Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
4
a. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dan melibatkan
mayoritas penduduk, bila masalah kesehatan setiap keluarga dapat di atasi
maka masalah kesehatan masyarakat secara keseluruhan akan dapat turut
terselesaikan.
b. Keluarga sebagai suatu kelompok yang mempunyai peranan
mengembangkan, mencegah, mengadaptasi, dan atau memperbaiki
masalah kesehatan yang diperlukan dalam keluarga, maka pemahaman
keluarga akan membantu memperbaiki masalah kesehatan masyarakat.
c. Masalah kesehatan lainnya, misalnya ada salah satu anggota keluarga
yang sakit akan mempengaruhi pelaksanaan fungsi-fungsi yang dapat
dilakukan oleh keluarga tersbut yang akan mempengaruhi terhadap
pelaksanaan fungsi-fungsi masyarakat secara keseluruhan.
d. Keluarga adalah pusat pengambilan keputusan kesehatan yang penting,
yang akan mempengaruhi kebrhasilan layanan kesehatan masyarakat
secara keseluruhan.
e. Keluarga sebagai wadah dan ataupun saluran yang efektif untuk
melaksanakan berbagai upaya dan atau menyampaikan pesan-pesan
kesehatan.
II.2.2 Epidemiologi
Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di
Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya
5
penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-
akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini
kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu
berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara
konvensional sudah berubah.
Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada
banyak negara tropis dan sub tropis. Kejadian penyakit DBD semakin tahun semakin
meningkat dengan manifestasi klinis yang berbeda mulai dari yang ringan sampai
berat. Manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan darurat yang dikenal dengan
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada
banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena peningkatan jumlah penderita,
menyebarluasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang
merupakan keadaan darurat yaitu Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) danb Dengue
Shock Syndrome (DSS). Antara tahun 1975 dan 1995, DD/DBD terdeteksi
keberadaannya di 102 negara di dari lima wilayah WHO yaitu : 20 negara di Afrika,
42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Mediterania Timur dan
29 negara di Pasifik Barat. Seluruh wilayah tropis di dunia saat ini telah menjadi
hiperendemis dengan ke-empat serotipe virus secara bersama-sama diwilayah
Amerika, Asia Pasifik dan Afrika. Indonesia, Myanmar, Thailand masuk kategori A
yaitu : KLB/wabah siklis) terulang pada jangka waktu antara 3 sampai 5 tahun.
Menyebar sampai daerah pedesaan, sirkulasi serotipe virus beragam.1
Untuk menegakkan diagnosa infeksi virus Dengue diperlukan dua kriteria
yaitu kriteria klinik dan kriteria laboratorium. Pengembangan tehnologi laboratorium
untuk mendiagnosa infeksi virus Dengue terus berlanjut hingga sensitivitas dan
spesifitasnya menjadi lebih bagus dengan waktu yang cepat pula. Ada 4 jenis
pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu : uji serologi, isolasi virus, deteksi
antigen dan deteksi RNA/DNA menggunakan tehnik Polymerase Chain Reaction
(PCR).1
Wabah Dengue yang baru terjadi di Bangladesh yang diidentifikasi dengan
PCR ternyata Den-3 yang dominan. Sedangkan wabah di Salta Argentina pada tahun
6
1997 ditemukan bahwa serotipe Den-2 yang menyebabkan transmisinya. Sistem
surveillance Dengue di Nicaragua pada bulan Juli hingga Desember 1998 mengambil
sampel dari beberapa rumah sakit dan pusat kesehatan (Health Center) yang terdapat
pada berbagai lokasi menghasilkan temuan 87% DF, 7% DHF, 3% DSS, 3% DSAS.
Den-3 paling dominan, Den-2 paling sedikit. Disimpulkan bahwa epidemiologi
Dengue dapat berbeda tergantung pada wilayah geografi dan serotipe virusnya.
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari
(vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel
koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari,
disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi
virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah
menimbulkan kematian, tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila,
Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia,
dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.3
II.2.3 Etiologi
II.2.3.1 Virus Dengue
Agent infeksius DBD adalah virus Dengue yang merupakan bagian dari famili
flaviviridae. Keempat serotipe virus Dengue (DEN-1, DEN-2,DEN-3, DEN-4) dapat
dibedakan dengan metode serologi. Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe
menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang
sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara terhadap serotipe yang lain.
Seseorang akan kebal seumur hidup terhadap serotip yang menyerang pertama kali,
namun hanya akan kebal dalam waktu 6 bulan - 5 tahun terhadap serotipe virus
Dengue lain. Virus Dengue tipe 3 merupakan serotipe yang terbanyak berhasil
diisolasi, disusul berturut-turut virus dengue tipe 1, virus dengue tipe 2 dan virus
dengue tipe 4. Virus dengue tipe 2 dan tipe 3 secara bergantian merupakan serotipe
7
yang dominan, namun virus dengue tipe 3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat
(DBD derajat IV, DBD disertai ensefalopati, DBD disertai hematemesis dan melena,
dan DBD yang meninggal).3
II.2.3.2 Vektor
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes
(Ae.) dari subgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling
utama, namun spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae.
Scutellaris complex, dan Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder.
Kecuali Ae. aegyti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri
yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus
Dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding
Ae. aegypti.1
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diphtera
Famili : Cullicidae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes Aegypti
8
3. Fase recovery / penyembuhan / convalescence: perembesan plasma mendadak
berhenti disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.
II.2.5 Patofisiologi
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan
patofisiologis yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang
mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD
terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam). Hemostasis
abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati,
mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan
C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen
tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD, namun
demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen
pada DBD belum terbukti.4
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan
dengan DD dijelaskan dengan adanaya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam
9
makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi Dengue sebelumnya. Namun
demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons imun cell-mediated terlibat
juga dalam patogenesis DBD.1
Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang
tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga yang paling berat
yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS).2 Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi,
WHO membagi menjadi 4 derajat, yaitu :
1. Derajat I:
Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi
perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif.
2. Derajat II :
Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau
manifestasi perdarahan yang lebih berat.
3. Derajat III:
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, gelisah.
4. Derajat IV :
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.
10
II.2.7 Diagnosis
Diagnosis Demam Berdarah Dengue ditegakkan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan
(overdiagnosis).
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 1-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
Uji tourniquet positif
Petekia, ekimosis, purpura
Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
Hematemesis dan atau melena
Hematuria
c. Pembesaran hati (hepatomegali).
d. Manifestasi syok/renjatan
2. Kriteria Laboratoris :
a. Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
b. Hemokonsentrasi (kenaikan Ht > 20%)
II.2.8 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi
suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan
kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak
bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur intravena.1,4
11
Kelompok-A
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk
minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan
tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi
hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah
dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning
signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:
Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain
yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang
akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.
Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan
keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda
perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan
trombosit (kelompok-B).3
Kelompok-B
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis.
Kriteria rawat pasien DBD adalah:5
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi
postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak
syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik,
overweight/ obese, bayi, dan usia tua
12
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor
memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:
Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti
normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi
menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3
ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,
lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda
vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 510
ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa
kecepatan cairan infus berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output
0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat
kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa
diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun.
Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4
jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan
setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan
fungsi organ sesuai indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:
Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau
RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien
obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume
minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam. 3
Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output
(volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit.
Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.
Kelompok-C
13
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami
DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan
dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume
ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok
hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi
cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardia berkurang,
tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT <2
detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urin output >0,5
ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun). 3
II.2.10 Komplikasi
Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia
hebat, dan trauma.
Demam Berdarah Dengue
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut.
Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma
14
Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan
hebat (DIC, kegagalan organ multipel)
Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai. 3,5
II.2.11 Pencegahan
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama
yang dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat
untuk membasmi virusnya belum ada.5
II.2.11.1 Pencegahan Primer
Upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit belum mulai (pada
periode pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit.
a. Host (Manusia)
Dapat dilakukan dengan cara membangun tubuh agar memiliki daya tahan
yang kuat, sekalipun terajangkit virus Dengue penyakitnya tidak terlalu berat. Tidak
ada diet atau makanan khusus yang bisa mencegah tubuh terhadap ancaman virus
Dengue, makanan bergizi khususnya yang berpotensi tinggi baik untuk meningkatkan
daya tahan tubuh , istirahat, olahraga dan mencegah gigitan nyamuk juga penting
untuk dilakukan.
b. Agent (Virus Dengue)
Belum ada obat yang dapat membunuh virus Dengue, virus Dengue belum
dapat dibasmi. Maka satu-satunya cara dengan memotong rantai penularan penyakit
DBD, dengan membasmi vektornya. Virus Dengue berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidup nyamuk, jika nyamuk mati dengan sendirinya virus Dengue akan
ikut mati. Sekalipun mungkin virusnya masih bisa hidup, diluar tubuh nyamuk
bukanlah habitat virus Dengue sehingga virus dapat bertahan hidup.
c. Environment (Lingkungan)
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan nyamuk dewasa dan jentik nyamuk.
1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
15
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan ( pengasapan) dengan insektisida. Penyemprotan tidak di lakukan di
dinding seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria, tetapi pada benda-
benda yang bergantungan karna nyamuk mempunyai kebiasaan hinggap pada benda-
benda bergantungan.
2. Pemberantasan Jentik
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah
pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan
dengan cara:
a. Fisik
Cara ini dikenal dengan kegiatan 3M yaitu: Menguras bak mandi, bak WC,
dan lain-lain; Menutup tempat penampungan air rumah tangga; serta Mengubur
barang-barang bekas yang menampung air.
b. Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida
pembasmi jentik ini antara lain dikenal dengan istilah larvasidasi.
c. Biologi
Misalnya memelihara ikan pemakan jentik, seprti ikan kepala timah, ikan
gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lai
II.11.2. Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit belangsung (awal
periode potogenesis) dengan tujuan proses penyakit yang tidak berlanjut, pencegahan
sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan segera.
16
juga persepsi dan pengertiannya tentang demam berdarah dan pengobatannya juga
dikaji.
17