Você está na página 1de 107

TUGAS MATA KULIAH

FARMASI RUMAH SAKIT

ALERGI, ASMA, TYROID DAN GINJAL

OLEH

Kelompok 5 / Kelas B

Andhika Takdir Mulya N21113070

Nurhasni Ismail N21113806

Sukirawati N21113810

Irmayani N21113811

Nurpratiwi N21113812

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014
ALERGI

Alergi adalah perubahan reaksi tubuh/pertahanan tubuh dari sistim

imun terhadap suatu benda asing yang terdapat di dalam lingkungan

hidup sehari-hari. Orang-orang yang memiliki alergi memiliki sistem

kekebalan tubuh yang bereaksi terhadap suatu zat biasanya tidak

berbahaya di lingkungan. Ini substansi (serbuk sari, jamur,

bulu binatang, dll) disebut alergen. Jika seseorang terkena alergen

dengan menghirup itu, menelan, atau mendapatkan itu pada atau di

bawah kulit mereka. Menurut beberapa ahli, alergi memiliki pengertian:

Alergi merupakan suatu perubahan reaksi menyimpang dari tubuh

seseorang terhadap lingkungan berkaitan dengan peningkatan kadar

antibodi imunoglobulin E (IgE) suatu mekanisme sistem imun (retno

W subaryo, 2002).
Alergi merupakan respon system imun yang tidak tepat dan seringkali

membahayakan terhadap substansi yang biasanya tidak berbahaya.

Reaksialergi merupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi

akibat interaksi antara antigen dan antibody (Brunner , 2002)


Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh

yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak

berbahaya (Robert davies, 2003)


SIFAT- SIFAT

ALERGI :
1. Pencetus

suatu alergi

disebut allergen. Debu, pollen, tumbuh-tumbuhan tertentu, obat-

obatan, jenis makanan spesifik, bulu serangga, virus, atau bakteri,

tergolong dalam hal ini.


2. Reaksi yang terjadi bisa timbul di satu titik, seperti di kulit, bulu

mata, atau mungkin juga di sekujur tubuh.


3. Biasanya timbul satu atau beberapa gejala pengiring yang

mengikuti reaksi alergi.

Setidaknya ada dua tipe alergi :

1. Alergi Tipe Lambat


Penyebabnya adalah sel T teraktivasi (bukan antibodi). Contohnya

adalah alergi yang disebabkan oleh obat-obatan, bahan kimia

tertentu seperti kosmetik, dan tumbuh-tumbuhan. Pada kasus

terkena racun tumbuh-tumbuhan, misalnya, kontak yang terus

menerus dengan antigen ini akan memicu pembentukan sel T

pembantu dan sel T sitotoksik yang teraktivasi. Setelah satu hari atau

lebih, sel T teraktivasi akan berdifusi ke dalam kulit utk merespon dan

menimbulkan reaksi imun yang diperantarai sel. Karena tipe imunitas

seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya banyak bahan toksik dari


sel T teraktivasi dan juga invasi jaringan oleh makrofag maka jelas

dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang cukup parah. Bahkan

edema paru dan serangan asma bila ditularkan melalui udara.


2. Alergi Atopik
Disinilah antibodi berperan. Beberapa orang memiliki kecenderungan

alergi terhadap suatu zat/antigen. Keadaan ini disebut alergi atopik

karena respon imunnya tidak umum. Beberapa penelitian

mengatakan kecenderungan ini diturunkan secara genetis ditandai

dengan peningkatan antibodi IgE (disebut juga reagin atau antibodi

tersensitisasi). Istilah alergen digunakan untuk mendefinisikan semua

antigen yang bereaksi secara spesifik dengan tipe spesifik antibodi

reagin IgE (reaksi alergen-reagin).

Faktor-faktor penyebab alergi :

Faktor genetik atau keturunan. Walaupun alergi dapat terjaid pada

semua orang dan semua golonganumur, resiko terbesar pada anak

yang membawa bakat alergi yang diturunkan oleh orang tuanya. Pada

anak ini gejala alergi sering muncul. Jika salah satuorang tua memiliki

alergi, maka anak memiliki 19,8 % menderita alergi. Dan jika kedua

orang tua maka 48% menderita alergi.


Faktor makanan. Alergi pada makanan tertentu seringkali dialami oleh

anak-anak maupun orang dewasa. Banyak gejala yang biasanya

timbul akibat sistem kekebalan tubuh melepas antibodi sebagai respon

terhadap masuknya makanan tertentu. Makanan yang seringkali


menimbulkan alergi yaitu ikan-ikanan, kerang-kerangan, kacang-

kacangan, atau bahkan buah-buahan.


Faktor fisik. Kelelahan merupakan salah satu penyebab utama dan

paling mengganggu fisik yang dapat menimbulkan alergi. Pada saat

kelelahan, sistem kekebalan tubuh menurun sehingga tidak dapat

memfilter zat-zat yang masuk ke dalam tubuh.


Faktor psikis. Stres juga dapat menimbulkan alergi. Ketika Anda

sedang stres, maka emosi sedang tidak bisa dikontrol dengan baik.

Stres dapat memicu produksi IgE (Imunoglobulin E) dan protein yang

dapat menyebabkan reaksi alergi pada tubuh. Biasanya orang yang

mengalami alergi ketika stres dapat menimbulkan gejala gatal-gatal

dan sebagainya.
Faktor lingkungan. Seseorang bisa mengalami alergi terhadap sesuatu

yang ada di lingkungan sekitar seperti debu, asap kendaraan, bau cat,

asap rokok, dan lain sebagainya. Gejala alergi yang timbul karena

faktor lingkungan biasanya adalah gangguan pernapasan (asma),

mata merah, dan batuk-batuk.


Faktor cuaca. Akhir-akhir ini keadaan cuaca yang tidak menentu

seringkali terjadi. Udara panas, lembab, dan perubahan cuaca ekstrim

dapat mengakibatkan alergi pada orang-orang tertentu. Biasanya

gejala yang timbul karena faktor cuaca terjadi pada kulit.

Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pengeluaran

mediator yang mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran.

Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya

adalah batuk atau asma bronchial, bila sasarannya kulit akan terlihat
sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran pencernaan maka

gejalanya adalah diare dan sebagainya.


Manifestasi Klinis Gejala Alergi

ORGAN/SISTEM GEJALA DAN TANDA

TUBUH
1 Sistem Pernapasan Batuk, pilek, bersin, sesak(astma), napas pendek,

tightness in chest, not enough air to lungs,

wheezing, mucus bronchial , rattling and vibration

dada.
2 Sistem Pembuluh Darah Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke

dan jantung merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan

darah rendah, denyut jantung meningkat; tangan

hangat, kedinginan, tingling, redness or blueness

of hands; faintness; pseudo-heart attack pain ;

nyeri dada depan, tangan kiri, bahu, leher, rahang

hingga menjalar di pergelangan tangan


3 Sistem Pencernaan Nyeri perut, sering diare, kembung, muntah, sulit

berak, sering buang angin (flatus), mulut berbau,

kelaparan, haus, saliva meningkat, Sariawan, lidah

kotor, berbetuk seperti pulau, nyeri gigi, ulcer

symptoms, nyeri ulu hati, kesulitan menelan, perut

keroncongan, konstipasi (sulit buang air besar),

nyeri perut, kram perut, diarrhea, buang angin,

timbul lendir atau darah dari rektum, anus

gatal/panas.
4 Kulit Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir,
lebam biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam

seperti digigit nyamuk. Kulit kaki dan tangan

kering tapi wajah berminyak.Sering berkeringat.


5 Telinga Hidung Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek,

Tenggorokan post nasal drip, epitaksis, tidur mendengkur,

mendengus
Tenggorok : tenggorokan nyeri/ kering/ gatal,

palatum gatal, suara parau/serak, batuk pendek

(berdehem),
Telinga : telinga terasa penuh/ bergemuruh /

berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri

telinga dengan gendang telinga kemerahan atau

normal, gangguan pendengaran hilang timbul,

terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di

telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.

Pembesaran kelenjar di sekitar leher dan kepala

belakang
6 Sistem Saluran Kemih Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa

dan kelamin mengontrol kandung kemih, bedwetting; vaginal

discharge; genitalia gatal/bengkak/ kemerahan/

nyeri; nyeri bila berhubungan kelamin


7 Sistem Susunan Saraf Sering sakit kepala, migrain, short lost memory

Pusat (lupa nama orang, barang sesaat), floating

(melayang), kepala terasa penuh atau membesar.


Perilaku : impulsif, sering marah, mood swings,

kompulsif, sering mengantuk, malas bergerak,


gangguan konsentrasi, muah marah, sering

cemas, panic, overactive, kepala terasa penuh

atau besar; halusinasi, delusions, paranoid, bicara

gagap; claustrophobia (takut ketinggian), paralysis,

catatonic state, disfungsi persepsi, impulsif (bila

tertawa atau bicara berlebihan), overaktif,

deperesi, terasa kesepian merasa seperti terpisah

dari orang lain, kadang lupa nomor, huruf dan

nama sesaat, lemas (flu like symtomp)


8 Sistem Hormonal Kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah

leher), endometriosis, Premenstrual Syndrome,

kemampuan sex menurun, Chronic Fatique

Symptom (sering lemas), Gampang marah, Mood

swing, merasa kesepian, rambut rontok


9 Jaringan otot dan tulang Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue

(kelelahan), kelemahan otot,nyeri, bengkak,

kemerahan pd sendi; stiffness, joint deformity;

arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu tegang,

otot leher tegang, spastic umum, limping gait,

gerak terbatas
1 Gigi dan mulut Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi

0 (biasanya berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi

sering berdarah. Sering sariawan. Diujung mulut,

mulut dan bibir sering kering, sindrom oral

dermatitis.
11 Mata Nyeri di dalam atau samping mata, mata

berair,sekresi air mata berlebihan, warna tampak

lebih terang, kemerahan dan edema palpebra,

Kadang mata kabur, diplopia, kadang kehilangan

kemampuan visus sementara, hordeolum..

Etiologi

Alergi merupakan suatu reaksi dari tubuh terhadap molekul yang

dikenal sebagai benda asing. Sebagai contoh, reaksi alergi adalah suatu

bagian penting dari sistem imun pertahanan tubuh. Ketika seseorang

alergi terhadap sesuatu, pertahanan tubuh akan bereaksi dan

memproduksi zat kimia poten seperti histamin. Histamin sangat berperan

tehadapa gejala seperti lakrimasi, mata gatal, dan beberapa gejala

lainnya.

Reaksi alergi merupakan sebuah reaksi hipersensivitas dari sistem

imun tubuh terhadap benda asing yang dikenal sebagai alergen, di mana

tubuh salah mempersepsikan sebagai suatu pertahanan yang poten.

Respon tersebut dapat merupakan bawaan atau didapat. Adanya alergen

pada konjungtiva memicu dua respon imun secara stimultan, satu

disebabkan oleh lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, dan yang

kedua dari produksi asam arakhidonat dan konversinya seperti

prostaglandin.
Alergen terikat pada antibodi yang dikenal sebagai Imunoglobulin E

(IgE), kemudian menempel pada sel mast sehingga terjadi degranulasi.

Dari degranulasi tersebut keluarlah mediator-mediator yang sifatnya dapat

bersifat langsung, tak langsung, atau kombinasi keduanya. Dua mediator

penting yang dilepaskan dari sel mast yaitu histamin dan bradikinin, yang

secara cepat menstimulasi nosiseptor, menimbulkan sensasi rasa gatal.

Selain itu, mediator tersebut juga meningkatkan permeabilitas pembuluh

darah (vasodilatasi).

Patofisiologi

Proses ini dimulai oleh suatu alergen melalui kontak dengan

mukosa yang kemudian diikuti oleh renteten peristiwa kompleks yang

menghasilkan IgE. Respons IgE merupakan suatu respons lokal yang

terjadi pada tempat masuknya alergen ke dalam tubuh pada permukaan

mukosa dan pada limfonodi. Produksi IgE oleh sel B tergantung pada

penyajian antigen oleh sel penyaji antigen (APC) dan kerja sama antara

sel B dan sel TH2. IgE yang dihasilkan mula mula akan mensensitisasi

sel mast di jaringan sekitarnya, sisanya akan masuk sirkulasi ataupun sel

mast di jaringan lain di seluruh tubuh. IgE mampu melekat pada sel mast

dan basofil dengan afinitas tinggi melalui fragmen Fc-nya. Dengan

demikian, walaupun waktu paruh IgE bebas dalam serum hanya beberapa

hari, sel mast dapat tetap tersensitisasi oleh IgE untuk beberapa bulan

karena tingginya afinitas pengikatan IgE pada reseptornya, terlindungi dari


penghancuran oleh protease serum. Reaksi hipersensitifitas tipe I terjadi

bila sel mast yang telah tersensitisasi dengan IgE bertemu dengan

antigen/alergen spesifik. Kemudian sel mast akan melepaskan mediator

farmakologis seperti histamin, ECF-A (Eosinophil-Chemotactic Factor of

Anaphylactic), PAF (Platelet Aggregating Factor) dan NCF-A (Netophil-

Chemotactic Factor Anaphylactic).

Mediator ini kemudian menimbulkan respons radang yang khas

ditandai dengan erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan tebal,

berwarna merah memutih bila ditekan dan disertai rasa gatal. Oleh karena

adanya ECF-A hasil dari degranulasi sel mast, sel eosinofil akan bergerak

ke daerah sasaran dan akan melepaskan mediator berupa antihistamin

yang akan mengontrol reaksi alergi.

Mekanisme test

Tes tusuk kulit (Skin Prick Test)

Gunanya: memeriksa alergi terhadap alergen yang dihirup (debu, tungau,

serbuk bunga) dan alergen makanan (susu, udang, kepiting), hingga 33

jenis alergen atau lebih.

Prosedur:

Untuk menjalani tes ini, usia anak minimal 3 tahun dan dalam

keadaan sehat serta ia tidak baru meminum obat yang mengandung

antihistamin (anti-alergi) dalam 37 hari (tergantung jenis obatnya).


Tes dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam. Kulit diberi alat khusus

disebut ekstrak alergen yang diletakkan di atas kulit dengan cara


diteteskan. Ekstrak alergen berupa bahan-bahan alami, misalnya

berbagai jenis makanan, bahkan tepung sari.


Tidak menggunakan jarum suntik biasa tetapi menggunakan jarum

khusus, sehingga tidak mengeluarkan darah atau luka, serta tidak

menyakitkan.
Hasil tes diketahui dalam 15 menit. Bila positif alergi terhadap alergen

tertentu, akan timbul bentol merah yang gatal di kulit.


Tes ini harus dilakukan oleh dokter yang betul-betul ahli di bidang

alergi-imunologi karena tehnik dan interpretasi (membaca hasil tes)

lebih sulit dibanding tes lain.

Tes tempel (Patch Test)

Gunanya: mengetahui alergi yang disebabkan kontak terhadap bahan

kimia, misalnya pada kasus penyakit dermatitis atau eksim.

Prosedur:

Dilakukan pada anak usia minimal 3 tahun.

Dua hari sebelum tes, anak tidak boleh melakukan aktivitas yang

berkeringat atau mandi. Punggungnya pun tidak boleh terkena

gesekan dan harus bebas dari obat oles, krim atau salep.

Tes akan dilakukan di kulit punggung. Caranya, dengan

menempatkan bahan-bahan kimia dalam tempat khusus (finn

chamber) lalu ditempelkan pada punggung anak. Selama dilakukan

tes (48 jam), anak tidak boleh terlalu aktif bergerak.


Hasil tes didapat setelah 48 jam. Bila positif alergi terhadap bahan

kimia tertentu, di kulit punggung akan timbul bercak kemerahan atau

melenting.

Tes RAST (Radio Allergo Sorbent Test)

Gunanya: mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan alergen

makanan.

Prosedur:

Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun dan tidak

menggunakan obat-obatan.

Dalam tes ini, sampel serum darah anak akan diambil sebanyak 2

cc, lalu diproses dengan mesin komputerisasi khusus. Hasilnya

diketahui setelah 4 jam.

Tes kulit intrakutan

Gunanya: untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan.

Prosedur:

Dilakukan pada anak usia minimal 3 tahun.

Tes dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan

obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit.

Hasil tes dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif, akan timbul

bentol, merah dan gatal.

Tes provokasi dan eliminasi makanan

Gunanya: mengetahui alergi terhadap makanan tertentu.


Prosedur:

Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun.

Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu

anamnesis atau riwayat penyakit anak dan pemeriksaan yang cermat

tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan dan tanda serta

gejala alergi makanan sejak kecil.

Selanjutnya, untuk memastikan makanan penyebab alergi,

digunakan metode Provokasi Makanan Secara Buta (Double Blind

Placebo Control Food Chalenge atau DBPCFC), yang merupakan

standar baku. Namun karena cara DBPCFC ini rumit dan butuh biaya

serta waktu tidak sedikit, beberapa pusat layanan alergi anak

melakukan modifikasi terhadap metode ini. Salah satunya, dengan

melakukan Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana.

Caranya: dalam diet sehari-hari anak, dilakukan eliminasi (dihindari)

beberapa makanan penyebab alergi selama 23 minggu. Setelah itu,

bila sudah tidak ada keluhan alergi, maka dilanjutkan dengan

provokasi makanan yang dicurigai. Selanjutnya, dilakukan diet

provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu dan bila timbul gejala

dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi

menimbulkan gejala. Tak perlu takut anak akan kekurangan gizi,

karena selain eliminasi diet ini bersifat sementara, anak dapat diberi

pengganti makanan yang ditiadakan yang memiliki kandungan nutrisi

setara.
Tes provokasi obat

Gunanya: mengetahui alergi terhadap obat yang diminum.

Prosedur:

Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun.

Metode yang digunakan adalah DBPC (Double Blind Placebo

Control) atau uji samar ganda. Caranya, pasien minum obat dengan

dosis dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan

interval 1530 menit.

Dalam satu hari, hanya boleh satu macam obat yang dites. Bila

perlu dilanjutkan dengan tes obat lain, jaraknya minimal satu minggu,

bergantung dari jenis obatnya.

Mekanisme timbulnya penyakit (metabolisme)

Reaksi alergi melibatkan dua respon kekebalan tubuh. Pertama,

produksi immunoglobin E (IgE), tipe protein yang dinamakan antibodi

beredar dalam darah. Kedua, sel mast, berada pada semua jaringan

tubuh terutama pada daerah yang menimbulkan reaksi alergi, seperti

hidung, tenggorokan, paru-paru, kulit, dan saluran pencernaan.

Tubuh mulai menghasilkan antibody tertentu, yang disebut IgE,

untuk mengikat allergen. Antibodi melampirkan ke bentuk sel darah yang

disebut sel mast. Sel mast dapat ditemukan di saluran pernafasan, usus

dan ditempat lain. Kehadiran sel mast dalam saluran pernafasan dan

saluran pencernaan membuat daerah ini lebih rentan terhadap paparan

allergen. Mengikat allergen ke IgE, yang melekat pada sel mast. Hal ini
menyebabkan sel mast melepaskan berbagai bahan kimia ke dalam

darah. Histamine menyebabkan sebagain besar gejala reaksi alergi.

Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut:

reaksi diawali dengan pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh

Antigen Presenting Cell (APC), dipecah menjadi peptida-peptida kecil,

diikat molekul HLA (MHC II), bergerak ke permukaan sel dan

dipresentasikan ke sel Th-2. Sel Th-2 diaktifkan dan memproduksi sitokin-

sitokin antara lain IL-4 dan IL-13 yang memacu switching produksi IgG ke

IgE oleh sel B, terjadi sensitisasi sel mast dan basofil, sedangkan IL-5

mengaktifkan eosinofil yang merupakan sel inflamasi utama dalam reaksi

alergi. Selain itu sel residen juga melepas mediator dan sitokin yang juga

menimbulkan gejala alergi.

Mekanisme Hipersensitivitas I
Mekanisme pengobatan
Pengobatan alergi tergantung pada jenis dan berat gejalanya.

Tujuan pengobatannya bukanlah menyembuhkan melainkan mengurangi

gejala dan menghindari serangan yang lebih berat dimasa yang akan

datang. Gejala yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan

khusus. Gejala akan menghilang beberapa saat kemudian.


Pemberian Antihistamin dapat membantu meringankan berbagai

gejala. Penanganan alergi yang paling tepat bukanlah dengan obat-

obatan melainkan dengan cara menghindari allergen. Secara teoritis,

alergi memang tidak bisa dihilangkan, tetapi dapat dikurangi frekuensi dan

berat serangannya. Namun sering sekali dalam keseharian, allergen sulit

dihindari. Untuk itu, diperlukan sistem kekebalan tubuh untuk mencegah

alergi.
Normalnya, sistem kekebalan tubuh akan memproteksi tubuh dari

daya rusak yang dilakukan benda asing tersebut, bakteri atau racun. Akan

tetapi, jika tubuh melakukan reaksi berlebihan atas substansi pelemah

tersebut, terjadi hipersensivitas.


Ada beberapa cara untuk mengobati reaksi alergi. Pilihan tentang

pengobatan dan bagaimana cara pemberian disesuaikan dengan gejala

yang dirasakan.

Untuk jenis alergi biasa, seperti reaksi terhadap debu atau bulu binatang,

pengobatan yang dilakukan disarankan adalah:


1. Prescription antihistamines, seperti cetirizine (Zyrtec), fexofenadine

(Allerga), dan Ioratadine (Claritin), dapat mengurangi gejala tanpa

menyebabkan rasa kantuk. Pengobatan ini dilakukan sesaat si


penderita mengalami reaksi alergi. Jangka waktu pemakaian hanya

dalam satu hari, 24 jam.


2. Nasal corticosteroid semprot. Cara pengobatan ini dimasukkan ke

dalam mulut atau melalui injeksi. Bekerja cukup ampuh dan aman

dalam penggunaan, pengobatan ini tidak menyebabkan efek samping.

Alat semprot bisa digunakan beberapa hari untuk meredakan reaksi

alergi, dan harus dipakai setiap hari. Contoh: fluticasone (Flonase),

mometasone (Nasonex), dan triamcinolone (Nasacort).


Untuk reaksi alergi spesifik. Beberapa jenis pengobatan yang dapat

dilakukan untuk menekan gejala yang mengikuti :


1. Epinephrine
2. Antihistamines, seperti diphenhydramine (Benadryl)
3. Corticosteroids

Obat alergi dapat terbagi dalam 2 golongan yaitu :

1. Obat alergi golongan antihistamin (AH1)

Obat alergi golongan antihistamin ini bekerja menghambat reseptor H1

(AH1) yang menyebabkan timbulnya reaksi alergi akibat dilepaskannya

histamin. Histamin inilah yang kemudian menimbulkan reaksi imunitas

seperti ruam kemerahan, gatal-gatal, pilek, bersin, dll.

2. Obat alergi golongan kortikosteroid (kortison)

Kortikosteroid merupakan hormon yang disekresi oleh kelenjar anak ginjal

(adrenal cortex) atau obat-obat yang disintesis dan kerjanya analog

dengan hormon ini. Efek yang ditimbulkan oleh obat ini luas sekali dan

dapat dikatakan mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh mulai


dari keseimbangan cairan dan elektrolit hingga daya tahan tubuh. Oleh

karena itu dalam terapi obat golongan steorid mempunyai indikasi yang

sangat luas. Salah satunya sebagai anti alergi pada serangan akut dan

parah Penggunaan kortikosteorid diusahakan tidak dalam jangka waktu

panjang dan dengan dosis serendah mungkin yang sudah memberikan

efek terapi sesuai indikasinya. Dipilih dulu sediaan yang nonsistemik

(topikal atau inhalasi) karena tidak/sedikit sekali diserap ke dalam tubuh.

Jika obat ini sudah digunakan dalam jangka waktu lama, maka untuk

menghentikannya tidak boleh mendadak, tetapi harus diturunkan

perlahan-lahan.

Daftar obat antialergi

Nama Obat
Efek
Golongan Mekanisme Kerja Indikasi Dosis
samping
Antihistamin (AH1)
Menghambat kerja Dewasa dan
Rhinitis
histamin terutama anak > 12
alergi, Nafsu makan
diperifer, sedangkan di tahun: sehari
konjungtivitis bertambah,
sentral tidak terjadi 10 mg; 6-12
Astemizol (G) alergi, berat badan
karena tidak dapat tahun, sehari
Comaz (P) urtikaria bertambah,
melalui sawar darah 5 mg; < 6
kronis, dan dan sedikit
otak. Antihistanin tahun, 2
kondisi alergi sedatif.
bekerja dengan cara mg/10
lainnya.
kompetitif dengan kgBB/hari.
Digunakan
histamin terbadap Eksitasi, Dosis 5 mg 2
pada hay
reseptor histamin pada kegelisahan, X sehari atau
fever,
Mequitazin (G) sel, menyebabkan mulut kering, 10 mg 1 X
urticaria dan
histamin tidak palpitasi dan sehari (malam
reaksi-reaksi
mencapai target organ. retensi urin hari).
alergi lainnya
Loratadin (G) Meringankan Lemah, Dosis yang
Nama Obat
Efek
Golongan Mekanisme Kerja Indikasi Dosis
samping
Antihistamin (AH1)
gejala yang
berkaiatan
dengan
pusing, mulut
rhinitis alergi,
kering, sakit dianjurkan
seperti
Lorapharm (P) kepala, adalah 10 mg
bersin-
mengantuk, 1 X sehari.
bersin, gatal
mual, gatal.
pada hidung,
gatal pada
mata.
Rhinitis Aritmia, Dosis 60 mg
Terfanadin (G)
alergi, alergi takikardia diberikan 2 X
Alpenaso (P)
kulit ventrikular sehari.

Sakit kepala,
pusing,
Alergi rhinitis Dewasa dan
agitasi, mulut
Cetirizin (G) yang kronik, anak > 12
kering, dan
Betarhin (P) perineal, dan tahun : sehari
rasa tidak
musiman 1 x 10 mg.
enak pada
lambung

Mengantuk,
urtikaria, Dewasa 3-4 x
Antialergi,
shok sehari 1
menghambat aksi urtikaria,
anafilaktik, tablet, anak <
Deksklorfeniramin farmakologis histamin karena
fotosensitif, 12 tahun, 3-4
maleat (G) Dexteem secara kompetitif alergi, pilek,
mulut kering, x sehari
(P) (antagonis histamin hay fever,
dan tablet atau
reseptor H1) radang kulit,
gangguan 0,15
alergi obat
saluran mg/kgBB/hari.
cema.
Nama Obat Mengurangi inflamasi Alergi yang Meningkatka Dewasa :
Golongan dengan menekan perlu terapi n gangguan sehari 3-4 x 1
Antihistamin migrasi neutrofil, dengan cairan kaplet; anak
Kortikosteroid mengurangi produksi kortikosteroid elektrolit, 6-12 tahun :
Nama Obat
Efek
Golongan Mekanisme Kerja Indikasi Dosis
samping
Antihistamin (AH1)
gastrointestin
al,
dermatologic
,
Bidaxtam (P) mediator inflamasi, dan osteoporosis,
/Deksametashon menurunkan penambah
sehari 3-4 x
0,5 mg, permeabilitas kapiler nafsu
kaplet.
deksklorfeniramin yang semula tinggi dan makan,
maleat 2 mg (G) menekan respon imun. kantuk
ringan
sampai
sedang,
hematologik
Menstabilkan leukosit
lisosomal, mencegah
pelepasan hidrolase
perusak asam dari
leukosit, menghambat
Lemas otot,
akumulasi makrofag
osteoporosis,
pada daerah radang,
Terapi untuk efek GI, Dewasa dan
mengurangi daya
kasus infeksi gangguan anak > 12
Exabetin pelekatan leukosit
saluran penyembuha tahun : sehari
(P)/Betametason pada kapiler
nafas, n luka, haid 3-4 x 1-2
0,25 mg, endotelium,
inflamasi tidak teratur, tablet, anak 6-
deksklorfeniramin mengurangi
okuler, alergi gangguan 12 tahun :
maleat 2 mg (P) permeabilitas dinding
okuler dan pertumbuhan sehari 3 x
kapiler dan terjadinya
dermatologi pada anak, tablet
edema, melawan
mual, efek
aktivitas histamin dan
pada mata
pelepasan kinin dari
substrat, mengurangi
proliferasi fibroblast,
mengendapkan
kolagen
ASMA

Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya

penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara epitel

penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih

normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah

ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu

keadaan hipereaktivitas bronkus yang khas.

Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengah-

engah dan berarti serangan nafas pendek. Meskipun dahulu istilah ini

digunakan untuk menyatakan gambaran klinis napas pendek tanpa

memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk

keadaan-keadaan yang menunjukkan respon abnormal saluran napas

terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan

napas yang meluas.

Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronik dengan pasien

terbanyak di dunia. Diperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma.

Angka bisa jauh lebih besar kalau kriteria diagnosisnyadiperlonggar.

Bahkan, tahun ini paling tidak ada tambahan sekitar 100 juta pasien asma

lagi. Di Indonesia, diperkirakan sampai 10 % penduduk mengidap asma

dalam berbagai bentuknya.

Faktor Risiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor

pejamu (host) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu tersebut


diantaranya predisposisi genetik asma, alergi, hipereaktifitas bronkus,

jenis kelamin, ras/etnik.


Faktor lingkungan dibagi 2, yaitu :
a. Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan/predisposisi

asma untuk berkembang menjadi asma. Faktor lingkungan yang

mempengaruhi individu dengan predisposisi asma untuk

berkembang menjadi asma adalah :


Alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite

domestik, alergen binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari

bunga
Sensitisasi (bahan) lingkungan kerja
Asap rokok
Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
b. Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau

menyebabkan gejala asma menetap. Faktor lingkungan yang

menyebabkan eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala asma

menetap adalah :
Alergen di dalam maupun di luar ruangan
Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
Infeksi pernapasan
Olah raga dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok
Iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang
Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa

pengobatan. Gejala awal berupa :


Batuk terutama pada malam atau dini hari
Sesak napas
Nafas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien

menghembuskan nafasnya
Rasa berat di dada
Dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang

mengancam jiwa. Yang termasuk gejala yang berat adalah:


Serangan batuk yang hebat
Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan

duduk
Kesadaran menurun
Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit

dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan

berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan

penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi

tingkat pengobatan.

Tabel. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit


APE = arus puncak ekspirasi
FEV1 = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
Etiologi

Sampai saat ini etiologi asma masih belum jelas diketahui secara

pasti, namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan

presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial

a. Faktor Predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan

penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita

penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan fokus pencetus.

Selain itu hipersensitifitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan


b. Faktor Presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri

dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan Cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sring

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor

pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan

berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,

musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan

debu.
Stress
Stress/gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat

menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat

serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul

harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/ gangguan

emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.


Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan

asma. Hal ini berkaitan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja

dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.

Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti


Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling

mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas

biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.


Obat-obatan
Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat

tertentu. Seperti pennisilin, salisilat, beta blocker dan kodein.


Patofisiologi
Karakteristik utama asma termasuk obstroksi jalan udara dalam

berbagai tingkatan (terkait dengan bronkospasmus, edema dan

hipersekresi), BHR, dan inflamasi jalan udara.


Serangan asma mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak

diketahui maupun yang diketahui seperti paparan terhadap alergen,

virus, atau polutan dalam maupun luar rumah, dan masing-masing

faktor ini dapat menginduksi respon inflamasi.


Alergen yang terhirup menyebabkan reaksi alergi fase awal

ditandai dengan aktifasi sel yang menghasilkan antibodi IgE yang


spesifik allergen. Terdapat aktivasi yang cepat dari sel mast dan

makrofag pada jalan udara, yang membebaskan mediator

proinflamasi seperti histamin dan eikosanoid yang menginduksi

kontraksi otot polos jalan udara, sekresi mukus, vasodilatasi dan

eksudasi plasma pada jalan udara. Kebocoran plasma protein

menginduksi penebalan dan pembengkakan dinding jalan udara

serta penyempitan lumennya disertai dengan sulitnya pengeluaran

mukus.
Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6 sampai 9 jam setelah

serangan allergen dan melibatkan aktivasi eosinofil, limfosit T,

basofil dan makrofag.


Eosinofil bermigrasi ke dalam jalan udara dan membebaskan

mediator inflamasi (leukotrien dan protein granul), mediator

sitotoksik, dan sitokin.


Aktivasi limfosit T menyebabkan pembabasan sitokin dari sel T-

helper tipe 2 (TH2) yang memperantarai inflamasi alergik

(interleukin [IL]-4, IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-13). Sebaliknya sel T

helper tipe 1 (TH1) menghasilkan IL-2 dan interferon gamma yang

penting untuk mekanisme pertahanan selular. Inflamasi asmatik

alergik dapat ditimbulkan oleh ketidakseimbangan antara sel TH1

dan TH2.
Degranulasi sel mast sebagai respon terhadap allergen

mengakibatkan pembebasan mediator seperti histamin; faktor

kemotaksis eosinofil dan neutrofil; leukotrien C4, D4 dan E4;

prostaglandin; dan faktor pengaktivasi platelet (PAF). Histamin


mampu menginduksi konstriksi otot polos dan bronkospasme dan

berperan dalam edema mukosa serta ke sekresi mukus.


Makrofag alveolar membebaskan sejumlah mediator inflamasi,

termasuk PAF dan leukotrien B4, C4 dan D4. produksi faktor

khemotaktik neutrofil dan eusinofil memperkuat proses inflamasi.


Neutrofil juga merupakan sumber mediator (PAF, prostaglandin,

tromboksan, dan leukotrien) yang berkontribusi pada BHR dan

inflamasi jalan udara.


Jalur 5-lipoksigenase dari asam pemecahan asam arakhidonat

bertanggung jawab pada produksi leukotrien. Leukotrien C4, D4,

dan E4 (sistenil leukotrien) menyusun zat reaksi lambat anafilaksis

(slow-reacting substance of anaphylaxis, SRS-A). Leukotrien ini

dibebaskan selama proses inflamasi di paru-paru dan

menyebabkan bronkokonstriksi, sekresi mukus, permeabilitas

mikrovaskular, dan edema jalan udara.


Sel epitel bronkhial juga berpartisipasi dalam inflamasi dengan

membebaskan eikosanoid, peptidase, protein matiks, sitokin dan

nitrit oksida. Pengikisan epitel mengakibatkan peningkatan

responsifitas dan perubahan permeabilitas mukosa jalan udara,

pengurangan faktor relaksan yang berasal dari mukosa, dan

kehilangan enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian

neuropeptida inflamasi.
Proses inflamasi eksudatif dan pengikisan sel epitel ke dalam

lumen jalur udara merusak transport mukosiliar. Kelenjar bronkus

menjadi berukuran besar, dan sel goblet meningkat baik ukuran

baik jumlahnya, yang menunjukkan suatu peningkatan produksi


mukus. Mukus yang dikeluarkan oleh penderita asma cenderung

memiliki viskositas tinggi.


Jalan udara dipersyarafi oleh syaraf parasimpatik, simpatik, dan

syaraf inhibisi nonadrenergik. Tonus istirahat normal otot polos jalan

udara dipelihara oleh aktivitas eferen vagal, bronkokonstriksi dapat

diperantarai oleh stimulasi vagal pada bronchi berukuran kecil.

Semua otot polos jalan udara mengandung reseptor beta

adrenergik yang tidak dipersyarafi yang menyebabkan

bronkodilatasi. Pentingnya reseptor alfa adrenergik dalam asma

tidfak diketahui. Sistem syaraf nonadrenergik pada trachea dan

bronchi dapat memperkuat inflamasi pada asma dengan

melepaskan nitrit oksida.

Penyempitan jalan napas disebabkan oleh bronkospasme

(bronkokontriksi), edema mukosa, dan hipersekresi mukus yang

kental.

Mekanisme test
Umumnya, diagnosis asma tidaklah sulit, tetapi pada kasus tertentu

kadang-kadang sukar dibedakan dengan penyakit lain yang memberikan

gejala yang serupa. Ada kalanya gejala yang muncul hanya batuk atau

sesak atau mungkin hanya rasa berat di dada. Maka untuk kasus-kasus

seperti ini diperlukan pemeriksaan yang lebih cermat dan mungkin perlu

beberapa pemeriksaan penunjang. Rangkaian pemeriksaan yang

dilakukan untuk mendiagnosis penyakit asma, terdiri dari: anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Anamnesis pada penderita asma sangatlah penting. Tujuannya,

selain untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis

banding, anamnesis juga berguna untuk menyusun srategi pengobatan

pada penderita asma. Pada anamnesis akan kita jumpai adanya keluhan,

batuk, sesak, mengi dan atau rasa berat di dada yang timbul secara tiba-

tiba dan hilang secara spontan atau dengan pengobatan. Tetapi

adakalanya juga penderita hanya mengeluhkan batuk-batuk saja yang

umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani ataupun

hanya pada musim-musim tertentu saja. Disamping itu, mungkin adanya


riwayat alrgi baik pada penderita maupun pada keluarganya, seperti

rhinitis alergi, dermatitik atopic dapat membantu menegakakan diagnosis.

Yang perlu juga diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan,

dengan mengetahui factor pencetus kemudian menghindarinya,

diharapkan gejala asma dapat dicegah. Faktor-faktor pencetus pada

asma, terdiri dari:

Allergen, baik yang berupa inhalasi seperti debu rumah, tungau,

serbuk sari, bulu binatang, kapas, debu kopi atau the, maupun yang

berupa makanan seperti udang, kepiting, zat pengawet, zat pewarna

dan sebagainya.

Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory

syncitial, parainfluensa dan sebagainya.

Kegiatan jasmani/ olahraga, seperti lari.

Ketegangan atau tekanan jiwa.

Obat-obatan, seperti penyekat beta, salisilat, kodein, AINS dan

sebagainya.

Polusi udara atau bau yang merangsang, seperti asap rokok,

semprot nyamuk, parfum dan sebagainya.


Berdasarkan hal-hal di atas, maka seseorang dicurigai menderita asma

apabila:

Sesak atau batuk yang berkepanjangan setelah menderita influenza

Batuk-batuk setelah olahraga, terutama pada anak-anak atau rasa

berat atau tercekik pada dada sehabis olahraga (yang terbukti tidak

ada kelainan jantung)

Sesak atau batuk-batuk pada waktu ruang berdebu atau berasap

Batuk-batuk setelah mencium bau tertentu

Batuk-batuk atau sesak yang sering timbul pada malam hari dan

tidak berkurang sesudah duduk.

Dengan kata lain, bila seseorang mengeluh sesak, batuk atau mengi

yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, kita perlu mencurigai itu suatu

asma. Atau yeng membedakan asma dengan penyakit paru lain yaitu

pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat. Artinya,

serangan asma ada yang hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.

Tetapi, membiarkan penderita asma dalam serangan tanpa obat selain

tidak etis, juga bisa membahayakan nyawa penderita.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, selain berguna untuk menegakkan diagnosis dan

menyingkirkan diagnosis banding, juga berguna untuk mengetahui

penyakit-penyakit yang mungkin menyertai asma. Pemeriksaan fisik

meliputi seluruh badan, mulai dari kepala sampai ke kaki.

Kelainan fisik pada penderita asma tergantung pada obstruksi

saluran napas (beratnya serangan) dan saat pemeriksaan. Pada saat

serangan, tekanan darah bisa naik, frekuensi pernapasan dan denyut nadi

juga meningkat, mengi (wheezing) sering dapat terdengar tanpa

statoskop, ekpirasi memanjang (lebih dari 4 deik atau 3 kali lebih panjang

dari inspirasi) disertai ronki kering dan mengi. Hiperinflasi paru yang

terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada,

dimana pada perkusi akan terdengan hipersonor. Pernapasan cepat dan

susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu pernapasan, sehingga

tanpak retraksi suprasternal, supraklavicula dan sel iga dan pernapasan

cuping hidung.

Dalam praktek, jarang dijumpai kesulitan dalam menegakkan

diagnosis asma, tetapi batuk, sesak ataupun mengi (wheezing) tidak

hanya dijumpai pada penderita asma, untuk itu, perlu dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut lagi untuk menegakkan diagnosis.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari

kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel

cetakan) dari cabang bronkus.


Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya

bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang

terdapat mucus plug. (Medicafarma, 2008)


2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat

pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.


Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan

LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas

15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.


Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari

Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas

dari serangan

Pada pemeriksaan darah tepi, terutama jumlah eosinofil total

sering meningkat pada pasien asma, dan hal ini dapat

membantu untuk membedakan asma dengan bronchitis

kronik. Jumlah eosinofil menurun dengan pemberian

kortikosteroid, sehingga dipakai juga untuk patokan cukup


tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pada pasien

asma.

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologis dada ditujukan untuk menyingkirkan

penyakit lain yang memberikan gejala serupa, seperti ggal jantung kiri,

atau menemukan penyakit lain yang menyertai asma

seperti tuberculosis, atau mendeteksi adanya komplikasi asma seperti

pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis dan lain-lain.

c. Uji Kulit

Tujuan tes ini adalah untuk mengetahui adanya antibody IgE yang

spesifik pada kulit, yang secara tidak langsung menggambarkan

adanya antibody yang serupa pada saluran napas penderita asma.

Tes ini hanya menyokong anamnesis, karena allergen yang

menunjukkan tes kulit positif tidak selalu merupakan pencetus

serangan asma, demikian pula sebaliknya.

d. Pemeriksaan Spirometri

Spirometri

Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas

vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama

(VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan


pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan

kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil

nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas

diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP

< 75%.

Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti

asma, yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau

setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah

pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.

Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)

Gambar 2. Macam-macam PEF meter

Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa

gangguan sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah

dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah

arus puncak ekspirasi (APE).

Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai

berikut : Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien


diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan

untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke

bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan

bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang

dinyatakan dalam liter/menit.

Gambar 3. Cara mengukur arus puncak ekspirasi dengan PEF

meter

Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.

Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan

perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah

pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.

Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam

yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.

Cara pemeriksaan variabilitas APE

Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan

malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.


APE malam APE pagi
Variabilitas harian = ( APE malam+ APE pagi) x 100%

Pengukuran dilakukan sebelum dan 10 menit setelah pemberian

bronkodilator.

e. Tes Provokasi Brokial

Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan

adanya hiperaktivitas bronkus dilakukan tes provokasi bronkus. Tes ini

tidak dilakukan apabila tes spirometri menunjukkan resersibilitas

20% atau lebih. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk tes provokasi

bronchial seperti tes provokasi histamine, metakolin, allergen, kegiatan

jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin bahkan inhalasi dengan

aqua destila. Penurunan FEV1 sebesar 20% atau lebih setelah tes

provokasi merupakan pertanda adanya hiperaktivitas bronkus.


Mekanisme timbulnya penyakit
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan

merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal

tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat

dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu

binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan

asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang

melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya

peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan

memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi)


dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat

tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara

(terutama sel mast) diduga bertanggung jawab terhadap awal mula

terjadinya penyempitan ini.


Mekanisme pengobatan
Terapi non farmakologi
1. Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam

penatalaksanaan asma.
Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :
Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara

umum dan pola penyakit asma sendiri)


Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan

asma sendiri/asma mandiri)


Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan

mengontrol asma
Bentuk pemberian edukasi
- Komunikasi/nasehat saat berobat
- Diskusi
- Tukar menukar informasi (sharing of information group)
Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya

meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :


1. Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap

tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya

kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien


2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang

penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya.

Bila mungkin kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala

dan faal paru).


3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan

pasien.
4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan

pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan

asma secara konkret.


6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui

bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.


7. Mengajak keterlibatan keluarga.
8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan

status sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan

asma
2. Pengukuran peak flow meter Perlu dilakukan pada pasien dengan

asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi

(APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :


1. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek

dokter dan oleh pasien di rumah.


2. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
3. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma

persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah

perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal

perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat

serangan yang mengancam jiwa.


Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk

membantu pengobatan seperti :


Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan

berjalan baik
Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan

penambahan atau penghentian obat


Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Pemberian oksigen
5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-

anak
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat yang dapat dilakukan dengan : penghentian

merokok, menghindari kegemukan, kegiatan fisik misalnya senam

asma

Terapi farmakologi

Sebagaimana penyakit lain, penatalaksanaan asma didasarkan

pada pemahaman mengenai pathogenesis penyakit. Penatalaksanaan

asma dibagi menjadi dua, yaitu: penatalaksanaan asma saat serangan

(reliever) dan penatalaksanaan asma di luar serangan (controller).

Berdasarkan panduan asma internasional (GINA: Global Intiative for

Asthma), tujuan penatalaksanaan asma yang berhasil adalah bagaimana

penyakit asma tersebut bisa dikontrol. Menurut GINA yang telah diakui

oleh WHO dan National Healt, Lung and Blood Institute-USA (NHBCLI),

ada beberapa kriteria yang dimaksudkan dengan asma terkontrol.

Idealnya tidak ada gejala-gejala kronis, jarang terjadi kekambuhan, tidak

ada kunjungan ke gawat darurat, tidak ada keterbatasan aktivitas fisik,

seperti latihan fisik dan olahraga, fungsi paru normal atau mendekati

normal, minimal efek samping dari penggunaan obat dan idealnya tidak

ada kebutuhan akan obat-obat yang digunakan kalau perlu.


Simpatomimetik

Mekanisme
Nama Obat Indikasi Efek samping Dosis
Kerja

Albuterol Stimulasi Menghilang Bronkhitis Dewasa dan

Tablet (G) reseptor 1 kan gejala (1,54)%, Anak (usia 12

Ventolin (P) adrenergik epistaksis (1- tahun dan


akut dan
Bromosal sehingga terjadi 3)%, lebih):
bronkospas
tablet (A) peningkatan peningkatan
mus yang Dosis awal 2-
nafsu makan,
kontraktilitas dan diinduksi 4 mg, 3 atau
sakit perut
irama jantung. oleh latihan 4 kali sehari
(3%),, kram
fisik. (dosis jangan
Stimulasi
otot (1-3)%.
melebihi 32
reseptor 2 yang
mg sehari)
menyebabkan Anak-anak 6-
bronkodilatasi, 12 tahun : 2
peningkatan mg, 3 atau 4

kali sehari
klirens

mukosiliari, Pasien lanjut


Mekanisme
Nama Obat Indikasi Efek samping Dosis
Kerja

stabilisasi sel usia dan

mast dan sensitif

menstimulasi terhadap

otot skelet. stimulan

adrenergik :

Dosis awal 2

mg, 3 atau 4

kali sehari

Jika

bronkodilasi

tidak

tercapai,

dosis dapat

ditingkatkan

menjadi 8

mg, 3 atau 4

kali sehari.

Bitolterol Sakit kepala Dewasa dan

Cairan untuk ringan (6,8%), Anak lebih

Inhalasi efek pada dari 12

0,2% (G) kardiovaskula tahun :


Mekanisme
Nama Obat Indikasi Efek samping Dosis
Kerja

2 inhalasi

r kira- kira dengan

5%. interval 1-3

menit

Stimulasi

reseptor Dewasa dan

adrenergik yang Antialergi, Anak lebih

Efedrin mengakibatkan perangsang dari 12

Sulfat Tablet terjadinya an system Gelisah, nyeri tahun :

(G) Ephedrin vasokonstriksi,.S saraf pusat, kepala, 12,5 25 mg


tablet 25 mg timulasi reseptor midriatik, cemas, sukar setiap 4 jam,
(A) Asficap 2 yang dan tidur. dosis jangan
(P) menyebabkan antihipotens melebihi 150
bronkodilatasi, if mg dalam 24
stabilisasi sel jam
mast

Pirbuterol Stimulasi Untuk terapi Takikardia, Dewasa dan

Aerosol (G) reseptor 1 gejala asma hiperglikemia, Anak lebih

adrenergik akut dan hipokalemia, dari 12 tahun

sehingga terjadi untuk hipomagnese


2 inhalasi
peningkatan mencegah mia
(0,4 mg)
asma yang
Mekanisme
Nama Obat Indikasi Efek samping Dosis
Kerja

kontraktilitas dan diulangi

irama jantung. setiap 4-6

diinduksi jam. Dosis


Stimulasi
oleh latihan jangan
reseptor 2 yang
melebihi 12
menyebabkan
inhalasi.
bronkodilatasi,
Salmeterol Untuk Sakit pada Anak berusia
peningkatan
Aerosol (G) mencegah sendi/punggu lebih dari 4

Serevent klirens bronkospas ng, kram otot, tahun 50 mcg

Inhaler (P) mukosiliari, mus yang mialgia, sakit dua kali


stabilisasi sel diinduksi pada otot (1- sehari
mast dan oleh 3)%, infeksi (dengan jarak
menstimulasi saluran 12 jam)
latihan fisik.
otot skelet. pernapasan

atas,.nasifarin

gitis (14%),

penyakit pada

rongga

hidung atau

sinus (6%),

infeksi

saluran
Mekanisme
Nama Obat Indikasi Efek samping Dosis
Kerja

pernapasan

bawah (4%),

alergi rinitis

(lebih dari

3%), rinitis,

laringitis,

trakeitis/bronk

itis (1-3)%,

rasa lemas,

influenza

(lebih dari

3%),

gastroenteritis

, urtikaria,

sakit gigi,

malaise/rasa

lelah, erupsi

kulit dan

dismenorea

(1-3)%.
Xantin

Nama Mekanisme Efek


Indikasi Dosis
Obat Kerja samping

Akan Untuk Anak 1-9 tahun 6,3

menghilan mg/kg a 1 mg/kg/jam


merelaksasi
gkan
secara Anak 9-16 tahun dan
gejala atau
langsung otot perokok
pencegaha
polos bronki
dewasa 6,3 mg/kg a 0,8
n asma
dan pembuluh Reaksi
mg/kg/jam
bronkial
darah sensitivita
dan Dewasa bukan perokok
Aminofil s
pulmonal,
6,3 mg/kg a 0,5
in (G) bronkospa termasuk
merangsang
mg/kg/jam Orang lanjut
Amicain sma dermatitis
SSP,
usia dan pasien dengan
(P) reversibel eksfoliatif
menginduksi
gangguan paru-paru
yang dan
diuresis,
6.3 mg/kg 0,3
berkaitan urtikaria.
meningkatkan
mg/kg/jam Pasien gagal
dengan
sekresi
jantung
bronkhitis
asam
kronik dan kongestiv 6.4 mg/kg
lambung,
0,1-0,2 mg/kg/jam
emfisema.
menurunkan

tekanan
Teofilin Mual,
Nama Mekanisme Efek
Indikasi Dosis
Obat Kerja samping

sfinkter Anak 1-9 tahun 5 mg/kg

esofageal 4 mg/kg setiap 6 jam

bawah dan Anak 9-16 tahun dan

dewasa perokok 5
menghambat
mg/kg 3 mg/kg setiap 6
kontraksi
muntah, jam Dewasa bukan
uterus.
diare, perokok 5 mg/kg 3
(G) Stimulan
sakit mg/kg setiap 8 jam
Asmade pusat
kepala, Orang lanjut usia dan
x (P)
pernafasan.
insomnia, pasien dengan

iritabilitas. gangguan paru-paru 5

mg/kg 2 mg/kg setiap

8 jam Pasien gagal

jantung kongestive 5

mg/kg 1-2 mg/kg setiap

12 jam

Difilin Palpitasi, Tablet Dewasa 15

(G) takikardia, mg/kg setiap 6 jam

hipotensi,
Eliksir Dewasa 30 60
kegagalan
mL setiap 6 jam
sirkulasi,

aritmia
Nama Mekanisme Efek
Indikasi Dosis
Obat Kerja samping

ventrikular

Susunan

Saraf

Pusat :

iritabilitas,

tidak bisa

instirahat,

sakit

kepala,

insomnia,

kedutan

dan

kejang

Okstrifili Mual, Tablet, sirup dan eliksir

n (G) muntah, Dewasa dan Anak lebih

sakit dari 12 tahun : 4,7

epigastrik, mg/kg setiap 8 jam


Nama Mekanisme Efek
Indikasi Dosis
Obat Kerja samping

Anak-anak 9 - 16 tahun

dan perokok dewasa


hematem
4,7 mg/kg setiap 6 jam
esis,
Anak-anak 1-9 tahun
Diare. 6,2 mg/kg setiap 6 jam.

Antikolinergik

Nama Obat

Golongan Mekanisme Efek


Indikasi Dosis
Antikolinergi Kerja samping

Ipratropium Menghambat Digunakan Sakit 2 inhalasi (36

bromide (G) refleks vagal dalam bentuk punggung, mcg) empat

Atrovent (P) dengan cara tunggal atau sakit dada, kali sehari.

kombinasi bronkhitis, Pasien boleh


mengantagoni
dengan batuk, menggunaka
s kerja
penyakit n dosis
asetilkolin. bronkodilator
paru tambahan
Bronkodilasi lain (terutama
tetapi tidak
yang beta obstruksi
boleh
Nama Obat

Golongan Mekanisme Efek


Indikasi Dosis
Antikolinergi Kerja samping

dihasilkan adrenergik) kronik yang melebihi 12

bersifat sebagai semakin inhalasi

bronkodilator parah, rasa dalam sehari


lokal, pada
lelah
tempat tertentu dalam
berlebihan,
dan tidak pengobatan
mulut
bersifat bronkospasmu

sistemik. s yang kering,

berhubungan dispepsia,

dengan dipsnea,

epistaksis,
penyakit paru-
gangguan
paru obstruktif
pada
kronik,
saluran
termasuk

bronkhitis pencernaan

kronik dan , sakit

kepala,
emfisema.
gejala

seperti

influenza,
Nama Obat

Golongan Mekanisme Efek


Indikasi Dosis
Antikolinergi Kerja samping

mual,

cemas,

faringitis,

rinitis,

sinusitis,

infeksi

saluran

pernapasan

atas dan

infeksi

saluran urin.

Tiotropium Menghambat Perawatan Efek 1 kapsul

bromide (G) bronkospasmu samping dihirup, satu


reseptor M3
Spiriva (P) s yang terjadi pada kali sehari
pada otot
3% pasien dengan alat
polos sehingga berhubungan
atau lebih, inhalasi
terjadi dengan
terdiri dari Handihaler.
bronkodilasi. penyakit paru
sakit
obstruksi kronis
Bronkodilasi
termasuk perut, nyeri
Nama Obat

Golongan Mekanisme Efek


Indikasi Dosis
Antikolinergi Kerja samping

yang timbul bronkitis kronis dada (tidak

setelah dan emfisema. spesifik),

inhalasi konstipasi,

tiotropium mulut

bersifat sangat kering,

dispepsia,
spesifik pada

lokasi tertentu. edema,

epistaksis,

infeksi,

moniliasis,

myalgia,

faringitis,

ruam,

rhinitis,

sinusitis,

infeksi pada

saluran

pernapasan

atas, infeksi
Nama Obat

Golongan Mekanisme Efek


Indikasi Dosis
Antikolinergi Kerja samping

saluran urin

dan

muntah.

Kromolin sodium dan nedokromil

Nama
Mekanisme Kerja Indikasi Efek samping Dosis
Obat

Kromolin Obat-obat ini Asma Efek samping Larutan

natrium menghambat bronkial yang paling nebulizer :

(G) pelepasan (inhalasi, sering terjadi dosis awal 20

Chrom- larutan dan berhubungan mg diinhalasi


mediator,
Opthal (P) aerosol) : dengan 4 kali sehari
histamin dan
sebagai dengan
SRS-A (Slow penggunaan
pengobatan
Reacting kromolin (pada interval yang

Substance profilaksis penggunaan teratur.

pada asma berulang) Efektifitas


Anaphylaxis,
bronkial. meliputi terapi
leukotrien) dari
saluran tergantung
sel mast.
pernapasan: pada
Kromolin bekerja
bronkospasme keteraturan
lokal pada paru-
Nama
Mekanisme Kerja Indikasi Efek samping Dosis
Obat

paru tempat obat (biasanya penggunaan

diberikan. bronkospasma obat.

parah yang
Pencegahan
berhubungan
bronkospasm
dengan
a akut :
penurunan
inhalasi 20 mg
fungsi paru-
(1 ampul/vial)
paru/FEV1),
diberikan
batuk,
dengan
edema
nebulisasi
laringeal
segera
(jarang), iritasi
sebelum
faringeal dan
terpapar faktor
napas
pencetus.
berbunyi.
Aerosol :
Efek samping
untuk
yang
penanganan
berhubungan
asma bronkial
dengan
pada dewasa
penggunaan
dan anak 5
aerosol adalah
Nama
Mekanisme Kerja Indikasi Efek samping Dosis
Obat

iritasi tahun atau


tenggorokan lebih. Dosis
atau awal biasanya
tenggorokan 2 inhalasi,
kering, rasa sehari 4 kali
tidak enak pada interval

pada mulut, yang teratur.

batuk, napas Jangan

berbunyi dan melebihi dosis

mual. ini.

Nedokromi Obat ini akan Nedokromil Efek samping 2 inhalasi ,

l natrium menghambat diindikasikan yang terjadi empat kali

(G) Tilade aktivasi secara in untuk asma. pada sehari dengan

(P) vitro dan Digunakan penggunaan interval yang

sebagai nedokromil teratur untuk


pembebasan
terapi bisa
mediator dari mencapai

berbagai tipe sel pemeliharaa berupa batuk, dosis 14

berhubungan n untuk faringitis, mg/hari.

dengan pasien rinitis, infeksi

dewasa dan saluran


asma termasuk
anak usia 6 pernapasan
Nama
Mekanisme Kerja Indikasi Efek samping Dosis
Obat

eosinofil,neutrofil

, makrofag, sel

mast, monosit

dan platelet. atas,

Nedokromil tahun atau bronkospasma


menghambat , mual, sakit
lebih pada
perkembangan kepala, nyeri
asma ringan
respon bronko pada dada dan
sampai

konstriksi baik sedang. pengecapan


awal dan tidak enak.
maupun lanjut

terhadap antigen

terinhalasi.

Kortikosteroid

Nama Obat Mekanisme Indikasi Efek samping Dosis

Golongan Kerja

KOrtikoster

oid

Triamsinolo Obat-obat ini Terapi Reaksi efek Dewasa : 2

n (G) merupakan pemelihara samping terjadi inhalasi (kira-

Flamicort steroid an dan pada 3% atau kira 200 mcg),


(P) adrenokortik propilaksis lebih 3 sampai 4 kali

al steroid asma, sehari atau 4


pasien seperti
sintetik termasuk inhalasi (400
faringitis,
pasien mcg) dua kali
dengan cara sinusitis, sindrom
yang sehari. Dosis
kerja dan flu, sakit kepala
harian
efek yang memerluka dan sakit
maksimum
sama n
punggung.
adalah 16
dengan kortikosteoi
inhalasi (1600
glukokortikoi d sistemik,
mcg).
d. pasien

yang Anak-anak 6
Glukokortikoi
mendapatk 12 tahun Dosis
d dapat
an umum adalah
menurunkan
1-2 inhalasi
jumlah dan keuntunga
(100-200 mcg),
aktivitas dari n dari
3 sampai 4 kali
sel yang penggunaa
sehari atau 2-4
n dosis
terinflamasi
inhalasi (200-
sistemik,
dan
400 mcg) dua
terapi
meningkatka
kali sehari.
pemelihara
n efek obat
Dosis harian
an
beta
maksimum
adrenergik asma dan
adalah 12
dengan terapi inhalasi (1200

profilaksis mcg).
memproduks
Beklometas pada anak Efek samping Dewasa dan
i AMP siklik,
on (G) usia 12 terjadi pada 3% anak > 12
inhibisi
Beconase bulan pasien atau tahun :
mekanisme
(P) sampai 8 lebih,
bronkokonstr Pasien yang

iktor, tahun. seperti sakit sebelumnya

Obat ini kepala, kongesti menjalani


atau
tidak nasal, terapi asma
merelaksasi
diindikasik dismenorea, dengan
otot polos
an untuk dispepsia, bronkodilator
secara
pasien rhinitis, saja: 40 80
langsung.
asma yang mcg sehari.
Penggunaan faringitis, batuk,
dapat Pasien yang
inhaler infeksi saluran
sebelumnya
diterapi pernapasan
akan menjalani
dengan atas, infeksi virus
menghasilka terapi asma
bronkodilat dan
n efek lokal dengan
or dan obat
steroid sinusitis.
kortikosteroid
non steroid
secara inhalasi : 40
lain, pasien
efektif -160 mcg
yang
dengan efek sehari. Anak 5
kadang- 11 tahun :
sistemik kadang Pasien yang

minimal. mengguna sebelumnya

kan menjalani

kortikoster terapi asma

oid dengan

sistemik bronkodilator

atau terapi saja : 40 mcg

sehari. Pasien
bronkhitis
yang
non asma.
sebelumnya

menjalani

terapi asma

dengan

kortikosteroid

inhalasi : 40

mcg sehari

Budesonid Efek samping Dewasa :

(G) terjadi pada 3% Pasien yang

Pulmicort pasien atau sebelumnya

(P) lebih, seperti menjalani

nyeri, sakit terapi asma

punggung, dengan

infeksi bronkodilator
saluranpernapas saja : 200

an atas, sinusitis, 400 mcg

faringitis, batuk, sehari. Pasien

konjungtivitis, yang

sakit kepala, sebelumnya

rhinitis, menjalani

epistaksis, otitis terapi asma

media, infeksi dengan

telinga, infeksi kortikosteroid

virus, gejala flu, inhalasi : 200

perubahan 400 mcg

suara. sehari. Pasien

yang

sebelumnya

menjalani

terapi asma

dengan

kortikosteroid

oral 200 400

mcg sehari.

Anak > 6 tahun

Pasien yang

sebelumnya
menjalani

terapi asma

dengan

bronkodilator

saja : 200 mcg

dua kali sehari.

Pasien yang

sebelumnya

menjalani

terapi asma

dengan

kortikosteroid

inhalasi:200

mcg sehari.

Pasien yang

sebelumnya

menjalani

terapi asma

dengan

kortikosteroid

oral , dosis

maksimum 400

mcg dua kali


sehari.

Flutikason Efek samping Usia > 12

(G) Cutivate terjadi pada 3% tahun Pasien

(P) atau lebih pasien yang

seperti sebelumnya

menjalani
sakit kepala,
terapi asma
faringitis,
dengan
kongesti hidung,
bronkodilator
sinusitis, rhinitis,
saja : 88 mcg
infeksi
dua kali sehari.
saluran
Pasien yang
pernapasan
sebelumnya
atas, influenza,
menjalani
kandidiasis oral,
terapi asma
diare, disfonia,
dengan

gangguan kortikosteroid

menstruasi, inhalasi : 88

hidung berair, 220 mcg

rhinitis alergi dan sehari. Pasien

demam. yang

sebelumnya

menjalani
terapi asma

dengan

kortikosteroid

oral, dosis

maksimum 880

mcg dua kali

sehari.

Flunisolid Efek samping Dewasa 2

(G) terjadi pada 3 % inhalasi (500

atau lebih pasien mcg) dua kali

seperti palpitasi, sehari, pada

nyeri dada, pagi dan

pusing, malam (total

iritabilitas, dosis dalam

nervous, sehari 1000

limbung, mual, mcg). Jangan

melebihi dosis
muntah,
4 inhalasi dua
anoreksia, nyeri
kali sehari
dada, infeksi
(2000 mcg)
saluran
Anak 6 15
pernapasan
tahun 2
atas,
inhalasi dua
kongesti hidung
dan sinus, kali sehari

pengecapan (total dosis

tidak enak, dalam sehari

kehilangan 1000 mcg).

indra penciuman

dan

pengecapan,

edema, demam,

gangguan

menstruasi,

eksim, gatal-

gatal/pruritus,

ruam, sakit

tenggorokan,

diare, lambung

sakit, flu,

kandidiasis oral,

sakit kepala,

rhinitis, sinusitis,

gejala demam,

hidung berair,

sinusitis,
infeksi/kerusaka

pada sinus,

suara serak,

timbul sputum,

pernafasan

berbunyi, batuk,

bersin dan

infeksi telinga.

Antagonis reseptor leukotrien

Nama Obat

Golongan
Mekanisme Efek
Antagonis Indikasi Dosis
Kerja samping
reseptor

leukotrien

Zafirlukast Zafirlukast Profilaksis Efek Dewasa dan

(G) adalah dan samping anak > 12

Accolate antagonis perawatan terjadi pada tahun : 20

(P) reseptor asma kronik 3% pasien mg, dua kali

leukotrien D4 pada seperti sakit sehari

dan E4 yang dewasa dan kepala, mual


Anak 5 11
selektif dan anak di dan
tahun : 10
kompetitif,
mg, dua kali
komponen atas 5 infeksi. sehari.

anafilaksis tahun.

reaksi lambat

(SRSA -

slow-reacting

substances of

anaphylaxis).

Produksi

leukotrien dan

okupasi

reseptor

berhubungan

dengan edema

saluran

pernapasan,

konstriksi otot

polos dan

perubahan

aktifitas selular

yang

berhubungan

dengan proses
inflamasi, yang

menimbulkan

tanda dan

gejala asma.

Montelukas Montelukast Profilaksis Asma : efek Tablet

t sodium adalah dan terapi samping


Dewasa dan
(G) antagonis asma kronik terjadi lebih
remaja >15
reseptor pada pada 3%
tahun 10 mg
leukotrien dewasa dan pasien
setiap hari,
selektif dan aktif anak-anak > seperti
pada malam
pada influenza.
12 bulan. hari Tablet
penggunaan
Pada anak kunyah.
oral, yang
6-12 tahun, Anak 6-14
menghambat
efek tahun 5 mg
reseptor
samping setiap hari,
leukotrien
yang terjadi pada malam

sisteinil dengan hari Anak

(CysLT1). frekuensi 5-14 tahun

Leukotrien 4 mg setiap
2 % adalah
adalah produk hari Granul
diare,
metabolisme
laringitis, Anak 12
asam
faringitis, 23 tahun 1
arakhidonat dan
mual, otitis, paket 4 mg
dilepaskan dari sinusitis,
sel mast dan infeksi
eosinofil.
virus. Pada
Produksi
anak 2-5
leukotrien dan tahun, efek
okupasi samping
reseptor yang terjadi
berhubungan dengan
dengan edema
frekuensi
saluran granul
2% adalah
pernapasan, setiap hari,
rinorea,
konstriksi otot pada malam
otitis, sakit
polos dan hari.
telinga,
perubahan
bronkhitis,
aktifitas selular
sakit
yang

berhubungan lengan, rasa

dengan proses haus,

inflamasi, yang bersin-

menimbulkan bersin, ruam

tanda dan dan

gejala asma. urtikaria.

Zilueton (G) Zilueton adalah Profilaksis Efek Dosis


samping

terjadi pada

3% pasien
inhibitor spesifik
dan terapi atau lebih zilueton
5-lipoksigenase
asma kronik seperti sakit untuk terapi
dan selanjutnya
pada kepala, asma
menghambat dewasa dan nyeri, sakit adalah 600
pembentukan anak > 12 perut, rasa mg, 4 kali
(LTB1, LTC1,
tahun. lelah, sehari.
LTD1, Lte1).
dispepsia,

mual,

myalgia.
GINJAL

Latar Belakang

Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam

mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur

keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara

menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan

non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih ginjal juga

mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, keratinin dan asam

urat) dan zat kimia asing.

Pada manusia normal, terdapat sepasang ginjal yang terletak

dibelakang perut, atau abdomen. Ginjal tersebut terletak di kanan dan kiri

tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Ginjal menerima aliran darah

per unit masa, lebih tinggi dibandingkan organ tubuh yang lain. Fraksi

oksigen yang diekstraksi oleh seluruh organ tubuh relatif lebih rendah bila

dibandingkan dengan ginjal, namun ginjal sangat sensitif dengan keadaan

hipoksia. Hal ini berhubungan dengan tingginya kadar konsumsi oksigen

lokal oleh sel epitel tubulus dan vaskuler ginjal.

Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran 11 cm dan

ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Darah manusia melewati

ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit,

menghasilkan 125 cc fitrat glomerular per menitnya. Laju glomerular inilah

yang sering dipakai untuk melakukan tes terhadap fungsi ginjal.


Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin

(penting untuk mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D

(penting untuk mengatur kalsium) serta eribo protein (penting untuk

sintesis darah).

Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini

menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau penyakit ginjal stadium

akhir (PGSA). Perkembangan yang terus berlanjut sejak tahun 1960 dari

teknis dialisis dan transplantasi ginjal sebagai pengobatan PGSA

merupakan alternatif dari resiko kematian yang hampir pasti.

Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin diginjal yaitu

suatu proses kimia dalam inti sel yang berfungsi menunjang kelangsungan

hidup. Proses dimulai dari makanan berupa karbohidrat, protein dan

selulose (se-rat), melalui suatu jalur proses kimia yaitu siklus Krebs, yang

akan meng-hasilkan tenaga (energi) dan bahan lain yang dibutuhkan

tubuh.

Bila terjadi penyimpangan dalam proses ini, terutama pada orang

berusia 40 tahun ke atas maka asam urat akan menumpuk. Dari waktu ke

waktu jumlah penderita asam urat cenderung meningkat. Gout (pirai)

meru-pakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik,

yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).

Penyakit gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras

manusia. Prevalensi gout di Amerika serikat 2,6 dalam 1000 kasus dan 10

% kasus gout terjadi pada hiperurisemia sekunder.


Peningkatan prevalensi diikuti dengan meningkatnya usia,

khususnya pada laki-laki. Sekitar 90% pasien gout primer adalah laki-laki

yang umumnya yang berusia lebih dari 30 tahun, sementara gout pada

wanita umumnya terjadi setelah menopause. Gout merupakan gangguan

metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat,

dengan serangan recurrent artritis, deposit urat dipersendian, ginjal dan

jaringan lain. Gout dihubungkan dengan obesitas, alkoholisme, hipertensi,

penyakit jantung iskemik, berbagai bentuk hiperlipo-proteinemia.

Komplikasi lain adalah stroke, osteoporosis, diabetes mellitus. Ginjal juga

dapat rusak akibat penimbunan kristal natrium urat. Di Eropa Barat

ditemukan sebanyak 10% penderita gout disertai dengan kolik ginjal.

Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan

dengan meningkatnya usia. Penyakit rematik sering menyertai usia lanjut.

Kejadian penyakit tersebut akan meningkat sejalan dengan meningkatnya

usia manusia. Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah

dan dapat menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan

hingga tiga sampai empat kali daripada laki-laki dan pada usia 35 hingga

50 tahun. Dengan prevalensi AR hanya 0,1-0,3% dikelompok orang

dewasa dan 1:100 ribu jiwa dikelompok anak-anak. Total, diperkirakan

hanya terdapat 360 ribu pasien di Indonesia.

Penyakit ini memiliki kecenderung merusak tulang rawan,

menyebabkan erosi tulang, dan menimbulkan kerusakan sendi. Tangan,

pergelangan tangan, dan kaki sering terkena. Timbul nyeri yang


diperburuk oleh gerakan sinovitis, sebagian pasien memperlihatkan rasa

lelah, anoreksia, lemah otot, penurunan berat badan dan gejala tulang otot

yang samar

Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan fungsi vital sebagai pengatur volume dan

komposisi kimia darah (dan lingkungan tubuh) dengan mengsekresikan

solut dan air secara selektif. Kalau kedua ginjal karena sesuatu hal gagal

melakukan fungsinya, maka kematian akan terjadi dalam waktu 3 sampai

4 minggu. Fungsi vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah

melaui glamerolus diikuti dengan reabsorbsi sejumlah solut dan air dalam

jumlah yang tepat disepanjang kemih melalui sistem pengumpul.

Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus

membentuk kemih, dan berbagai saluran dan reservoar yang dibutuhkan

untuk membawa kemih keluar tubuh. Ginjal merupakan organ yang

berbentuk seperti kacang, terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal

kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan

ke bawah oleh hati. Sedangkan katup atas ginjal kiri terletak setinggi costa

ke sebelas. Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang

peritoneum, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar

transversus, abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor.

Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya 10-12 inci,

terbentang dari ginjal sampai kandung kemih. Fungsi satu-satunya adalah


menyalurkan kemih ke kandung kemih. Kandung kemih adalah satu

kantong berotot yang dapat mengempis, terletak di belakang simfisis

pubis. Kandung kemih mempunyai tiga muara : dua muara ureter dan

satu muara uretra. Dua fungsi kandung kemih adalah (1) sebagai tempat

penyimpanan kemih sebelum meninggalkan tubuh dan (2) dibantu oleh

uretra, kandung kemih berfungsi mendorong kemih keluar tubuh.

Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan

dari kandung kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita 1

inci dan pada pria sekitar 8 inci. Tempat uretra keluar tubuh disebut

meatus urinarius.

Struktur mikroskopik ginjal adalah nefron, korposkulus ginjal,

aparatus justuglomorolus, sistem renin angiotensn. Nefron terdiri dari:

- Glomerulus (Badan Malpighi), merupakan suatu jaringan dari

kapiler-kapiler yang sejajar, dibungkus di dalam kapsul bowman.

Terletak di dalam korteks ginjal. Tekanan darah di dalam glomerulus

menyebabkan cairan plasma dari 700 ml/menit menjadi 120 ml/ menit

yang difiltrasi ke dalam kapsul bowman. Cairan yang disaring disebut

filtrate glomerulus.

- Sebagian besar dari filtrat glomerulus di serap kembali ke

dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar tubulus proksimal

dimana akan menyerap kembali (glukosa, asam amino, K, Na, air) dan

membuang (keratinin, sulfat, urea, produk sampah lain).

- Dari aliran tubulus proksima kemudian menuju ke Ansa Henle


- Lalu ke Tubulus Distal dimana filtrate glomerulus yang masuk

ke tubulus distal 20 ml / menit.

Definisi Penyakit Gagal Ginjal

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi

organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu

bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh,

menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan

kalium didalam darah atau produksi urin.

Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang

menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung

pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka

yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.

Etiologi Penyakit

Ada 2 jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal kronik (GGK) dan

gagal ginjal akut (GGA). Dibawah ini akan diuraikan etiologi dari gagal

ginjal kronik dan akut.


Gagal Ginjal Kronik

Penyebab tersering penyakit ginjal kronik (GGK) salah satunya

nefropati diabetikum, yang merupakan komplikasi dari diabetes mellitus

tipe 2. Nefropati hipertensi merupakan penyebab tersering GGK pada usia

tua, dimana terjadi iskemi kronik pada ginjal sebagai akibat penyakit

vaskular mikro dan makro ginjal. Nefrosklerosis progresif terjadi dengan

cara yang sama seperti pada penyakit jantung koroner dan penyakit

serebrovaskular.

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa

nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume

filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan

penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal

untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang

harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi

berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena

jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi

produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi

lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira

fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang

demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih

rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368). Fungsi renal menurun, produk

akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)


tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem

tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan

semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner &

Suddarth, 2001 : 1448).

Ada 2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk

menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:

1. Sudut pandang tradisional

Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit

namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron

yang berkaitan dengan fungsifungsi tertentu dapat saja benar-benar

rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organik pada medulla akan

merusak susunan anatomik dari lengkung henle.

2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh

Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh

unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja

normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian

berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat

dipertahankan lagi.

Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap

ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada

mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban

kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan

reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun
dibawab normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat

fungsi ginjal yang rendah.

Namun akhirnya kalau 75% massa nefron telah hancur, maka

kecepatan filtrasi dan beban solut bagi tiap nefron sedemikian tinggi

sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi

dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun

konsentrasi solut dan air menjadi berkurang. Berikut tabel adalah

merupakan etiologi yang dapat menyebabkan GGK.

Tabel 1. Etiologi CKD

Penyakit vascular Stenosis arteri renalis, vaskulitis, atheroemboli,

nephrosclerosis hipertensi, thrombosis vena renalis


Penyakit glomerulus primer Nephropati membranosa, nephropati IgA, fokal dan

segmental glomerulosclerosis (FSGS), minimal change

disease, membranoproliferative glomerulonephritis, rapidly

progressive (crescentic) glomerulonephritis


Penyakit glomerulus Diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus,

sekunder rheumatoid arthritis, scleroderma, Goodpasture syndrome,

Wegener granulomatosis, postinfectious

glomerulonephritis, endocarditis, hepatitis B and C,

syphilis, human immunodeficiency virus (HIV), parasitic

infection, pemakaian heroin, gold, penicillamine,

amyloidosis, neoplasia, thrombotic thrombocytopenic

purpura (TTP), hemolytic-uremic syndrome (HUS),


Henoch-Schnlein purpura, Alport syndrome, reflux

nephropathy
Penyakit tubulo-interstitial Obat-obatan ( sulfa, allopurinol), infeksi (virus, bacteri,

parasit), Sjgren syndrome, hypokalemia kronik,

hypercalcemia kronik, sarcoidosis, multiple myeloma cast

nephropathy, heavy metals, radiation nephritis, polycystic

kidneys, cystinosis
Obstruksi saluran kemih Urolithiasis, benign prostatic hypertrophy, tumors,

retroperitoneal fibrosis, urethral stricture, neurogenic

bladder
TYROID

Pendahuluan

Pada tubuh manusia terdapat pengaturan terhadap metabolisme,

pertumbuhan, dan berbagai fungsi yang ada di tubuh. Pengatuan ini

digunakan saraf dan hormon. Hal yang sangat penting dalam pengaturan

fungsi tubuh adalah hormon. Hormon dihasilkan oleh suatu kelenjar

endokrin yang tidak mempunyai saluran sendiri, karena hasil produksinya

akan langsung masuk ke darah. Hormon mempunyai efek yang sangat

penting karena mampu merangsang sel target untuk menjalankan atau

menghentikan aktivitasnya. Meskipun kadarnya dalam darah sangat kecil,

hormon mampu mengatifkan dengan kuat sel targetnya. Salah satu

hormon yang mengatur metabolisme tubuh adalah hormon tiroid yang

menghasilkan hormon Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3). Hormon-

hormon ini mengawal metabolisme (pengeluaran tenaga) manusia.

Status tiroid seorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon

tiroid dan bukan kadar normal hormon tiroid dalam darah. Hampir semua

kasus diawali oleh faktor pencetus. Kelenjar tiroid termasuk bagian tubuh

yang jarang mengalami keganasan, terjadi 0,85% dan 2,5% dari seluruh

keganasan pada pria dan wanita. Tetapi diantara kelenjar endokrin,

keganasan tiroid termasuk jenis keganasan kelenjar endokrin yang paling

sering ditemukan.
Pada hakikatnya kelenjar tiroid merupakan salah satu dari kelenjar

endokrin terbesar pada tubuh manusia. Organ endokrin ini terletak di leher

manusia. Kelenjar ini berfungsi untuk mengeluarkan hormon tiroid serta

mengatur kecepatan tubuh membakar energi, membuat protein dan

mengatur kesensitifan tubuh terhadap hormon lainnya.

DEFINISI TIROID

Tiroid atau kelenjar gondok adalah sebuah organ kecil yang terdiri

dari dua bagian, yang dihubungkan oleh jembatan, sekadar mirip suatu

perisai (Yun = thyreos). Letaknya di bagian bawah leher mendampingi

batang tenggorok.

Kelenjar thyroid adalah salah satu kelenjar terbesar dalam tubuh

kita. Kelenjar ini ditemukan pada leher bagian bawah dengan bentuk

seperti kupu kupu(didekat Adams apple/jakun pada laki-laki) atau dapat

kita ketahui saat kita menelan air liur maka kelenjar thyroid ini akan

bergerak keatas. Kelenjar thyroid ini berfungsi untuk mengatur kecepatan

tubuh membakar energi, membuat protein dan mengatur kesensitifan

tubuh terhadap hormon lainnya.

Thyroid juga mengakumulasi iodine dari diet yang dimakan (untuk

menghasilkan hormon thyroid). Fungsi lain dari tiroid adalah membentuk

dan mensekresi beberapa hormon utama, yakni liotironin, triiodotironin

(T3) dan tiroksin, levotiroksin, tetraiodotironin (T4). Yang bertanggung

jawab untuk pertumbuhan, perkembangan, fungsi dan pemeliharaan


jaringan tubuh yang optimal. Dibawah pengaruh hormon TRH (Thyrotropin

Releasing Hormone, protirelin) dari hipotalamus, hipofise mensekresikan

TSH (Thyreoid Stimulating Hormone), yang selanjutnya menstimulasi

tiroid untuk memisahkan T3 dan T4.Hormon ini tersimpan dalam koloid

sebagai bagian dari molekul tiroglobulin. Hormon ini hanya dibebaskan

apabila ikatan dengan tiroglobulin ini dipecah oleh enzim khusus. Hormon

lain, kalsitonin, dihasilkan oleh sel-sel parafolikular dan terlibat dalam

pengaturan metabolisme kalsium.

Kalsitonin adalah hormon polipeptida, yang dibentuk oleh sel-sel C

dari tiroid, yang sekresinya distimulasi oleh kadar kalsium darah yang

tinggi (hiperkaisiemia) dan juga oleh naiknya kadar magnesium darah dan

hormon lambung-usus. Berkhasiat menghambat perombakan tulang

(resorpsi) berkat kerja langsung terhadap sel-sel perombakan tulang

(osteoclast). Mengingat asal hormon ini, kalsitonin seringkali digunakan

sebagai penanda untuk mendeteksi adanya carcinoma medullare thyroid.

ANATOMI DAN STRUKTUR KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu

lagi disebelah kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang

dinamakan isthmus atau ismus yang menutupi cincin trakea 2 - 3. Setiap

lobus berbentuk seperti buah pir yang berbentuk lonjong berukuran

panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid

dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium. Pada orang dewasa
beratnya berkisar antara 10 20 gram.Kelenjar tiroid mempunyai satu

lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal fascia. Pada keadaan tertentu

kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di sepanjang jalur perkembangan

embriologi tiroid. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia

pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan

gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas

kelenjar tiroid.

a) Fisiologi

Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat

menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan.

Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan

diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (triiodotiroksin). Dalam keadaan

normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5%

adalah hormon-hormon lain seperti T2.

Hormon T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori

menjadi tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada

T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase

yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ

lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.

b) Mekanisme kerja Kelenjar Thyroid :

Pada awalnya Hypothalamus akan menghasilkan TRH

(Thyrotropine Releasing Hormone) yang akan memacu Kelenjar Pituitari

(Hipofise) untuk menghasilkan TSH (Thyrotropine stimulating hormone),


kemudian TSH akan memacu kelenjar thyroid untuk menghasilkan T3 dan

T4. Jika hormon thyroid diproduksi dalam jumlah sedikit maka TSH akan

meningkat nilainya untuk memacu agar kelenjar thyroid dapat

menghasilkan T3 dan T4 dalam jumlah cukup. Sebaliknya jika terjadi

peningkatan produksi T3 dan T4 maka TSH akan menurun jumlahnya

agar tidak terbentuk T3 dan T4 lagi.

Hypothalamus-----TRH-------->Pituitary Gland-------TSH------>Kelenjar

Thyroid-------> T3 dan T4

Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH

(thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon).

TRH (Thyrotrophin-releasing hormone) adalah tripeptida yang disintesis

dalam hipotalamus dan ditranspor dalam kapiler sistem vena portal

hipofisis ke kelenjar hipofisis, di mana TRH menstimulasi sintesis dan

pelepasan TSH.

Tiroptropin (TSH) adalah hormon glikoprotein yang dilepaskan dari

kelenjar hipofisis (adenohipofisis). TSH mengaktivasi reseptor pada sel

folikular dan meningkatkan adenosin monofosat siklik (cAMP), yang

menstimulasi sintesis dan pelepasan hormon dari kelenjar tiroid. Pada

hipotiroidisme atau, yang lebih jarang, defisiensi iodin, kadar TSH yang

abnormal tinggi menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid (goiter).

Hormon-hormon ini membentuk satu sistem aksis otak

(hipotalamus dan pituitari) kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh

hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan


TSH. TSH yang dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan

T3 dan T4. Oleh kerena itu hal yang mengganggu jalur di atas akan

menyebabkan produksi T3 dan T4.

c) Biosintesa Hormon Tiroid

Pembuatan hormon tiroid berlangsung dalam beberapa tahap.

Pertama-tama, tiroid menarik iodida dari darah yang lalu dipekatkan ca 25

kali dan dioksidasi oleh peroksidase menjadi iod. Lalu iod ini secara

enzimatis pula dipersenyawakan dengan asam amino tirosin (Yun: tyros =

keju) menjadi mono- atau di-iodtirosin. Akhirnya, zat-zat ini saling

bersenyawa dan menghasilkan liotironin (T3) dan tiroksin (T4).

Triiodotironin (T3) dan tiroksin (tetraiodotironin) (T4) memasuki

sirkulasi, dimana T3 dan T4 di transpor dengan terikat pada protein

plasma (masing-masing 99,5% dan 99,95%). Tiroid hanya menyumbang

sekitar 20% dari T3 dalam sirkulasi yang tidak terikat, sisanya dihasilkan

dari konversi perifer T4 menjadi T3, T4 juga bisa diiodinasi menjadi T3

reserva inaktif (rT3) berdasarkan kebutuhan jaringan. T4 tampaknya

terutama merupakan prohormon T3.

d) Ismus dan lobus piramidal

Struktur ismus atau isthmus yang dalam bahasa Latin artinya

penyempitan merupakan struktur yang menghubungkan lobus kiri dan

kanan. Posisinya kira-kira setinggi cincin trakea 2-3 dan berukuran sekitar

1,25 cm. Anastomosis di antara kedua arteri thyroidea superior terjadi di

sisi atas ismus, sedangkan cabang-cabang vena thyroidea inferior ber-


anastomosis di bawahnya. Pada sebahagian orang dapat ditemui lobus

tambahan berupa lobus piramidal yang menjulur dari ismus ke bawah.

e) Salur darah

Darah ke kelenjar tiroid dibekalkan oleh arteri superior thyroid yang

merupakan cabang pertama arteri external carotid(ECA). Arteri ini

menembus pretracheal fascia sebelum sampai ke bahagian superior pole

lobe kelenjar tiroid. Saraf laryngeal terletak berhampiran (di belakang)

arteri ini, jadi jika dalam pembedahan tiroidektomi, kemungkinan besar

saraf ini terpotong jika tidak berhati-hati.

Kelenjar tiroid juga dibekalkan oleh arteri inferior thyroid yang

merupakan cabang daripada thyrocervical trunk (cabang daripada arteri

subclavian). Dalam 3% populasi manusia, terdapat satu lagi arteri ke

kelenjar tiroid, iaitu arteri thyroid ima.

Kelenjar tiroid manusia mempunyai kemampuan untuk menyerap

serta mengkonsentrasikan yodida dari sirkulasi. Kemampuan ini di punyai

juga oleh sel-sel kelenjar ludah, mukosa lambung, kelenjar usus,

meskipun tidak satupun mempunyai kapasitas untuk mengubahnya

menjadi hormon tiroid.

f) Penyakit kelenjar tiroid

Antara orang-orang yang berisiko menghadapi masalah penyakit

kelenjar tiroid ialah:

- Perempuan

- Genetik
- Mengidapi sakit pituitari atau endokrin yang lain

- Usia lebih 60 tahun dan merokok.

II.3. GANGGUAN TIROID

Gangguan tiroid mencakup berbagai penyakit yang mempengaruhi

produksi hormon tiroid atau sekresi yang menyebabkan perubahan dalam

stabilitas metabolik.Yang paling sering terjadi ialah hipofungsi (hipotirosis,

hipotiroidisme) atau hiperfungsi (hipertirosis, hipertirodisme) dari kelenjar

tiroid, dimana masing-masing di bawah atau melebihi nilai normal.

Hipertiroidisme dan hipotiroidisme adalah sindrom klinik dan biokimia yang

diakibatkan oleh peningkatan dan penurunan produksi hormon tiroid.

a. Hypothyroid

Hipothyroid adalah suatu keadaan dimana produksi hormon thyroid

oleh kelenjar thyroid tidak mencukupi. Kretinisme adalah salah satu

bentuk hypothyroid. Penyebab : Kekurangan iodium, Penyakit Hashimoto,

kekurangan hormon dari hipothalamus dan pituitari,gangguan autosum

(genetik).

Hipotiroid memiliki 3 tipe yaitu :

1. Primer (Termasuk tipe yang paling sering muncul,gangguan pada

kelenjar thyroid,dapat disebabkan karena penyakit Hashimoto

(penyakit autoimun) ataupun penggunaan radioioiodine pada terapi

hyperthyroid)
2. Sekunder (terjadi apabila kelenjar pituitari menghasilkan TSH dalam

jumlah yang tidak mencukupi). Gangguan ini dapat disebabkan

karena adanya kerusakan pada kelenjar pituitari (tumor radiasi atau

pembedahan)

3. Tersier (Ketika Hypothalamus gagal memproduksi TRH. Padahal

TRH berfungsi merangsang Kelenjar Pituitari untuk menghasilkan

TSH)

Gejala Hypothyroid :

- Otot melemah, lemas, tidak suka udara dingin, depresi, kram otot,

nyeri sendi, pucat, jarang berkeringat, kulit kering, gatal, denyut

jantung lambat (bradicardi), konstipasi (sembelit) .

- Bicara lambat, serak

- Gangguan siklus menstruasi

- Suhu tubuh rendaH

Gejala Penyerta :

- Gangguan daya ingat

- Susah berkonsentrasi

- Kadar gula darah rendah

- Rambut rontok

- Anemia

- Gangguan menelan

- Nafas pendek dan dangkal

- Mengantuk
- Gangguan fungsi ginjal

- Peningkatan kolesterol serum

- Penurunan libido

- Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomasti)

b. Hyperthyroid

Hyperthyroid adalah suatu keadaan dimana kelenjar thyroid bekerja

berlebihan (overactive) sehingga menghasilkan hormon Thyroid (T3 dan

T4) dalam jumlah berlebihan pula. Hormon Thyroid berfungsi untuk

regulasi metabolisme tubuh dan menjaga fungsi normal sel. Jika hormon

ini berlebih maka akan terjadi overstimulasi metabolisme dan

meningkatkan efek sistem saraf simpatis sehingga menyebabkan

peningkatan kecepatan sistem tubuh, termasuk peningkatan frekuensi

denyut jantung, berdebar-debar, tremor (tangan bergetar), cemas,

gangguan pencernaan (diare) dan penurunan berat badan.

Penyebab-penyebab umum dari hipertiroid termasuk :

1. Penyakit Graves

2. Functioning adenoma ("hot nodule") dan Toxic Multinodular

Goiter (TMNG)

3. Pemasukkan yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid

4. Pengeluaran yang abnormal dari TSH

5. Tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid)

6. Pemasukkan yodium yang berlebihan

a) Penyakit Graves
Penyakit Graves, yang disebabkan oleh suatu aktivitas yang

berlebihan dari kelenjar tiroid yang disama ratakan, adalah penyebab

yang paling umum dari hipertiroid. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid

biasanya adalah pengkhianat, yang berarti ia telah kehilangan

kemampuannya untuk merespon pada kontrol yang normal oleh kelenjar

pituitari via TSH. Penyakit Graves adalah diturunkan/diwariskan dan

adalah sampai lima kali lebih umum diantara wanita-wanita daripada pria-

pria. Penyakit Graves diperkirakan adalah suatu penyakit autoimun, dan

antibodi-antibodi yang adalah karakteristik-karakteristik dari penyakit ini

mungkin ditemukan dalam darah. Antibodi-antibodi ini termasuk thyroid

stimulating immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid peroxidase antibodies

(TPO), dan antibodi-antibodi reseptor TSH. Pencetus-pencetus untuk

penyakit Grave termasuk :

- stres

- merokok

- radiasi pada leher

- obat-obatan dan

- organisme-organisme yang menyebabkan infeksi seperti virus-virus.

Penyakit Graves dapat didiagnosis dengan suatu scan tiroid

dengan obat nuklir yang standar yang menunjukkan secara panjang lebar

pengambilan yang meningkat dari suatu yodium yang dilabel dengan

radioaktif. Sebagai tambahan, sebuah tes darah mungkin mengungkap

tingkat-tingkat TSI yang meningkat.


Penyakit Grave' mungkin berhubungan dengan penyakit mata

(Graves' ophthalmopathy) dan luka-luka kulit (dermopathy).

Ophthalmopathy dapat terjadi sebelum, sesudah, atau pada saat yang

sama dengan hipertiroid. Pada awalnya, ia mungkin menyebabkan

kepekaan terhadap cahaya dan suatu perasaan dari "ada pasir didalam

mata-mata". Mata-mata mungkin menonjol keluar dan penglihatan ganda

(dobel) dapat terjadi. Derajat dari ophthalmopathy diperburuk pada

mereka yang merokok. Jalannya penyakit mata seringkali tidak tergantung

dari penyakit tiroid, dan terapi steroid mungkin perlu untuk mengontrol

peradangan yang menyebabkan ophthalmopathy. Sebagai tambahan,

intervensi secara operasi mungkin diperlukan. Kondisi kulit (dermopathy)

adalah jarang dan menyebabkan suatu ruam kulit yang tanpa sakit,

merah, tidak halus yang tampak pada muka dari kaki-kaki.

Pengobatannya Hipertiroidisme dapat ditangani dengan obat-obat

antitiroid (tiroistatika) untuk mengurangi aktivitas tiroid dengan jalan

mengurangi produksi hormonnya.

b) Functioning Adenoma dan Toxic Multinodular Goiter

Kelenjar tiroid (seperti banyak area-area lain dari tubuh) menjadi

lebih bergumpal-gumpal ketika kita menua. Pada kebanyakan kasus-

kasus, gumpal-gumpal ini tidak memproduksi hormon-hormon tiroid dan

tidak memerlukan perawatan. Adakalanya, suatu benjolan mungkin

menjadi "otonomi", yang berarti bahwa ia tidak merespon pada

pengaturan pituitari via TSH dan memproduksi hormon-hormon tiroid


dengan bebas. Ini menjadi lebih mungkin jika benjolan lebih besar dari 3

cm. Ketika ada suatu benjolan (nodule) tunggal yang memproduksi secara

bebas hormon-hormon tiroid, itu disebut suatu functioning nodule. Jika

ada lebih dari satu functioning nodule, istilah toxic multinodular goiter

(gondokan) digunakan. Functioning nodules mungkin siap dideteksi

dengan suatu thyroid scan.

c) Pemasukkan hormon-hormon tiroid yang berlebihan

Mengambil terlalu banyak obat hormon tiroid sebenarnya adalah

sungguh umum. Dosis-dosis hormon-hormon tiroid yang berlebihan

seringkali tidak terdeteksi disebabkan kurangnya follow-up dari pasien-

pasien yang meminum obat tiroid mereka. Orang-orang lain mungkin

menyalahgunakan obat dalam suatu usaha untuk mencapai tujuan-tujuan

lain seperti menurunkan berat badan. Pasien-pasien ini dapat

diidentifikasikan dengan mendapatkan suatu pengambilan yodium

berlabel radioaktif yang rendah (radioiodine) pada suatu thyroid scan.

d) Pengeluaran abnormal dari TSH


Sebuah tmor didalam kelenjar pituitari mungkin menghasilkan suatu

pengeluaran dari TSH (thyroid stimulating hormone) yang tingginya

abnormal. Ini menjurus pada tanda yang berlebihan pada kelenjar tiroid

untuk menghasilkan hormon-hormon tiroid. Kondisi ini adalah sangat

jarang dan dapat dikaitkan dengan kelainan-kelainan lain dari kelenjar

pituitari. Untuk mengidentifikasi kekacauan ini, seorang endocrinologist

melakukan tes-tes terperinci untuk menilai pelepasan dari TSH.


e) Tiroiditis (peradangan dari tiroid)
Peradangan dari kelenjar tiroid mungkin terjadi setelah suatu

penyakit virus (subacute thyroiditis). Kondisi ini berhubungan dengan

suatu demam dan suatu sakit leher yang seringkali sakit pada waktu

menelan. Kelenjar tiroid juga lunak jika disentuh. Mungkin ada sakit-sakit

leher dan nyeri-nyeri yang disama ratakan. Peradangan kelenjar dengan

suatu akumulasi sel-sel darah putih dikenal sebagai lymphocytes

(lymphocytic thyroiditis) mungkin juga terjadi. Pada kedua kondisi-kondisi

ini, peradangan meninggalkan kelenjar tiroid "bocor", sehingga jumlah

hormon tiroid yang masuk ke darah meningkat. Lymphocytic thyroiditis

adalah paling umum setelah suatu kehamilan dan dapat sebenarnya

terjadi pada sampai dengan 8 % dari wanita-wanita setelah melahirkan.

Pada kasus-kasus ini,fase hipertiroid dapat berlangsung dari 4

sampai 12 minggu dan seringkali diikuti oleh suatu fase hipotiroid (hasil

tiroid yang rendah) yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. Mayoritas

dari wanita-wanita yang terpengaruh kembali ke suatu keadaan fungsi

tiroid yang normal. Tiroiditis dapat didiagnosis dengan suatu thyroid scan.

Pengobatannya dilakukan dengan analgetika (dan bila berat dengan

prednison) atau dengan antibiotika.

f) Pemasukkan Yodium yang berlebihan

Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon-

hormon tiroid. Suatu kelebihan yodium dapat menyebabkan hipertiroid.

Hipertiroid yang dipengaruhi/diinduksi oleh yodium biasanya terlihat pada

pasien-pasien yang telah mempunyai kelenjar tiroid abnormal yang


mendasarinya. Obat-obat tertentu, seperti amiodarone (Cordarone), yang

digunakan dalam perawatan persoalan-persoalan jantung, mengandung

suatu jumlah yodium yang besar dan mungkin berkaitan dengan kelainan-

kelainan fungsi tiroid.

Gejala utama : Penurunan berat badan biasanya disertai dengan

peningkatan nafsu makan,kecemasan, tidak tahan panas, lemas, rambut

rontok, aktivitas berlebih, depresi, sering kencing, tremor, oedema

(bengkak) pada kaki dan berkeringat. Kadang-kadang disertai gejala

berdebar, arrhytmia (denyut jantung tidak teratur), sesak napas, libido

menurun, mual, muntah, diare. Hyperthyroid yang dalam jangka waktu

lama tidak diobati dapat menyebabkan osteoporosis.

II.4 PENGGUNAAN HORMON TIROID

Hormon tiroid digunakan untuk berbagai indikasi, yakni :

a. Hipotirosis. Tiroksin terutama digunakan untuk terapi substitusi pada

hipofungsi tiroid, yang disebabkan insufisiensi hipotalamus, hipofise

atau tiroid. Liotironin (T3) yang berkhasiat lebih kuat meskipun

kerjanya lebih cepat tidak dianjurkan, karena kerjanya lebih singkat

dengan risiko efek samping yang lebih besar. Oleh karena itu, hormon

ini hanya digunakan dalam keadaan gawat, seperti pada

comalmyxoedema.
b. Adipositas. Adakalanya tiroksin digunakan untuk melawan kegemukan

(adipositas), yaitu sebagai komponen dari sediaan pengurus tubuh,

berdasarkan daya stimulasinya terhadap metabolisme umum.


c. Kolesterol tinggi. Bentuk-dekstro dari tiroksin (d-tiroksin) dengan

aktivitas ringan terhadap metabolisme dan jantung (hanya 10%

daripada bentuk-levonya), adakalanya digunakan pada

hiperkolesterolemia tertentu untuk menurunkan kadar kolesterol.

II.5 MEKASNISME TEST

Tes tiroid terdiri atas :

a) Tes untuk mengukur aktivitas/fungsi tiroid terdiri dari :


- Tiroksin serum (T4)
- Tri-iodotironin serum (T3)
- Kadar T4 bebas (FT4)
- Kadar T3 bebas (FT3)
- Indeks T4 bebas (FT4I)
- Tes TSH
- Tes TRH.
b) Tes untuk menunjukkan penyebab gangguan fungsi tiroid :
- Antibodi Tiroglobulin (anti Tg)
- Antibodi tiroid peroksidase (anti TPO) /Antibodi mikrosomal
- Thyroid Stimulating Antibodies (TSAb)
c) Tes untuk monitoring terapi :
- Tiroksin serum (T4)
- Tri-iodotironin serum (T3)
- Tes FT4
- Tes FT3
- Tes TSH

Tes fungsi tiroid bertujuan untuk membantu menentukan status

tiroid. Tes T4 digunakan untuk menentukan suatu hipotiroidisme atau

hipertiroidisme, menentukan maintenance dose tiroid pada hipotiroidisme

dan memonitor hasil pengobatan antitiroid pada hipertiroidisme. Tes T3

digunakan untuk mendiagnosis hipertiroidisme dengan kadar T4 normal .

TSHs (Thyroid Stimulating Hormone sensitive) adalah tes TSH

generasi ke tiga yang dapat mendeteksi TSH pada kadar yang sangat
rendah sehingga dapat digunakan sebagai pemeriksaan tunggal dalam

menentukan status tiroid dan dilanjutkan dengan tes FT4 hanya bila

dijumpai TSHs yang abnormal. FT4 lebih sensitif daripada FT3 dan lebih

banyak digunakan untuk konfirmasi hipotiroidisme setelah dilakukan tes

TSHs .

Tes TRH (Thyroid Releasing Hormone) digunakan untuk mengukur

respons hipofisis terhadap rangsangan TRH, yaitu dengan menentukan

kadar TSH serum sebelum dan sesudah pemberian TRH eksogen. Pada

hipertiroidisme klinis atau subklinis tidak tampak peningkatan TSH setelah

pemberian TRH. Sebaliknya bila pasien eutiroid atau sumbu hipotalamus-

hipofisis masih intak, maka hipofisis akan memberikan respons yang

adekuat terhadap rangsangan TRH. Tes TRH yang normal menyingkirkan

diagnosis hipertiroidisme .

Tes TRH hanya dilakukan pada pasien yang dicurigai

hipertiroidisme sedangkan kadar FT4 dan FT3 masih normal atau untuk

mengevaluasi kadar TSH yang rendah atau tidak terdeteksi dengan atau

tanpa hiper/hipotiroidisme yang penyebabnya tidak diketahui.

TES UNTUK MENUNJUKKAN GANGGUAN FUNGSI TIROID

Antibodi Tiroglobulin (Tg) merupakan salah satu protein utama tiroid yang

berperan dalam sintesis dan penyimpanan hormon tiroid. Tujuan tes :

terutama diperlukan sebagai petanda tumor dalam pengelolaan karsinoma

tiroid berdiferensiasi baik (well differentiated thyroid carcinoma). Kadar Tg


akan meningkat pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dan akan

kembali menjadi normal setelah tiroidektomi total, kecuali bila ada

metastasis. Kadar Tg rendah menunjukkan tidak ada jaringan karsinoma

atau metastasis lagi. Kadarnya akan meningkat kembali jika terjadi

metastasis setelah terapi .

Pada penyakit Graves ditemukan antibodi yang mmpengaruhi

resepor TSH dari sel tiroid dan merangsang produksi hormon tiroid.

Antibodi ini disebut thyroid stimulating immunoglobulins (TSI). Selain TSI,

ada immunoglobulin yang merangsang pertumbuhan kelenjar tiroid tanpa

mempengaruhi produksi hormon. Antibodi ini disebut thyroid growth

immunoglobulins (TGI) .

TES UNTUK MONITORING TERAPI

Untuk memonitoring terapi tiroid maka diperlukan tes T4 Total, T3 ,

FT4, FT3 dan TSH seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tujuan tes

monitoring terapi untuk melihat perkembangan terapi berdasarkan status

tiroid.

NILAI RUJUKAN DAN INTERPRETASI

1. TES T4

a) Nilai Rujukan :
- Dewasa : 50-113 ng/L (4,5mg/dl)
- Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat
- Diatas : diatas 16,5 mg/dl
- Anak-anak : diatas 15,0 mg/dl
- Usila : menurun sesuai penurunan kadar protein plasma
b) Interpretasi :
- Meningkat : hipertiroidisme, tiroiditis akut, kahamilan, penyakit hati

kronik, penyakit ginjal, diabetes mellitus, neonatus, obat-obatan:

heroin, methadone, estrogen.


- Menurun : hipotiroidisme, hipoproteinemia, obat2an seperti

androgen, kortikosteroid, antikonvulsan, antitiroid (propiltiouracil) dll.

2. TES T3

a) Nilai Rujukan:
- Dewasa : 0,8 2,0 ng/ml (60-118 ng/dl)
- Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat
- Infant dan anak-anak kadarnya lebih tinggi.
b) Interpretasi :
- Meningkat : hipertiroidisme, T3 tirotoksikosis, tiroiditis akut,

peningkatan TBG, obat-obatan:T3 dengan dosis 25 mg/hr atau lebih

dan obat T4 300 mg/hr atau lebih, dextrothyroxine, kontrasepsi oral


- Menurun : hipotiroidisme (walaupun dalam beberapa kasus kadar

T3 normal), starvasi, penurunan TBG, obat-obatan: heparin, iodida,

phenylbutazone, propylthiuracil, Lithium, propanolol, reserpin,

steroid.

3. TES FT4 (FREE THYROXIN)

a) Nilai Rujukan: 10 27 pmol/L


b) Interpretasi :
- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang

disebabkan kelebihan produksi T4.


- Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder,

tirotoksikosis karena kelebihan produksi T3.

4. TES FT3 (FREE TRI IODOTIRONIN)

a) Nilai Rujukan : 4,4 9,3 pmol/L


b) Interpretasi :
- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang

disebabkan kelebihan produksi T3.


- Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder,

tirotoksikosis karena kelebihan produksi T3.

5. TES TSH (THYROID STIMULATING HORMONE)

a) Nilai rujukan : 0,4 5,5 mIU/l


b) Interpretasi :
- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun

Hashimoto), terapi antitiroid pada hipertiroidisme, hipertiroidisme

sekunder karena hiperaktifitas kelenjar hipofisis, stress emosional

berkepanjangan, obat-obatan misalnya litium karbonat dan iodium

potassium.
- Menurun : hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar hipofisis

anterior, obat-obatan misalnya aspirin, kortikosteroid, heparin dan

dopamin.

6. TES TSHs (TSH 3rd Generation)

a) Nilai rujukan : 0,4 5,5 mIU/l


b) Batas pengukuran : 0,002 20 mIU/L
c) Interpretasi :
- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun

Hashimoto), terapi antitiroid pada hipertiroidisme, hipertiroidisme

sekunder karena hiperaktifitas kelenjar hipofisis, stress emosional

berkepanjangan, obat-obatan misalnya litium karbonat dan iodium

potassium.
- Menurun : hipotiroidisme sekunder, hipertiroidisme primer,

hipofungsi kelenjar hipofisis anterior, obat-obatan misalnya aspirin,

kortikosteroid, heparin dan dopamin.

7. Antibodi Tiroglobulin

a) Nilai rujukan : 3-42 ng/ml


b) Interpretasi :
- Meningkat : hipertiroidisme, subakut tiroiditis, kanker tiroid yang tidak

diterapi, penyakit Graves, tumor benigna, kista tiroid.


- Menurun : hipotiroidisme neonatal.

8. Antibodi Mikrosomal

a) Nilai rujukan : hasil tes negatif


b) Interpretasi : Adanya antibodi mikrosomal menunjukkan penyakit

tiroid autoimun, juga dapat ditemukan pada kanker tiroid. Pada

penderita dengan pengobatan tiroksin, bila ditemukan antibodi tiroid

memberi petunjuk kegagalan fungsi tiroid.

9. TS Ab

1) Nilai rujukan: hasil tes negatif


2) Interpretasi : TSAb ditemukan pada 70-80% penderita Graves yang

tidak mendapat pengobatan, 15% pada penyakit Hashimoto, 60%

pada penderita Graves oftalmik dan pada beberapa penderita kanker

tiroid.

OBAT ANTI TIROID

Tiroistatika atau zat-zat antitiroid adalah zat-zat yang berkhasiat

menekan produksi hormon tiroid. Khususnya digunakan pada keadaan

hiperfungsi kelenjar tersebut, yang seringkali disertai peningkatan sekresi


tiroksin. Keadaan itu disebut hipertiroidisme, hipertirosis atau

thyreotoxicose.

Antitiroid bekerja menghambat sintesis hormone tiroid dengan jalan

menghambat proses pengikatan/inkorporasi yodium pada residu tirosil dari

tiroglobulin. Selain itu antitiroid juga menghambat proses penggabungan

dari gugus yodotirosil untuk membentuk yodotironin. Obat-obat ini dapat

dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :

a. Thionamida : karbimazol, tiamazol, dan propiltiourasil. Obat-obatan ini

dahulu disebut thiourea yang menghambat secara langsung sintesa

hormon tiroid dengan jalan mencegah pengikatan iod pada tirosin atau

penggandengan mono- dan diiodtirosin menjadi T3 dan T4.

b. Bahan yang mengandung iodine : Kalium iodida, dalam dosis tinggi

menghambat sintesa dan pelepasan hormon-hormon tiroid. Tiroid

menjadi lebih padat (kecil) dan vaskularisasinya dikurangi, sehingga

digunakan pula untuk persiapan pembedahan.

c. B-adrenergic-antagonis : Propranolol, adakalanya digunakan untuk

mengurangi beberapa keluhan, seperti tachycardia dan kegelisahan.

Beta bloker ini mengurangi efek tiroksin di jaringan perifer dengan

jalan blokade susunan saraf simpatis.

Sediaan
No Nama Obat Dosis Mekanisme Kerja
beredar
Hipert
NeoMercazole Dosis awal kasus Menghambat ikatan
tirotok
Tablet ringan sehari 3-4 yodium sehingga
1 Karbimazol penya
( Inhealth, tablet dalam tiroksin tidak
persia
Jamsostek) dosis bagi. terbentuk.
operat

Obat ini merintangi

Propilthiouracil Dosis awal 300- pengubahan T4-T3

2 Propiltiourasil /PTU Tablet 600 mg sehari (yang lebih aktif) di Hipert

( Inhealth) terbagi tiap 8 jam. jaringan perifer,

misalnya dalam hati.

Tidak begitu jelas,

diduga karena Hipert

menurunkan curah pektor

jantung, menghambat jantun


Farmadral Tidak melebihi
3 Propanolol pelepasan renin di stenos
Tablet 320 mg sehari
ginjal, menghambat hipertr

tonus simpatetik di infark,

pusat vasomotor feokro

otak.
Obat yang di

gunakan pada struma

Ekspektoran 250- dan hipertirosis. Hipert

500 mg; sebelum Sesudah diserap Preme

Joodkali Tablet operasi tirotoksis dengan baik oleh profila


4 Kalium Iodida
(Jamsostek) 150 mg sehari usus, iodida ekspe

dalamdosis diabsorpsi secara mata,

terbagi. selektif oleh tiroid dan endem

dipekatkan sampai 25

kali.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wells, Barbara G et al. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7th edition. United

States : The McGraw-Hill Companie.


2. Sukandar, Elin Yulianah dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT ISFI

Penerbitan.
3. Hoan Tjay, Tan. 1978. Obat-Obat Penting. Jakarta : Pt Elex Media Komputindo.
4. Wiria, M.S.S., dan Handoko T., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4,

Ganiswara, S.G., Editor. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta.
5. Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., Fisher, B.D., 2001., Farmakologi

Ulasan Bergambar, Edisi 2.., Penerbit Widya Medika., Jakarta.


6. Ikatan Sarjana Farmsi Indonesia. ISO Farmakoterapi. PT ISFI Penerbitan,

Jakarta, 2009.
7. Neal. M.J., Farmakologis Medis. Edisi V. Penerbit Erlangga. Jakarta.
8. Sudoyo. A.W., 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, edisi 4. Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.


9. Anonim., Kelenjar_tiroid. Wikipedia. org/wiki.
10. Anonim., Penyakit Kelenjar Tiroid. Ms. Wikipedia. org/wiki/ kelenjar tiroid.
11. Anonim., Kelenjar Tiroid. Kompasiana.com.
12. Anonim., Test Laboratorium Tiroid. artikelkedokteran.com.
13. Gunawan, Gan Sulstia. 2009. Farmakolgi dan Terapi. Departemen Farmakolgi

Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta

14. IAI. ISO Indonesia volume 46. 2012.Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia.

15. John Rees dkk. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit buku

Kedokteran EGC

16. Wells BG., JT Dipiro, TL Schwinghammer, CW.Hamilton. 2006.

Pharmacoterapy Handbook 6th ed International edition, Singapore,

McGrawHill, 826-848.
17. Farthing K., MJ Ferill, JA Generally, B Jones, BV Sweet, JN Mazur, et al. 2007.

Drug Facts & Comparison 11th ed., St.Louis:Wolter Kluwer Health, 417-459

PDPI, 2004. Asma, Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.

18. Kasim, Fauzi, dkk. 2010-2011. Informasi Spesiallis Obat Indonesia Volume 45.

PT ISFI : Jakarta

19. Richards DM et al. Astemizole; Review of its pharmacodynamic properties and

therapeutic efficacy, Drugs 1984;28;38-61

20. Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2010. Obat-Obat Penting. Elex Media

Komputindo. Jakarta

21. Gunawan, Gan Sulstia. 2009. Farmakolgi dan Terapi. Departemen Farmakolgi

Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta

22. IAI. ISO Indonesia volume 46. 2012.Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia.

23. Kasim, Fauzi, dkk. 2010-2011. Informasi Spesiallis Obat Indonesia Volume 45.

PT ISFI : Jakarta
24. Richards DM et al. Astemizole; Review of its pharmacodynamic properties and

therapeutic efficacy, Drugs 1984;28;38-61


25. Ratu Saputri dkk. Medical and Scientific PT. Kenrose Indonesia Mequitazine

suatu antihistamin baru, kumpulan makalah simposium Penatalaksanaan

Penyakit Alergi, 10 September 1988.

26. Clisold SP et al. Loratadine A Preliminary review of its pharmacodynamic

properties and therapeutic efficacy, Drugs 1989;37:42-57.

27. Hilbert J et al. Pharmacokinetics and dose proportionality of Loratadine, J. Clin.

Pharmacoll 1987;27: 694-8.

28. Radwaski E. dkk. Loratadine: Multiple-Dose Pharmakokinetics J. Clin

Pharmacol 1987;27:530-3
29. Katelaris C Non sedating antihistamin in perspective, Medical Progress Sept.

1988; 8-12.

30. Krause LB, Shuster SA Comparison of astemizol & chlorpheniramine in

demographic urticaria. British Journal of Dermatology 1985,112;447- 453.

Você também pode gostar