah Jawa, NTT, NTB, dan dapat
ditemukan di pasar burung (Puspawati, 2009). Jewawut di Pulau Lombok
dikenal dengan nama jawe atau betem. Keragaman jenis jewawut di pulau
Lombok ditemukan di Kecamatan Bayan, Pringgabaya, dan Kayangan.
Keragaman karakter nampak dari warna biji yang terdiri dari warna hitam,
coklat, merah coklat, dan putih. Tiga jenis jewawut yang populer di Pulau
Lombok yaitu jenis brownstop, pearl, dan proso millet. Cara tradisional
pemanfaatan jewawut adalah sebagai makanan selingan berupa bubur betem,
dodol betem dan bajet betem (Suherman et al., 2005).
Jewawut

merupakan

sumber

karbohidrat,

dengan

kandungan

karbohidrat sekitar 70% dan protein 10% (FAO, 2009). Diameter biji sekitar

3-4 mm. Biji jewawut terdiri dari perikarp (8,4%), embrio (16,5%), dan
endosperm (75%) (FAO, 2009).

Endosperm berpati
Kutin
Kutin
epikarp
epikarp

perikarp

Kornea
Tepung

Mesokarp
Sel silang
Sel tabung
Pelapis biji
aleuron

Periferal
Aleuron
Biji

Granula pati

Epitel skutelar
Skutelum
Poros embrio
Hilum
hilum

Sel endosperm

Badan protein
dalam matriks
protein

Gambar 1. Struktur jewawut (pearl millet) (McDonough dan Rooney, 1987)


Tabel 1. Komposisi kimia biji jewawut (pearl milet)
Komponen
Kadar air (%)
Karbohidrat (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Ca (mg/1000g)
Fe (mg/1000g)
P (mg/1000g)
Mg (mg/1000g)
Zn (mg/1000g)
Serat (%)
Tannin (%)
Vitamin A (mg/100g)
Vitamin C (mg/100g)
Sumber:

Biji utuha
11,8
72,9
9,9
2,9
2,5
200
68
311
162
3,2
-

Tepunga
9,7
64,4
15,7
5,7
2,0
2,5
0,17
-

Biji utuhb
12,51
69,72
11,38
2,53
3,86
198
78
500
121
36
5,64
0,023
26,40

Biji utuhc
71,6
14,5
5,1
2,0
100
74,9
29,5
2,0
-

Severson (1998), berdasarkan basis basah, bNurmala (1997), berdasarkan basis


c
basah, Kulp and Ponte (2000), berdasarkan basis kering

Jewawut (Pennisetum glaucum) merupakan komoditi yang sangat


potensial sebagai sumber karbohidrat, antioksidan, dan serat yang penting
5

bagi kesehatan (Rooney dan Serna, 2000). Kandungan protein, lemak, dan
serat pearl millet lebih tinggi daripada jagung (Adeola dan Orban, 1994).
Karbohidrat dalam bentuk pati terutama berada pada bagian endosperma.
Kadar amilosa pati jewawut adalah 21,1%. Biji jewawut memiliki kandungan
protein dan serat yang lebih baik dibanding beras (Suherman et al., 2006).
Asam amino pada jewawut dapat sangat bervariasi, tergantung pada
lingkungan saat penanaman. Protein jewawut memiliki fraksi protein albumin
sebesar 15,1%, globulin sebesar 8,7%, prolamin 30,2%, dan glutelin 30,3%.
Komponen asam amino esensial terbanyak pada jewawut adalah leusin (598
mg/g) sedangkan asam amino pembatas pada jewawut adalah lisin. Kadar
lemak pada pearl millet lebih besar daripada jenis millet yang lain (FAO,
2009). Asam lemak utama pada jewawut adalah linoleat (C 18:2) 43,8%,
oleat (C 18:1) 26,1% (Kulp dan Ponte, 2000). Komposisi mineral jewawut
dari yang terbesar hingga terkecil adalah fosfor (P), magnesium (Mg),
kalsium (Ca), iron (Fe), dan seng (Zn). Faktor lingkungan seperti komposisi
dan sifat tanah dapat mempengaruhi komposisi mineral jewawut (FAO,
2009).
Biji jewawut utuh memiliki aktivitas antioksidan sebesar 12,27 mg
vitamin C ekuivalen/g biji (Yanuwar, 2009). Aktivitas antioksidan jewawut
berasal dari komponen fenolik yang dapat diklasifikasikan sebagai asam
fenolik dan flavonoid. Asam fenolik, bebas atau terikat sebagai ester, berada
di lapisan luar biji. Komponen ini dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan menjaga biji agar tidak mudah kapangan. Komponen
fenolik dalam jewawut terutama terdiri dari kafeat, koumarat, ferulat, sinamat
(Kulp dan Ponte, 2000). Menurut Dykes dan Rooney (2006), flavonoid
terbukti memiliki kemampuan dalam menangkal radikal bebas dengan baik.
Salah satu jenis senyawa flavonoid yang terdapat pada jewawut adalah tanin
yang terdapat pada bagian testa dari biji jewawut. Semakin gelap warna testa,
akan semakin tinggi kandungan taninnya. Komponen fenolik dengan aktivitas
antioksidan

dan

penangkal

radikal

bebasnya

memiliki

efek

yang

menguntungkan bagi kesehatan. Komponen ini merupakan penghambat

oksidasi biologis sehingga dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular,


kanker, dan mengurangi efek penuaan (Siwela et al., 2007).

B. TEPUNG AMPAS TAHU (OKARA FLOUR)


Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu.
Bahan baku yang digunakan masih berupa ampas tahu basah. Ampas tahu
basah perlu diubah menjadi bentuk tepung agar mudah dalam penyimpanan
dan pengaplikasiannya. Pembuatan tepung ampas tahu meliputi tahap
pengeringan dengan oven pengering, penghalusan dengan disc mill, dan
pengayakan hingga diperoleh tepung ampas tahu dengan tingkat kehalusan
100 mesh (Sulistiani, 2004). Pengeringan pada pembuatan tepung ampas tahu
menurunkan kadar air, sehingga pertumbuhan mikroba maupun aktivitas
enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat dihambat dan menyebabkan
produk tepung menjadi lebih awet.
Ketersediaan ampas tahu cukup tinggi di Indonesia, namun masih
jarang dimanfaatkan untuk pangan. Setidaknya ada 40.000 industri tahu di
Indonesia yang menghasilkan berpuluh-puluh ton ampas tahu dalam sehari.
Di Jawa Barat saja ada sekitar 3000-4000 industri tahu (Hartono, 2004).
Perubahan kandungan ampas tahu sebelum dan sesudah menjadi
tepung ampas tahu dapat diamati pada Tabel 2. Tepung ampas tahu masih
memiliki karakteristik kimia yang baik. Menurut Shurtleff dan Aoyagi
(1975), ampas tahu masih mengandung 17% dari jumlah protein kedelai.
Tabel 2. Karakteristik kimia ampas tahu dan tepung ampas tahu
Hasil Analisis
Ampas tahua Tepung ampas Tepung ampas
tahub
tahua
Air
89,88
5,74
7,99
Protein
1,32
10,80
16,45
Lemak
2,20
14,49
8,84
Abu
0,30
9,02
2,86
Karbohidrat
6,33
59,95
63,86
Serat pangan larut
0,96
38,26
16,56
Serat pangan tidak
4,73
9,46
36,67
larut
Total serat pangan
5,69
47,72
53,23
Sumber: aSulistiani (2004), berdasarkan basis basah
b
Hartono (2004), berdasarkan basis basah

Tepung ampas tahu mengandung serat oligosakarida dalam jumlah


yang cukup tinggi. Tingginya kandungan serat oligosakarida yang dimiliki
tepung ampas tahu sangat bermanfaat untuk pertumbuhan bakteri probiotik,
karena serat oligosakarida berfungsi sebagai prebiotik. Prebiotik adalah
nutrisi yang cocok untuk bakteri baik (probiotik) dan tidak cocok untuk
bakeri jahat (patogen) (Hartono, 2004).

Gambar 2. Tepung ampas tahu


Tepung ampas tahu seberat 100 gram mampu memenuhi kebutuhan
serat pangan (dietary fiber) sebesar 190,88%, dengan rata-rata kecukupan
serat pangan sebesar 25 gram/orang/hari (Hartono, 2004). Bahan pangan
dapat dikatakan tinggi serat pangan jika dapat memenuhi 20% Angka
Kecukupan Gizi (AKG), atau mengandung 20 gram serat per 100 gram
takaran saji, sehingga tepung ampas tahu dapat diklaim sebagai pangan tinggi
serat. Konsumsi serat pangan untuk orang dewasa yang dianjurkan adalah 2030 gram/ hari (FDA, 2009).

C. ALPUKAT (Persea americana, Miller)


Alpukat adalah jenis tanaman yang termasuk family Lauraceae genus
Persea dan spesies Americana. Nama botani dari buah alpukat ini adalah
Persea americana, Miller. Tanaman ini berasal dari Guatemala dan
Honduras. Alpukat dipelihara untuk diambil buahnya yang bergizi, umumnya
dikonsumsi sebagai hidangan lezat tanpa dimasak, dicampur dengan
dedaunan dan bumbu sebagai bahan campuran dari sayuran yang dimakan
sebagai lalap, atau sebagai makanan pencuci mulut yang diberi gula
(Indonesia dan Filipina) (Verheij dan Coronel, 1997). Tingkat produksi
alpukat di Indonesia yaitu 0,34 juta ton (Departemen Pertanian, 2007). Berkat

kandungan minyaknya yang tinggi, tekstur daging buahnya seperti mentega,


yang rasanya tidak asam maupun tidak manis. Di Kepulauan Karibia, alpukat
dibuat mentega dan dikenal dengan nama poor mans butter dengan
kandungan lemak jenuh yang rendah (Marshall, 2005).
Buah alpukat terdiri dari perikarp, mesokarp, endokarp, dan sebuah
biji. Perikarp adalah jaringan buah yang menyelimuti biji, yang terdiri dari
bagian kulit yang disebut eksokarp, bagian daging buah yang dapat dimakan
yaitu mesokarp, dan lapisan tipis dekat biji yang disebut endokarp. Bagian
daging buah alpukat sekitar 65-75%. Bagian daging buah alpukat banyak
mengandung minyak. Buah alpukat dipilih sebagai sumber lemak snack bar
karena kandungan lemak alami dalam daging buah yang cukup tinggi
dibanding buah-buah lainnya, yaitu sekitar 24% (Ashari, 2006). Buah alpukat
kaya akan asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid).
Asam lemak tidak jenuh tunggal pada alpukat sebesar 9,7g/100g dengan
mayoritas adalah oleat (18:1) sebesar 9,1g/100g. Buah alpukat juga
mengandung asam lemak palmitat (16:1) dan linoleat (18:2) (USDA, 2009).
Lemak tak jenuh tunggal sebaiknya menggantikan lemak jenuh dalam pola
makan, karena dapat menurunkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein).
Dengan cara ini, alpukat berguna dalam pencegahan penyakit jantung.

Tabel 3. Komposisi umum nilai gizi buah alpukat


Unsur kandungan
Buah utuha Buah utuhb
Air (%)
65-86
73,23
Protein (%)
1-4
2,00
Lemak (%)
5,8-24
14,66
Pati (%)
3,4-5,7
8,53
Abu (%)
1,58
Serat (%)
6,7
Fe (mg/100 g)
0,8-1,0
1,02
Ca (mg/100 g)
12
Zn (mg/100 g)
0,42
Vitamin A (IU)
75-135
146
Vitamin B (%)
1,5-3,2
3,3
Vitamin C (mg/100 g)
10
Vitamin E (mg/100 g)
2,07
Energi (kJ/100g)
600-800
670
Sumber: aAshari (2006), bUSDA (2009), basis basah

Gambar 3. Buah alpukat

D. MINYAK GORENG
Minyak goreng komersial yang digunakan dalam snack bar ini adalah
minyak goreng Bimoli. Bahan baku utama untuk memproduksi minyak
goreng merek Bimoli adalah CPO (Crude Palm Oil) yang merupakan hasil
pengepresan dari kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh dari
pengolahan kelapa sawit adalah CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm
Kernel Oil). Hasil samping yang dapat diperoleh dari proses pengolahan
tersebut adalah serabut (fiber), cangkang (shell), tandan kosong, dan dry solid
(Bachtiar, 2003).
CPO adalah minyak kelapa sawit mentah yang diperoleh dari perasan
daging buah (mesokarp) kelapa sawit. CPO mengandung komponen
trigliserida, sebagai kandungan utama (95%) dan komponen non-trigliserida
(5%) yang terdiri dari komponen larut (gums, fosfatida, kotoran) dan
komponen tak larut (pigmen warna, zat volatil, dan asam lemak bebas).
Komponen asam lemak terbanyak pada minyak kelapa sawit adalah asam
lemak oleat (18:1) (Ketaren, 2005). Minyak kelapa sawit banyak digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pangan, misalnya untuk memproduksi minyak
goreng, margarin, shortening, dan lain-lain.
Tahap proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng secara garis
besar dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pemurnian minyak (refinery) dan
fraksinasi. Refinery terdiri atas 3 tahap proses yaitu proses degumming,
bleaching, dan deodorizing, sedangkan fraksinasi dibagi menjadi 2 tahap
proses yaitu proses kristalisasi dan pemisahan fraksi (Bachtiar, 2003).

10

E. SERAT PANGAN
Secara umum serat makanan (dietary fiber) didefinisikan sebagai
kelompok polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna
oleh sistem gastrointestinal bagian atas pada manusia. Serat pangan memiliki
fungsi yang sangat penting bagi kesehatan dan pencegahan penyakit
(Muchtadi, 1999).
Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh, serat
pangan dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu serat pangan larut air
(soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut air (insoluble dietary
fiber). Serat yang termasuk dalam kelompok serat pangan larut air adalah
pektin, sebagian kecil hemiselulosa, oligosakarida, dan sebagian gula alkohol.
Serat pangan tak larut air meliputi selulosa, lignin, sebagian besar
hemiselulosa, lilin tanaman, senyawa pektat yang tidak larut, serta pati
resisten. Serat pangan total adalah jumlah serat pangan larut dan tidak larut
(Persagi, 2009).
Serat pangan larut air merupakan komponen serat yang dapat larut
dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah
dicampur dengan empat bagian etanol. Komponen serat ini dapat membentuk
gel dengan cara menyerap air. Fungsi utama serat pangan larut air adalah: (1)
memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus sehingga aliran energi ke
tubuh menjadi berkurang, (2) memberi perasaan kenyang yang lebih lama, (3)
memperlambat kemunculan gula darah (glukosa), sehingga membutuhkan
sedikit insulin untuk mengubah glukosa menjadi energi, (4) membantu
mengendalikan berat badan dengan memprlambat munculnya rasa lapar, (5)
meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dengan cara meningkatkan
motilitas (pergerakan) usus besar, (6) mengurangi resiko penyakit jantung, (7)
mengikat asam empedu, (8) mengikat lemak dan kolesterol, kemudian
mengeluarkannya melalui feses (Dreher, 1987).
Serat pangan tidak larut adalah serat yang tidak dapat larut, baik di
dalam air maupun di saluran pencernaan. Sifat yang menonjol dari komponen
serat ini adalah kemampuannya menyerap air serta meningkatkan tekstur dan
volume feses, sehingga makanan dapat melewati usus besar dengan cepat dan

11

mudah. Fungsi utama serat pangan tidak larut air adalah: (1) mempercepat
waktu transit makanan dalam usus dan meningkatkan berat feses, (2)
memperlancar proses buang air besar, (3) mengurangi resiko wasir,
divertikulosis, dan kanker usus besar (Dreher, 1987).
Serat makanan total (TDF) mengandung gula-gula dan asam-asam
gula sebagai bahan pembangun utama serta grup fungsional yang dapat
mengikat dan terikat atau beraksi satu sama lain dengan komponen lain.
Semua komponen serat makan total memberikan karakteristik fungsional
pada serat yang meliputi kemampuan daya ikat air, kapasitas untuk memuai,
meningkatkan densitas kamba, membentuk gel dengan kapasitas yang
berbeda-beda, dan mengadsorpsi minyak (Muchtadi, 1999).

F. ANTIOKSIDAN
Antioksidan merupakan senyawa yang ada di dalam buah, sayur, ikan,
rempah, dan biji-bijian yang dalam kadar rendah mampu menghambat laju
oksidasi molekuler. Antioksidan yang sudah dikenal, misalnya vitamin C dan
E. Zat antioksidan dapat melindungi atau mencegah sel dari kerusakan akibat
aktivitas radikal bebas dalam tubuh. Pada orang sehat, lebih baik
mengonsumsi antioksidan dari sumber alami (Persagi, 2009).
Antioksidan merupakan senyawa yang penting dalam menjaga
kesehatan tubuh karena berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang
banyak terbentuk dalam tubuh. Radikal bebas adalah molekul atau senyawa
yang keadaannya bebas dan mempunyai satu atau lebih elektron bebas yang
tidak berpasangan. Elektron dari radikal bebas yang tidak berpasangan ini
sangat mudah menarik elektron dari molekul lainnya sehingga radikal
tersebut menjadi lebih reaktif. Oleh karena sangat reaktif, radikal bebas
sangat mudah menyerang sel-sel yang sehat dalam tubuh. Bila tidak ada
pertahanan yang cukup optimal maka sel-sel sehat tersebut menjadi tidak
sehat atau sakit. Senyawa yang dihasilkan oleh polusi, asap rokok, kondisi
stres, bahkan oleh sinar matahari akan berinteraksi dengan radikal bebas di
dalam tubuh. Secara tidak langsung, senyawa radikal tersebut akan merusak
sel sehingga menyebabkan terjadinya suatu penyakit seperti liver, kanker, dan

12

kondisi yang berhubungan dengan umur seperti alzeimer. Tubuh manusia


menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi tidak cukup kuat untuk
berkompetisi dengan radikal bebas yang dihasilkan setiap harinya oleh tubuh
sendiri. Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan asupan dari luar
(Raharjo et al., 2005).
Fungsi antioksidan dalam industri pangan digunakan sebagai upaya
untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak,
memperkecil

terjadinya

proses

kerusakan

dalam

makanan,

serta

memperpanjang masa pemakaian bahan. Lipid peroksidase merupakan salah


satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan
dan pengolahan makanan (Raharjo et al., 2005).
Proses oksidasi lipid terjadi dalam tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi,
terminasi. Reaksi inisiasi terjadi ketika lemak tidak jenuh berinteraksi dengan
oksigen membentuk radikal bebas. Radikal bebas tersebut akan berlanjut
mengalami reaksi berantai membentuk radikal bebas-radikal bebas lain dalam
tahap reaksi propagasi. Selanjutnya dalam tahap terminasi, radikal bebas yang
bersifat sangat reaktif akan membentuk ikatan yang stabil bila beraksi dengan
senyawa radikal lain. Ketiga tahap reaksi oksidasi lipid adalah sebagai
berikut:

R + H
Propagasi : R + O2 ROO
: ROO + RH ROOH + R

Inisiasi

: RH

ROOR + O2
ROOR

Terminasi : ROO + ROO


R + ROO
R + R
(Ketaren, 2005)

R-R

Antioksidan memiliki dua fungsi yaitu sebagai antioksidan primer dan


antioksidan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu molekul yang dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal lipid sehingga radikal
yang terbentuk lebih stabil daripada radikal lipidnya atau diubah menjadi
produk lain yang lebih stabil. Zat-zat yang termasuk golongan ini dapat

13

berasal dari alam seperti tokoferol, polifenol, fosfatida, dan asam askorbat
serta antioksidan buatan seperti BHA (butylated hydroxyanisol) dan BHT
(butylated hydroxytoluene). Sedangkan antioksidan sekunder adalah suatu zat
yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai
sinergi (Winarno, 1997)
Metode pengukuran aktivitas antioksidan yang digunakan adalah
metode DPPH. DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) adalah suatu radikal
bebas stabil yang dapat bereaksi dengan radikel lain membentuk suatu
senyawa yang stabil. DPPH dapat bereaksi dengan atom hidrogen (berasal
dari suatu antioksidan) membentuk DPPH tereduksi (DPP Hidrazyn) yang
stabil.
Pengukuran aktivitas antioksidan metode ini menggunakan prinsip
spektrofotometri. Senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua (deep
violet) terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm. Suatu
senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa
tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan
DPPH membentuk DPP Hidrazin, ditandai dengan senakin hilangnya warna
ungu (menjadi kuning pucat) (Molyneux, 2004). Apabila diketahui bahwa AH
adalah donor molekul hydrogen dan A* merupakan radikal bebas, maka
reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

+AH

Diphenylpicrylhydrazyl (free radical)

+A*

Diphenylpicrylhydrazine (nonradical)

Gambar 4. Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh antioksidan


(Molyneux, 2004)
Asam Askorbat (vitamin C) digunakan sebagai standar pengukuran
aktivitas antioksidan dalam metode DPPH. Semakin tinggi konsentrasi dari
vitamin C, semakin rendah nilai absorbansinya. Menurut Pokorny (2008),

14

vitamin C mudah dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Oleh karena itu


vitamin C berperan dalam menghambat reaksi oksidasi dalam tubuh dengan
cara bertindak sebagai antioksidan. Kemampuan aktivitas asam askorbat
dalam berbagai konsentrasi untuk mengangkap radikal bebas stabil DPPH
dipetakan dalam kurva standar asam askorbat. Persamaan regresi kemudian
didapat dari kurva standar tersebut. Persamaan regresi ini selanjutnya
digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel yang disetarakan
dengan aktivitas kontrol (donor atom hidrogen dalam menangkap radikal
bebas stabil DPPH). Hasil akhir pengukuran aktivitas antioksidan dinyatakan
dalam kapasitas antioksidan ekuivalen vitamin C.

G. SNACK BAR
Snack atau dikenal dengan sebutan makanan ringan adalah makanan
yang dikonsumsi selain atau antara waktu makan utama dalam sehari
(Anonim, 2008). Oleh karena itu, makanan ini dapat mengobati kelaparan
seseorang dan memberikan sulpai energi untuk tubuh. Makanan ringan yang
beredar di pasaran saat ini sangat beragam bentuk dari segi bentuk, cara
pengolahan, dan penyajiannya. Salah satu snack yang telah ada di pasaran
berbentuk panjang sehingga disebut snack bar.
Bars adalah produk pangan padat yang berbentuk batang dan
merupakan campuran dari berbagai bahan kering seperti sereal, kacangkacangan, buah-buahan kering yang digabung menjadi satu dengan bantuan
binder. Sirup, nougat, karamel, dan coklat merupakan beberapa bahan yang
dapat digunakan sebagai binder (Gillies, 1974). Snack bar yang sedang
populer di berbagai negara umumnya terbuat dari kedelai, bahan-bahan lain
yang kaya zat gizi maupun non-gizi, dan buah-buahan kering (Astawan,
2009). Bentuk bars dipilih karena mudah dibawa dan dikonsumsi. Pangan
bebentuk bars mudah dibuat dan dikreasikan dengan berbagai macam bahan.
Bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan snack bar
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan-bahan yang berfungsi sebagai
pengikat dan bahan-bahan pelembut tekstur. Bahan pengikat atau pembentuk
adonan yang kompak adalah tepung, air, garam, sedangkan bahan-bahan yang

15

berfungsi sebagai pelembut tekstur adalah gula, mentega, dan baking powder
sebagai bahan pengembang (Matz dan Matz, 1978).
Tepung merupakan bahan dasar pada pembuatan snack bar dan
merupakan komponen yang paling banyak (Whitely, 1971). Tepung berfungsi
sebagai pembentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau
mengikat bahan lainnya serta mendistribusikan secara merata, membentuk
tekstur, menahan gas selama fermentasi, dan pembentuk citarasa (Matz dan
Matz, 1978).
Produk snack bar komersial memiliki formulasi seperti formulasi
cookies yang setiap bar-nya (potongan) mengandung energi, protein, dan
vitamin (Sitanggang, 2008).

Gambar 5. Contoh snack bar


H. COOKIES
Produk bakery dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu roti, cake,
dan biskuit (Manley, 2000). Roti adalah produk dari adonan tepung dan bahan
lain yang mengalami fermentasi karena adanya ragi (Cotton dan Ponte, 1974).
Cake merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan
telur. Pembuatan cake membutuhkan pengembang gluten dan biasanya
digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentuk emulsi
kompleks air dalam minyak dimana lapisan air terdiri dari gula terlarut dan
partikel tepung terlarut (Sunaryo, 1985). Biskuit merupakan produk makanan
yang dibuat dari bahan dasar tepung yang dipanggang hingga kadar airnya
rendah. Kategoti biskuit terdiri dari crakers, cookies, dan wafer (Manley,
2000). Cookies biasanya mengandung kadar lemak dan gula yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis biskuit yang lain (Husain, 1993). Bahan penyusun
cookies terdiri atas bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan pengikat
adalah tepung, air, padatan susu, putih telur atau telur utuh, dan garam.

16

Sedangkan bahan pelembut adalah gula, shortening, bahan pengembang, dan


kuning telur (Husain, 1993).
Tepung yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah tepung
terigu lunak dengan kadar protein 8-9%. Semakin keras tepung terigu,
semakin banyak lemak dan gula yang harus ditambahkan untuk memperoleh
tekstur yang baik. Tepung terigu dengan kadar protein tinggi akan
mempengaruhi kekerasan cookies dan kekerasan remah bagian dalam serta
penampakan permukaan. Bila jumlah tepung sangat sedikit, sedangkan lemak
yang ditambahkan cukup banyak, maka cookies akan kehilangan bentuk dan
mudah patah (Matz dan Matz, 1978).
Peranan garam dalam pembuatan cookies adalah untuk menguatkan
flavor dan membantu dalam pelarutan gluten untuk menciptakan struktur
adonan yang baik. Matz dan Matz (1978) menyatakan bahwa sebagian besar
formula cookies menggunakan 1% garam atau kurang.
Gula dalam bentuk sukrosa berfungsi sebagai pemanis nutritif,
pembentuk tekstur (pelembut), pemberi warna, dan pengontrol penyebaran
cookies. Gula yang digunakan bisa dalam bentuk gula pasir atau tepung gula.
Besarnya partikel gula dalam bentuk adonan akan mempengaruhi penyebaran
cookies. Gula pasir halus memiliki sifat pengkriman yang lebih baik
dibanding tepung gula. Jenis pemanis lain yang dapat digunakan adalah
brown sugar, syrup, atau madu (Matz dan Matz, 1978).
Tipe dan jumlah shortening dan emulsifier dalam adonan akan
mempengaruhi respon adonan selama pembentukan dan kualitas produk
akhir. Jenis shortening yang dapat diguanakan adalah mentega, minyak
nabati, margarin, dan lemak hewan. Jenis shortening akan mempengaruhi
penampakan cookies (Matz dan Matz, 1978).
Telur mempengaruhi tekstur produk karena sifat pengemulsi,
pengaerasi, pelembut, dan pengikat yang dimilikinya. Selain itu telur juga
berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi, memberikan warna dan flavor yang
disukai.
Pada prinsipnya proses pembuatan cookies meliputi tahap persiapan
bahan, pencampuran adonan, pencetakan, pemanggangan, pendinginan, dan

17

pengemasan. Pada tahap pembuatan adonan, formulasi memegang peranan


yang sangat penting. Susunan dan perbandingan bahan harus diatur agar
memudahkan dalam penanganannya, sebab karakteristik produk akhir
ditentukan oleh susunan bahan dan proses yang dilakukan.

Agar semua

bahan menyebar rata di dalam adonan, maka sumber lemak dicampur terlebih
dahulu bersama dengan telur, susu, gula, dan garam. Selanjutnya
pencampuran dengan bahan lainnya sehingga bahan menjadi satu adonan
yang rata (homogen). Setelah adonan menjadi homogen, dilakukan proses
pencetakan. Pencetakan cookies dapat bervariasi tergantung selera. Tahap
akhir adalah pemanggangan.
Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas, sebab
bagian

luar

akan

terlalu

cepat

matang

sehingga

menghambat

pemanggangandan mengakibatkan permukaan cookies menjadi retak. Cookies


hasil pemanggangan harus segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan
mencegah terjadinya pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak.

18

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT


Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan snack bar ini, yaitu
tepung jewawut, diperoleh dari pasar burung di daerah Bogor, Jawa Barat.
Bahan-bahan yang lainnya adalah tepung ampas tahu, tepung hunkue, susu
bubuk skim, air, buah pala, gula halus, bubur alpukat, dan minyak goreng.
Bahan yang digunakan untuk analisis, yaitu heksana, HCl, K2SO4, HgO,
H2SO4, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator MR-MB (campuran 2 bagian
merah metal 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam
alkohol), indikator phenoptalein, DPPH (1,1-diphenil-2-picrylhydrazil),
metanol pro analysis, 0.1 M buffer fosfat pH 6.0, alpha amilase, HCl, pepsin,
aluminium foil, NaOH, pankreatin, aseton, etanol 78%, etanol 95% , kertas
saring, air demineral, dan aquades.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah disc mill, ayakan
100 mesh, kain saring, pengaduk, gelas ukur, loyang aluminium, oven, pisau
stainless steel, blender, pengaduk, wadah alumunium, panci, kompor gas, dan
wadah plastik. Alat untuk analisis yang digunakan adalah pipet mohr, neraca
analitik, gelas kimia, gelas ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, labu takar, pipet
mohr, pipet tetes, centrifuse, tray dryer, desikator, hot plate, Atomic
Absorption Spectrophotometer, Chromameter CR-300 (Minolta Camera, Co.
Japan 82281029), Texture Analyzer dan Spectrophotometer.

B. METODE PENELITIAN
Tahap penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian
utama. Penelitian pendahuluan berupa uji coba formula dan suhu
pemanggangan snack bar. Tahap penelitian utama yaitu menentukan formula
terbaik dari perlakuan perbandingan tepung jewawut dengan tepung ampas
tahu serta sumber minyak yaitu minyak goreng dan alpukat. Pada bahan baku

19

tepung jewawut dan ampas tahu serta produk snack bar dilakukan analisis
proksimat, serat pangan, dan aktivitas antioksidan.
Formula terbaik dipilih berdasarkan hasil uji organoleptik, analisis
kadar serat pangan, dan aktivitas antioksidan. Pada formula terbaik dilakukan
analisis kadar mineral dan fisik yang terdiri dari analisis teksur dan warna.
Hasil analisis proksimat, kadar mineral, dan aktivitas antioksidan digunakan
untuk pembuatan label pada kemasan snack bar.

1. Penelitian Pendahuluan
Langkah awal penelitian pendahuluan yaitu mempersiapkan bahan
baku pembuatan snack bar yang meliputi pembuatan tepung jewawut dan
ampas tahu. Tepung jewawut dan ampas tahu kemudian digunakan dalam
uji coba formula dan penentuan suhu pemanggangan snack bar.

a. Pembuatan Tepung Jewawut


Pembuatan tepung jewawut dilakukan di Pilot Plant Seafast
IPB. Pembuatan tepung jewawut diawali dengan penyosohan biji
jewawut utuh selama 100 detik. Biji jewawut yang bebas dari kulit luar
dan lapisan testa digiling dengan alat disc mill. Hasil penggilingan
diayak dengan ayakan 100 mesh agar diperoleh tepung jewawut halus.
Skema proses pembuatan tepung jewawut dapat dilihat pada Gambar 6.

b. Pembuatan Tepung Ampas Tahu


Pembuatan ampas tahu dilakukan di Laboratorium Pengolahan
Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Proses pembuatan tepung ampas tahu
meliputi tahap pengeringan dalam tray dryer selama 5 jam. Ampas tahu
kering digiling dengan disc mill kemudian diayak dengan ayakan 100
mesh. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 7.

20

Biji jewawut utuh

Penyosohan 100 detik

Biji jewawut (bebas dari kulit luar


dan lapisan testa)

Penepungan dengan alat disc mill


Pengayakan 100 mesh dengan automatic sieve

Tepung jewawut

Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung jewawut

Ampas tahu

pengeringan dalam tray dryer selama 5 jam, suhu 50-65C

Ampas tahu kering

Penepungan dengan disc mill


Pengayakan 100 mesh dengan automatic sieve
Tepung ampas tahu

Gambar 7. Diagram alir pembuatan tepung ampas tahu

21

c. Uji Coba Formula dan Suhu Pemanggangan Snack Bar


Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan snack bar
dipilih dengan mempertimbangkan kegunaan, ketersediaan bahan dan
harganya. Modifikasi formula dilakukan secara trial and error. Pada
proses ini dilakukan penyesuaian proses untuk mendapatkan produk
yang optimum dari segi organoleptik yaitu rasa dan tekstur. Pemilihan
waktu dan suhu pemanggangan pada produk dilakukan secara trial
and error. Pada proses pemanggangan, suhu dan waktu proses
mempengaruhi warna, tekstur, dan penampakan sehingga pemilihan
waktu dan suhu pemanggangan berdasarkan pada atribut tersebut.
Formula dan suhu pemanggangan yang dicoba dapat dilihat pada
Tabel 4 danTabel 5.

Tabel 4. Rancangan uji coba formula snack bar


Bahan baku (%)
Tepung jewawut
Tepung ampas tahu
Tepung terigu
Tepung hunkue
Tepung gula
Gula merah
Susu skim
Margarin
Telur

1
11,88
11,88
23,76

11,09

18,22

2
11,88
11,88
23,76

11,09
4,75
18,22
3,17

Madu
Manisan buah
Manisan pala
Kacang
Serbuk Vanilla
Kayu manis
Garam
Minyak goreng
Air

8,71
6,34

6,34
1,19

0,59

8,71
4,75

1,19
0,59

Formula
3
4
12,37
12,68
12,37
12,68
24,74
25,37

11,55
13,53
4,95
5,07
14,85
15,22
3,30
3,38
(putih
(putih
telur)
telur)
9,07
5,07
4,95

5,07

1,24
1,27
0,62
0,63

5
12,47
12,47
24,95

13,30
4,99
14,97
4,99

6
13,81
13,81

19,34
8,84

8,84

4,99

4,99

1,25
0,62

6,63

14,36
14,36

22

Tabel 5. Rancangan uji coba suhu pemanggangan snack bar

Suhu 1
Suhu 2
Suhu 3
Suhu 4
Suhu 5

Suhu atas
(C)
100
180
180
180
160

Suhu bawah
(C)
100
180
160
140
140

Waktu
(menit)
40
10
13
15
18

2. Penelitian Utama
Formulasi terbaik yang diperoleh pada tahap pendahuluan adalah
formula 6. Perlakuan yang diterapkan pada formula ini adalah
perbandingan tepung jewawut dan tepung ampas tahu. Perbandingan
tepung jewawut terhadap tepung ampas tahu yang digunakan adalah 1:1,
1:2, dan 2:1. Selain itu pada formula diterapkan perlakuan sumber minyak
nabati, yaitu minyak goreng dan bubur alpukat. Minyak digunakan untuk
memperbaiki

struktur

(melunakkan

dan

meghaluskan

tekstur),

memperbaiki citarasa, dan keempukan (Winarno,1997). Enam formulasi


dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi formula snack bar


Bahan baku (%)
M2:1
18,34
9,28
19,34
8,84
8,84
6,63
14,36
14,36

M1:1
13,81
13,81
19,34
8,84
8,84
6,63
14,36
14,36

Formula
M1:2
A2:1
9,28
18,34
18,34
9,28
19,34
19,34
8,84
8,84
8,84
8,84
6,63
6,63
14,36

14,36

28,73

Tepung jewawut
Tepung ampas tahu
Tepung hunkue
Tepung gula
Susu skim
Pala
Minyak goreng
Air
Bubur alpukat
Keterangan:
A: Alpukat
M: Minyak
Perbandingan (tepung jewawut: tepung ampas)

A1:1
13,81
13,81
19,34
8,84
8,84
6,63

28,73

A1:2
9,28
18,34
19,34
8,84
8,84
6,63

28,73

23

Pembuatan produk snack bar dilakukan berdasarkan komposisi


formula Tabel 6. Bahan-bahan seperti tepung jewawut, tepung ampas tahu,
tepung hunkue, tepung gula, susu skim, dan buah pala dicampur terlebih
dahulu agar penyebarannya seragam. Selanjutnya ditambahkan minyak
goreng dan air atau bubur alpukat. Setelah proses pencampuran, adonan
dibentuk menjadi lembaran secara manual. Adonan dipress untuk
memperoleh ketebalan lembaran adonan yang dikehendaki. Adanan yang
telah berbentuk lembaran rata dicetak secara manual dengan cetakan besi
berbentuk persegi panjang 10 cm x 3 cm x 1,3 cm. Adonan yang telah
dicetak diletakkan dalam loyang kemudian dipanggang dalam oven. Pada
tahap selanjutnya dilakukan analisis sensori untuk melihat tingkat
penerimaan produk. Diagram alir pembuatan snack bar dapat dilihat pada
Gambar 8.

Tepung jewawut, tepung ampas tahu, tepung


hunkue, gula halus, susu skim, buah pala

Pencampuran kering
Air dan minyak goreng
atau bubur alpukat

Pencampuran
Sheeting
Pencetakan 10 cm x 3cm x 1.3 cm

Pemanggangan suhu atas 160C suhu bawah 140C


selama 18 menit

Pendinginan selama 30 menit

Snack Bar

Gambar 8. Diagram alir pembuatan snack bar

24

C. RANCANGAN PERCOBAAN
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial
dengan dua faktor. Parameter yang diukur adalah analisis kadar air, kadar
abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, dan uji aktivitas antioksidan.
Faktor perlakuan yang digunakan dalam rancangan ini, yaitu faktor
perbandingan antara tepung jewawut dan tepung ampas tahu dengan
menggunakan tiga level (2:1, 1:1, dan 1:2) dan faktor B adalah penggunaan
sumber minyak, yaitu minyak goreng atau bubur alpukat.
A. Perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu
2:1 = tepung jewawut : ampas tahu = 2:1
1:1 = tepung jewawut : ampas tahu = 1:1
1:2 = tepung jewawut : ampas tahu = 1:2
B. Sumber minyak yang digunakan
A = bubur alpukat
B = minyak goreng

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah:


Yijk=+Ai+Bj+(AxB)ij+ijk
Keterangan:
Yijk

= Respon yang ditimbulkan pengaruh bersama oleh taraf ke-i (i=1,2,3)


faktor perbandingan antara tepung jewawut dan ampas tahu, dan
faktor ke-j (j=1,2) faktor sumber minyak yang digunakan

= Nilai tengah (rata-rata) dari seluruh nilai pengamatan

A1

= Pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor perbandingan tepung


jewawut dan ampas tahu

Bj

= Pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor sumber minyak yang


digunakan

(AB)ij = Pengaruh yang ditimbulkan oleh interaksi interaksi antara A1 dan Bj


ijk

= Pengaruh kesalahan percobaan

25

Sehingga dari dua faktor A dan B di atas dihasilkan enam formula :


Faktor A

Perlakuan
2:1

1:1

1:2

A2:1

A1:1

A1:2

M2:1

M1:1

M1:2

Faktor B

F1 (A2:1) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (2:1) dengan alpukat
F2 (A1:1) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (1:1) dengan alpukat
F3 (A1:2) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (1:2) dengan alpukat
F4 (M2:1) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (2:1) dengan minyak goreng
F5 (M1:1) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (1:1) dengan minyak goreng
F6 (M1:2) = rasio tepung jewawut dan ampas tahu (1:2) dengan minyak goreng

D. METODE ANALISIS
1. Uji Organoleptik (Adawiyah dan Waysima, 2008)
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik. Pada
uji rating hedonik, panelis diminta untuk mengevaluasi sampel berkode
kemudian menilai sampel tersebut dengan memberikan skor. Skor yang
digunakan adalah skor 1 hingga 5 (1 = sangat tidak disukai hingga 5 =
sangat disukai). Parameter yang diuji adalah atribut rasa dan tekstur.
Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang.
Pengolahan data dilakukan dengan pogram SPSS 15 dan uji lanjutan
menggunakan uji Duncan.

2. Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis (AOAC,1995)


Dua gram sampel diekstrak lemaknya dengan petroleum eter
selama 15 menit. Kemudian diambil 1 g dan dimasukkan ke erlenmeyer
dan ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6,0. Lalu ditambahkan 0,1
ml alpha amilase (termamil 120 l) dan labu ditutup. Diinkubasi dalam
penangas air panas (80C) bergoyang selama 15 menit. Selanjutnya
26

dibiarkan dingin dan ditambahkan 20 ml air destilata, dan pH diatur


menjadi 1,5 dengan HCl. Lalu ditambahkan 0,1 gram pepsin, ditutup
dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang
pada suhu 40C selama 60 menit, kemudian ditambahkan 20 ml air
destilata dan diatur pH menjadi 6,8 dengan NaOH. Selanjutnya
ditambahkan 0,1 gram pankreatin, kemudian labu ditutup dengan
aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu
40C selama 60 menit, serta pH diatur menjadi 4,5 dengan HCl.
Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no.8, dicuci dengan 2
x 10 ml air destilata.
Residu (Insoluble Fiber). Residu dalam crucible dicuci dengan
dengan

2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml aseton. Crucible

dikeringkan pada suhu 105C sampai bobot tetap dan ditimbang setelah
didinginkan dalam desikator (D1). Kemudian diabukan pada suhu 550C
kurang lebih 5 jam setelah didinginkan dalam desikator (L1).
Filtrat (Soluble Fiber). Volume filtrat diatur dan dicuci dengan air
sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60C)
dan dibiarkan prespitasi selama satu jam (waktu dapat diperpendek). Lalu
disaring dengan crucible yang kering (porositas 2) yang mengandung 0,5
gram celite, selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol
78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Setelah filter gelas
dikeringkan dalam desikator (D2), dan terakhir diabukan pada suhu
550C selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan
dalam desikator (L2).
Dilakukan

pula

perhitungan

nilai

serat

blanko

dengan

menggunakan prosedur seperti di atas tetapi tanpa menggunakan sampel.


Perhitungan:
Serat pangan tidak larut (%berat basah)=[(D1-L1-B1)/W]x100% (1)
Serat pangan larut (%berat basah)

=[(D2-L2-B2)/W]x100% (2)

Serat pangan (%berat basah)

=(1) + (2)

Serat pangan tak larut (% berat kering)=

()
()

x 100%

27

Serat pangan larut (% berat kering)=


Serat pangan total (% berat kering)=

()
()
()
()

x 100%

x 100%

3. Aktivitas Antioksidan (Choi, et al., 2007)


Sebanyak 10 gram sampel dilarutkan dengan 50 ml metanol
dalam erlenmeyer 300 ml. Sampel diaduk dengan shaker kecepatan 35
rpm selama 24 jam. Sampel disentrifuse selama 15 menit dengan
kecepatan 3500 rpm. Supernatan disaring dengan kertas saring dan akan
menjadi larutan sampel. Sebanyak 2 ml larutan sampel dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 7 ml metanol (sebagai kontrol
negatif adalah 9 ml metanol). Sebanyak 1 ml larutan DPPH 1mM
ditambahkan ke tabung reaksi lalu dikocok kuat (vortex). Selanjutnya
didiamkan selama 30 menit dalam suhu ruang di ruang gelap. Setelah 30
menit, sampel diukur absorbansinya (A) pada 517 nm. Hasil pengukuran
absorbansi sampel dibandingkan dengan kurva standar kapasitas
antioksidan vitamin C (asam askorbat) dengan satuan mg vitamin C
equivalen/ 100 g produk.

4. Kadar Air (AOAC, 1995)


Cawan aluminium dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam
desikator, kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke
dalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi
dikeringkan di dalam oven bersuhu 100C, didinginkan dalam desikator,
dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan.
Perghitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:
Kadar air (% berat basah) =

()

Kadar air (% berat kering) =

Keterangan:

()

x 100 %
x 100%

a = berat cawan dan sampel akhir (g)


b = berat cawan kosong(g)
c = berat sampel awal (g)

28

5. Kadar Abu (AOAC, 1995)


Sampel ditimbang 3-5 gram di dalam cawan porselin.
Selanjutnya sampel dipanaskan di atas hot plate sampai tidak berasap
lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu
400C-600C 4-6 jam. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator
lalu ditimbang untuk menentukan bobot abu. Kadar abu dihitung
menggunakan rumus:
Kadar abu (% berat basah) =

x 100%

()

Kadar abu (% berat kering) = () x 100%


Keterangan:

a = berat cawan dan sampel akhir (g)


b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)

6. Uji Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl (AOAC, 1995)


Sejumlah kecil sampel sekitar 0,1 gram ditimbang dan
diletakkan ke dalam labu kjeldhal 30 ml, kemudian ditambahkan 1
gram K2SO4 , 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Sampel didihkan selama 11,5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas
dengan akuades, dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Gas
NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh 5 ml
H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator
(campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian
metilene blue 0,2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus
terendam di bawah larutan H3BO3. Kondesat tersebut kemudian dititrasi
dengan HCl 0,02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan
warna kondensat menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan
menggunakan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar
protein dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar N (%) =

( ) .

29

Kadar Protein (% berat basah) = %N x faktor konversi (6,25)


Kadar Protein (% berat kering) =

()
()

x 100%

7. Uji Kadar Lemak dengan Ekstrasi Soxhlet (AOAC, 1995)


Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram dalam bungkusan kertas
saring dan dimasukkan ke dalam perangkat alat ekstraksi Soxhlet.
Sampel kemudian diekstraksi selama 6 jam menggunakan heksana.
Hasil destilasi kemudian

ditampung dalam labu erlenmeyer dan

dikeringkan dalam oven dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan


menggunakan rumus:
Kadar lemak ( %) = bobot labu setelah pengeringan- bobot labu awal x 100
Bobot sampel
()

Kadar lemak (% berat kering) = () x 100%


8. Kadar Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat (% berat kering) = 100% - (P+A+L)
Keterangan:

P = kadar protein (%bk)


A = kadar abu (%bk)
L = kadar lemak (%bk)

9. Komposisi Mineral (Faridah et al., 2009)


Analisis komposisi mineral dilakukan dengan menggunakan alat
Atomic Absorption Spectrophotometer. Persiapan sampel yang dilakukan
adalah sebagai berikut. Mula-mula sampel sebanyak 1-2 gram
dimasukkan ke dalam cawan porselin ukuran 50 ml yang telah
dikeringkan (600C, 15 menit) dan telah didinginkan. Selanjutnya sampel
dibakar atau dioven 2500C sampai asapnya habis (2 jam) dan diletakkan
dalam tanur pengabuan 5500C selama 6 jam. Apabila sampel tetap
berwarna hitam ditambahkan 1 ml air destilata bebas ion dan 1 ml HNO3
pekat. Kemudian dipanaskan sampai kering (110-1500C), dan diabukan
lagi 3500C selama 30 menit.

30

Setelah semua sampel telah menjadi abu berwarna putih,


ditambahkan 5 6 ml HCl 6 N dan dipanaskan di hot plate dengan suhu
rendah sampai kering. Kemudian ditambahkan 15 ml HCl 3 N dan
dipanaskan kembali sampai mulai mendidih, dan didinginkan. Larutan
abu dituangkan ke dalam labu takar melalui kertas saring. Cawan dibilas
dengan HCl 3 N 10 ml dan dipanaskan sampai mulai mendidih. Setelah
didinginkan larutan dituang kembali melalui kertas saring ke dalam labu
takar. Selanjutnya cawan dibilas dengan air destilata bebas ion minimal 3
kali, dan air bekas pembilasan juga dituang melalui kertas saring ke
dalam labu takar. Setelah itu labu takar ditepatkan sampai tanda tera
dengan air destilata, dan sampel siap dianalisis dengan Atomic
Absorption Spectrophotometer.
Kadar mineral (mg/l) =

Keterangan: a= konsentrasi sampel dari kurva standar (mg/l)


FP= faktor pengenceran
W= berat sampel (g)
10. Analisis Fisik
a. Analisis Warna (Metode Hunter)
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat
Chromameter CR-300 (Minolta Camera, Co. Japan 82281029).
Sebelum digunakan alat ini dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel
diletakkan pada tempat yang tersedia, setelah menekan tombol start
diperoleh nilai L, a dan b. Ketiga parameter tersebut merupakan ciri
notasi warna Hunter.
Notasi L menunjukkan kecerahan, berkisar antara 0 (hitam)
hingga 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik
campuran merah-hijau dangan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100
untuk warna merah dan nilai a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk
warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran birukuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70

untuk warna

kuning dan nilai b (negatif) dari 0 sampai 70 untuk warna biru.

31

Selain itu juga diperoleh nilai 0Hue untuk menunjukkan warna


yang terlihat. Jika hasil yang diperoleh:
180 540

Maka produk berwarna red (R)

540 900

Maka produk berwarna yellow red (YR)

900 1260

Maka produk berwarna yellow (Y)

1260 1620

Maka produk berwarna yellow green (YG)

1620 1980

Maka produk berwarna green (G)

1980 2340

Maka produk berwarna blue green (BG)

2340 2700

Maka produk berwarna blue (B)

2700 3060

Maka produk berwarna blue purple (BP)

3060 3420

Maka produk berwarna purple (P)

3420 - 180

Maka produk berwarna red purple (RP)

b. Analisis tekstur
Kekerasan adalah daya tahan untuk deformasi akibat gaya
tekan yang diberikan. Kekerasan diukur dengan menggunakan
texture analyzer XT2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram
force). Texture analyzer XT2i dapat dilihat pada Gambar 9. Prinsip
pengukuran tekstur dengan texture analyzer yaitu mengukur
besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel pada jarak
yang telah ditentukan. Alat

ini dilengkapi dengan sistem

komputerisasi sehingga harus diatur sesuai dengan kebutuhan dan


jenis produk yang diuji. Sebelum dilakukan pengukuran contoh,
terlebih dahulu dilakukan kalibrasi probe sesuai dengan tinggi bar.
Bar yang akan diukur kekerasannya diletakkan dibawah probe dan
Quick Run Test ditekan.

32

Probe yang digunakan adalah P2 berbentuk jarum. Jarak


probe yang dikalibrasi sesuai dengan tinggi bar dengan jarak
injeksi sejauh 4 mm dari permukaan bar. Probe P2 dapat dilihat
pada Gambar 9. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan bar
dapat dilihat pada layar komputer. Pengaturan texture analyzer
pada pengukuran bar dapat dilihat Tabel 7.

Gambar 9. Texture Analyzer

33

Tabel 7. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar


Test mode option
Measure force in compression return to start
Parameters

Trigger

Data acquisition rate

Pre test speed

2.0 mm/s

Test speed

0.5 mm/s

Post test speed

10.0 mm/s

Distance

4 mm

Type

Auto

Force

5g

Force

Grams

Distance

Milimeters

200S

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan tahap persiapan bahan baku
untuk proses pembuatan produk. Persiapan bahan baku pembuatan snack bar
meliputi proses penepungan bahan baku utama snack bar ini yaitu jewawut
dan ampas tahu. Pembuatan produk snack bar pada tahap ini berupa trial and
error formula dan suhu pemanggangan agar diperoleh formula dan suhu
pemanggangan snack bar yang optimal.

1. Pembuatan Tepung Jewawut


Biji jewawut diolah menjadi bentuk tepung agar memudahkan
pengaplikasiannya ke dalam formula snack bar. Proses pembuatan tepung
jewawut

diawali

dengan

penyosohan

biji

jewawut

utuh

untuk

menghilangkan kulit luar dan lapisan testa. Kulit memiliki kandungan serat
yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperma karena dapat
membuat tepung bertekstur kasar (Mariana, 2010). Penyosohan jewawut
dapat meningkatkan ketersediaan biologis nutrisi dan penerimaan
konsumen (FAO, 2009). Perlakuan penyosohan dalam intensitas tinggi
akan menyebabkan semakin menurunnya

kandungan fenol

yang

berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan sehingga secara langsung akan


menurunkan nilai nutrisi dari serealia. Waktu penyosohan jewawut selama
100 detik merupakan waktu penyosohan optimum berdasarkan aktivitas
antioksidan dan kandungan total fenol. Berdasarkan hasil penelitian
Yanuwar (2009), aktivitas antioksidan pada jewawut sosoh 100 detik
adalah 5,34 mg vitamin C ekuivalen per gram biji. Rendemen jewawut
setelah penyosohan sebesar 76%.
Jewawut sosoh dimasukkan ke dalam disc mill untuk pengecilan
ukuran. Penggilingan merupakan proses pengecilan ukuran dari bahan
padat atau butiran dengan gaya mekanis sehingga menjadi berbagai fraksi
ukuran yang lebih kecil. Pada penggilingan serealia dan biji-bijian
dilakukan proses penghancuran, pemukulan, dan penggosokan. Salah satu

35

keuntungan proses pengecilan ukuran yaitu ukuran partikel yang sama


mempermudah proses pencampuran ingredient bahan pangan. Rendemen
hasil penggilingan jewawut adalah 44,7%.
Tepung jewawut kemudian dipisahkan berdasarkan ukurannya
mealui proses pengayakan untuk menghomogenkan ukuran tepung yang
diinginkan. Ukuran tepung jewawut yang diinginkan adalah 100 mesh.
Pengayak yang digunakan adalah automatic sieve. Rendemen tepung yang
dihasilkan setelah proses pengayakan yaitu 34% dari biji jewawut utuh.

2. Pembuatan Tepung Ampas Tahu


Pembuatan tepung ampas tahu dapat meningkatkan daya awet dan
kegunaan ampas tahu. Pembuatan ampas tahu menjadi bentuk tepung
memudahkan penambahannya ke dalam formula snack bar. Pembuatan
tepung dilakukan dengan memodifikasi metode Sulistiyani (2004).
Pengeringan pada pembuatan tepung ampas tahu menurunkan
kadar air, sehingga pertumbuhan mikroba maupun aktivitas enzim
penyebab kerusakan pada tepung dapat dihambat dan menyebabkan
produk tepung menjadi lebih awet. Ampas tahu dikeringkan dengan alat
tray dryer. Keuntungan dari pengeringan dengan tray dryer adalah
kapasitasnya yang besar. Proses pengeringan tidak dapat dilakukan terlalu
lama karena akan terjadi reaksi pencoklatan yang berlebihan pada ampas
tahu.
Selain dengan tray dryer juga pernah dilakukan pengeringan
dengan menggunakan sinar matahari. Tetapi cara tersebut membutuhkan
waktu lebih lama dan suhu pengeringan sulit dikontrol. Terkadang ampas
tahu ditumbuhi jamur dan berbau apak. Menurut Fellows (2000)
kekurangan sistem pengeringan matahari antara lain kondisi proses sulit
dikontrol, kecepatan proses rendah, kulitas produk yang dihasilkan rendah,
tergantung pada cuaca dan waktu.
Setelah proses pengeringan, dilanjutkan proses penggilingan
ampas tahu kering. Tepung ampas tahu hasil penggilingan kemudian
diayak dengan ayakan 100 mesh menggunakan automatic sieve.

36

Rendemen tepung ampas tahu yang diperoleh setelah pengayakan adalah


9,89% dari ampas tahu basah.

3. Uji Coba Formula dan Suhu Pemanggangan Snack Bar


Formulasi snack bar dilakukan secara trial and error. Modifikasi
formula dilakukan agar produk snack bar dapat mengarah pada cookies.
Tahap pembuatan cookies meliputi pencampuran, pembentukan adonan,
pencetakan, pemanggangan, pendinginan. Trial and error formula dan
suhu pemanggangan snack bar dapat diamati pada Tabel 8.
Formula pertama yang dibuat menghasilkan tekstur snack bar yang
menyerupai cake karena menggunakan margarin yang cukup banyak,
banyak remah, dan tercium aroma langu. Solusi yang dilakukan pada
formula berikutnya adalah panggunaan telur dan susu skim untuk
membuat tekstur lebih kokoh. Formula kedua menghasilkan tekstur snack
bar yang masih menyerupai cake dan sedikit remah karena telah dilakukan
penambahan susu skim dan telur. Aroma langu dapat sedikit dikurangi
dengan penggunaan serbuk kayu manis. Pada formula yang tidak
menggunakan tepung terigu, produk menjadi sangat rapuh. Tekstur produk
yang diinginkan adalah tekstur produk yang mendekati cookies. Oleh
karena itu, pada formula selanjutnya, dilakukan pengurangan jumlah
lemak yang digunakan untuk memperbaiki tekstur produk. Pada formula
ketiga dilakukan pengurangan jumlah margarin dan penggunaan putih
telur saja sehingga tekstur lebih kokoh. Pada formula keempat, manisan
buah kering yang selama ini digunakan dianggap mahal sehingga
digantikan dengan manisan buah lokal yaitu buah pala, yang mudah
didapat di warung dan toko. Formula kelima kembali menggunakan
campuran putih dan kuning telur karena penggunaan putih telur saja
dianggap kurang efisien.

37

Tabel 8. Uji coba formula dan suhu panggang snack bar jewawut-ampas tahu
Formula
Formula 1: Tepung jewawut
11,88%; tepung ampas tahu 11,88%;
tepung terigu 23,76%; gula merah
11,09%; madu 18,22%; margarin
8,71%; manisan buah kering 6,34%;
kacang 6,34%; serbuk vanilla
1,19%, garam 0,59%

Hasil
Tekstur seperti
cake, kurang
kokoh, beremah,
aroma ampas
tercium

Solusi
Kurang kokoh:
penggunaan susu
skim; sangrai tepung
Beremah:
penggunaan telur
Aroma langu:
penggunaan bubuk
kayu manis

Formula 2: Tepung jewawut 11,8%;


tepung ampas tahu 11,8%; tepung
terigu 23,76%; gula merah 11,09%;
madu 8,71%; margarin 18,22%;
susu skim 4,75%; manisan buah
kering 4,75%; serbuk kayu manis
1,19%, garam 0,59%; telur 3,17%
Formula 3: Tepung jewawut
12,37%; tepung ampas tahu 12,37%;
tepung terigu 24,74%; gula merah
11,55%; madu 9,07%; margarine
14,85%; susu skim 4,95%; manisan
buah kering 4,95%; serbuk kayu
manis 1,24%, garam 0,62%; putih
telur 3,30%
Formula 4: Tepung jewawut 12,68%
; tepung ampas tahu 12,68%; tepung
terigu 25,37%; gula merah 13,53%;
madu 5,07%; margarin 15,22%;
susu skim 5,07%; manisan pala
5,07%; serbuk kayu manis 1,27%,
garam 0,63%; putih telur 3,38%
Formula 5: Tepung jewawut
12,47%; tepung ampas tahu 12,47%;
tepung terigu 24,95%; gula merah
13,30%; madu 4,99%; margarin
14,97%; susu skim 4,99%; manisan
pala 4,99%; serbuk kayu manis
1,25%, garam 0,62%; telur 4,99%
Formula 6: tepung jewawut 13,81%;
tepung ampas tahu 13,81%; tepung
hunkue 19,34%; tepung gula 8,84%;
susu skim 8,84%; manisan pala
6,63%, minyak goreng 14,36% dan
air 14,36%

Tekstur seperti
cake, lebih kokoh,
beremah, aroma
ampas kurang
tercium

Beremah:
penggunaan putih
telur
Tekstur seperti cake:
kurangi penggunaan
margarine

Tekstur kokoh,
sangat sedikit
remah. Namun
penggunaan madu
dan buah kering
impor dinilai
mahal

Kurangi penggunaan
madu; gunakan
manisan buah lokal

Tekstur kokoh,
Tetap menggunakan
sedikit remah.
telur utuh (putih dan
Penggunaan putih kuning)
telur saja dianggap
tidak efisien

Tekstur kokoh,
sedikit remah.
Hasil dianggap
baik. Penggunaan
terigu, margarin,
telur sebaiknya
dihindari.
Hasil dianggap
baik.

Modifikasi formula
baru

38

Suhu
Suhu atas dan bawah 1000C; 40
menit
Suhu atas dan bawah 1800C, 10
menit
Suhu atas 1800C,suhu bawah 1600C,
13 menit

Suhu atas 1800C,suhu bawah 1400C,


15 menit

Suhu atas 1600C, suhu bawah


1400C, 18 menit
Modifikasi

formula

Hasil
Tidak matang;
warna tidak
menarik; terlalu
lama
Bawah gosong,
case hardening,
permukaan atas
keras dan retak.
Bawah masih
gosong, case
hardening,
permukaan keras
dan retak
Bawah tidak
gosong,
permukaan tidak
retak, case
hardening
Hasil dianggap
baik
berikutnya

Solusi
Naikkan suhu

Suhu bawah
diturunkan, tambah
waktu
Suhu bawah
diturunkan, semprot
air sedikit di
permukaan
Suhu atas diturunkan
agar permukaan
produk tidak cepat
mengeras

dilakukan

dengan

mempertimbangkan tekstur snack bar agar tidak menyerupai cake,


menghindari penggunaan tepung terigu, telur, dan margarin. Tepung terigu
dihindari mengingat banyaknya produk di pasaran yang menggunakan
bahan dasar tepung terigu, selain itu Indonesia masih mengimpor terigu
padahal banyak sumber daya lokal yang belum dimanfaatkan secara luas.
Telur dihindari karena adanya kolesterol dalam kuning telur sedangkan
penggunaan putih telur saja dianggap tidak efisien. Penggunaan margarin
dihindari karena mempertimbangkan keberadaan asam lemak trans yang
terdapat pada margarin yang telah mengalami proses hidrogenasi dalam
pembuatannya (Roizen, 2008).
Formula snack bar 6 menggunakan campuran antara tepung
jewawut dan ampas tahu. Selain itu, margarin dan telur diganti dengan
minyak goreng atau bubur alpukat. Bahan lain yang digunakan dalam
snack bar ini adalah tepung hunkue yang merupakan bahan pembentuk
tekstur, manisan buah pala berperan sebagai sumber flavor unik yang
dapat menutupi flavor langu yang biasanya terdapat pada tepung ampas

39

tahu. Selain itu, manisan buah pala memberikan citarasa buah yang segar
dan manis. Tepung gula sebagai pemberi rasa manis, dan susu skim
sebagai pembentuk tekstur yang kokoh. Susu skim banyak mengandung
protein (kasein) yang cenderung meningkatkan penyerapan dan daya
menahan air sehingga mengeraskan adonan dan membuat tekstur lebih
padat.
Formula 6 tidak menggunakan tepung terigu padahal terigu
berfungsi sebagai pembentuk adonan dan tekstur. Pada formula ini
digunakan tepung hunkue. Tepung hunkue merupakan pati kacang hijau
yang banyak digunakan sebagai bahan pengental, pengikat, pengisi, dan
penstabil karena daya pengikatan airnya yang tinggi (Fawzya, 1983).
Penggunaan tepung hunkue tidak dapat memberikan tekstur yang sama
dengan penggunaan tepung terigu, karena adanya gluten pada tepung
terigu. Gluten merupakan satu-satunya kompleks protein dalam serealia
(gandum) yang mampu membentuk jaringan struktur yang elastis dan
kohesif, sehingga menghasilkan produk yang lembut dan kompak
(McWilliams, 1979). Namun, formula yang menggunakan tepung hunkue
masih dapat memberikan tekstur yang baik dan kompak sehingga formula
ini dapat diterima. Perincian dari formula 6 dapat diamati pada Tabel 9.
Tabel 9. Komposisi formula snack bar terpilih
Bahan baku
Komposisi (%)
Tepung jewawut
13,81
Tepung ampas tahu
13,81
Tepung hunkue
19,34
Tepung gula
8,84
Susu skim
8,84
Manisan pala
6,63
Minyak goreng
14,36
Air
14,36
Pada

penelitian

ini,

jenis

oven

yang

digunakan

untuk

pemanggangan adalah jenis direct-fired oven. Oven ini dilengkapi dengan


pemanas gas yang terdapat pada dua bagian, yaitu bagian atas dan bawah,
sehingga suhu kedua bagian oven ini dapat diatur sendiri-sendiri.
Penentuan suhu oven dilakukan bersamaan dengan uji coba formula agar

40

diperoleh suhu pemanggangan yang optimal. Suhu pemanggangan yang


terlalu tinggi akan menyebabkan case hardening, yaitu bagian permukaan
snack bar sudah kering namun bagian dalam belum terpanggang
sempurna. Jika proses pemanasan tetap dilanjutkan, permukaan snack bar
akan retak-retak. Retak pada permukaan disiasati dengan pemercikan air
pada permukaan snack bar namun hal ini kurang dapat memecahkan
masalah

case

hardening.

Penggunaan

suhu

tinggi

menyebabkan

kehilangan air pada permukaan produk lebih cepat dibandingkan bagian


tengah produk sehingga bagian permukaan membentuk lapisan yang
menghambat pengeluaran air dari bagian tengah. Hal inilah yang
menyebabkan produk tidak matang di bagian tengah namun keras di
bagian luar.
Berdasarkan hasil trial and error suhu pemanggangan, suhu
optimum pemanggangan snack bar adalah suhu oven atas 1600C dan suhu
oven bawah 1400C selama 18 menit tergantung jumlah adonan yang
dipanggang dalam oven. Semakin banyak adonan yang dipanggang dalam
oven, maka waktu pemanggangan akan semakin lama.
Meningkatnya suhu selama proses pemanggangan menyebabkan
perpindahan uap air dari adonan keluar melalui proses kapiler dan difusi.
Perubahan warna terutama disebabkan oleh reaksi maillard, yaitu interaksi
antara gula pereduksi dengan protein (asam amino). Warna akhir yang
diinginkan adalah coklat kekuningan. Proses maillard terjadi pada suhu
150-1600C. Bersamaan dengan menguapnya air terjadi juga pengerasan
permukaan dan pembentukan aroma khas (Manley, 2001).

B. PENELITIAN UTAMA
Formula terbaik yang digunakan untuk pembuatan snack bar adalah
formula 6. Perlakuan yang diterapkan pada formula ini terdiri dari
perbandingan tepung jewawut terhadap tepung ampas tahu serta penggunaan
sumber minyak dari minyak goreng atau bubur alpukat. Perbandingan tepung
jewawut terhadap tepung ampas tahu yang digunakan adalah 1:1, 1:2, dan
2:1. Tepung ampas tahu digunakan dalam formula sebanyak adonan masih

41

dapat dibentuk tetapi rasa produk yang dihasilkan masih dapat diterima
konsumen. Jika penambahan ampas tahu terlalu banyak, adonan menjadi sulit
dibentuk.
Minyak goreng dan bubur alpukat digunakan untuk menggantikan
sumber lemak yang umumnya berasal dari margarin. Hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya asam lemak trans yang terdapat pada margarin yang
telah mengalami proses hidrogenasi dalam pembuatannya (Roizen, 2008).
Penambahan minyak goreng dan air dengan perbandingan 1:1 dilakukan
untuk mengurangi penggunaan minyak goreng. Jika minyak goreng yang
digunakan terlalu banyak, produk menjadi sangat oily sedangkan jika terlalu
sedikit, adonan menjadi sulit dibentuk. Penggunaan air yang terlalu banyak
akan menghasilkan produk yang alot sehingga mengurangi penerimaan
konsumen. Pembuatan bubur alpukat dilakukan dengan cara memblender
daging buah alpukat matang. Penambahan air dilakukan seminim mungkin
sampai alat blender dapat berputar.
Berdasarkan rancangan percobaan yang digunakan, didapat enam
formula sebagai berikut: Formula M2:1 menggunakan rasio tepung jewawut
dan ampas tahu 2:1 dengan minyak goreng, Formula M1:1 menggunakan
rasio tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan minyak goreng, Formula
M1:2 menggunakan rasio tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan minyak
goreng, Formula A2:1 menggunakan rasio tepung jewawut dan ampas tahu
2:1 dengan bubur alpukat, Formula A1:1 menggunakan rasio tepung jewawut
dan ampas tahu 1:1 dengan bubur alpukat, Formula A1:2 menggunakan rasio
tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan bubur alpukat.
Penambahan tepung ampas tahu berpengaruh terhadap aroma selama
proses pemanggangan. Aroma yang terbentuk selama proses pemanggangan
adalah aroma khas kedelai. Semakin banyak ampas yang digunakan,
aromanya semakin tercium. Penggunaan buah pala dapat mengurangi aroma
khas kedelai yang timbul. Walau demikian, aroma tersebut juga masih
tercium ketika produk snack bar sudah matang.

42

1. Analisis Bahan Baku


Analisis proksimat yang dilakukan pada tepung ampas tahu dan
tepung
jewawut meliputi: kadar air, kadar abu, kadar lemak (metode soxhlet),
kadar protein (metode Kjeldahl), kadar karbohidrat (by difference), kadar
serat, dan kapasitas antioksidan. Hasil analisis dinyatakan dalam % berat
kering. Data hasil analisis bahan baku tersebut disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil analisis tepung ampas tahu dan tepung jewawut
Kandungan Nutrisi
Kadar air (%)

Tepung Ampas
Tahu (bk)
10,21

Tepung
Jewawut(bk)
12,86

Kadar abu (%)

2,92

2,67

Kadar lemak (%)

19,80

9,03

Kadar protein (%)

35,16

7,12

Kadar karbohidrat (%)

31,91

68,32

Kadar serat pangan larut (%)

3,25

2,39

Kadar serat pangan tak larut (%)

32,65

8,47

Kadar total serat pangan (%)


Aktivitas antioksidan (mg vit C
eqi/ 100g produk)

35,90

10,86

3,39

24,54

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat


mempengaruhi kualitas bahan pangan itu sendiri. Peningkatan jumlah air
dapat mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan oleh proses
mikrobiologis, kimia, dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan
pangan merupakan faktor yang dapat membuat bahan pangan menjadi
awet. Kerusakan bahan seperti tepung terutama disebabkan oleh kapang
dan kutu (Syarief dan Halid, 1993).
Hasil analisis kadar air tepung jewawut yaitu sebesar 12,86% dan
kadar air tepung ampas tahu sebesar 10,25%. Menurut Fardiaz (1989),
pengeringan pada tepung dapat mengurangi kadar air tepung sampai batas
tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab
kerusakan pada tepung dapat dihambat. Batas kadar air minimum dimana

43

mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (bb). Kadar air tepung
jewawut dan ampas tahu berdasarkan basis basah secara berurut adalah
11,39% dan 9,29%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air kedua bahan
baku masih berada di bawah batas kadar air minimum dimana mikroba
masih dapat tumbuh.
Abu merupakan residu organik dari proses pembakaran. Kadar abu
suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan
tersebut. Hasil analisis kadar abu tepung jewawut sebesar 2,67% dan
tepung ampas tahu sebesar 2,92%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
tepung ampas tahu memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi
dibanding tepung jeawut.
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet.
Kadar lemak yang dianalisis merupakan kadar lemak kasar. Hasil Analisis
kadar lemak metode soxhlet menunjukkan bahwa kadar lemak tepung
jewawut yaitu 9,03%, sedangkan tepung ampas tahu yaitu 19,80%.
Analisis protein metode kjeldahl digunakan untuk menentukan
kadar protein kasar dari bahan pangan. Metode ini didasarkan pada
pengukuran nitrogen total yang ada dalam contoh. Kadar protein tepung
jewawut sebesar 7,12% dan kadar protein tepung ampas sebesar 35,16%
Karbohidrat merupakan komponen utama bahan pangan yang
memiliki sifat fungsional yang penting dalam proses pengolahan pangan.
Karbohidrat banyak terdapat pada bahan nabati (Winarno, 1997). Kadar
karbohidrat dihitung menggunakan perhitungan by difference. Hasil yang
didapat merupakan karbohidrat kasar. Kadar karbohidrat tepung jewawut
sebesar 68,32% dan tepung ampas tahu sebesar 31,91%.
Serat pangan tepung ampas tahu lebih besar dibandingkan dengan
tepung jewawut. Kadar total serat pangan tepung jewawut sebesar 10,86%
sedangkan tepung ampas tahu sebesar 35,90%. Komponen serat utama
pada tepung ampas tahu dan jewawut adalah insoluble dietary fiber (IDF)
yaitu secara berturut-turut sebesar 32,65% dan 8,47%.
Nilai aktivitas antioksidan tepung jewawut lebih besar daripada
tepung ampas tahu. Aktivitas antioksidan tepung jewawut sebesar 24,54

44

mg vitamin C ekuivalen/ 100 g tepung sedangkan pada tepung ampas tahu


nilainya jauh lebih rendah, yaitu 3,39 mg vitamin C ekuivalen/ 100 g
tepung.

2. Analisis Produk Snack Bar


a. Uji Organoleptik
Uji organoleptik rating hedonik menggunakan 30 panelis
semi terlatih untuk menentukan formula terpilih. Keenam produk diuji
organoleptik berupa uji rating kesukaan terhadap atribut rasa dan
tekstur. Penilaian pada uji hedonik dilakukan dengan menggunakan
lima tingkat kesukaan (1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: netral, 4:
suka, 5: sangat suka). Form uji hedonik dapat dilihat secara lengkap
pada Lampiran 1. Pada Gambar 10 dan 11 dapat dilihat nilai rataan
skor panelis untuk kedua atribut sensori. Data yang diperoleh
kemudian diolah dengan SPSS 15 dan uji lanjut Duncan.
Atribut Rasa
Rasa merupakan faktor penting dalam menentukan penerimaan
konsumen terhadap produk tertentu. Rasa dari suatu produk pangan
dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusun formula produk tersebut.
Hasil ANOVA rating hedonik atribut rasa seperti dapat dilihat pada
Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan sumber minyak
berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis atribut rasa
(p<0,05). Perlakuan perbandingan tepung jewawut dengan tepung
ampas tahu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis.
Tidak terjadi interaksi yang signifikan (p>0,05) antara kedua variabel
perlakuan pada nilai kesukaan panelis terhadap atribut rasa snack bar.
Gambar 10 memperlihatkan bahwa produk yang menggunakan
minyak goreng lebih disukai oleh panelis. Formula M1:1, M1:2, dan
M2:1 merupakan formula yang menggunakan minyak goreng.
Formula yang menggunakan bubur alpukat kurang disukai panelis.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh adanya after-taste pahit pada snack
bar yang menggunakan bubur alpukat. Alpukat jarang digunakan
45

untuk proses pemasakan, karena timbulnya off-flavor (rasa pahit)


ketika bubur alpukat terpapar suhu tinggi (Whiley et al., 2002).
Kandungan lemak yang lebih tinggi pada formula yang menggunakan
minyak goreng juga dapat menyebabkan produk yang menggunakan
minyak goreng lebih disukai. Formula M2:1 dengan perbandingan
tepung jewawut : ampas tahu = 2:1 mendapatkan skor paling tinggi
berdasarkan atribut rasa. Respon panelis untuk formula M2:1 berada
diantara netral-suka.

Nilai rata-rata kesukaan panelis

4
3,44b

3,5
3
2,5

2,08a

2
1,5
1
0,5
0
alpukat

minyak goreng
Sumber minyak

Gambar 10. Diagram hasil uji organoleptik atribut rasa akibat


pengaruh sumber minyak.
Atribut Tekstur
Hasil ANOVA seperti dapat dilihat pada Lampiran 5
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) akibat
pengaruh sumber minyak pada nilai kesukaan panelis terhadap atribut
tekstur snack bar. Perlakuan perbandingan tepung jewawut dengan
tepung ampas tahu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan
panelis. Tidak terjadi interaksi yang signifikan (p>0,05) antara kedua
variabel.
Gambar 11 memperlihatkan bahwa produk yang menggunakan
minyak

goreng

lebih

disukai

oleh

panelis.

Formula

yang

menggunakan minyak goreng terasa lebih garing daripada formula

46

yang menggunakan bubur alpukat. Hal ini disebabkan oleh rendahnya


kadar air pada formula yang menggunakan minyak goreng sehingga
tekstur

produknya

lebih

renyah.

Penggunaan

bubur

alpukat

menyebabkan produk tidak garing karena keberadaan air yang terikat


dengan komponen alpukat selama pembuatan bubur alpukat
menyebabkan air tersebut tidak dapat lepas dari bahan selama proses
pemanggangan. Formula M1:1 dengan perbandingan tepung jewawut
dan ampas tahu = 1:1 mendapat skor paling tinggi. Respon panelis

Nilai rata-rata kesukaan panelis

untuk produk dengan minyak goreng berada diantara netral-suka.

4
3,40b

3,5
3
2,5

2,42a

2
1,5
1
0,5
0
alpukat

minyak goreng
Sumber minyak

Gambar 11. Diagram hasil uji organoleptik atribut tekstur akibat pengaruh
sumber minyak.

b. Serat Pangan
Analisis serat pangan menggunakan metode enzimatis. Selain
metode enzimatis, metode analisis serat yang lain adalah metode serat
kasar (crude fiber). Analisis serat kasar tidak digunakan karena
metode ini tidak menunjukkan nilai serat pangan (dietary fiber) yang
sebenarnya, karena sekitar 50 sampai 90% lignin, 80% hemiselulosa,
dan 20-50% selulosa hilang selama analisis akibat asam dan basa kuat
panas. Selang kesalahan apabila menggunakan nilai serat kasar
sebagai total dietary fiber (TDF) adalah antara 10 sampai 500%
(Muchtadi, 1999). Sedangkan pada metode enzimatis, dapat dihitung
serat pangan total (TDF), serat pangan larut air (SDF) dan serat

47

pangan tidak larut air (IDF) sekaligus dalam satu prosedur. Kadar
serat total merupakan jumlah dari kadar SDF dan IDF.
Pengolahan data dengan SPSS 15 dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variabel perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu,
sumber minyak yang digunakan, dan interaksi antara variabel tersebut.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan ANOVA, secara umum
menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan mempengaruhi kadar
SDF, IDF dan TDF secara signifikan.
Hasil ANOVA terhadap kadar serat pangan tidak larut
(Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung
dan sumber minyak, masing-masing berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap kadar serat pangan tak larut (IDF). Tidak terjadi interaksi
yang signifikan antara kedua variabel.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar serat tak larut
terbesar terdapat pada formula dengan perbandingan tepung jewawut
dan ampas tahu 1:2 (Gambar 12a) dan pada formula yang
menggunakan bubur alpukat sebagai sumber minyak (Gambar 12b).

48

14
12,2338c
Kadar serat tak larut (%bk)

12
10,1546b
10
8,2555a
8
6
4
2
0
2:1

1:1

1:2

Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)

Kadar serat tak larut (%bk)

14
12

11,8616a

10

8,5677b

8
6
4
2
0
alpukat

minyak goreng

Sumber minyak

Gambar 12. Diagram kadar serat tak larut snack bar akibat pengaruh
a)perbandingan tepung b)sumber minyak
Terlihat dari Gambar 12, semakin banyak penambahan tepung
ampas tahu, semakin tinggi pula serat tidak larutnya (IDF). Tidak
terjadinya interaksi yang signifikan menunjukkan bahwa karakteristik
perbedaan antara sumber minyak, baik minyak goreng maupun bubur
alpukat untuk setiap rasio tepung adalah sama.
Penggunaan tepung ampas tahu dan alpukat bersama-sama
memberikan kadar serat tidak larut (IDF) yang semakin tinggi.
Formula dengan kadar serat tertinggi adalah A1:2 yaitu formula

49

dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 serta


alpukat yaitu sebesar 13,83%. Formula A1:1 yaitu formula dengan
perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 serta alpukat
memiliki kadar serat tak larut (IDF) yang lebih tinggi daripada
formula A2:1 yaitu formula dengan perbandingan tepung jewawut dan
ampas tahu 2:1 serta alpukat. Berdasarkan hasil analisis bahan baku,
dapat diketahui bahwa komponen serat utama pada ampas tahu adalah
serat tak larut (IDF). Hasil analisis bahan baku menunjukkan bahwa
kadar serat tak larut (IDF) pada tepung ampas tahu sebesar 32,65%.
Sehingga, semakin banyak penggunaan tepung ampas tahu, kadar
serat tak larutnya semakin tinggi. Kadar serat tak larut pada daging
buah alpukat yaitu sebesar 2,7% (Bergh, 1992).
Hasil ANOVA terhadap kadar serat pangan larut (Lampiran 8)
menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung dan sumber
minyak, masing-masing berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar
serat pangan larut (SDF). Tidak terjadi interaksi yang signifikan
(p>0,05) antara kedua variabel.
Kadar serat larut terbesar terdapat pada formula dengan
perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 (Gambar 13a) dan
pada formula yang menggunakan bubur alpukat sebagai sumber
minyak (Gambar 13b).
Penggunaan tepung ampas tahu yang semakin banyak
menyebabkan semakin tinggi pula kadar serat larutnya (SDF).
Sedangkan formula yang menggunakan alpukat memiliki kadar serat
pangan larut (SDF) yang lebih tinggi daripada formula yang
menggunakan minyak goreng. Formula dengan kadar serat larut
(SDF) tertinggi adalah A1:2 yaitu formula dengan perbandingan
tepung jewawut:ampas tahu 1:2 serta alpukat yaitu sebesar 3,38%.
Formula yang menggunakan bubur alpukat memiliki kadar serat larut
yang lebih tinggi daripada formula yang menggunakan minyak
goreng. Hal ini disebabkan oleh kadar serat larut dalam buah alpukat,
yaitu sebesar 2,1% (Bergh, 1992). Berdasarkan hasil analisis bahan

50

baku, dapat diketahui bahwa komponen serat larut pada tepung ampas
tahu lebih tinggi daripada tepung jewawut. Hasil analisis bahan baku
menunjukkan bahwa kadar serat larut (SDF) pada tepung ampas tahu
sebesar 3,25%. Sedangkan pada tepung jewawut, kadar serat larutnya
sebesar 2,39%.

Kadar serat larut (%bk)

3,5
2,9393c

2,5867b
2,2909a

2,5
2
1,5
1
0,5
0

2:1

1:2

Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)

3,5
Kadar serat larut (%bk)

1:1

3,0201a

3
2,5

2,1912b

2
1,5
1
0,5
0
alpukat

minyak goreng
Sumber minyak

Gambar 13. Diagram kadar serat larut snack bar akibat pengaruh
a) perbandingan tepung b) sumber minyak
Total serat pangan merupakan hasil penjumlahan dari serat
pangan larut (SDF) dan serat pangan tak larut (IDF). Hasil analisis
total serat pangan (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan
perbandingan

tepung

dan

sumber

minyak,

masing-masing

berpengaruh nyata terhadap kadar total serat pangan (TDF). Tidak


51

terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p>0,05) antara kedua


variabel.

15,173c

16
Kadar serat total (%bk)

14
12

12,7413b
10,5464a

10
8
6
4
2
0
2:1

1:2

Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)

16
Kadar serat total (%bk)

1:1

14,8817a

14
12

10,7588b

10
8
6
4
2
0
alpukat

minyak goreng

Sumber minyak

Gambar 14. Diagram kadar total serat snack bar akibat pengaruh
a) perbandingan tepung b) sumber minyak
Kadar total serat pangan terbesar terdapat pada formula dengan
perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 (Gambar 14a) dan
pada formula yang menggunakan bubur alpukat sebagai sumber
minyak (Gambar 14b).

52

Formula dengan kadar total serat tertinggi adalah A1:2 yaitu


formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2
serta alpukat yaitu sebesar 17,21%. Secara umum, pola yang
ditunjukkan tidak berbeda dengan pola kadar serat tidak larut (IDF)
dan serat larut (SDF). Formula A1:1 yaitu formula dengan
perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 serta alpukat
memiliki kadar total serat (TDF) yang lebih tinggi daripada formula
A2:1 yaitu formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas
tahu 2:1 serta alpukat.
Hasil analisis kadar serat pangan secara umum menunjukkan
bahwa formula yang menggunakan bubur alpukat memiliki kadar serat
yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya serat dalam daging
buah alpukat yaitu sebesar 6,7% (FDA, 2009).
FDA menyatakan suatu pangan dapat diklaim mengandung
tinggi serat apabila dapat memenuhi 20% Angka Kecukupan Gizi
(AKG) per anjuran konsumsi. Angka Kecukupan Gizi untuk serat
adalah 25 gram per hari. Oleh karena itu, formula snack bar A1:2 ini
merupakan pangan sumber serat yang baik dengan anjuran konsumsi
per kemasan 41 gram.

c. Aktivitas Antioksidan
Metode pengukuran aktivitas antioksidan yang digunakan
adalah metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Vitamin C
digunakan sebagai pembanding terhadap aktivitas antioksidan dari
ekstrak snack bar, dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan
kemampuan antioksidan ekstrak bila dinyatakan dalam daya
peredaman radikal bebas oleh vitamin C. Semakin tinggi konsentrasi
dari vitamin C, semakin rendah nilai absorbansinya. Kurva standar
vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 10.
Hasil ANOVA (Lampiran 11) menunjukkan adanya pengaruh
nyata (p<0,05) pada perlakuan perbandingan tepung jewawut dan
ampas tahu serta penggunaan sumber lemak terhadap kapasitas

53

antioksidan produk snack bar. Namun, interaksi antara kedua variabel


tidak mempengaruhi aktivitas antioksidan produk secara nyata
(p>0,05). Diagram hasil analisis aktivitas antioksidan akibat pengaruh

Aktivitas antioksidan (mg vit C eq/


100 g produk)

kedua variabel dapat diamati pada Gambar 15.

4,5

4,0240c

4
3,1988b

3,5
3

2,8678a

2,5
2
1,5
1
0,5
0
1:2

Aktivitas antioksidan (mg vit C


eq/ 100 g produk)

2:1

Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)

4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

4,2567b

2,4704a

alpukat

1:1

minyak goreng
Sumber minyak

Gambar 15. Diagram aktivitas antioksidan snack bar karena pengaruh


a) perbandingan tepung b) sumber minyak
Semakin banyak tepung jewawut yang digunakan, semakin
tinggi aktivitas antioksidan. Formula yang menggunakan tepung
jewawut dan ampas tahu dengan perbandingan 2:1 memiliki nilai
aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan formula 1:1
dan 1:2. Aktivitas antioksidan pada formula yang menggunakan
tepung jewawut dan ampas tahu dengan perbandingan 1:1 memiliki

54

nilai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan formula


1:2. Hal tersebut dikarenakan sumber utama antioksidan dari produk
adalah berasal dari jewawut sehingga produk dengan penambahan
jewawut terbanyak memiliki nilai aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi. Hasil analisis bahan baku menunjukkan bahwa aktivitas
antioksidan tepung jewawut sebesar 24,54 mg vitamin C ekuivalen/
100 g tepung. Aktivitas antioksidan jewawut berasal dari komponen
fenolik dan flavonoid (Kulp and Ponte, 2000). Komponen fenolik
yang banyak terdapat pada jewawut terdiri dari asam koumarat, kafeat,
sinamat, dan ferulat, sedangkan golongan flavonoid yang terdapat
pada

jewawut

adalah

glucosylvitexin,

glucosylvitexin,

glucosylorientin, dan vitexin (Dykes dan Rooney, 2006).


Penggunaan minyak goreng mempertahankan antioksidan
lebih baik daripada bubur alpukat. Aktivitas antioksidan tertinggi
adalah formula M2:1 yaitu perbandingan tepung jewawut dan ampas
tahu= 2:1 dengan minyak goreng, sedangkan aktivitas antioksidan
terendah adalah formula A 1:2, yaitu perbandingan tepung jewawut
terhadap ampas tahu 1:2 dengan alpukat. Hal ini dapat disebabkan
oleh asam lemak tidak jenuh tunggal, terutama oleat (C18:1) yang
banyak terdapat pada buah alpukat dan keberadaan antioksidan
sintetik dalam minyak goreng. Menurut Ketaren (2005), kerusakan
karena proses oksidasi lemak, tergantung dari komposisi asam lemak
dan faktor-faktor lain seperti ada tidaknya antioksidan dan logamlogam sebagai prooksidan. Dalam bahan pangan, komponen yang
mudah mengalami oksidasi spontan adalah asam lemak tidak jenuh
dan sejumlah kecil senyawa yang membuat bahan pangan menjadi
menarik misalnya persenyawaan yang menimbulkan aroma, flavor,
warna, serta sejumlah vitamin.

d. Analisis Proksimat Snack Bar


Uji proksimat terhadap keenam formula snack bar bertujuan
untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap kadar air, abu, protein,

55

lemak, dan karbohidrat. Hasil analisis tersebut selanjutnya diuji


dengan SPSS 15 untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap kadar
air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat.
Tabel 11. Hasil analisis proksimat snack bar.
Formula
Komposisi
A1:1
A2:1
A1:2
M1:1
M2:1
M1:2
Kadar abu
2,4368 2,3053 2,4875 1,6703 1,5684 1,7010
(%)
Kadar air
38,8819 36,3005 36,3543 13,6918 15,7826 12,5082
(%)
Protein (%)
14,3967 12,6813 15,2491 11,9473 10,7567 12,6554
Lemak (%)
Karbohidrat
(%)

8,3239

8,3229

9,4648

21,7149 23,1654 22,7860

74,8426 76,6905 72,7986 64,6675 64,5095 62,8576

Seluruh data berdasarkan basis kering

Berdasarkan hasil uji statistik, kadar air produk snack bar


(Lampiran 13) tidak dipengaruhi oleh perbandingan tepung ampas
tahu dan jewawut yang digunakan. Namun, penggunaan sumber
minyak berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap kadar air (Gambar
16). Tidak terjadi interaksi yang signifikan (p>0.05) antara kedua
variabel terhadap kadar air sampel. Penggunaan bubur alpukat
menyebabkan kadar air produk lebih besar. Hal ini dapat disebabkan
karena terikatnya air pada matriks buah alpukat yang terjadi selama
proses pembuatan bubur alpukat sehingga air tersebut tidak dapat
keluar selama proses pemanggangan. Selain itu, menurut Inayati
(1991) meningkatnya protein, serat, dan pati meningkatkan jumlah air
yang tertahan selama pemanggangan, sehingga kadar air meningkat.

56

37,1789a

40

Kadar air (%bk)

35
30
25
20
13,9942b

15
10
5
0
alpukat

minyak goreng
Sumber minyak

Gambar 16. Diagram kadar air snack bar akibat pengaruh sumber
minyak
Kadar abu menunjukkan total mineral dalam suatu bahan
pangan. Abu merupakan residu yang tertinggal setelah suatu bahan
pangan dibakar hingga bebas karbon. Semakin besar kadar abu suatu
bahan pangan, semakin tinggi pula mineral yang terkandung di
dalamnya. Kadar abu (Lampiran 15) dipengaruhi oleh perbandingan
tepung ampas tahu dan jewawut serta sumber minyak. Tidak terjadi
interaksi antara kedua variable yang mempengaruhi kadar abu secara
signifikan (p>0,05).
Kadar

abu

terbesar

terdapat

pada

formula

dengan

perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 (Gambar 17a) dan
pada formula yang menggunakan bubur alpukat sebagai sumber
minyak (Gambar 17b).
Semakin banyak tepung ampas tahu yang digunakan, semakin
besar kadar abunya. Hal tersebut dikarenakan tepung ampas tahu
mengandung kadar abu sebesar 2,92% dan tepung jewawut sebesar
2,67%. Penggunaan alpukat memberikan kadar abu yang lebih tinggi.
Hal ini disebabkan oleh adanya komponen mineral dalam daging buah
alpukat yaitu sebesar 1,58% (USDA, 2009).

57

2,15
2,0943b

Kadar abu (%bk)

2,1
2,0536b
2,05
2
1,95

1,9369a

1,9
1,85
2:1

1:1

1:2

Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)

Kadar abu (%bk)

2,5

2,4099a

1,6466b

1,5
1
0,5
0
alpukat

minyak goreng
Sumber minyak

Gambar 17. Diagram kadar abu snack bar karena pengaruh


a) perbandingan tepung b) sumber minyak
Kadar protein dipengaruhi oleh perbandingan tepung ampas
tahu dan jewawut serta sumber minyak (Lampiran 17). Tidak terdapat
pengaruh interaksi yang signifikan (p>0.05) dari kedua variabel
terhadap kadar protein snack bar. Kadar protein terbesar terdapat pada
formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2
(Gambar 18a) dan pada formula yang menggunakan bubur alpukat
sebagai sumber minyak (Gambar 18b).
Semakin tinggi persentase penambahan tepung ampas tahu,
semakin tinggi pula kadar protein sampel. Hal tersebut dikarenakan
58

tepung ampas tahu merupakan salah satu bahan baku yang


menyumbangkan protein bagi snack bar ini. Penggunaan alpukat
menyebabkan kadar protein produk lebih tinggi. Hal ini disebabkan
oleh adanya protein dalam alpukat yaitu sekitar 1-4% (Ashari, 2006).
14,5
13,9522c

Kadar protein (%bk)

14
13,5

13,1720b

13
12,5
12

11,7190a

11,5
11
10,5
2:1

1:1

1:2

Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)

14,5

14,1090a

Kadar protein (%bk)

14
13,5
13
12,5
11,7864b

12
11,5
11
10,5
alpukat

minyak goreng
Sumber minyak

Gambar 18. Diagram kadar protein snack bar karena pengaruh


a) perbandingan tepung b) sumber minyak
Variabel sumber minyak merupakan satu-satunya variabel
yang mempengaruhi kadar lemak formula snack bar jewawut-ampas
tahu (Lampiran 19). Produk yang menggunakan minyak goreng lebih
tinggi kadar lemaknya (Gambar 19). Snack bar yang menggunakan
alpukat memiliki kadar lemak yang lebih rendah karena kadar lemak

59

daging buah alpukat sekitar 24% (Ashari, 2006), tentu lebih rendah
jika dibandingkan dengan minyak goreng. Tidak terjadi interaksi yang
signifikan (p>0,05) antara kedua variable terhadap kadar lemak snack
bar.

25

22,5554b

Kadar lemak (%bk)

20
15
10

8,7039a

5
0
alpukat

minyak goreng
Sumber minyak

Gambar 19. Diagram kadar lemak snack bar pengaruh sumber


minyak
Berdasarkan hasil ANOVA, variabel perbandingan tepung
jewawut dan ampas tahu serta sumber minyak yang digunakan
berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat produk (p<0,05)
(Lampiran 21). Tidak terjadi interaksi yang signifikan (p>0.05) antara
kedua variabel terhadap kadar karbohidrat snack bar. Kadar
karbohidrat terbesar terdapat pada formula dengan perbandingan
tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 (Gambar 20a) dan pada formula
yang menggunakan bubur alpukat sebagai sumber minyak (Gambar
20b).
Kadar karbohidrat tepung jewawut lebih besar daripada tepung
ampas tahu, sehingga produk yang menggunakan tepung jewawut
lebih banyak memiliki kadar karbohidrat yang lebih besar. Formula
yang menggunakan bubur alpukat memiliki kadar karbohidrat lebih
besar daripada formula yang menggunakan minyak goreng. Hal ini

60

disebabkan oleh adanya karbohidrat dalam alpukat yaitu sebesar


8,53% (USDA, 2009).

71

70,6000b

Kadar karbohidrat (%bk)

70,5
69,755b

70
69,5
69
68,5
68

67,8281a

67,5
67
66,5
66
1:2

76

1:1

2:1

Perbandingan tepung (jewawut:ampas tahu)

74,7772a

Kadar karbohidrat (%bk)

74
72
70
68
66

64,0116b

64
62
60
58
alpukat

minyak goreng
Sumber minyak

Gambar 20. Diagram kadar karbohidrat snack bar karena pengaruh


a) perbandingan tepung b) sumber minyak
3. Penentuan Formula Snack Bar Terbaik
Pemilihan formula terbaik pada penelitian ini berdasarkan hasil uji
organoleptik, kadar serat total, dan aktivitas antioksidan. Urutan hasil
ketiga analisis dapat diamati pada Tabel 12.

61

Tabel 12. Rekapitulasi hasil analisis snack bar


Uji
Formula
1
2
3
Organoleptik
M2:1, M1:1, M1:2
Serat Total,
A1:2
A1:1
M1:2
IDF, dan SDF
Antioksidan
M2:1
M1:1
M1:2
Ket: 1= terbaik
2= ke-2 terbaik
3= ke-3 terbaik
Hasil uji rating hedonik atribut rasa dan tekstur menunjukkan
bahwa formula yang menggunakan sumber minyak dari minyak goreng
yaitu formula M2:1, M1:1, dan M2:1 merupakan formula-formula yang
paling disukai berdasarkan atribut rasa dan tekstur. Skor atribut rasa dan
tekstur dari ketiga formula ini tidak berbeda nyata.
Kadar serat total tertinggi adalah formula A1:2, yaitu formula
dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu= 1:2 dan bubur
alpukat yaitu sebesar 17,21% (bk) yang terdiri dari IDF sebesar 13,83%
(bk) dan SDF sebesar 3,38% (bk). Namun, formula A1:2 tidak termasuk
salah satu formula yang disukai berdasarkan hasil uji organoleptik. Oleh
karena itu, dipilih formula yang mengandung kadar serat tertinggi pada
formula yang disukai secara organoleptik yaitu M1:2, formula snack bar
dengan perbandingan tepung jewawut : ampas tahu= 1:2 dan minyak
goreng, dengan total kadar serat 13,13% (bk) yang terdiri dari IDF 10,64%
(bk) dan SDF sebesar 2,49% (bk). Dalam satu kemasan snack bar dengan
berat bersih 41 gram, mengandung serat 4,89 gram berdasarkan kadar serat
formula M1:2 yaitu 11,93% (bb). Kadar serat pada produk ini mendekati
20% AKG per kemasan saji (41 gram) sehingga produk ini dapat
dikatakan tinggi serat.
Formula M2:1 merupakan formula dengan aktivitas antioksidan
tertinggi, yaitu 4,9801 mg vitamin C equivalen/100g produk. Namun
formula ini memiliki kadar serat pangan total yang rendah, yaitu 8,57%
(bk) sehingga dilihat formula berikutnya yaitu M1:1. Formula ini memiliki
aktivitas antioksidan 4,0281 mg vitamin C equivalen/100g produk dengan

62

serat pangan yang lebih tinggi daripada M2:1 yaitu 10,58%, namun tidak
dapat mendekati 20% AKG. Oleh karena itu, untuk pemilihan formula
terbaik berdasarkan aktivitas antioksidan akan dipilih formula yang
mengandung aktivitas antioksidan tertinggi selanjutnya, yaitu formula
M1:2 dengan aktivitas antioksidan 3,7618 mg vitamin C equivalen/100g
produk.
Berdasarkan perbandingan hasil uji rating kesukaan, analisis serat
pangan, dan analisis aktivitas antioksidan, formula M1:2

yaitu

perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu = 1:2 merupakan formula


terpilih untuk snack bar. Formula M1:2 mengandung total serat pangan
13,13% (bk) dan aktivitas antioksidan sebesar 3,7618 mg vitamin C
equivalen/100gram produk. Berdasarkan uji rating hedonik rasa dan
tekstur, Formula M1:2 tidak memiliki nilai respon kesukaan tertinggi,
namun panelis menganggap formula M1:2 tidak berbeda nyata dengan
formula M2:1 yang mendapat nilai respon kesukaan tertinggi. Oleh karena
itu, formula M1:2 dapat dikatakan sebagai pangan tinggi serat karena
mengandung kadar serat mendekati 5 gram serat pangan per kemasan saji
sesuai dengan anjuran FDA yaitu 20% atau lebih berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) per kemasan saji.

4. Analisis Produk Terbaik


1. Komposisi Mineral Ca, Zn, Fe
Sampel bar yang akan digunakan dalam pengukuran kadar
mineral harus terlebih dahulu diubah menjadi larutan abu melalui
proses pengabuan. Proses pengabuan yang dilakukan pada penelitian
ini adalah pengabuan kering. Sampel bar hasil pengabuan kering
selanjutnya digunakan untuk analisis kadar Ca, Zn, dan Fe dengan
menggunakan flame AAS.
AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) adalah suatu
metode analisis yang berdasarkan pada absorpsi sinar UV atau visible
oleh atom-atom bebas pada fase gas. Instrumen AAS memiliki

63

sensitivitas pengukuran yang tinggi, yaitu hingga satuan ppm (part per
milion). Metode AAS menghasilkan data yang akurat.
Metode AAS berdasarkan pada prinsip pengukuran sinar yang
diserap oleh atom dari unsur-unsur. Setiap atom memiliki nilai
absorbansi yang khas yang dapat diukur pada panjang gelombang
tertentu. Agar atom dapat menyerap energi radiasi, maka atom dalam
bentuk gas diradiasi oleh sumber cahaya dengan panjang gelombang
yang sesuai dengan unsur yang dianalisis sehingga menyebabkan
terjadinya eksitasi, yaitu atom mengalami kenaikan tingkat energi.
Penyerapan energi ini bersifat selektif, yaitu hanya sinar dengan
panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap oleh suatu atom.
Hasil analisis kandungan mineral Ca, Fe, dan Zn pada formula
bar terpilih (formula M1:2 yaitu formula dengan perbandingan tepung
jewawut dan ampas tahu= 1:2 serta minyak goreng) berturut-turut
adalah 2308 ppm, 63,9467 ppm, dan 16,2660 ppm (Lampiran 22).
2. Analisis fisik
Tekstur Obyektif
Pengukuran kekerasan tekstur dengan menggunakan alat
texture

analyzer

TA-XT2i

dilakukan

pada

formula

terbaik.

Pengukuran ini untuk melihat secara obyektif nilai kekerasan pada


formula terbaik. Kekerasan dinyatakan dalam satuan gram force.
Tingkat kekerasan yang rendah ditunjukkan dengan gaya yang
dibutuhkan untuk memecah produk pangan yang semakin rendah.
Gaya yang semakin tinggi menunjukkan bahwa produk tersebut
memiliki tekstur yang keras. Nilai kekerasan dapat dilihat pada
Lampiran 24. Berdasarkan data dapat diketahui bahwa tingkat
kekerasan produk sebesar 851,65 gf.

Analisis Warna
Warna produk snack bar diamati secara kuantitatif
menggunakan chromameter CR-200 yang memberikan tiga nilai
pengukuran seperti yang terlihat pada Tabel 13.

64

Tabel 13. Hasil pengukuran warna produk snack bar.


Jenis
Rata-rata
Pengukuran
L
61,120,33
a
5,890,04
b
25,860,13
77,230,05
Hue
Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa tingkat kecerahan
produk adalah 61,12 yang diamati dari nilai L. Nilai a yang positif
berarti produk cenderung berwarna merah dengan nilainya sebesar
5,89. Nilai b yang positif menunjukkan warna kuning dan b negatif
menunjukkan warna biru. Besarnya nilai b yang positif menunjukkan
bahwa produk snack bar cenderung berwarna kuning dengan nilai b
sebesar 25,86. Hal ini sesuai dengan data nilai

Hue yang

menunjukkan bahwa warna produk berada pada kisaran warna kuning


kemerahan.

5. Contoh Kemasan Snack Bar


Snack bar dikemas dengan plastik aluminium foil kemudian
ditempel label pada cover depan dan informasi kandungan gizi di bagian
belakang. Pada label tertera komposisi bahan, alamat produsen, berat
bersih, saran penyajian, dan informasi kandungan gizi. Dalam informasi
kandungan gizi tertera daftar nutrisi dan perhitungan Angka Kebutuhan
Gizi (%AKG) berdasarkan kebutuhan 2000 kkal.

Tabel 14. Daftar Angka Kebutuhan Gizi (AKG)


Komponen
Satuan
Angka Kebutuhan Gizi
Protein
g
75
Karbohidrat
g
300
Lemak
g
55
Kalsium (Ca)
mg
800
Besi (Fe)
mg
26
Seng (Zn)
mg
12
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)

65

Gambar 21. Label snack bar jewawut- ampas tahu


Komposisi: tepung jewawut, tepung ampas tahu,
Informasi Kandungan Gizi
tepung hunkwe, gula halus, minyak kelapa,
Per kemasan = 41 gram
susu skim, manisan pala, air.
Energi Total
180 kkal
Kandungan serat: 4.9 g per kemasan.
Lebih nikmat dikonsumsi sambil minum teh.
Mengandung antioksidan 1,54 mg per kemasan

Baik digunakan sebelum:


Diproduksi oleh:
CV Sehat Plus Sukses
Jl. Perwira 51,Bogor 16680

Customer care:
Erinna
081314735599

Protein 4.6 g
Karbohidrat 21 g
Lemak total 8.1 g
Serat 4.9 g
Ca 94,6 mg
Fe 2,6 mg
Zn 0,7mg

% AKG
6%
7%
15%
20%
12%
10%
6%

% AKG (Angka Kebutuhan Gizi) berdasarkan


diet 2000 kkal. Kebutuhan energy anda
mungkin lebih tinggi atau lebih rendah.

66

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Formula terbaik snack bar jewawut-ampas tahu adalah M1:2 dengan
perbandingan tepung jewawut : ampas tahu = 1:2 dan menggunakan minyak
goreng. Formula ini mengandung total serat pangan 13,42% (bk) dan aktivitas
antioksidan 3,76 mg eqivalen vitamin C/100g produk. Semakin banyak
penggunaan tepung jewawut, aktivitas antioksidan produk akan semakin
tinggi. Semakin banyak penggunaan tepung ampas tahu, kadar serat pangan
akan semakin tinggi kadar air 12,5% (bk), mineral 1,7% (bk), protein 12,65%
(bk), lemak 22,8% (bk), dan karbohidrat 62,86% (bk). Kandungan mineral
Fe, Zn, dan Ca yang terdapat pada formula terbaik berturut-turut adalah 64
ppm, 16 ppm, dan 2308 ppm. Hasil pengukuran warna formula M1:2 adalah
L= 61,12, a= +5,89, b= +2,86, dan Hue= 77,23. Tingkat kekerasan snack bar
jewawut- ampas tahu terpilih adalah 852 gram force.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan produk snack bar jewawutampas tahu adalah perlunya diteliti hal-hal sebagai berikut:
1. Mengganti penggunan alpukat dalam snack bar karena menimbulkan
perubahan flavor akibat terjadinya oksidasi pada lemak alpukat dengan
bahan lain, misalnya peanut butter.
2. Mencari flavor lainnya agar menambah keberagaman rasa dari snack bar
jewawut-ampas tahu dan mencoba bahan lain yang bisa meningkatkan
nutrisinya.
3. Perlu dilakukan analisis finansial produk snack bar skala industri rumah
tangga.

67

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D. R., Waysima, Indrasti, D. 2008. Penuntun Praktikum Evaluasi


Sensori. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Adeola, O. and Orban, J. I. 1994. Chemical Composition and Nutrient
Digestibility of Pearl Millet (Pennisetum glaucum) Fed to Growing Pigs. J.
Cereal Science. 22: 177-184.
Anonim. 2008. Cambridge Advanced Learner's Dictionary-3rd
http://dictionary.cambridge.org. [15 April 2010].

Edition.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical


Chemistry,Washington D. C.
Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Astawan, M. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Bachtiar, F. I. 2003. Mempelajari Proses Pengolahan Minyak Goreng di PT.
Intiboga Sejahtera, Jakarta. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Bergh, B. 1992. The avocado and human nutrition: some human health aspects of
the avocado. Proceedings of Second World Avocado Congress, California.
pp. 25-35.
Choi Y., Jeong, H., and Lee, J. 2007. Antioxidant Capacity of Methanolic Extract
From Some Grains Consumed in Korea. J. Food Chemistry. 103: 103-108.
Cotton, R. H. And Ponte, J. G. 1974. Baking Industries. In: Inglett, J. E. (ed.).
Wheat: Production and Utilization. The AVI Publ. Co., Wesrport,
Connecticut.
Departemen Pertanian. 2007. Tingkat Produksi Subsector Buah-Buahan.
http://www.deptan.go.id/renbangtan. [15 Juni 2010]
Dreher, M. L. 1987. Handbook of Dietary Fiber: An Applied Approach. Marcel
Dekker, Inc., New York.
Dykes L., Rooney L. W. 2006. Sorghum and Millet Phenols and Antioxidants. J.
Cereal Science. 44 (3):236-251.
FAO. 2009. Pearl Millet. http://www.fao.org/docrep/t0818e/T0818E01.htm. [22
Mei 2010].

68

FAO. 2009. Pennisetum glaucum. http://ecocrop.fao.org. [11 April 2010].


Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan 1. PAU Pangan dan Gizi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Faridah, D. N., Kusnandar, F., Herawati, D., Kusumaningrum, H. D., Wulandari,
N., dan Indrasti, D. 2009. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
FDA. 2009. Food And Drugs Administration Departement of Health and Human
Services
Subchapter
B-Food
for
Human
Consumption.
http://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfCFR/CFRSearch.cfm
?fr=101.54. [15 Mei 2010].
Fellows, P. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice. CRC
press, Inc., New York.
Gillies, M. T. 1974. Compressed Food Bars. Noyes Data Corporation. Park Ridge,
New Jersey.
Fawzya, Y. N. 1983. Ekstraksi, Isolasi, dan Karakterisasi Pati Kacang Hijau.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hartono, U. 2004. Pengembangan Potensi Tepung Ampas Tahu Sebagai Bahan
Pembuatan Minuman Probiotik (Okara Probiotik Drink). Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Husain, E. 1993. Biskuit, crakers, cookies: pengenalan tentang aspek bahan baku,
teknologi, dan produksi. Makalah yang disampaikan dalam Seminar
Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Inayati, I. 1991. Biskuit Berprotein Tinggi dari Campuran Tepung Terigu, Tepung
Singkong, dan Tempe Kedelai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak pangan. UI Press,
Jakarta.
Kulp, K., and Ponte, J. G. 2000. Handbook of Cereal Science and Technology
Second Edition. Marcel Dekker, Inc., New York.
Manley, D. 2001. Biscuit, Crakers, and Cookie Recipes for The Food Industry.
Woodhead Publishing Limited, England.
Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crakers, and Cookies. Woodhead
Publishing Limited, England.
Mariana, E. 2010. Pembuatan Crackers Jagung dan Pendugaan Umur Simpannya
dengan Pendekatan Kadar Air Kritis. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Marshall, J. 2005. Makanan Sumber Tenaga. Penerbit Erlangga, Jakarta.

69

Matz, S. A. dan Matz, T. D. 1978. Cookies and Crakers Technology. The AVI
Publishing Co., Inc,Westport, Connecticut.
McDonough, C. M. and Rooney, L. W. 1987. Food quality and consumer
acceptance of pearl millet. Di dalam: J. R. Witcombe dan Seth R.
Beckerman (eds.), Proceedings International Pearl Millet Workshop.
ICRISAT, India.
McWilliams, M. 1979. Food Fundamental. 3rd Ed. John Willey & Sons Inc.,
Toronto.
Molyneux P. 2004. The Use of The Stable Free Radical DPPH for Estimate
Antioxidant Activity. Journal Science and Technology. 26(2): 211-219.
Muchtadi, D. 1999. Kajian Terhadap Serat Makanan dan Antioksidan dalam
Berbagai Jenis Sayuran untuk Pencegahan Penyakit Degeneratif. Laporan
Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nurmala, T. 1997. Serealia. Rineka Cipta, Jakarta.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Kamus Gizi. PT Kompas Media Nusantara,
Jakarta.
Pokorny J., Yanishlieva N., Gordon M. 2008. Antioxidants in Food : Practical
Application. Woodhead Publishing Limited, London.
Puspawati, K. D. 2009. Kajian Aktivitas Proliferasi Limfosit dan Kapasitas
Antioksidan Sorgum (Sorghum bicolor L Moench) dan Jewawut
(Pennisetum sp) pada Tikus Sprague Dawley. Tesis. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Raharjo, M. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Roizen, M. F. dan Puma, J. L. 2008. The Real Age Diet. Dian Rakyat, Jakarta.
Rooney L W, and Serna S. 2000. Handbook of Cereal Science and Technology.
Marcel Dekker, New York.
Severson, D.K., 1998. Lactic acid fermentations. In: Nagodawithana, T.W., Reed,
G. (Eds.), Nutritional Requirements of Commercially Important
Microorganisms. Esteekay Associates, Milwaukee, USA.
Shurtleff, W., dan Aoyagi, A. 1975. The Book of Tofu. Autumn Express,
Massachusets.
Sitanggang, A. B. 2008. Pembuatan Prototipe Cookies Dari Berbagai Bahan
Sebagai Produk Alternatif Pangan Darurat. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Siwela, M., Taylor, J. R. N., de Milliano, W. A. J., Duodu, K. G. 2007.
Occurrence and Location of Tannins in Finger Millet Grain and

70

Antioxidant Activity of Different Grain Types. Journal Cereal Chem.


84(2):169-174.
Soekirman, S., Kusuma, A., Pribadi, N., Martianto, D., Ariani, M., Idrus, J.
Hardinsyah, Syah, D., dan Mulya, F. C. (ed.). 2004. Ketahanan Pangan
dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VII. LIPI, Jakarta.
Suherman, O., Zairin, M., dan Awaluddin. 2005. Keberadaan dan Pemanfaatan
Plasma Nutfah Jewawut di Kawasan Lahan Kering Pulau Lombok.
Laporan Tahunan pusat Penelitian Serealia Balai Penelitian Tanaman
Serealia Maros, Sulawesi Selatan.
Sunaryo, E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sulistiani. 2004. Pemanfaatan Ampas Tahu dalam Pembuatan Pangan Tinggi
Serat dan Protein sebagai Alternatif bahan Baku Pangan Fungsional.
Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syarief, R. dan Halid, H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan,
Jakarta.
USDA. 2008. Pearl Millet Classification. http://plants.usda.gov. [22 Mei 2010].
USDA.

2009. National Nutrient Database for Standard Reference.


http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/cgi-bin/list_nut_edit.pl. [26 Juni
2010]

Verheij, E. W. M., dan Coroner, R. E. 1997. Prosea: Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara 2. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Whiley, A.W., Schaffer, B., and Wolstenholme, B. N. 2003. The Avocado:
Botany, Production, and Uses. CABI Publishing, London.
Whitely, P. R. 1971. Biscuit Manufacture. Applied Science Publishing, Ltd.,
London.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
Yanuwar, W. 2009. Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Serealia NonBeras. Tesis Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

71

Lampiran 1.

Kuesioner uji rating hedonik


KUESIONER UJI RATING HEDONIK

Produk
Nama

: bar jewawut-ampas tahu


:

Tanggal : 5 November 2009

Instruksi : Dihadapan Anda terdapat 6 sampel snack bar jewawut-ampas tahu.


Anda diminta untuk mencicipi contoh sesuai dengan urutan penyajian dari kiri ke
kanan. Berilah penilaian pada tiap contoh dengan skor 5 (sangat Anda sukai)
hingga skor terkecil yaitu 1 (sangat tidak Anda sukai). Harap diingat dan
diperhatikan

bahwa

TIDAK

BOLEH

MEMBANDINGKAN

ANTAR

SAMPEL. Penilaian dilakukan berdasarkan atribut rasa dan tekstur. Netralkan


indra pencicip Anda dengan menggunakan air sebelum Anda memulai tiap
pengujian. Terima kasih.
Kode sampel

Rasa

Tekstur

124
697
551
245
709
398

Keterangan : 1. sangat tidak suka 2. tidak suka 3. netral 4. suka 5. sangat suka

72

Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik rasa


Panelis F1
F2
F3
F4
F5
F6
1
4
5
4
3
3
2
4
4
3
1
1
3
4
4
2
2
2
4
4
3
4
3
2
5
4
4
4
4
4
6
4
4
3
2
1
7
4
4
4
2
2
8
3
4
3
2
3
9
5
4
5
2
2
10
3
3
3
3
2
11
4
4
3
2
2
12
3
4
3
2
2
13
4
3
4
2
2
14
4
5
5
2
2
15
5
3
3
2
2
16
4
3
4
1
3
17
3
2
3
3
3
18
3
3
3
2
2
19
4
4
3
2
2
20
3
3
2
3
2
21
3
2
3
2
2
22
3
3
4
2
2
23
3
3
2
1
1
24
3
4
3
2
1
25
2
2
3
4
3
26
3
2
3
2
2
27
3
2
4
1
1
28
4
3
4
2
2
29
5
4
3
2
2
30
3
4
3
1
1

3
2
3
3
3
1
2
3
2
2
2
2
2
2
2
1
2
1
2
1
3
3
1
1
3
2
1
3
3
1

Keterangan:
F1: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 dengan minyak
goreng
F2: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan minyak
goreng
F3: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan minyak
goreng
F4: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 dengan bubur
alpukat
F5: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan bubur
alpukat
F6: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan bubur
alpukat

73

Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik tekstur


Panelis F1
F2
F3
F4
F5
F6
1
3
4
4
3
2
2
4
4
2
2
2
3
4
4
3
3
3
4
4
2
3
3
2
5
5
3
2
4
5
6
4
5
3
3
2
7
4
3
2
2
2
8
3
5
4
2
3
9
4
3
4
3
3
10
3
3
4
3
2
11
3
3
3
2
2
12
3
4
4
4
2
13
3
4
4
3
2
14
3
4
4
3
2
15
4
3
3
2
4
16
4
4
3
2
4
17
3
3
3
2
2
18
2
3
3
3
3
19
4
3
3
3
3
20
3
4
3
1
1
21
3
4
3
1
2
22
3
3
4
3
2
23
3
3
2
2
2
24
2
3
4
3
2
25
3
4
4
3
3
26
4
3
3
2
2
27
3
3
4
2
2
28
3
3
4
3
2
29
5
4
3
4
2
30
4
4
3
3
1

3
2
3
3
3
2
2
3
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
3
1
2
3
2
2
3
2
2
3
2
1

Keterangan:
F1: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 dengan minyak
goreng
F2: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan minyak
goreng
F3: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan minyak
goreng
F4: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 2:1 dengan bubur
alpukat
F5: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:1 dengan bubur
alpukat
F6: Formula dengan perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu 1:2 dengan bubur
alpukat

74

Lampiran 4.

Hasil analisis uji rating hedonic atribut rasa


Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: rasa


Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

Type III Sum


of Squares
85.361a
1372.272
1.011
84.050
.300
103.367
1561.000
188.728

df
5
1
2
1
2
174
180
179

Mean Square
17.072
1372.272
.506
84.050
.150
.594

F
28.738
2309.984
.851
141.484
.252

Sig.
.000
.000
.429
.000
.777

a. R Squared = .452 (Adjusted R Squared = .437)

Group Statistics

rasa

B
alpukat
minyak goreng

N
90
90

Mean
2,08
3,44

Std. Deviation
,753
,781

Std. Error
Mean
,079
,082

75

Lampiran 5.

Hasil analisis uji rating hedonic atribut tekstur


Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: tekstur


Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

Type III Sum


of Squares
46.044a
1525.422
2.178
43.022
.844
90.533
1662.000
136.578

df
5
1
2
1
2
174
180
179

Mean Square
9.209
1525.422
1.089
43.022
.422
.520

F
17.699
2931.776
2.093
82.686
.811

Sig.
.000
.000
.126
.000
.446

a. R Squared = .337 (Adjusted R Squared = .318)

Group Statistics

tekstur

B
alpukat
minyak goreng

N
90
90

Mean
2,42
3,40

Std. Deviation
,749
,700

Std. Error
Mean
,079
,074

76

Lampiran 6. Hasil analisis kandungan serat pangan keenam formula

Formula
M1:1
M1:2
M2:1
A1:1
A1:2
A2:1

Ulangan

1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

Serat Pangan
Tidak Larut
8,2612
8,3599
8,4507 0,1340
10,5848 10,6408
10,6968 0,0792
6,7316 6,7063
6,6810
0,0357
11,9321 11,9533
11,9746 0,0301
13,7917 13,8267
13,8618 0,0496
10,0041 9,8047
9,6054
0,2819

Serat Pangan Larut


2,1262 2,2198
2,3133
0,0132
2,4851 2,4934
2,5016
0,0117
1,8547 1,8604
1,8660
0,0080
2,9832 2,9536
2,9240
0,0419
3,3426 3,3852
3,4278
0,0602
2,6566 2,7214
2,7863
0,0917

Total Serat Pangan


10,3874 10,5757
10,7639
0,2662
13,0699 13,1342
13,1984 0,0910
8,5863
8,5666
8,5470
0,0277
14,9153 14,9070
14,8986 0,0118
17,1343 17,2119
17,2896 0,1098
12,6607 12,5262
12,3917 0,1902

77

Lampiran 7. Hasil pengolahan data analisis kadar serat pangan tak larut (IDF)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: k.serattdklarut
Type III Sum
of Squares
64,367a
1252,069
31,675
32,550
,142
,108
1316,544
64,475

Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

df
5
1
2
1
2
6
12
11

Mean Square
12,873
1252,069
15,837
32,550
,071
,018

F
712,884
69335,788
877,020
1802,520
3,931

Sig.
,000
,000
,000
,000
,081

Std. Deviation
1,8046922
1,7686317

Std. Error
Mean
,7367625
,7220409

a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)

k.serattdklarut
Duncan
A
2:1
1:1
1:2
Sig.

a,b

N
4
4
4

1
8,255525

Subset
2

10,154650
1,000

1,000

12,233775
1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,018.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.

Group Statistics

k.serattdklarut

B
alpukat
minyak goreng

N
6
6

Mean
11,861617
8,567683

Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)

78

Lampiran 8. Hasil pengolahan data analisis kadar serat pangan larut (SDF)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: k.seratlarut
Type III Sum
of Squares
2,918a
81,471
,843
2,061
,014
,031
84,421
2,950

Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

df
5
1
2
1
2
6
12
11

Mean Square
,584
81,471
,421
2,061
,007
,005

F
111,189
15520,200
80,289
392,695
1,337

Sig.
,000
,000
,000
,000
,331

a. R Squared = ,989 (Adjusted R Squared = ,980)


k.seratlarut
Duncan

a,b

A
2:1
1:1
1:2
Sig.

N
4
4
4

1
2,290900

Subset
2

2,586675
1,000

1,000

2,939275
1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,005.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.

Group Statistics

k.seratlarut

B
alpukat
minyak goreng

N
6
6

Mean
3,020083
2,191150

Std. Deviation
,3058160
,2901193

Std. Error
Mean
,1248488
,1184407

Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)

79

Lampiran 9. Hasil pengolahan data analisis kadar serat total (TDF)


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: k.serattotal
Type III Sum
of Squares
93,915a
1972,308
42,849
50,995
,072
,128
2066,352
94,044

Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

df
5
1
2
1
2
6
12
11

Mean Square
18,783
1972,308
21,424
50,995
,036
,021

F
878,511
92247,648
1002,048
2385,085
1,687

Sig.
,000
,000
,000
,000
,262

a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,997)

k.serattotal
Duncan

a,b

A
2:1
1:1
1:2
Sig.

N
4
4
4

1
10,546425

Subset
2

12,741300
1,000

1,000

15,173050
1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,021.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.

Group Statistics

k.serattotal

B
alpukat
minyak goreng

N
6
6

Mean
14,881700
10,758817

Std. Deviation
2,0979297
2,0514683

Std. Error
Mean
,8564762
,8375084

Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)

80

Lampiran 10. Kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung jewawut,


tepung ampas tahu, dan produk
Tepung ampas tahu

Absorbansi

Konsentrasi
(ppm)
5
10
15
20
25

Absorbansi

kontrol-absorbansi

0.8575
0.7280
0.5930
0.4580
0.2625

0.1865
0.3160
0.4510
0.5860
0.7815

1,0000
0,8000
0,6000
0,4000
0,2000
0,0000

y = 0,029x + 0,026
R = 0,992

10

15

20

25

30

Konsentrasi asam askorbat (ppm)

Produk
Konsentrasi
(ppm)
5
10
15
20
25

Absorbansi
0,855
0,728
0,593
0,458
0,262

KontrolAbsorbansi
0,189
0,316
0,451
0,586
0,782

81

Absorbansi

0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0

y = 0,028x + 0,0291
R = 0,992

10

15

20

25

30

Konsentrasi Asam Askorbat (ppm)

Formula Ulangan

A1:2
A2:1
A1:1
M1:2
M2:1

1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

Kapasitas Antioksidan
(mg vit C/100 g produk)

2,0419
1,9058
3,0113
3,1244
2,4474
2,2915
3,8473
3,6762
4,8364
5,1238
3,9061
4,1502

M1:1
Tepung Jewawut
Tepung Ampas Tahu

1,97380,0962
3,06780,0800
2,36950,1102
3,76180,1210
4,98010,2032
4,02810,1726
0,02454
0,0339

82

Lampiran 11. Hasil pengolahan data analisis aktivitas antioksidan


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: antioksidan
Type III Sum
of Squares
12.441a
135.760
2.836
9.572
.032
.114
148.314
12.554

Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

df
5
1
2
1
2
6
12
11

Mean Square
2.488
135.760
1.418
9.572
.016
.019

F
131.488
7174.241
74.942
505.857
.849

Sig.
.000
.000
.000
.000
.473

a. R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .983)

antioksidan
Duncan

a,b

A
1:2
1:1
2:1
Sig.

N
4
4
4

1
2.867800

Subset
2

3.198800
1.000

1.000

4.023975
1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .019.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b. Alpha = .05.

Group Statistics

antioksidan

B
alpukat
minyak goreng

N
6
6

Mean
2,470383
4,256667

Std. Deviation
,5010406
,5876675

Std. Error
Mean
,2045490
,2399143

Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)

83

Lampiran 12. Data analisis kadar air tepung jewawut, tepung ampas tahu, dan
produk
Formula

Ulangan

Kadar Air (% Bobot


Kering)

1
39,9832
2
A1:1
37,7807
1
37,4523
2
35,1486
A2:1
1
37,2674
2
A1:2
35,4412
1
13,3875
2
13,9961
M1:1
1
15,3699
2
16,1953
M2:1
1
12,9488
2
12,0676
M1:2
Tepung jewawut
Tepung ampas tahu

38,88191,5574
36,30051,6289
36,35431,2913
13,69180.4303
15,78260.5837
12,50820,6232
12,8606
10,2093

84

Lampiran 13. Hasil pengolahan data analisis kadar air


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: k.air
Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

Type III Sum


of Squares
1632.291a
7856.053
8.129
1612.591
11.571
7.661
9496.005
1639.952

df
5
1
2
1
2
6
12
11

Mean Square
326.458
7856.053
4.064
1612.591
5.786
1.277

F
255.686
6152.959
3.183
1263.002
4.531

Sig.
.000
.000
.114
.000
.063

a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .991)

Group Statistics

k.air

B
alpukat
minyak goreng

N
6
6

Mean
37,178893
13,994190

Std. Deviation
1,7578554
1,5433921

Std. Error
Mean
,7176415
,6300872

Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)

85

Lampiran 14. Data analisis kadar abu tepung jewawut, tepung ampas tahu, dan
produk.
Formula

A1:1
A2:1
A1:2
M1:1
M2:1
M1:2

Ulangan
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

Kadar Abu (% Bobot


Kering)
2,3734
2,5003
2,2445
2,3661
2,4475
2,5275
1,6998
1,6409
1,5981
1,5388
1,7181
1,6840

2,43680,0897
2,30530,0860
2,48750,0566
1,67030,0416
1,56840,0419
1,70100,0241
2,66700.0106

Tepung jewawut
2,92540.0888
Tepung ampas tahu

86

Lampiran 15. Hasil pengolahan data analisis kadar abu produk.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: k.abu
Type III Sum
of Squares
1,802a
49,366
,053
1,748
,001
,023
51,191
1,825

Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

df
5
1
2
1
2
6
12
11

Mean Square
,360
49,366
,027
1,748
,001
,004

F
95,221
13039,938
7,052
461,674
,164

Sig.
,000
,000
,027
,000
,852

a. R Squared = ,988 (Adjusted R Squared = ,977)

k.abu
Duncan

a,b

Subset
A
2:1
1:1
1:2
Sig.

N
4
4
4

1
1,936889

1,000

2
2,053597
2,094280
,386

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,004.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.

Group Statistics

k.abu

B
alpukat
minyak goreng

N
6
6

Mean
2,409894
1,646617

Std. Deviation
,1039318
,0683328

Std. Error
Mean
,0424300
,0278967

Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)

87

Lampiran 16. Data analisis kadar protein tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk
Formula

A1:1
A2:1
A1:2
M1:1
M2:1
M1:2

Ulangan
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

Tepung jewawut

Kadar Protein (% Bobot


Kering)
14,5262
14,2671
12,9114
12,4511
15,1522
15,3459
11,8820
12,0126
10,9114
10,6020
12,5215
12,7892

14,39670.1832
12.68130.3225
15,24910,1370
11,94730.0924
10,75670.2188
12,65540.1893
7,1254
35,1651

Tepung ampas tahu

88

Lampiran 17. Hasil pengolahan data analisis kadar protein produk.


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: k.protein
Type III Sum
of Squares
26,707a
2011,721
10,276
16,182
,248
,250
2038,678
26,957

Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

df
5
1
2
1
2
6
12
11

Mean Square
5,341
2011,721
5,138
16,182
,124
,042

F
127,941
48186,331
123,074
387,615
2,970

Sig.
,000
,000
,000
,000
,127

a. R Squared = ,991 (Adjusted R Squared = ,983)

k.protein
Duncan

a,b

A
2:1
1:1
1:2
Sig.

N
4
4
4

Subset
2

1
11,718975

13,171975
1,000

1,000

13,952204
1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,042.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.

Group Statistics

k.protein

B
alpukat
minyak goreng

N
6
6

Mean
14,108983
11,786453

Std. Deviation
1,1832259
,8688782

Std. Error
Mean
,4830499
,3547181

Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)

89

Lampiran 18. Data analisis kadar lemak tepung jewawut, tepung ampas tahu,
dan produk
Formula

Ulangan

Kadar Lemak (% Bobot


Kering)

1
8,1722 8,32390.2145
2
A1:1
8,4756
1
8,1812 8,32290.2005
2
8,4647
A2:1
1
9,2281 9,46480,3348
2
A1:2
9,7016
1
22,3989 21,71490.9673
2
21,0310
M1:1
1
22,4510 23,16541,0103
2
23,8798
M2:1
1
23,3305 22,78600.7701
2
22,2414
M1:2
9,0275
Tepung jewawut
Tepung ampas tahu
19,8021

90

Lampiran 19. Hasil pengolahan data analisis kadar lemak produk.


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: k.lemak
Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

Type III Sum


of Squares
579.596a
2931.431
2.525
575.595
1.475
2.748
3513.775
582.343

df
5
1
2
1
2
6
12
11

Mean Square
115.919
2931.431
1.263
575.595
.738
.458

F
253.122
6401.101
2.757
1256.875
1.611

Sig.
.000
.000
.142
.000
.275

a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .991)

Group Statistics

k.lemak

B
alpukat
minyak goreng

N
6
6

Mean
8,703882
22,555418

Std. Deviation
,6221704
,9810981

Std. Error
Mean
,2540000
,4005316

Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)

91

Lampiran 20. Data analisis kadar karbohidrat tepung jewawut, tepung ampas
tahu, dan produk
Formula

A1:1
A2:1
A1:2
M1:1
M2:1
M1:2

Ulangan
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

Tepung jewawut
Tepung ampas tahu

Kadar Karbohidrat (%
Bobot Kering)
74,9281 74,84260,1210
74,7570
76,6629 76,69050,0390
76,7181
73,1722
72,4250
64,0194
65,3156
65,0396
63,9794
62,4299
63,2854

72,79860,5284
64,66750,9168
64,50950,7496
62,85760,6049
68,3193
42,1073

92

Lampiran 21. Hasil pengolahan data analisis kadar karbohidrat produk.


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: k.karbohdrat
Type III Sum
of Squares
366,878a
57786,965
16,147
347,699
3,032
2,063
58155,906
368,941

Source
Corrected Model
Intercept
A
B
A*B
Error
Total
Corrected Total

df
5
1
2
1
2
6
12
11

Mean Square
73,376
57786,965
8,073
347,699
1,516
,344

F
213,370
168039,6
23,477
1011,078
4,409

Sig.
,000
,000
,001
,000
,066

a. R Squared = ,994 (Adjusted R Squared = ,990)

k.karbohdrat
Duncan

a,b

Subset
A
1:2
1:1
2:1
Sig.

N
4
4
4

1
67,828125

1,000

2
69,755025
70,600000
,088

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,344.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
b. Alpha = ,05.

Group Statistics

k.karbohdrat

B
alpukat
minyak goreng

N
6
6

Mean
74,777217
64,011550

Std. Deviation
1,7581243
1,0758661

Std. Error
Mean
,7177513
,4392205

Keterangan:
Variabel A = perbandingan tepung jewawut dan ampas tahu (1:1, 2:1, 1:2)
Variabel B = sumber minyak (bubur alpukat atau minyak goreng)

93

Lampiran 22. Data kandungan mineral snack bar formula terbaik


Mineral
Fe
Zn
Ca

Kadar (mg/1000g)
68,2440
59,6494
63,94676,0773
15,7911
16,7409
16,26600,6716
2207,1115
2410,1051 2308,608143,5381

Ulangan
1
2
1
2
1
2

Lampiran 23. Hasil pengukuran warna snack bar formula terbaik


Jenis
Pengukuran
L
a
b
Hue

Data Pengukuran
1
61,32
5,92
26,01
77,20

2
60,65
5,90
25,78
77,20

3
61,38
5,84
25,78
77,30

Rata-rata
61,120,33
5,890,04
25,860,13
77,230,05

Lampiran 24. Data analisis kekerasan dengan Texture Analyzer


Ulangan

II

Kekerasan
(gram
force)
856,0
885,2
846,5
807,6
859,9
854,7

Rata-rata

862,5667
851,650015,4385
840,7333

94

Você também pode gostar