Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus,
ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka
kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di
Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian,
karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus
ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5
mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1
minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus
dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
Kongres Kedokteran Perinatologi Eropa Ke-2, 1970, mendefinisikan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir 2500 gr dan mengalami
masa gestasi yang diperpendek maupun pertumbuhan intra uterus kurang dari yang diharapkan
(Rosa M. Sacharin, 1996).
Berat Badan Lahir Rendah tergolong bayi yang mempunyai resiko tinggi untuk kesakitan
dan kematian karena BBLR mempunyai masalah terjadi gangguan pertumbuhan dan pematangan
(maturitas) organ yang dapat menimbulkan kematian.
Angka kejadian (insidens) BBLR di negara berkembang seperti di Inggris dikatakan sekitar
7 % dari seluruh kelahiran. Terdapat variasi yang bermakna dalam insidens diseluruh negeri dan
pada distrik yang berbeda, angka lebih tinggi di kota industri besar (Rosa M. Sacharin, 1996).
Sedangkan di Indonesia masih merupakan masalah yang perlu diperhatikan, karena di Indonesia
angka kejadiannya masih tinggi. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dari tahun ke tahun tidak
banyak berubah sekitar
22 % - 26,4 %.
Berkenaan dengan itu upaya pemerintah menurunkan IMR tersebut maka pencegahan dan
pengelolaan BBLR sangat penting. Dengan penanganan yang lebih baik dan pengetahuan yang
memadai tentang pengelolaan BBLR, diharapkan angka kematian dan kesakitan dapat ditekan.
Peran serta perawat dalam pencegahan BBLR dengan meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin
yang dikandung, maka perlu dilakukan deteksi dini melalui pemantauan Ante Natal Care dan
pengelolaan BBLR dengan penanganan dan pengetahuan yang memadai dengan menggunakan
pendekatan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas kelompok tertarik untuk mengangkat masalah asuhan keperawatan
pada neonatus dengan BBLR di Ruang Neonatus RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Bayi Prematur adalah bayi yang lahir kurang dari usia kehamilan yang normal (37
minggu) dan juga dimana bayi mengalami kelainan penampilan fisik. Prematuritas dan berat
lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan badan 1500 gr
atau kurang saat lahir, sehingga keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan mordibitas
dan mortalitas neonatus dan sering di anggap sebagai periode kehamilan pendek (Nelson 1988
dan Sacharin 1996). Masalah Kesehatan pada bayi prematur, membutuhkan asuhan keperawatan,
dimana pada bayi prematur sebaiknya dirawat di rumah sakit karena masih membutuhkan cairancairan dan pengobatan /serta pemeriksaan Laboratorium yang bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan terapi pada bayi dan anak yang meliputi peran perawat sebagai advokad,
fasilitator, pelaksanaan dan pemberi asuhan keperawatan kepada klien. Tujuan pemberian
pelayanan kesehatan pada bayi prematur dengan asuhan keperawatan secara komprehensif
adalah untuk menyelesaikan masalah keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin, Bblr dan premature ?
1.2.2 Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi ?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi ?
1.2.4 Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi?
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi?
1.2.8 Bagaimana proses asuhan keperawatan pada penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature pada
bayi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk menghasilkan deskripsi tentang definisi hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi.
1.3.2 Untuk menghasilkan deskripsi tentang penyebab terjadinya hiperbilirubin, Bblr dan premature
pada bayi.
1.3.3 Untuk menghasilkan gambaran tentang manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin, Bblr dan
premature pada bayi.
1.3.4 Untuk menghasilkan gambaran tentang komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubin,
Bblr dan premature pada bayi.
1.3.5 Untuk menghasilkan gambaran tentang patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, Bblr dan
premature pada bayi.
1.3.6 Untuk menghasilkan deskripsi tentang pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin, Bblr
dan premature pada bayi.
1.3.7 Untuk menghasilkan gambaran tentang penatalaksanaan penyakit hiperbilirubin, Bblr dan
premature pada bayi.
1.3.8 Untuk menghasilkan gambaran tentang proses asuhan keperawatan pada bayi dengan penyakit t
hiperbilirubin, Bblr dan premature.
1.4 Manfaat
1.4.1 Memberikan informasi tentang penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi.
1.4.2 Memberikan informasi tentang proses asuhan keperawatan pada bayi dengan hiperbilirubin, Bblr
dan premature.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
HIPERBILIRUBIN
2.1.1 Definisi
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud
dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar bilirubin di dalam
jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai normal: bilirubin indirek
0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 50% neonatus cukup bulan
dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). (IKA II, 2002).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih
dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas
nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan
sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang
mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince
pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang
disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis.
(Markum, 1991:314)
Metabolisme Bilirubin
75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran hemoglobin ,dan
25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan tritofan pirolase .satu gram bilirubin yang hancur
menghasilkan 35 mg bilirubin .bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak satu
gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin
akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka,
bilirubin akan masuk kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal
tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram), infeksi,
hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil
transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu,
selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar
melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena
disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. bilirubin
indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah siklus
enterohepatik).
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
a) Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat pada hemolisis yang
meningkat seperti pada ketidakcocokan golongan
darah (Rh, ABO antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
b) Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis,hipoksia, dan
infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-PD).
c) Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian di angkut oleh hepar.
Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat seperti salisilat dan lain-lain. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada
otak (terjadi krenikterus).
d) Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat kelainan
bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Macam Macam Ikterus
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan dan 12,5 mg% untuk
neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada
neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Ni Luh Gede Y, 1995)
1.1.2 Etiologi
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
2.
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai
1.1.4
sekitar 40 mol/l.
Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada
kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir.
Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir.
Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan
5.
Penatalaksanaan.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia
diarahkan
untuk
mencegah
anemia
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode
therapi
pada
Hiperbilirubinemia
meliputi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
dan
membatasi
Fototerapi,
efek
Transfusi
Fototherapi
Fototherapi
Transfusi
dapat
Pengganti
digunakan
untuk
sendiri
menurunkan
atau
Bilirubin.
dikombinasi
Memaparkan
dengan
neonatus
pada
in
the
Fototherapi
Biliar
blue-light
menurunkan
Bilirubin
tak
jaringan
mengubah
disebut
Fotobilirubin.
melalui
mekanisme
spectrum)
kadar
menurunkan
Bilirubin
terkonjugasi.
Bilirubin
Hal
tak
Fotobilirubin
difusi.
akan
Di
dengan
ini
terjadi
terkonjugasi
bergerak
dalam
cara
jika
dalam
memfasilitasi
cahaya
menjadi
dari
darah
Bilirubin
jaringan
ke
Fotobilirubin
eksresi
yang
dua
kulit.
diabsorsi
isomer
yang
pembuluh
darah
berikatan
dengan
ke
dalam
konjugasi
oleh
Hati
ketika
sinar
Fototherapi
Bilirubin,
Deodenum
(Avery
dan
mengoksidasi
mempunyai
tetapi
tidak
dibuang
Taeusch,
1984).
Bilirubin
peranan
dapat
untuk
dapat
dalam
mengubah
bersama
Hasil
feses
Fotodegradasi
dikeluarkan
pencegahan
penyebab
tanpa
proses
terbentuk
melalui
urine.
peningkatan
kadar
Kekuningan
dan
Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan
Lahir
Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
Rendah.
1.
Mengatasi
Anemia
sel
darah
merah
yang
tidak
Suseptible
(rentan)
dari
hari),
diperlukan
Rh
negatif
transfusi
whole
darah
blood.
keterikatan
golongan
Darah
yang
segera
dipilih
tidak
harus
dicek.
Hemoglobin
harus
diperiksa
setiap
hari
sampai
stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin
dan
baik
pada
diberikan
sebelum
melahirkan.
mengekresinya.
ibu
hamil
untuk
Penggunaan
Obat
beberapa
penobarbital
hari
pada
ini
sampai
post
efektif
beberapa
minggu
masih
menjadi
natal
dapat
mengurangi
Bilirubin
dengan
mengeluarkannya
lewat
urine
keperawatan
yang
keperawatan
meliputi
yang
Pengkajian,
paripurna
Diagnosa
digunakan
Keperawatan,
proses
Perencanaan,
golongan
darah
ibu
dan
anak
seperti
Rh,
ABO,
Polisitemia,
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan
keluarga
lain
yang
memiliki
yang
sama,
lebih
tingkat
lanjut,
apakah
pendidikan,
mengenal
kemampuan
a.
b.
c.
d.
e.
2.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
hipertermi
dengan
kriteria
suhu
aksilla
stabil
antara
36,5-37
C.
minum
( R : mengurangi pajanan sinar sementara )
c. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
( R : Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).
3. Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
a.
b.
c.
d.
e.
fototerafi dihentikan
(R: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama )
4. Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan dengan perpisahan dan
penghalangan untuk gabung.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua dan bayi
menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian
a.
b.
c.
d.
proses Bounding.
Intervensi :
Bawa bayi ke ibu untuk disusui
( R : mempererat kontak sosial ibu dan bayi )
Buka tutup mata saat disusui
(R: untuk stimulasi sosial dengan ibu )
Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya
(R: mempererat kontak dan stimulasi sosial ).
Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
( R: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
e.
c.
d.
e.
7.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit, kejang
2.2
2.2.1 Definisi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir < 2500 gr (berat
lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir). WHO pada tahun 1961
mengatakan bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya < 2500 gr atau sama dengan 2500
gr disebut Low Birth Weight Infant (Bayi dengan berat badan lahir rendah, BBLR).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir dengan berat badan kurang
atau sama dengan 250 gram (WHO, 1961), sedangkan bayi dengan berat badan kurang dari 1500
gr termasuk bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Pada kongres European Prenatal
Medicine II (1970) di London diusulkan definisi sebagai berikut:
Preterin Infant (bayi kurang bulan: masa gestasi kurang dari 269 hari (37mg).
Term infant (bayi cukup bulan: masa gestasi 259-293 hari (37 41 mg).
Post term infant (bayi lebih bulan, masa gestasi 254 hari atau lebih (42 mg/lebih).
Macam BBLR
1. Prematur murni
Yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan lahir sesuai untuk
usia kehamilan.
2. Dismatur
Yaitu bayi dengan berat badan lahir kurang dengan berat badan yang seharusnya
untuk usia kehamilan. Ini menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin.
Klasifikasi BBLR
BBLR dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Berdasarkan BB lahir:
2. Faktor Janin :
a. Cacat bawaan
b. Kehamilan ganda/gemili
c. Ketuban pecah dini/KPD
3. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
4. Idiopatik
2.2.3
Manifestasi Klinis
1. Sebelum bayi lahir
a. Pada anamnese sering dijumpai adanya Riwayat abortus, partus prematurus dan lahir mati
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan
c. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih lambat walaupun
d.
e.
2.
a.
b.
c.
d. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya (Rustam Mochtar, 1998 :
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
2.2.4
449)
Berat badan < 2500 gram
Panjang badan kurang atau sama dengan cm
Kepala relative lebih besar dari pada badannya
Kulit tipis
Transparan
Lanugo banyak
Lemak subcutan sedikit
Ubun-ubun dan sutura lebar
Genetalia imatur
Pembuluh darah terlihat
Peristaltic usus terlihat
Rambut biasanya tipis, halus
Tulang rawan daun telinga belum cukup sehingga Elastisitas daun telinga masi kurang
Pergerakan kurang dan masih lemah
Tangisan lemah
Komplikasi
1. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran
2.
3.
4.
5.
6.
2.2.5
hialin
Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal
Patofisiologi
Semakin kecil dan semakin premature bayi, maka akan semakin tinggi risiko gizinya.
Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi :
1. Menurunnya simpanan zat gizi, cadangan makanan di dalam tubuh sedikit. Hampir semua lemak,
glikogen, dan mineral seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu
terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan
hipoglikemia, anemia, dll
2. Belum matangnya fungsi mekanisme dari saluran pencernaan, koordinasi antara refleks hisap dan
menelan belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-34 minggu.Penundaan
pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm
3. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai sedikit simpanan
garam empedu yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak dibandingkan dengan
bayi aterm. Produksi amylase pancreas dan lipase yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan
lemak dan karbohidrat juga. Begitu pula kadar lactase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34
minggu.
4. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja nafas dan kebutuhan kalori yang
meningkat.Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
5. Potensi untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badan
dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit. Kehilangan panas ini akan meningkatkan
kebutuhan akan kalori.
2.2.6
Penatalaksanaan
Semua bayi berat lahir rendah akan memerlukan :
1.Suhu yang tinggi dan stabil untuk mempertahankan suhu tubuh
2.Atmosfer dengan kadar oksigen dan kelembaban tinggi
3.Pemberaian minum secara hati hati karena ada kecenderungan terisapnya susu ke paru
4.Perlindungan terhadap infeksi
5.Pencegahan kekurangan zat besi dan vitamin.
Bayi paling kecil yang beratnya kurang dari 2000 gram dirawat telanjang dalan incubator dalam
suhu 32-35oC dengan kelembaban tinggi. Akhirnya sebelum bayi pulang mereka dirawat di
dalam kamar bayi yang dingin (21oC) untuk menyesuaikan diri dengan suhu kamar.
6.Pemberian minum
Minuman diberikan pada bayi yang terkecil dengan kateter makanan no 6 yang terpasang
terus melalui hidung bayi. Lebih baik diberikan ASI tetapi ada susu pengganti yang cukup
memuaskan yaitu susu yang disesuaikan dengan ASI dengan pemberian 150-180 ml/kg/hr.
Pedoman berikut ini merupakan pedoman yang memuaskan. Minum dimulai bila bayi berusia 4
jam.
a. Hari 1 : 20 ml/500 gram BB/hari
b. Hari 2 : 30 ml/500 gram BB/hari
c. Hari 3 : 40 ml/500 gram BB/hari
d. Hari 4 : 50 ml/500 gram BB/hari
e. Hari 5 : 75 ml/500 gram BB/hari
7.
2.2.7
bayi
System pernafasan
Bentuk cuping hidung, dada simetris atau tidak, otot-otot pernafasan retraksi intercostae,
3.
bayi
7. Sistem integument
Tekstur kulit, ada lesi/ rash, iritasi atau tidak.
II.
1)
Diagnosa I
Potensial terjadi hipotermi b/d tidak mampu mengontrol suhu tubuh d/d sedikitnya lemak
didalam tubuh, area permukaan tubuh luas, kebutuhan metabolisme tinggi.
Tujuan : Agar suhu tubuh bayi normal
Rencana :
1.Rawat bayi diruang isolasi
Rasional : suhu ruang isolasi lebih tinggi 2 dari suhu tubuh dan merupakan ruang yang netral
bagi bayi.
2.Monitor
temperature
axila,
observasi,
catat
dan
laporkan
perubahan
suhu
klien.
abdomen
Rasional : melihat sejauh mana bayi mengalami hipotermi karena bayi masih melakukan nafas
perut.
2) Diagnosa II
Potensial infeksi b/d imunitas tubuh rendah
Tujuan : tidak terjadi infeksi/ infeksi dapat di kurangi
Rencana :
1. Kaji, perhatikan lokasi dan infeksi.
Rasional : menetukan pilihan tindakan yang dilakukan pada bayi.
2. Rawat luka bayi
Rasional : mencegah terjadinya komplikasi lenjut pada bayi.
3. Atur posisi bayi (terlentang)
Rasional : dengan posisi terlentang menghindarkan tekanan pada daerah infeksi.
3) Diagnosa III
Pola nafas tidak efektif b/d perkembangan jaringan paru kurang baik d/d cairan surfaktan kurang,
otot-otot pernafasan lemah.
Tujuan : pola nafas teratur
Rencana :
1. Observasi dan laporkan bila ada perubahan frekuensi pernafasan, retraksi pada dada, cuping
hidung, ekspansi dada menurun atau tidak.
Rasional : melihat sejauh mana kesulitan bayi bernafas serta memudahkan dalam menentukan
tindakan.
2.
Pertahankan
jalan
nafas
dalam
keadaan
bersih.
(lakukan
secsion).
Rasional : dengan seksion jalan nafas bayi menjadi bersih dan bayi dapat bernafas dengan baik.
4) Diagnosa IV
Potensial perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d berat badan menurun d/d kurang mampu
menghisap, volume lambung kecil, menurunnya motilitas gaster
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Rencana :
1. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya.
Rasional : air susu ibu sangat baik untuk pertumbuhan bayi dan merupakan kebutuhan paling
utama untuk bayi.
2.
Berikan
informasi
tentang
pentingnya
asi
untuk
bayi.
Rasional : membantu memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena
ketidaktahuan klien tentang pentingnya/ manfaat asi untuk bayi.
2.3 BAYI PREMATUR
2.3.1 Definisi
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan
37minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. (Donna L Wong 2004)
Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelum minggu ke 37, dihitung dari mulai hari
pertama menstruasi terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan memendek. (Nelson.1998 dan
Sacharin, 1996)
Bayi premature adalah bayi yang lahir belum cukup bulan. Berasarkan kesepakatan WHO,
belum cukup bulan ini dibagi lagi menjadi 3, yaitu :
1. Kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 37 minggu.
2. Sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 34 minggu.
3. Amat sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 28 minggu. (Martono,
Hari. 2007)
Prematur adalah kelahiran bayi pada saat masa kehamilan kurang dari 259 hari dihitung
dari terakhir haid / menstruasi ibu. (Hasuki, Irfan. 2007)
Prematuritas murni adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya
sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu. (Hassan, Rusepno. 2005)
2.3.2
Etiologi
a.
Faktor Maternal
Toksenia, hipertensi, malnutrisi / penyakit kronik, misalnya diabetes mellitus kelahiran
premature ini berkaitan dengan adanya kondisi dimana uterus tidak mampu untuk menahan fetus,
misalnya pada pemisahan premature, pelepasan plasenta dan infark dari plasenta
b.
Faktor Fetal
Kelainan Kromosomal (misalnya trisomi antosomal), fetus multi ganda, cidera radiasi
(Sacharin. 1996)
Faktor yang berhubungan dengan kelahiran premature :
a.
Kehamilan
1. Malformasi Uterus
2. Kehamilan ganda
3.
4.
5.
6.
7.
Penyakit
1. Diabetes Maternal
2. Hipertensi Kronik
3. Penyakit akut lain
c.
1.
2.
3.
4.
Sosial Ekonomi
1.
2.
3.
4.
5.
Ras
Usia (<> 40 tahun)
Status sosio ekonomi rendah
Belum menikah
Tingkat pendidikan rendah
b.
1.
2.
3.
4.
5.
Resiko Demografik
Resiko Medis
1.
2.
3.
4.
Nutrisi buruk
Merokok (lebih dari 10 rokok sehari)
Penyalahgunaan alkohol dan zat lainnya (mis. kokain)
Jarang / tidak mendapat perawatan prenatal
d.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.3.3
Stres
Iritabilitas uterus
Perestiwa yang mencetuskan kontraksi uterus
Perubahan serviks sebelum awitan persalinan
Ekspansi volume plasma yang tidak adekuat
Defisiensi progesterone
Infeksi
Manifestasi Klinis
2.3.4
1. 31 mg 36 gestasi
2. 1500 gr 2500 gram
3. 6 % - 7 % seluruh kelahiran hidup
4. Masalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
Ketidak stabilan
Pengaturan glukosa
RDS
Ikterik
Anemia
Infeksi
Kesulitan menyusu
h) Penampilan :
1. Seperti pada bayi premature di garis batas tetapi lebih parah
2. Kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang tampak
c.
1.
2.
3.
4.
5.
a)
b)
c)
2.3.5
24 mg 30 mg gestasi
500 gr 1400 gr
0,8 % seluruh kelahiran hidup
Masalah : semua
Penampilan :
Kecil tidak memiliki lemak
Kulit sangat tipis
Kedua mata mungkin berdempetan
KomplikasiPada Bayi Prematur
a.
Tanda Klinisnya : Mendengkur, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis, peningkatan usaha nafas,
hiperkarbia, asiobsis respiratorik, hipotensi dan syok
b.
Displasin bronco pulmaner (BPD) dan Retinopati prematuritas (ROP). Akibat terapi
oksigen, seperti perporasi dan inflamasi nasal, trakea, dan faring. (Whaley & Wong, 1995)
2.3.6
c.
d.
Patofisiologi
Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau minor.
Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam pada kehamilan
lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus
pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali Faktor resiko mayor adalah
kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan
32 minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu,
riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya,
operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada 2
atau lebioh resiko minor atau bila ditemukan keduanya. (Kapita selekta, 2000 : 274)
2.3.7 Pemeriksaan Diagnostik
1.
Jumlah darah lengkap : Hb/Ht
2.
Kalsium serum
3. Elektrolit (Na , K , U) : gol darah (ABO)
4. Gas Darah Arteri (GDA) : Po2, Pco2
2.3.8
a.
SIRKULASI
Nadi apikal mungkin cepat dam atau tidak teratur dalam batas normal(120 -160dpm) murmur
jantung yang dapat didengar dapat menanadakan duktus arterious paten (PDA).
b. MAKANAN/CAIRAN
Berat badan < 2500 g (5 1b 8oz)
c.
NEOROSENSORI
Tubuh panjang, kurus , lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar dalam
hubungarnya dengan tubuh, sutura mungkin mudah di gerakkan ,fontenetal mungkin atau tidak
terbuka lebar.dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata berputar . edema kelopak mata umum
terjadi, mata mungkin merapat( tergantung pada usia gestasi). Refleks tergantung pada usia
gestasi: roting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32; koordinasi refleks untuk
menghisap ,menelan ,bernapas, biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke-32; komponen
pertama dari refleks moro ( ekstasi lateral dari ektremitas atas dengan mebuka tangan ) tampak
pada gestasi minggu ke 28; komponen kedua ( refleksi anterior dan menangis yang dapat di
dengar) tampak pada gestasi minggu ke 32.pemeriksaan dubowits menandakan usia gestasi antra
minggu 24 dan 37.
d. PERNAPASAN
Pernapasan mungkin dakal, tidak terutur; retraksi diafragmatik intermirten atau periodik (4060x/mnit)
Mengorok, pernafan cuping hidung, retraksi superasternal atau substernal, atau berb agai drajat
sianosis mu ngkin ada.
Adanya bunyi ampelas pada auskultasi , menandakan sindro distres pernafasan(RDS).
e.
KEAMANAN
SEKSUALITAS
Persalinan atau kelahiran mungkin tergesa-gesa.
Genetalia;labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayor dengan klitoris menonjol;
Testis pria mungkin tidak turun, rugea mungkin banyak atau tidak ada pada skrotum.
2.
A.
1 Tinjau ulang informasi yang berhubungan dengan kondisi bayi, seperti lama persalinan, tipe
kelahiran, agar skor, kebutuhan tindakan resusitas saat kelahiran, dan obat-obatan ibu yang di
gunakan selama ke hamilan / kelahirann, termasuk betametason.
Rasional : Persalinan yang lama meningkatakn resiko
pernapasan dapat terjadi setelah pemberian atau pengunaan obat oleh ibu. Selain itu, bayi yang
memerlukan tindakan resusitatif pada kelahiran , atau yang apgar skornya rendah, mungkin
memerlukan intervensi lebih untuk menstabilkan gas darah dan mungkin dan mungkin menderita
cedra SSP dengan kerusakan hipotalamus, yang mengontrol pernafasan.( catatn : ppemnerian
kortokosteroid pada ibu dalam minggu 1 kelhiran membantu mengembangkan maturitas bayi dan
produksi surfaktan
2. Perhatian usia gestasi, berat badan, dan jenis kelamin.
Rasional: neonatus lahir sebelim gestasi mingu ke-30 dan / atau brat badan kurang dari 1500 g
beresiko tinggi terhadap terjadinya RDS. Selain itu, pria 2 kali rentnnya dari pada wanita.
(catatan : mayoritas kematian berhubungan dengan RDS terjadi pada bayi dengan berat badan <
3.
1500 g).
Kaji status pernafasan, perhatikan tanda-tanda disters pernafasan ( miss ; retraksi, pernafasan
cuping hidung , mengorok, retraksi, ronki, atau krekels).
Rasional: menandakan distres [pernafasan , khususnya bila pernafasan lebih besar sri 60x/mnit
setelah 5 jam pertama kehidupan pernafasan mengorok menunjukan upaya untuk
mempertahankan ekspensi alveolar; pernafasan cuping hidung adalah mekanisme kompensasi
untuk menambah diameter hidung dan meningkatakan masukan oksigen. Krekels/ ronki dapat
menandakan fasokontriksi pulmunal yang berhubungan dengan TDA, hipoksmia asedemia,atau
imaturotas otot areterior, yang gagal untuk kontriksi sebagai respons terhadap peningkatan lkdar
4.
oksigen.
Gunakan pemantauan oksigen transkuta atau oksimeter nadi . catat kadar tiap jam, ubah sisi
alat setiap 3-4 jam .
Rasional: memberika
insufisiensi polmunal biasanya memburuk 24-48 jam petama, kemudian mencapai pelatian).
5.
Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati, sesuai kebutuhan btasi waktu obstruksi jalan
nafas dengan kateter 5-10 detik. Observasi pemantauan oksigen trankutan oksimeter nadi
sebelum dan selam penghisapan berikan kantung ventilasi setelah penghisapan.
Rasional: mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas, khususnya pada bayi
yang menerima penytilasi bayi pertem tidak mngembangkan reflek terkoordinasi untuk
menghisap menelan, dan bernafas sampai gestasi [ada minggu ke-32 sampai ke-34. Silia tidak
berkembang dengan penuh atau mungkin rusak dari penggunaan selam indoktrial fase eksudat
berhubngan dengang RDS pada kira-48 jam pascapartum dapat meperberat kesutan bayi dalam
mengatsi vagus, menyebabka bradikardi, hiposemia, bronkospasme. Kantung ventilasi
6.
7.
Rasional : dehidrasi merusak kemampuan untuk membersihkan jalan nafas saat mukus menjadi
kental. Hidrasi berlebihan dapat memperberat infiltrat alveolar/ edema pulmonal. Penurunan
berat badan dan peningkatan haluran irin daoat menandakan fase diuretik dari RDS, biasanya
8.
beratnya kondisi dan komplikasi yang berhubungan efek dapat berakjir sampai 72 jam.
22. Bantu dengan aspirasi jarum toresentesis, atau pemasangan selang dada.
Rasional: mengembankan kembali paru melalui mengeluarkan udara atau cairan yang terjebak.
Membuat kembal tekanan negatif dn meninkatkan pertukaran gas.
B. POLA PENAPASAN, TIDAK EFEKTIF
Dapat berhubungan dengan :
penurunan energi. Depresi berhubungan dengan obat dan ketidak seimbangan metabolik.
Kemungkinan di buktikan oleh : dispnea, takipneaa, periode aonea, pernafasan cuping hidung ,
penggunaan bantuan otot, sianosis , GDA abnormal, takikardia.
HASIL YANG DI HARAPKAN NEONATAL AKAN:
periodik ( periode apenik berakhir 5-10 dtk diikuti dengan periode pendek ventilasi cepat).
Dengan membran mukosa merah muda dan frekuensi jantung DBN.
TINDAKAN/ INTERVENSI
Mandiri
1.
Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea dan perubahan
frekuensi jantung , tonus jantung, tonus otot, dan warna kulit berkenaan dengan prosedur atau
perawatan. Lakukan pemantauan jantung dan pernafasan yang kontinu.
Rasional : membantu dalam memberikan periode perpytaran pernfasan normal dari serangan
apneik sejati, yang terutama sering terjadi seblum gestasi mingu ke-30.
Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Menghilangkan mucus yang menyumbat jalan napas.
3.
Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat memperberat depresi pernapasan
2.
pada bayi.
Rasional : madnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernafasan aktifitas SSP. Ikan
4.
Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan pokok di bawah bahu
untuk menghasilkan sedikit hiperektensi .
Rasional: posisi ini dapat memoermudah pernafasan dan menurunkan episode apneik, khususnya
5.
menimbulkan apnea.
6.
Berikan rangsangan taktil yang segera.( mis, gosokan punggung bayi) bila terjadi apnea.
Pergatikan adanya sianosis, bradikardi, atau hipotonia. Anjurakan kontak orang tua.
Rasional: merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernafasan
spontan. Kadang-kadang, bayi mengalami kejadian apnea lebih sedikit atau tidak ada , atau
bradikardia bila orangtua menyentuh dan bicara pada mereka.
7.
8.
Pantau pemeriksaan laboratorium (Mis,. GDA, glikosa serum, elekrolit, kultur,mdan kadar
obat) sesuai indikasi.
Rasional: hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnia, hipoglekimia, hipokalsemia,dan sepsis
dapat memperberat serangan apneik. Toksisitas obat, yang menekan fungsi pernafasan dapat
terjadi karena pernafasan dapat terjadi karena keterbatasan ekskresi dan waktu paruh obat yang
lama.
Berikan oksigen sesuai indikasi.(rujukan pada DK: pertukaran gas, kerusakan).
Rasional: perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatka n pernfasan.
10. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi:
9.
Natrium bikarbonat.
Rasional : memperbaiki asidosis.
Antibiotik.
Rasional; mengatasi infeksi pernapasan atau sepsis.
Kalsium glikonat.
Rasional: hipokalsemia mempredisposisikan bayi pada apnea.
Aminoflin.
Rasional: dapat meningkat aktifitas pusat pernafasan dan menurunkan sensitifitas terhadap
karbondiosida, menurunkan frekuensi apnea.
Pankuronium bromida (pavulon).
Rasional: mengakibatkan relaksasi otot rangka yang mungkin perlu bila bayi scra mekanis
terventilasi.
Larutan glukosa.
Rasional: mencegah hipoglikemia. (Rujuk pada DK: nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan
tubuh, resikotinggi terhadap).
C.
respons mati terhadap hipotermia. Danmanipulasi dan intervensi medis/ keperawatan yang
sering.
Kemungkinan di buktikan oleh: {tidak dapat di terapkan: adanyha tanda/gejala untuk
mendiagnosa aktual}
HASIL YANG DI HARAPKAN NEONATAL AKAN: Mempertahankan suhu kilt /aksila dalam
95,9-99,1 F(35,5-37,3F) bebas dari tanda-tanda stres dimgin.
TINDAKAN/INTERVENSI
Mandiri
1.
Kaji suhu dengan sering. Periksa suhu rektal pada awalnya; selanjutnya, periksa suhu aksila
atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat. Ulangi setiap 15 mnt
selama penghangatan ulang,
Rasional: hipotermia mebuat bayi cendrung pada stres dingin, penggunaan simpanan lemak
coklat yang tidak dapat diperbarui bila ada, dan menurunkan sensitifitas untuk meningkatkan
kadar karbon dioksida ( hiperkapnia) atau penurunan kadat oksigen( hipoksia). (catatan:
penghangatan ulang terlalu cepat berkenaan dengan kondisi apneik, ini dapat menyebabkan
depessi pernafasan lanjut sebagai pengganti pernapasan. Mengakibatkan apnea dan penurunan
ambilan oksigen.)
2.
Tempatkan bayi pada penghangat ,tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat , tau tempat
tidur bayi terbuka dengan pakaian tpat untuk bayi yang lebih besar tau lebih tua.gunakan bantal
pemanas di bawah bayi bila perlu, dalam hubunganya dengan tempat tiidur isolet atau tebuka .
Rasional ; mempertahankan lngkungan termonal membantu mencegah stres dingin.
3.
Gunakan lampu pemanas selam prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan penutup
plastik atau kertas alumunium bil tepat. Objek pans dengan tubuh bayi, seperti stetosko, linen,
dan pakaian.
Rasional; menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yanng lebih dingin dari ruangan.
4. Kurangi pemajanan pada aliran udara: hindari pembukaan pagar isolette yang tidak semestinya.
Rasional : menurunkan kehilangan panas karena konveksi/konduksi. Membatasi kehilangan
panas melalui radiasi.
Ganti pakaian atau linen tempat bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup.
Rasional: menurunkan kehilangan melalui evaporasi.
6.
Pantau system pengatur suhu, penyebar hangat, atau incubator. (pertahankan batas atas pada
5.
7.
dan apnea.
10. Kaji haluaran dan berat jenis urin.
Rasional: peningkatan haluaran dan peningkatan berat jenis urin di hubungkan dengan
penurunan perfusi ginjal selama periode stres dingin.
11. Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan berat badan tidak adekuat,
tingkatkan suhu lingkingan sesuai indikasi.
Rasional: ketidak adekuatan penambahan berat badan mesipunmasukan kalori tidak adekuat
dapat menandakan bahwa kalori di gunakan untuk mempertahankan suhu tubuh , memerlukan
penngkatan suhu lingkungan.
12. Perhatikan frekuensi dan jumlah masukan. Pantau dextrosix. Kaji bayi terhadp muntah, distensi
abdomen, atau apatis.
Rasional: pemberian makan buruk ketidak stabilan biasa terjadi pada bayi dengan ketidak
stabilan suhu kadar dextrosik kurang dari 45 mg/dl menadakan hipoglekimia yang memrluksn
intervensi segera.
13. Kaji kemjuan kemampuan bayi untuk berdaptasi tergadap suhu rendah di dalam inkubator, atau
pada suhu ruangann, saat mendemonstrasikan penambahan berat badan yang tepat
Rasional: .alat buain dapat di gunakan bila bayi dapat memperthankan suhu tubuh stabil 97,7 F
dalam udra ruangan dan dapat meningkatkan berat badan.
14. Pantau suhu bayi bila keluar dari lingkungan hangtat. Berikan informasi termoregulasi kepada
orangtua.
Rasional: kontak di luar tempat tidur , khusunya dengan orangtua , mungkin singkat sak bila
bilqa dimungkinkan untuk mencegah strexs dingi n. ( catatan: hipertermia dapat terjdi bla bayi di
gendong oleh orang tua.)
15. Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan , diaforesis, letarge,apnea, koma atau
aktifitas kejang .
Rassional:tanda-tanda hipertermia (suhu tubuh lebih besar dari 99 F( 37,2 C). Da oat berkanjut
pada kerusakan otak bil tidak teratasi.
16. Evaluiasi sumber eksternal ( miss., foto terapi, lampu pemanas , atau sinar matahari). Batasi
pakaian dan mandi di seka dengan spon menggunakabn air hangat. Pastikan posisi yang tepat
dari alat pengukur suhu bila digunakan.
Rasional: tindakan ini secra umum berhasil dalam memperbaiki hipertmia. ( ctatan: bila
hipertermia menetap menetukan posisi yang tepat dan memfungsikan alat pengukur suhu,
kemungkinan status hipermetabolik seperti sepsis atau gejal a putus satnarkotik harus
dipertimbangkan).
Kolaborasi
17. Pantau pemeriksaan laboratorium,sesuai indikasi( mis., GDA, Glukosa, serum, elektrolit, dan
kadar bilirubin). (rujuk pada DK: petukaran gas .)
Rasional: stres dingin meningkatkan kebutuhann terhadap glukosa dan oksigen serta dapat
menyebabkan masalah asam basa bila bayi mengalami metabolisme anerobik bila kadar
oksigen yang cukup tidak tersedia peningkatan kadar bilirubin inderek dapat terjadi karena
pelepasan asam lemak dari metabolisme lemak coklat, dengan asam lemak bersaig dengan
bilirubin pada bagian ikatan di alabumin. Asidosis metabolok dapat juga terjadi pada hipertermia.
18. Berikan D10 W dan ekspander volume secara intravena, bila diperlukan.
Rasional: pemberian dekstrosa mungkin perlu untuk meperbaiki hipoglikemia. Hipotensi
karena vasodilatasi perifer mungkin memerlukan tindakan pada bayi yang mengalami stress
panas. Hipertermia dapat menyebabkan peningkatan dehidrasi tiga sampai empat kali lipat.
19. Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
Rasional : Bila oksigen tidak siap tersedia untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik
berkenaan dengan upaya untuk meningkatkan suhu tubuh, bayi akan menggunakan metabolisme
anaerobik, mengakibatkan asidosis karena pembentukan asam laktat. Hipotermia menurunkan
respons bayi praterm terhadap hipoksia dan hiperkapnia, yang menyebabkan depresi pernapasan
lanjut sebagai ganti dari peningkatan frekuensi pernapasan, mengakibatkan apnea dan penurunan
ambilan oksigen. Hipertermia karena penghangatan terlalu cepat dihubungkan dengan keadaan
apnea, peningkatan kehilangan air yang tidak kasatmata dan peningkatan frekuensi metabolik
dengan peningkatan kebutuhan terhadap oksigen dan glukosa.
20. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi :
a.
Fenobarbital.
Rasional : Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang
disebabkan oleh hipertermia.
b. Natrium bikarbonat
Rasional: Memperbaiki asidosis, yang dapat terjadi pada hipotermia dan hipertermia.
D. KEKURANGAN VOLUME CAIRAN, RISIKO TINGGI TERHADAP
Faktor resiko dapat meliputi : Usia dan berat badan ekstrem (prematur, dibawah 2500 g),
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis, kurang lapisan lemak, peningkatan suhu lingkungan,
ginjal imatur / kegagalan untuk mengkonsentrasikan urin).
Kemungkinan dibuktikan oleh : [Tidak dapat diterapkan, adanya tanda/gejala untuk menegakkan
diagnosa aktual].
HASIL YANG DIHARAPKAN NEONATAL AKAN : Bebas dari tanda-tanda dehidrasi atau
glikosuria dengan masukan cairan sama dengan haluaran dan pH, Ht, dan berat jenis urin DBN.
Menunjukkan penambahan berat badan 20-30g/hari.
TINDAKAN / INTERVENSI
Mandiri
1.
Dapatkan seri berat badan setiap hari dengan menggunakan skala yang sama dan pada waktu
yang sama.
Rasional; Berat badan adalah indikator paling sensitif dari keseimbangan cairan. Penurunan
berat badan tidak boleh melebihi 15% dari berat badan total atau 1%-2% dari berat badan total
perhari.
2.
Ketidakadekuatan
penambahan
berat
badan
dapat
dihubungkan
dengan
3.
pasca kelahiran. Pengambilan darah untuk tes menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht.
Pantau berat jenis urin setiap selesai berkemih, atau setiap 2-4 jam, dengan megaspirasi urin
dari popok bila bayi tidak tahan dengan kantung penampung urin atau yang kantung penampung
yang direkatkan.
Rasional; Meskipun imaturitas ginjal dan ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan urin
biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada bayi praterm (rentang normal 1,006
1,013), berat jenis urin bervariasi, memberikan tanda tingkat dehidrasi individu. Kadar yang
rendah menandakan volume cairan berlebihan; kadar lebih besar dar 1,013 menandakan
ketidakcukupan masukan cairan dan dehidrasi.
4. Tes urin dengan Dextrotix per protokol.
Rasional: Bahkan pada kasus hipoglikemia, glikosuria terjadi saat ginjal yang imatur mulai
mengekskresikan glukosa, yang dapat menimbulkan diuresis osmotik, meningkatkan resiko
5.
dehidrasi.
Minimalkan kehilangan cairan yang tidak kasatmata melalui penggunaan pakaian, suhu
termonetral, dan menghangatkan atau melembabkan oksigen.
Rasional: Bayi praterm kehilangan air dalam jumlah besar melalui kulit, karena pembuluh darah
dekat dengan permukaan dan kadar lapisan lemak berkurang atau tidak ada. Fototerapi atau
penggunaan penyebar hangat dapat meningkatkan kehilangan tidak kasatmata sampai 50% atau
sebanyak 200 ml/kg/hari. (catatan : BB bayi < 1500g (3 lb 5 oz) paling rentan terhadap
6.
7.
rendah).
Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, keadaan fontanel anterior.
Rasional: Cadangan cairan dibatasi pada bayi praterm. Kehilangan/perpindahan cairan yang
minimal dapat dengan cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk,
8.
Pengenalan dini dan intervensi segera dapat membatasi efek-efek tidak baik dari infiltrasi obat;
sperti kerapuhan, kalsifikasi, dan nekrosis. (Catatan: Penggantian kalsium tidak efektif pada
adanya defisit magnesium).
11. Berikan transfusi darah.
Rasional: Mungkin perlu untuk mempertahankan kadar Ht/Hb optimal dan menggantikan
kehilangan darah.
12. Berikan dopamin hidroklorida, sesuai indikasi.
Rasional: Dapat digunakan untuk mengatasi penurunan tekanan darah, khususnya bila
berhubungan dengan pemberian Pavulon.
Kolaborasi
1.
a.
perpindahan kalium dari ruangan intraselular ke ekstraselular, asidosis, atau gagal ginjal.
Berikan infus parenteral : dalam jumlah > 180 ml/kg, khususnya pada PDA, displasia
bronkopulmonal (BPD), atau enterokolitis nekrotisan (NEC).
Rasional: Penggantian cairan menambah volume darah,
membantu
mengembalikan
vasokonstriksi berkenaan dengan hipoksia, asidosis, dan pirau kanan kekiri melalui PDA, dan
telah membantu dalam penurunan komplikasi enterokolitis nekrotisan dan displasia
bronkopulmonal.
E. CEDERA, RISIKO TINGGI TERHADAP, KERUSAKAN SSP
Faktor resiko dapat meliputi : Hipoksia jaringan, perubahan
faktor
pembekuan,
Mandiri
1.
kerusakan).
2.
Pantau kadar Dextrostix, dan observasi adanya perilaku yang menandakan hipokalsemia atau
hipokalsemia pada bayi (mis, kacau mental, kedutan, kejang mioklonik, atau mata terbalik).
(Rujuk DK : Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh, resiko tinggi terhadap).
Rasional: Karena kebutuhannya terhadap glukosa, otak dapat menderita kerusakan yang tidak
dapat pulih bila kadar glukosa serum lebih rendah dari 30-40 mg/dl. Hipokalsemia (kadar
kalsium serum < 7 mg/dl) sering menyertai hipokalsemia dan dapat mengakibatkan apnea dan
kejang.
3.
Observasi bayi terhadap perubahan fungsi SSP dimanifestasikan oleh perubahan perilaku,
letargi, hipotonia, penonjolan atau ketegangan fontanel, mata terbalik, atau aktifitas kejang.
Selidiki penyimpangan keadaan yang ditandai oleh menangis nada tinggi, pernapasan yang sulit,
dan sianosis, yang diikuti dengan apnea, flaksid kuadriparese, tidak berespons, hipotensi, postur
tonik, dan arefleksia.
Rasional: Trauma kelahiran, kapiler rapuh, dan kerusakan proses koagulasi membuat bayi
beresiko terhadap IVH, khususnya bayi yang BB nya < 1500g atau gestasi dibawah 34 minggu.
Penegangan atau penonjolan fontanel anterior mungkin merupakan tanda pertama dari IVH, syok
hemoragi, atau peningkatan tekanan intrakranial (PTIK), yang dengan mudah membawa pada
kematian akibat sirkulasi yang kolaps. Bayi gestasi < 32 minggu dapat menjadi letargik atau
hipotonik serta dapat memanifestasikan gerakan mata menjelajahi yang tidak terkontrol dan
kurang jalur penglihatan. (Catatan: tanda-tanda klinis dan perkembangan IVH mungkin tidak
ada, sangat samar, atau tiba-tiba serta mengancam kehidupan).
4.
5.
Kaji warna kulit, perhatikan bukti peningkatan ikterik berkenaan dengan perubahan perilaku
seperti letargi, hiperrefleksia, kacau mental, dan opistotonus. (Rujuk pada MK: Bayi baru lahir:
Hiperbilirubinemia).
Rasional: Bayi praterm lebih rentan pada kernikterus pada kadar bilirubin lebih rendah dari bayi
cukup bulan karena peningkatan kadar bilirubin sirkulasi tidak terkonjugasi melewati barier
darah otak.
Kolaborasi
1.
a.
Punksi lumbal
Rasional:Spesimen cairan serebrospinal (CSS) berdarah memastikan IVH. Beberapa rumah sakit
melakukan punksi leumbal berturut-turut setiap hari untuk menurunkan TIK dan mencegah efek-
e.
3.
a.
4.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud
dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar bilirubin di dalam
jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai normal: bilirubin indirek
0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.
BBLR adalah bayi baru lair yang berat badannya saat lair kurang dari 2500 gram. BBLR
sangat membutuhkan penanganan khusus karena bayi BBLR sangat rentan terhadap infeksi
maupun hipotermi. Oleh karena itu, perlu penanganan antara lain :
1. Pengaturan suhu lingkungan
2. Pengawasan nutrisi / makanan
3. Pemberian O2
4. Pencegahan infeksi
5. Penimbangan secara ketat
Masalah Kesehatan pada bayi prematur, membutuhkan asuhan keperawatan, dimana pada
bayi prematur sebaiknya dirawat di rumah sakit karena masih membutuhkan cairan-cairan dan
pengobatan /serta pemeriksaan Laboratorium yang bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan terapi pada bayi dan anak yang meliputi peran perawat sebagai advokad, fasilitator,
pelaksanaan dan pemberi asuhan keperawatan kepada klien. Tujuan pemberian pelayanan
kesehatan pada bayi prematur dengan asuhan keperawatan secara komprehensif adalah untuk
menyelesaikan masalah keperawatan. Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelu minggu ke
37, dihitung dari mulai hari pertama menstruasi terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan .
3.2 saran
DAFTAR PUSTAKA
Boback. 2004. Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Edisi
8. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal. Ed. 2.
Jakarta : EGC.
Saccharin, Rossa M. 2004. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Ed. 2
Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Jakarta: EGC
Doenges,Marilyn.2001.Rencana Perawatan Maternal Bayi Pedoman untuk Perencanaan dan
Dokumentasi Perawatan Klien Edisi2.Jakarta:EGC
Novita Regina.2011.Keperawatan Maternitas.Bogor:Ghalia Indonesia
http://rheakampus.blogspot.com/2012/11/askep-bayi-prematur_23.html
Mansjoer, Arif dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Media
Asculapius FKUI
Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta : Bagian IKA FKUI