Você está na página 1de 4

Nama: Muhammad Ajni Fastawa

Kelas: XI IPS 1
BERTAUBAT SEBELUM WAFAT

Ma'asyiral muslimin sidang jum'at rahimakumullah.


Dalam kesempatan yang berbahagia ini marilah kita bersyukur kepada Allah SWT
yang telah menakdirkan kita menjadi orang-orang beriman kepada-Nya, dengan
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, agar kita
benar-benar menjadi Muttaqin , yakni orang-orang bertakwa yang amat mulia di
sisi Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat.
Ma'asyiral hadirin yang berbahagia.
Nabi saw. telah menegaskan dalam hadisnya, bahwa semua umat manusia bani
Adam itu mempunyai kesalahan dan dosa, dan sebaik - baik orang yang bersalah
dan dosa adalah orang yang mau bertaubat. Penegasan Nabi saw. ini harus diakui
oleh kita semua, memang sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari dosa, apakah
dosa besar atau dosa kecil, apakah dosa terhadap Allah atau dosa terhadap
sesama. Oleh karena itu, kalau kita benar-benar beriman kepada Allah SWT dan
beriman kepada Hari Akhir sebagai hari pembalasan, marilah kita segera melakukan
taubat. Taubat artinya kembali dari maksiat menuju taat, atau meninggalkan dosa
seketika dan bertekad untuk tidak melakukannya lagi. Dengan demikian orang yang
bertaubat adalah orang yang berhenti melanggar larangan-larangan Allah dan
kembali untuk melakukan perintah-Nya. Berhenti berbuat maksiat dan patuh
kepada Allah. Berhenti melakukan hal-hal yang dibenci Allah dan berusaha
menjalani apa yang diridoi dan disenangi-Nya. Dan ia merasa bersedih hati atas
dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Taubat menimbulkan perasaan duka cita
yang terrenyuh dalam lubuk hatinya, mengganggu tidurnya, menumbuhkan rasa

penyesalan yang mendalam dan membangkitkan semangat yang bulat untuk


melepaskan noda dan dosa yang pernah dilakukannya dan bertekad untuk memulai
kehidupan yang lebih baik. Taubat dalam pengertian yang demikian tidak sama
dengan pengertian kapok lombok atau taubat sambal dalam istilah Jawa yang
hanya menimbulkan rasa penyesalan sesaat atau rasa jera sementara yang pada
kesempatan lain akan mengulangi perbuatannya lagi. Allah SWT berpesan dalam
firman-Nya:

Artinya: " Hai orang orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan
taubat nasuha." QS. Al Tahrim ; 8
Yang dimaksud dengan taubat Nasuha di sini adalah taubat yang sesungguhnya,
yang bukan hanya mengucapkan istigfar sebagai permohonan ampun, tetapi lebih
dari itu ada upaya untuk menjauhi dan tidak mengulangi perbuatan dosa yang
pernah dilakukan untuk kedua kalinya, apa lagi berkali-kali.
Ma'asyiral hadirin rahimakumullah.
Hadharatusy-syaekh Abi Zakariya Yahya bin Syarif An-Nawawi dalam kitabnya
Riyadus-shalihin menyatakan bahwa taubat itu wajib dari tiap dosa. Maka jika dosa
itu berkaitan dengan hubungan seorang manusia dengan Allah, maka pertaubatan
itu mempunyai tiga persyaratan, yaitu :
1.

Harus menghentikan maksiatnya.

2.

Harus menyesali perbuatan yang telah terlanjur dilakukannya.

3.
Niat bersungguh-sungguh tidak akan pernah mengulangi perbuatan yang
sama untuk kedua kalinya..
Selanjutnya jika ada dosa yang berkaitan dengan hubungan seseorang dengan
sesamanya, maka pertaubatan itu ditambah satu syarat lagi, yaitu menyelesaikan
urusannya dengan orang yang bersangkutan, dengan meminta maaf atau minta
halalnya satu perbuatan, atau mengembalikan sesuatu yang harus dikembalikan.
Syarat ini adalah syarat mutlak yang wajib ditunaikan oleh seseorang yang
mempunyai dosa dan kesalahan terhadap orang lain. Mengapa demikian ? Karena
sesungguhnya Allah sendiri tidak mau memaafkan dan tidak mau menghapus dosa
seorang hamba yang mempunyai kesalahan terhadap hamba yang lainnya,
sebelum seorang hamba tersebut meminta maaf terhadap hamba yang
bersangkutan, sekaligus hamba yang bersangkutan tersebut dengan ikhlas dan rela
hati mau memberi maaf. Selagi permintaan maaf ini tidak dilakukan, sekaligus
pemberian maaf ini tidak ada, maka pertaubatan tersebut belumlah bisa diterima.
Ma'asyiral hadirin hadaniyallah waiyyakum.

Dosa dan kesalahan yang berhubungan dengan sesama manusia sesungguhnya


lebih sulit penghapusannya bila dibandingkan dengan dosa dan kesalahan yang
berhubungan dengan Allah. Ketika kita punya salah dan dosa kepada allah, selagi
kita betul-betul menyesal dan berniat tidak akan mengulangi lagi kesalahan dan
dosa yang pernah dilakukan, dalam arti kata benar-benar bertaubat, maka niscaya
Allah SWT akan mengampuni dosa dan kesalahan kita. Dalam Al Quran surah
Thaha, 82 Allah menegaskan :


Artinya: " Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang-orang yang
bertaubat, beriman dan beramal saleh, lalu tetap pada jalan yang benar."
Kaum muslimin yang berbahagia.
Kedua firman Allah tersebut di atas menunjukkan bahwa betapa Maha
Pengampunnya Allah SWT. Dia senantiasa membuka tangan-Nya di siang hari untuk
menerima taubat hamba-Nya yang berbuat dosa di waktu malam, dan selalu
membuka tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat hamba-Nya .yang
berbuat dosa di waktu siang. Tidak ada istilah "Tiada maaf bagimu " bagi Allah
kepada para hamba-Nya, karena pintu taubat senantiasa terbuka bagi siapa saja,
kapan dan di mana saja. Pintu taubat itu ditutup hanya bagi mereka yang sengaja
mengulur-ulur waktu, sengaja menunda-nunda taubat mereka hingga saat sakratul
maut tiba.
Ma'asyiral hadirin hadaniyallah waiyyakum.
Begitu Maha Pengampunnya Allah, hingga tidak ada kesulitan untuk mendapatkan
ampunan-Nya. Hanya dengan satu syarat saja, yaitu taubat. Akan tetapi, apakah
untuk mendapatkan maaf dari sesama kita sama mudahnya dengan memperoleh
ampunan dari Allah ? Tentu saja tidak. Nabi saw. dalam satu hadisnya pernah
bercerita tentang betapa sengsaranya seseorang yang ketika hidup di dunia pernah
berbuat dosa terhadap sesamanya, tetapi sayang dia belum sempat mendapatkan
maaf dari seseorang yang disakitinya itu. Kelak kata Nabi, ada seorang hamba yang
datang menghadap Allah di hari pembalasan dengan membawa pahala salat,
pahala puasa, haji dan pahala-pahala lainnya. Ketika dihisab, ternyata amal
baiknya lebih banyak ketimbang amal jeleknya. Maka Allah pun hendak
memasukkan hamba tersebut ke dalam surga, akan tetapi ada seseorang yang
komplen / mengajukan protes. "Ya Allah, saya menuntut keadilan. Di dunia orang itu
pernah menyakiti saya, dan dia belum mendapatkan maaf dari saya. Sekarang
saya minta pertanggung jawaban atas perbuatan dosa yang pernah dia lakukan
terhadap saya". Mendengar protes dari orang itu, maka Allah pun tidak memberi
maaf kepada hamba yang punya dosa dengan sesamanya. Demi keadilan, Allah
SWT .lalu mengambil pahala seorang hamba yang diprotes, lalu pahala itu
diberikan kepada seseorang yang disakitinya. Ketika persoalan yang satu ini beres,
ternyata datang salah seorang lagi memprotes pula yang intinya sama. Maka untuk
kedua kalinya Allah mengambil pahala yang berbuat dosa, lalu diberikannya kepada

sesamanya yang pernah disakiti. Begitu seterusnya datang silih berganti orangorang yang protes, hingga akhirnya pahala hamba yang pada mulanya begitu
banyak, kini habis digunakan untuk membayar atas dosa-dosa dan kesalahan
kepada orang lain. Bahkan yang lebih tragis, ketika pahala itu sudah habis masih
ada saja orang yang datang memprotes. Berhubung pahala untuk membayar dosa
itu sudah habis, maka satu-satunya cara untuk meminta halalnya perbuatan dosa
yang pernah diperlakukan kepada sesamanya adalah dengan jalan, dosa orang
yang pernah disakiti itu diambil, lalu dialihkan kepada orang yang punya dosa /
salah.
Ma'asyiral hadirin rahimakumullah.
Seperti itulah kisah tragis yang diceritakan oleh Nabi saw. berkaitan dengan
seseorang yang menanggung beban dosa dan kesalahan terhadap orang lain yang
belum mendapatkan maaf. Melihat kenyataan ini, maka hendaklah kita berhati-hati
sekali dalam berhubungan dengan sesama kita. Manakala kita melakukan kesalahan
terhadap orang lain, misalnya kita pinjam barang atau uang, lalu kita tidak
mengembalikannya dalam waktu yang cukup lama, atau bahkan kita sengaja
menggelapkannya dan mencurinya. Ini berarti menyakiti orang lain. Bagi kita yang
mau bertaubat, maka barang atau uang yang telah kita gunakan itu harus kita
kembalikan, dan kita harus minta maaf sampai dia mau memaafkan. Begitulah tata
cara kita bertaubat dan tata cara memperbaiki diri, dari segala cacat dan cela.
Akhirnya semoga kita diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk melakukan Taubatan
Nasuha sebelum kita meninggal dunia.

Você também pode gostar