Você está na página 1de 4

FISIKA STATISTIK: APLIKASI BOSE-EINSTEIN

Nama : Iwan Wicaksono


NIM : 0802010102027
Kelas : B

Gambar 1: Aplikasi Bose-Einstein

Para fisikawan dari Universitas Bonn telah mengembangkan sumber cahaya yang
sama sekali baru, disebut sebagai kondensat Bose-Einstein, di mana kandungannya terdiri dari

foton. Sebelumnya, hingga saat ini, para ahli menduga bahwa hal ini adalah mustahil. Secara
potensial, metode ini mungkin cocok untuk perancangan laser yang bekerja pada kisaran Xray. Dan di antara aplikasi lainnya, ini bahkan bisa digunakan untuk mengembangkan chip
komputer yang lebih bertenaga. Para ilmuwan melaporkan penemuan mereka ini dalam jurnal
Nature edisi mendatang. Dengan mendinginkan atom-atom Rubidium secara mendalam dan
mengkonsentrasikannya dalam jumlah yang cukup di dalam ruang padat, mendadak atomatom ini menjadi sulit dibedakan. Mereka berperilaku seperti partikel super tunggal yang
besar. Fisikawan menyebutnya sebagai kondensat Bose-Einstein.
Untuk partikel cahaya, atau foton, ini juga semestinya bekerja. Sayangnya, gagasan
ini menghadapi masalah mendasar. Ketika foton mendingin, mereka lantas menghilang.
Hingga beberapa bulan yang lalu, tampaknya mustahil mendinginkan cahaya dengan
sekaligus mengkonsentrasikannya pada waktu yang sama. Bagaimanapun juga, para ahli
fisika Bonn, Jan Klrs, Julian Schmitt, Dr Frank Vewinger, dan Profesor Dr Martin Weitz
telah berhasil melakukan hal ini sebuah sensasi kecil.

Seberapa panas cahaya itu?


Ketika kawat tungsten pada lampu bohlam dipanaskan, ia mulai bersinar pertama

merah, kemudian kuning, dan akhirnya kebiruan. Jadi, setiap warna cahaya bisa memberikan
sebuah temperatur formasi. Cahaya biru lebih hangat dari cahaya merah, tapi sinar tungsten
berbeda dengan besi, misalnya. Inilah sebabnya mengapa para ahli fisika menentukan
temperatur warna berdasarkan pada obyek model teoritis, disebut sebagai benda hitam. Jika
benda ini dipanaskan dengan suhu 5.500 derajat, ia akan memiliki warna yang hampir sama
dengan sinar matahari di siang hari. Dengan kata lain: cahaya siang hari memiliki suhu 5.500
derajat Celsius, tidak cukup hanya dengan 5.800 Kelvin (skala Kelvin tidak diketahui nilainilai negatifnya, sebaliknya, ia dimulai dengan nol absolut atau -273 derajat; akibatnya, nilainilai Kelvin selalu 273 derajat lebih tinggi dari nilai Celcius yang berkaitan).
Ketika benda hitam mendingin, ia akan berada pada beberapa titik pancaran, tidak lagi
berada di dalam kisaran yang terlihat, melainkan hanya akan mengeluarkan foton inframerah
yang tidak terlihat. Pada saat yang sama, intensitas radiasinya akan menurun. Jumlah foton
menjadi lebih kecil karena suhunya menurun. Inilah yang membuatnya sangat sulit
memperoleh jumlah foton dingin yang diperlukan agar kondensasi Bose-Einstein bisa
terwujud. Namun, para peneliti Bonn berhasil mewujudkannya dengan menggunakan dua

cermin yang sangat reflektif, yang mana di antara keduanya terus memantulkan sinar majumundur. Di antara permukaannya yang reflektif, terdapat pelarutan molekul-molekul pigmen
dengan disertai penabrakan foton-foton secara berkala. Dalam tabrakan ini, molekul
menelan foton dan kemudian meludahkan mereka kembali keluar. Selama proses ini,
foton menyesuaikan suhu larutan, jelas Profesor Weitz. Dengan cara ini, mereka saling
mendinginkan satu sama lain hingga mencapai temperatur ruang, dan mereka melakukannya
tanpa harus menghilang dalam proses tersebut.

Sebuah kondensat terbuat dari cahaya


Para fisikawan Bonn kemudian menambah jumlah foton di antara cermin dengan

menggunakan laser untuk membangkitkan larutan pigmen. Hal ini memungkinkan mereka
mengkonsentrasikan partikel cahaya yang telah mendingin. Konsentrasi ini dilakukan dengan
begitu kuat sehingga mereka memadat menjadi sebuah super-foton. Fotonik kondensat
Bose-Einstein ini merupakan sumber cahaya yang benar-benar baru, memiliki karakteristik
yang menyerupai laser. Namun jika dibandingkan dengan laser, fotonik ini memiliki sebuah
keuntungan yang penting, Untuk saat ini kami belum mampu membuat laser bergelombang
pendek yang sangat ringan yaitu yang terdapat di dalam UV atau kisaran X-ray, jelas Jan
Klrs. Dengan fotonik kondensat Bose-Einstein, hal ini semestinya bisa dimungkinkan.
Prospek ini terutama menjadi kabar gembira bagi para perancang chip. Mereka
menggunakan sinar laser untuk mengetsa sirkuit logis menjadi bahan semikonduktor. Namun
seberapa pun halusnya struktur-struktur ini, tetap masih dibatasi dengan riak gelombang
cahaya, ini satu masalah di antara faktor-faktor lainnya. Laser riak gelombang panjang kurang
cocok untuk pekerjaan presisi dibandingkan riak gelombang pendek ini sama halnya jika
Anda mencoba menandatangani surat dengan cat kuas.
Radiasi X-ray memiliki riak gelombang yang lebih pendek daripada cahaya tampak.
Pada prinsipnya, laser X-ray seharusnya memungkinkan penerapan sirkuit yang jauh lebih
kompleks pada permukaan silikon yang sama. Hal ini akan memungkinkan terciptanya chip
generasi baru berkinerja tinggi dan sebagai konsekuensinya, komputer menjadi lebih
bertenaga bagi para pengguna akhir. Proses ini juga bisa berguna dalam aplikasi lainnya
seperti spectroscopy atau photovoltaic.
Sumber artikel: Bonn physicists create super-photon (uni-bonn.de)

Você também pode gostar