Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
: Rida Rufaidah
Alamat
Kalian tahu bagaimana rasanya ketika mendengar umur kalian tinggal sesaat?
Rasanya, seakan itu mimpi. Rasanya, seakan dunia telah menghilang. Sedih ? pasti.
Rasanya aku orang yang paling malang di dunia ini.
Ibu memelukku erat, berucap kalimat yang membuatku tenang, dia bilang agar
Aku tetap sabar. Karena Tuhan, pasti akan menolongku dan tetap ada disisiku. Ibu
bilang jangan pernah marah pada Tuhan atas apa yang terjadi pada diriku, karena ibu
yakin Tuhan tahu apa yang terbaik untukku.
Tapi, apa itu benar?
Tuhan, apa benar Engkau sayang aku?
Tuhan,apa benar ini yang terbaik untukku?
_XXXXXX_
Tuhan..
Tuhan tau bagaimana rasanya ketika aku mendengar ucapan dokter itu?
Rasanya sakit, amat sakit
Rasanya seperti semua harapanku dirampas..
Rindu meneteskan air matanya ketika membaca surat itu. Dia temukan buku itu
di laci mejaku tadi pagi, dia kemudian membacanya. Kelas sepi, jelas saja, ini kan hari
libur, siapa yang mau datang ke sekolah hari libur begini. Rindunya saja yang kerajinan
dateng ke sekolah segala. Rindu duduk di meja sekolahku. Tersenyum mengingat saat
aku masih bisa datang ke sekolah.
Tapi Tuhan,
Rindu mengusap air matanya, Dia bingung. Kami baru saja berteman. Rindu
awalnya membenciku. Dia menganggapku sebagai rival. Biasanya kami selalu
bertengkar, bahkan untuk alasan yang tidak jelas. Tapi Rindu kurang dibela oleh temanteman. Gimana ya aku lebih cantik sih, lebih baik, pokonya lebih dari segala lebih
..haha
Bercanda deh, Rindu jarang punya teman. Dia orangnya selalu sendiri. Sok cool
lah istilahnya. Tapi akhirnya kami berteman. Gara-gara motogp. Itu lho yang ada the
doctornya, tau kan?. Jagoan kami sama, ya udah jadi akur akhirnya. Trus juga sahabatsahabat baik aku yang lain ikut nimbrung akur.
Lusi bilang Rindu ternyata orang yang lucu. Polos, dan cantik. Kalau pintar sih
udah tidak usah dibahas lagi, dari dulu kami sudah tahu dia itu pintar.
Rasti bilang, Harusnya dari dulu Rindu jujur pada kami, jadi kita bisa kumpul
kayak gini selamanya. Maaf ya Ras, mungkin malah aku yang tidak bisa kumpul.
Kalau Ghea dan Rara malah tidak berucap apa-apa tapi langsung meluk Rindu
dan ngajak dia jalan-jalan. Katanya Rindu itu kan cantik, asik kalo jalan-jalan sama
orang-orang cantik tuh. Dasar, aku fikir tiap perempuan itu cantik kok. Apalagi para
sahabat-sahabatku ini.
Tuhan tau?
Apa yang aku fikirkan ketika tahu hidupku tidak akan lama lagi?
Orang tua...
Ibu dan ayahku..
Aku sayang mereka Tuhan
Aku cinta mereka
Tapi aku, harus pergi meningggalkan mereka
Bahkan ketika aku masih belum bisa memberikan apa-apa pada mereka
Maafkan Dien, Ibu.. Ayah..
Rindu terdiam. Aku tidak tahu Rindu kenapa? Apa marah karena hingga detik
terakhir aku masih bisa berdiri, aku tidak pernah cerita tentang penyakitku pada
semuanya. Aku Cuma gak ingin mereka sedih. Apa Aku salah?
Tapi Tuhan,
Saat vonis itu diberikan untukku, aku rasa aku tak mungkin menggapainya
Aku menangis Tuhan
Aku marah PadaMU
Aku marah karena Kau memberiku hidup yang singkat
Aku membentakMu saat itu.
Tapi aku akhirnya sadar mungkin ada hikmah dibalik ini semua
Maaf, karena saat itu aku membentak dan meragukan kebesaranMU
Maaf, karena Dien sudah tidak bersyukur
Padahal Engkau selalu memberiku yang terbaik
Rindu keluar ruangan kelas. Dia menuju bangku di ujung taman. Menghirup
aroma dedaunan hijau agar dapat lebih tenang. Dia kemudian menghapus air matanya
dengan sapu tangan biru. Menatap langit sesaat dan memejamkan mata.
Dien Bodoh teriaknya kemudian, kembali menangis keras.
Kenapa Dien gak cerita ke kita? kenapa? Apa Dien gak percaya kami?
teriaknya lagi.kali ini dia terduduk di rumput.
Rindu kemudian duduk kembali di kursi itu.
Telepon Rindu berdering. Ada nama Rasti dilayarnya. Cepat Rindu menghapus
air matanya. Menghirup nafas dalam, agar tenang. Kemudian mengangkat telepon itu.
Halo Ras sapanya berat.
Rindu... ujar Rasti lirih.
Diam.. telepon itu kemudian sunyi. Tidak satupun dari mereka berbicara.
Satu menit, dua menit, tiga menit. Kemudian tangis Rasti pecah. Dia terisak.
Tuhan...
Aku masih ingin melakukan semuanya
Aku masih ingin mewujudkan mimpiku
Apa tidak bisa?
Tuhan...
Aku ingin Hidup..
Kata itu kata terakhir di deretan kata buku pinkku. Rindu kemudian menutup
buku itu. Dia menatap langit hampa. Menutup matanya dan membayangkan saat-saat
kami masih bisa bercanda. Saat itu kami menginap di rumahnya. Kami belajar bersama
untuk ujian SNMPTN keesokan harinya.
Dengan berapi-api aku bilang, aku pasti jadi Dokter, Lusi ingin jadi Arsitek,
Rasti ingin jadi Apoteker. Rindu juga ingin jadi Dokter dan Ghea ingin jadi Akuntan.
Kami bahkan berujar agar nanti kami membuat Rumah Sakit. Lusi yang akan
merancang bangunanya, Aku dan Rindu yang menjadi dokternya. Rasti apotekernya dan
Ghea yang mengatur keuangannya.
Hidup itu indah teman saat kamu punya sahabat-sahabat disekelilingmu. Karena
mereka akan menuntunmu selangkah demi selangkah mendekati impianmu. Dan Tuhan
juga
kesempatan untuk hidup, kesempatan bisa melihat dan juga bisa berdiri. Sehingga
kalian dapat melukiskan impian kalian di kanvas putih hati kalian. Dan suatu saat nanti,
impian yang kalian lukiskan itu pasti akan jadi nyata.
Rindu berdiri tegak. Lagi-lagi untuk kesekian kalinya menghirup udara dalam
dan menatap lagit. Kali ini tersenyum menuju rumah sakit.
Dien..
Arigatou
Karena udah jadi sahabat yang terbaik bagi Kami semua
Kami yakin, Tuhan akan memberi Dien tempat yang amat indah disana
Karena kami percaya Tuha sayang Dien
Tuhan amat sayang Dien.....
-End-