Você está na página 1de 10

Putri Marissa Khadmillah Irianti Dunda

04011381419202 - Gamma 2014 - Kelompok A3

EKLAMPSIA
DEFINISI
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut dipakai karena seolaholah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita
ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda preeklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma. Eklampsia
lebih sering pada primigravida daripada multipara. Tergantung dari saat timbulnya eklampsia dibedakan
eklampsia gravidarum (eklampsia antepartum), eklampsia parturientum (eklampsia intrapartum), dan eklampsia
puerperale (eklampsia postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia
gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian.
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-eklampsia, tampak pentingnya
pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah timbulnya penyakit itu.
Eklampsia lebih sering terjadi pada :
1) Kehamilan kembar
2) Hydramnion
3) Mola hydatidosa
FREKUENSI
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah pada umumnya
merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang
cukup dan penanganan pre-eklampsia yang sempurna.2
Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedang di
negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaiatu 0,05% - 0,1%.
ETIOLOGI
Sebab eklampsia belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia
disebabkan ischemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan
darah lebih banyak.
PATOFISIOLOGI
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsi-eklampsi. Vasokonstriksi menimbulkan
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan
hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan

mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis
akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan
maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan
proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan
mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang
menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan
antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih domi-nan, maka akan timbul keadaan
yang disebut stess oksidatif.
Pada Preeklampsi-eklampsi serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya
peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan
sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah
melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk
sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut
akan meng-akibatkan antara lain :

adesi dan agregasi trombosit,

gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma

terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dai rusaknya trombosit

produksi prostasiklin terhenti

terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan

terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lema

GEJALA DAN TANDA


Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri
kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila
keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini
besar. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :
1. Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka
tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Kemudian timbul tingkat kejangan tonik (Tingkat Kontraksi) yang berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam
tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki
membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi) yang berlangsung antara 1 2
menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat.
Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah

yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini
dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya, kejangan
terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.
4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama secara perlahan-lahan
penderita menjadi sadar lagi, Kalau pasien sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang telah
terjadi, lamanya coma dari beberapa menit sampai berjam-jam, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum
itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40 derajat Celcius.
Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti (1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura;
(2) gangguan pernapasan; (3) solusio plasenta; dan (4) perdarahan otak.
Sebab kematian eklampsia ialah : oedeme paru-paru, apoplexia dan accidosis. Atau pasien mati setelah
beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan gangguan faal ginjal.
Kadang-kadang terjadi eklampsia tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah koma. Eklampsia semacam ini
disebut eclampsia sine eclampsi, dan terjadi pada kerusakan hati yang berat. Pernafasan biasanya cepat dan
berbunyi, pada eklampsia yang berat ada cyanosis.
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau anak mati di
dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit akan berkurang. Proteinuri hilang dalam 4-5 hari
sedangkan tensi normal kembali kira-kira 2 minggu.
DIAGNOSIS
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak
diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya
serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat
anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang; (3) koma karena sebab
lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, uremia, keracunan.2
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari
ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada
pre-eklampsia berat dan eklampsia.
1.

Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering
terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai preeklampsia.2

2.

Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% bipofibrinogenemia,


maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.2

3.

Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis
yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau

destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia
dapat menerangkanikterus tersebut.2
4.

Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.2

5.

Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya
apopleksia serebri.2

6.

Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini
disebabkan karena payah jantung.2

7.

Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.2

8.
9.

Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet count.2
Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria
sampai gagal ginjal.2

10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi,
dan DIC (disseminated intravascular coogulation).2
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.2
PROGNOSIS
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu
dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan
kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih
kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang
sempurnanya pengawasan antenatal dan nata; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat
pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan
edema paru-paru, payah-ginjal, dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan.2
Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan dengan yang
sering diduga, pre-eklampsia dan eklampsia tidak menyebabkan hipertensi menahun. Oleh penulis-penulis
tersebut ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi
hipertensi 15 tahun kemudian atau lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia.2
Prognosa kurang baik untuk Ibu dan anak. Prognosa bagi multipaara lebih buruk, dipengaruhi juga oleh
umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh keadaan waktu masuk Rumah Sakit.
Jika diuresis lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa agak baik. Oliguri
dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala-gejala lain memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden :
1) Coma yang lama
2) Nadi > 120 x/menit

3) Suhu > 39C


4) TD > 200 mmHg
5) > 10 serangan
6) Proteinuti 10 gr sehari atau lebih
7) Tidak adanya oedem
PENCEGAHAN
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk
menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :2
1.

Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil
memeriksakan diri sejak hamil-muda;

2.

Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya segara apabila ditemukan;

3.

Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tandatanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.2

PENANGGULANGAN
Terapi profilaksis ialah dengan pencegahan, diagnosis dini dan terapi yang cepat dan intensif dari preeklampsia.2
Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri
kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.2
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsia, sehingga
ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk
menghindarkan timbulnya kejang; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1M. Selain itu,
penderita harus disertai seorang tenaga yang trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah terjadinya
trauma apabila terjadi serangan kejang.2
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang mengurangi vasospasmus, dan
meningkatkan diuresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejang ialah
mempertahankan jalan pernapasan bebas (Bersihkan mulut yang mungkin berisi bahan-bahan hasil regurgitasi
dari lambung, intubasi endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tong spatel dililit dengan kain,
penyumbat mulut, dompet), pemberian oksigen, dan menjaga agara penderita tidak mengalami trauma (Kepala
pasien diganjal dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien pada sisi kiri (posisi tredelenburg) untuk
mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejang lagi yang selanjutnya mempengaruhi
gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya :2
1.

Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila diberikan secara
intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya
dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk
intubasi dan resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 - 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.2

2.

Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuromuskuler tanpa
mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan
darah, meningkatkan diuresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g
dalam larutan 40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella
masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, diuresis harus melebihi 600 ml per hari; selain
intrarnuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g
40% Mg S04 dalam larutan 10 ml intravena secara pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan
kalsium glukonas 1 g dalam 10 rnl sebagai antidotum. Bahaya sulfas magnesicus ialah dapat melumpuhkan
diafragma hingga pasien berhenti bernafas, malahan kontraksi jantung berhenti. Maka untuk menjauhi
bahaya tersebut di atas sebelum menyuntikkan sulfas magnesicus harus diperiksa : refleks lutut dan
pernafasan tidak boleh < 16 x/menit. Sebagai antidotum selalu harus tersedia gluconas calcicus 1 gr dalam
10 cc dan bantu dengan ventilator.2

3.

Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan
dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan
dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan
bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.2
Di sini ditekankan bahwa pemberian obat-obat tersebut disertai dengan pengawasan yang teliti dan terus-

menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan dengan keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi
keselamatannya dan sedapat-dapatnya juga demi keselamatan janin dalam kandungan.2
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua
rangsang yang dapat menimbulkan kejang, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.2
Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi, pernapasan dicatat tiap 30 menit
pada suatu kertas grafik; suhu dicatat tiap jam secara rektal. Bila penderita belum melahirkan, dilakukan
pemeriksaan obstetrik untuk mengetahui saat permulaan atau kemajuan persalinan. Untuk melancarkan
pengeluaran sekret dari jalan pernapasan pada penderita dalam koma penderita dibaringkan dalam letak
Trendelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam untuk menghindarkan dekubitus. Alat
penyedot disediakan untuk membersihkan jalan pernapasan, dan oksigen diberikan pada sianosis. Dower
catheter dipasang untuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif.
Balans cairan harus diperhatikan dengan cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air
yans hilang melalui kulit dan paru-paru; pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000 nil. Balans cairan dinilai
dan disesuaikan tiap 6 jam.2
Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolisme jaringan dan asidosis. Pada penderita
koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infus dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam
amino, seperti Aminofusin. Cairan Yang terakhir ini, selain mengandung kalori cukup, juga berisi asam amino
yang diperlukan.2

B.I. Perawatan Aktif

Pengobatan Medisinal

1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang (ICU), terpasang infus Dx/RL dari
IGD.
2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.
3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4) Antasida.
5) Anti kejang:
a) Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek
patella (+) kuat, Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), Produksi urine > 100 cc
dalam 4 jam sebelumnya.
Cara Pemberian:
Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4
gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda
impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja.
Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4
40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.
Penghentian SM :
Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca
persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.
b) Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.
Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.
6) Diuretika Antepartum: manitol
Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (Krelease). Indikasi: Edema
paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka
7) Anti hipertensi
Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap.
Alternatif:
antepartum
Adrenolitik sentral:
- Dopamet 3X125-500 mg.
- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari.
Post partum
ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg dan Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10 mg.

8) Kardiotonika , Indikasi: gagal jantung


9) Lain-lain:
Antipiretika, jika suhu >38,5 C
Antibiotika jika ada indikasi
Analgetika
Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)
(7).
Pengobatan obstetrik

1) Belum inpartu
a) Amniotomi & Oxytocin drip (OD), Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx.
Medisinal.
b) Sectio Caesaria, Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase
aktif.
2) Sudah inpartu
Kala I
Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC. Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam
kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II
Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE. Untuk kehamilan < 37 minggu,
bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.
B.II. Perawatan konservatif
Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari:
SM Therapy: Loading dose: IM saja. Maintenance dose: sama seperti di atas. Sulfas
Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan, selambatlambatnya dalam waktu 24 jam.
Terapi lain sama seperti di atas.
Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.
Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.
Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan
tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.
TINDAKAN OBSTETRIK
Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka direncanakan untuk
mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan

dilakukan dengan seksio sesarea atau dengan induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari
banyak faktor, seperti keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli anestesia, tidak terdapat
koagulopati dan sebagainya.2
Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan cepat tanpa banyak
kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah
penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks
masih lancip dan tertutup terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan
disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.2
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat partus dan bila syaratsyarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau cunam.
Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung dari keadaan umum penderita
dan macam obat sedativa yang telah dipakai. Keputusan tentang hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia.
Anestesia lokal dapat dipakai bila sedasi sudah berat. Anestesia spinal dapat menyebabkan hipotensi yang
berbahaya pada eklampsia; jadi sebaiknya jangan dipergunakan.2
Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan terhadap perdarahan
postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat menyebabkan syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik
harus dilakukan seringan mungkin, dan selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin boleh diberikan pada
perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi jangan diberikan secara rutin tanpa indikasi.2
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam Bila tekanan darah turun,
maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam postpartum untuk kemudian lambat laun
dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24 - 48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang.2
Perawatan post partum : antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir,
teruskan antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmhg, pantau urin.2
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam), terdapat sindrom HELLP,
koma berlanjut > 24 jam sesudah kejang.
1.

She has been complaining of headache, epigastric pain, vomitting and visual blurring for the last 2 days.

Apa penyebab dan mekanisme nyeri epigastrik pada kasus ? 3


Invasi trofoblastik inkomplit penyempitan lumen pembuluh darah plasenta perfusi plasenta
lingkungan hipoksik debris plasenta respon inflamatorik aktivasi sel endotel kerusakan sel-sel
endotel vasospasme perfusi ke hati iskemik nekrosis epigastric discomfort.
In the examination findings:
Upon admission,
Sense : decrease of consciousness, GCS : 13
Height = 153 cm; Weight 76 kg; BP : 180/110 mmHg. HR: 123 x/min, RR: 28 x/m. Temp: 38 C
Physiological reflexs: +/+, Pretibial edema
Bagaimana mekanisme abnormalitas hasil pemeriksaan fisik ? 3
Hipertensi

Pada preeklamsia terjadi pembentukan faktor-faktor yang mengaktivasi sel endotel


oleh plasenta (

disekresikan ke sirkulasi maternal ( aktivasi sel endotelial dan

disfungsi endotel ( perubahan sel endotel pada pembuluh2 darah di tubuh


( vasospasme general
Konstriksi vaskular ( peningkatan tahanan pembuluh darah ( hipertensi
Kerusakan sel endotel (normalnya fungsi endotel menghasilkan nitrat oksida sebagai
vasodilator, sifat antikoagulan, mencegah vasopresor) ( menghasilkan lebih sedikit
nitrat oksida, mensekresikan substansi yang memacu koagulasi, meningkatkan
sensitivitas terhadap vasopresor (angiotensin II & norepinefrin), meningkatkan
endotelin (ET 1) sebagai vasokonstriktor poten ( hipertensi
Takikardi
Hipertensi ( peningkatan afterload jantung ( takikardi
Hipertiroidisme ( hormon tiroid meningkat ( peningkatan basal metabolic rate ( aliran
darah cepat (hiperdinamik) ( denyut jantung meningkat ( takikardi
Takipneu
Setelah

terjadinya

kejang

eklamtik

hiperkarbia

(meningkatnya

kadar

CO2,

hipoksemia transien) ( terjadi peningkatan laju pernafasan ( takipneu


Edema pretibial
Cedera endotel ( meningkatkan permeabilitas kapiler ( kebocoran plasma kedalam
ruang interstitial ( edema.
2. Lab : Hb 10,2 g/dL; PLT : 162.000/mm3, WBC : 12.600/mm3 and she had
cylinder (-)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium? 3

Normal
Hb 10,2 g/dL
PLT:
132.000/mm3
WBC:
12.600/mm3
4+ protein on
urine
cylinder (-)

150.000
450.000
500012.000

Interpretasi
Normalanemia
fisiologis
Normaltrombositopen
ia fisiologis
Neutrofilia
ringan

Proteinuria

Normal

11,5
g/dL

4+ protein in urine,

Você também pode gostar