Você está na página 1de 4

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi IDI 3 SKP

Tata Laksana Terkini Demam Tifoid


RHH Nelwan
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM-Jakarta

ABSTRAK
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi). Insidens penyakit ini sering dijumpai
di negara-negara Asia dan dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi. Pada permulaan penyakit, biasanya tidak tampak
gejala atau keluhan dan kemudian timbul gejala atau keluhan seperti demam sore hari dan serangkaian gejala infeksi umum dan pada saluran
cerna. Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan tambahan dari laboratorium. Terapi untuk demam
tifoid meliputi istirahat, pemberian anti-mikroba, antipiretika, serta nutrisi dan cairan yang adekuat. Salah satu anti-mikroba yang saat ini dapat
diberikan secara optimal cost-effective adalah levofloxacin 500 mg 1 kali sehari selama 7 hari. Strategi pencegahan meliputi higiene perorangan,
sanitasi lingkungan, penyediaan air bersih sampai dengan penggunaan vaksin.

Kata kunci: demam tifoid, fluoroquinolone

PENDAHULUAN lam, atau air laut dan selama berbulan-bulan mah tangga, yaitu adanya anggota keluarga
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik dalam telur yang sudah terkontaminasi atau dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak
yang disebabkan oleh Salmonella enterica tiram yang dibekukan.1 Pada daerah endemik, adanya sabun untuk mencuci tangan, meng-
serovar typhi (S typhi).1-3 Salmonella enterica infeksi paling banyak terjadi pada musim ke- gunakan piring yang sama untuk makan, dan
serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat me- marau atau permulaan musim hujan.1 Dosis tidak tersedianya tempat buang air besar da-
nyebabkan infeksi yang disebut demam yang infeksius adalah 103-106 organisme yang lam rumah.5
paratifoid.3 Demam tifoid dan paratifoid ter- tertelan secara oral.1,2 Infeksi dapat ditularkan
masuk ke dalam demam enterik. Pada daerah melalui makanan atau air yang terkontami- Berikut ini gambar mengenai insidens demam
endemik, sekitar 90% dari demam enterik ada- nasi oleh feses.1 Di Indonesia, insidens de- tifoid dan usia rata-rata pasien dari studi me-
lah demam tifoid.3 Demam tifoid juga masih mam tifoid banyak dijumpai pada populasi ngenai demam tifoid di 5 negara Asia, yang
menjadi topik yang sering diperbincangkan.4 yang berusia 3-19 tahun.1 Selain itu, demam salah satunya adalah Indonesia (lihat gambar
tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan ru- 1).6
Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid
700 15
menurun di USA dan Eropa dengan keterse-
diaan air bersih dan sistem pembuangan
600 14

Mean age of typhoid fever patients (years)


yang baik yang sampai saat ini belum dimili-
Typhoid fever incidence (per 100 000)

ki oleh sebagian besar negara berkembang.1


500 13
Secara keseluruhan, demam tifoid diperkira-
kan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan
400 12
216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens
demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000
300 11
populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah
dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungki-
200 10
nan Afrika Selatan; yang tergolong sedang
(10-100 kasus per 100.000 populasi per ta-
100 9
hun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin,
dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia
Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus 0 8
Pakistan India Indonesia Viet Nam China
per 100.000 populasi per tahun) di bagian
dunia lainnya.1
Typhoid fever incidence (per 100 000) Mean age of typhoid fever patients

Manusia adalah satu-satunya penjamu yang 95% confidence interval


alamiah dan merupakan reservoir untuk Sal-
Age group: 5-15 years.
monella typhi.1 Bakteri tersebut dapat bertahan
hidup selama berhari-hari di air tanah, air ko- Gambar 1 Rentang insidens demam tifoid dan usia pasien di beberapa negara Asia

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 247

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 247 4/10/2012 2:55:51 PM


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

PATOGENESIS demam yang berangsur makin tinggi setiap yang sering ditemukan pada gambaran darah
Patogenesis demam tifoid merupakan pro- harinya, rasa tidak nyaman di perut, serta be- tepi adalah aneosinofilia (menghilangnya eo-
ses yang kompleks yang melalui beberapa raneka ragam keluhan lainnya.2 sinofil).
tahapan.7 Setelah kuman Salmonella typhi
tertelan, kuman tersebut dapat bertahan Gejala yang biasanya dijumpai adalah demam Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan
terhadap asam lambung dan masuk ke da- sore hari dengan serangkaian keluhan klinis, pemeriksaan laboratorium didasarkan pada 3
lam tubuh melalui mukosa usus pada ileum seperti anoreksia, mialgia, nyeri abdomen, prinsip, yaitu:9
terminalis.2 Di usus, bakteri melekat pada dan obstipasi. Dapat disertai dengan lidah Isolasi bakteri
mikrovili, kemudian melalui barier usus yang kotor, nyeri tekan perut, dan pembengkakan Deteksi antigen mikroba
melibatkan mekanisme membrane ruffling, pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa Titrasi antibodi terhadap organisme pe-
actin rearrangement, dan internalisasi dalam atau kedua-duanya1,2 Pada anak, diare sering nyebab
vakuola intraseluler.2 Kemudian Salmonella dijumpai pada awal gejala yang baru, kemudi-
typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika an dilanjutkan dengan konstipasi.2 Konstipasi Kultur darah merupakan gold standard me-
dan masuk ke dalam pembuluh darah mela- pada permulaan sering dijumpai pada orang tode diagnostik dan hasilnya positif pada
lui sistem limfatik.2 Bakteremia primer terjadi dewasa.1 Walaupun tidak selalu konsisten, 60-80% dari pasien, bila darah yang tersedia
pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan bradikardi relatif saat demam tinggi dapat di- cukup (darah yang diperlukan 15 mL untuk
gejala dan kultur darah biasanya masih mem- jadikan indikator demam tifoid.1,2 Pada sekitar pasien dewasa).9 Untuk daerah endemik di-
berikan hasil yang negatif.2 Periode inkubasi 25% dari kasus, ruam makular atau makulo- mana sering terjadi penggunaan antibiotik
ini terjadi selama 7-14 hari.2,7 papular (rose spots) mulai terlihat pada hari ke yang tinggi, sensitivitas kultur darah rendah
7-10, terutama pada orang berkulit putih, dan (hanya 10-20% kuman saja yang terdeteksi).10
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan me- terlihat pada dada bagian bawah dan abdo-
nyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi men pada hari ke 10-15 serta menetap selama Peran pemeriksaan Widal (untuk mendeteksi
dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, 2-3 hari.2 antibodi terhadap antigen Salmonella typhi)
yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Ku- masih kontroversial.9 Biasanya antibodi an-
man juga dapat melakukan replikasi dalam Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami tigen O dijumpai pada hari 6-8 dan antibodi
makrofag.2 Setelah periode replikasi, kuman komplikasi, terutama pada yang sudah sakit terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12
akan disebarkan kembali ke dalam sistem selama lebih dari 2 minggu.1,7 Komplikasi yang setelah sakit.9 Pada orang yang telah sembuh,
peredaran darah dan menyebabkan baktere- sering dijumpai adalah reaktif hepatitis, perda- antibodi O masih tetap dapat dijumpai set-
mia sekunder sekaligus menandai berakhirnya rahan gastrointestinal, perforasi usus, ensefa- elah 4-6 bulan dan antibodi H setelah 10-12
periode inkubasi.1,2 Bakteremia sekunder me- lopati tifosa, serta gangguan pada sistem tu- bulan.8 Karena itu, Widal bukanlah pemerik-
nimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit buh lainnya mengingat penyebaran kuman saan untuk menentukan kesembuhan penya-
kepala, dan nyeri abdomen.7 adalah secara hematogen.7 kit.8 Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer
sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berse-
Bakteremia dapat menetap selama beberapa Bila tidak terdapat komplikasi, gejala klinis lang beberapa hari atau bila klinis disertai hasil
minggu bila tidak diobati dengan antibiotik.3 akan mengalami perbaikan dalam waktu 2-4 pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata titer
Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, minggu.2 orang sehat setempat.
limpa, sumsum tulang, kandung empedu,
dan Peyers patches di mukosa ileum termi- DIAGNOSIS Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibo-
nal.3 Ulserasi pada Peyers patches dapat terjadi Diagnosis dini demam tifoid dan pemberian di IgM. Hasil pemeriksaan yang positif menun-
melalui proses inflamasi yang meng-akibatkan terapi yang tepat bermanfaat untuk menda- jukkan adanya infeksi terhadap Salmonella.
nekrosis dan iskemia.7 Komplikasi perdarahan patkan hasil yang cepat dan optimal sehing- Antigen yang dipakai pada pemeriksaan ini
dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi. ga dapat mencegah terjadinya komplikasi.2 adalah O9 dan hanya dijumpai pada Salmo-
Pengetahuan mengenai gambaran klinis pe- nella serogroup D.9
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih nyakit sangat penting untuk membantu men-
menetap dalam organ-organ sistem retiku- deteksi dini penyakit ini.8 Pada kasus-kasus Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot
loendotelial dan berkesempatan untuk ber- tertentu, dibutuhkan pemeriksaan tambahan yang dapat mendeteksi IgM dan IgG. Terde-
proliferasi kembali.3 Menetapnya Salmonella dari laboratorium untuk membantu mene- teksinya IgM menunjukkan fase akut demam
dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai gakkan diagnosis.8 tifoid, sedangkan terdeteksinya IgG dan IgM
pembawa kuman atau carrier.3 menunjukkan demam tifoid akut pada fase
Gambaran darah tepi pada permulaan pe- pertengahan.9 Antibodi IgG dapat menetap
GEJALA KLINIS nyakit dapat berbeda dengan pemeriksaan selama 2 tahun setelah infeksi, oleh karena itu,
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, pada keadaan penyakit yang lanjut. Pada per- tidak dapat untuk membedakan antara kasus
dapat muncul keluhan atau gejala yang ber- mulaan penyakit, dapat dijumpai pergeseran akut dan kasus dalam masa penyembuhan.9
variasi mulai dari yang ringan dengan demam hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan
yang tidak tinggi, malaise, dan batuk kering pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah Yang lebih baru lagi adalah Typhidot M yang
sampai dengan gejala yang berat dengan tepi ke kanan (limfositosis relatif ). Ciri lain hanya digunakan untuk mendeteksi IgM saja.9

248 CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 248 4/10/2012 2:55:51 PM


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Typhidot M memiliki sensitivitas dan spesifisi- acid resistant Salmonella typhi (NARST) merupa- fluoroquinolone yang saat ini telah diteliti dan
tas yang lebih tinggi dibandingkan Typhidot.10 kan petanda berkurangnya sensitivitas terha- memiliki efektivitas yang baik adalah levo-
Pemeriksaan ini dapat menggantikan Widal, dap fluoroquinolone.11 Terapi antibiotik yang floxacin. Studi komparatif, acak, dan tersamar
tetapi tetap harus disertai gambaran klinis se- diberikan untuk demam tifoid tanpa komplika- tunggal telah dilakukan untuk levofloxacin ter-
suai yang telah dikemukakan sebelumnya.9 si berdasarkan WHO tahun 2003 dapat dilihat hadap obat standar ciprofloxacin untuk terapi
pada tabel 1.11 demam tifoid tanpa komplikasi.12 Levofloxacin
TERAPI diberikan dengan dosis 500 mg, 1 kali sehari
Terapi pada demam tifoid adalah untuk men- Antibiotik golongan fluoroquinolone (cipro- dan ciprofloxacin diberikan dengan dosis 500
capai keadaan bebas demam dan gejala, floxacin, ofloxacin, dan pefloxacin) merupakan mg, 2 kali sehari masing-masing selama 7 hari.
mencegah komplikasi, dan menghindari ke- terapi yang efektif untuk demam tifoid yang Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa pada
matian.1 Yang juga tidak kalah penting adalah disebabkan isolat tidak resisten terhadap fluo- saat ini levofloxacin lebih bermanfaat diban-
eradikasi total bakeri untuk mencegah kekam- roquinolone dengan angka kesembuhan klinis dingkan ciprofloxacin dalam hal waktu penu-
buhan dan keadaan carrier.1 sebesar 98%, waktu penurunan demam 4 runan demam, hasil mikrobiologi dan secara
hari, dan angka kekambuhan dan fecal carrier bermakna memiliki efek samping yang lebih
Pemilihan antibiotik tergantung pada pola kurang dari 2%.1 sedikit dibandingkan ciprofloxacin.12
sensitivitas isolat Salmonella typhi setempat.1
Munculnya galur Salmonella typhi yang resist- Fluoroquinolone memiliki penetrasi ke jaringan Selain itu, pernah juga dilakukan studi terbu-
en terhadap banyak antibiotik (kelompok MDR) yang sangat baik, dapat membunuh S. typhi ka di lingkungan FKUI mengenai efikasi dan
dapat mengurangi pilihan antibiotik yang akan intraseluler di dalam monosit/makrofag, serta keamanan levofloxacin pada terapi demam
diberikan. Terdapat 2 kategori resistensi antibio- mencapai kadar yang tinggi dalam kandung tifoid tanpa komplikasi.13 Levofloxacin diberi-
tik yaitu resisten terhadap antibiotik kelompok empedu dibandingkan antibiotik lain.11 kan dengan dosis 500 mg, 1 kali sehari selama
chloramphenicol, ampicillin, dan trimethoprim- 7 hari. Efikasi klinis yang dijumpai pada studi
sulfamethoxazole (kelompok MDR) dan resisten Berbagai studi telah dilakukan untuk menilai ini adalah 100% dengan efek samping yang
terhadap antibiotik fluoroquinolone.11 Nalidixic efektivitas fluoroquinolone dan salah satu minimal. Dari studi ini juga terdapat tabel
perbandingan rata-rata waktu penurunan de-
Tabel 1 Antibiotik yang diberikan pada demam tifoid tanpa komplikasi menurut WHO 2003 mam di antara berbagai jenis fluoroquinolone
yang beredar di Indonesia di mana penu-
runan demam pada levofloxacin paling cepat,
yaitu 2,4 hari.13

Sebuah meta-analisis yang dipublikasikan


pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa pada
demam enterik dewasa, fluoroquinolone lebih
baik dibandingkan chloramphenicol untuk
mencegah kekambuhan.14

Namun, fluoroquinolone tidak diberikan pada


anak-anak karena dapat mengakibatkan gang-
guan pertumbuhan dan kerusakan sendi.1,2,11

Chloramphenicol sudah sejak lama digunakan


dan menjadi terapi standar pada demam ti-
foid namun kekurangan dari chloramphenicol
Tabel 2 Antibiotik yang diberikan pada demam tifoid berat menurut WHO 2003 adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%),
angka terjadinya carrier juga tinggi, dan toksis
pada sumsum tulang.11,15

Azithromycin dan cefixime memiliki angka kes-


embuhan klinis lebih dari 90% dengan waktu
penurunan demam 5-7 hari, durasi pemberi-
annya lama (14 hari) dan angka kekambuhan
serta fecal carrier terjadi pada kurang dari 4%.1

Pasien dengan muntah yang menetap, di-


are berat, distensi abdomen, atau kesadaran
menurun memerlukan rawat inap dan pasien

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 249

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 249 4/10/2012 2:55:54 PM


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

dengan gejala klinis tersebut diterapi seba- Selain strategi di atas, dikembangkan pula selama 46 bulan dengan efikasi perlind-
gai pasien demam tifoid yang berat.1 Terapi vaksinasi terutama untuk para pendatang ungan sebesar 89%.
antibiotik yang diberikan pada demam tifoid dari negara maju ke daerah yang endemik
berat menurut WHO tahun 2003 dapat dilihat demam tifoid.1 Vaksin-vaksin yang sudah ada RINGKASAN
di tabel 2.11 Walaupun di tabel ini tertera ce- yaitu:1,2 Demam tifoid masih menjadi masalah
fotaxime untuk terapi demam tifoid tetapi kesehatan yang penting di negara yang
sayangnya di Indonesia sampai saat ini tidak Vaksin Vi Polysaccharide sedang berkembang di Asia, termasuk
terdapat laporan keberhasilan terapi demam Vaksin ini diberikan pada anak dengan Indonesia. Juga di Afrika Selatan dan
tifoid dengan cefotaxime. usia di atas 2 tahun dengan dinjeksikan Amerika Latin.
secara subkutan atau intra-muskuler. Vak- Diagnosis demam tifoid ditegakkan ber-
Selain pemberian antibiotik, penderita perlu sin ini efektif selama 3 tahun dan direko- dasarkan gambaran klinis dan pemerik-
istirahat total serta terapi suportif. Yang diberi- mendasikan untuk revaksinasi setiap 3 saan tambahan dari laboratorium.
kan antara lain cairan untuk mengkoreksi tahun. Vaksin ini memberikan efikasi per- Terapi yang diberikan adalah istirahat,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan lindungan sebesar 70-80%. diet lunak, dan antimikroba. Pada saat ini,
antipiretik.1,2 Nutrisi yang adekuat melalui Vaksin Ty21a antimikroba dengan waktu penurunan
TPN dilanjutkan dengan diet makanan yang Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan sa- demam cepat, pemberian praktis 1 kali
lembut dan mudah dicerna secepat keadaan lut enterik dan cair yang diberikan pada sehari selama 7 hari, dan efek samping
mengizinkan.1,2 anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberi- minimal adalah levofloxacin.
kan 3 dosis yang masing-masing diselang Diagnosis demam tifoid yang ditegakkan
PENCEGAHAN 2 hari. Antibiotik dihindari 7 hari sebelum secara dini dan disertai pemberian terapi
Strategi pencegahan yang dipakai adalah un- dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini efektif yang tepat mencegah terjadinya kom-
tuk selalu menyediakan makanan dan minu- selama 3 tahun dan memberikan efikasi plikasi, kekambuhan, pembawa kuman
man yang tidak terkontaminasi, higiene per- perlindungan 67-82%. (carrier), dan kemungkinan kematian.
orangan terutama menyangkut kebersihan Vaksin Vi-conjugate Strategi pencegahan diarahkan pada
tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 ta- ketersediaan air bersih, menghindari
dan tersedianya air bersih sehari-hari.1 Strategi hun di Vietnam dan memberikan efikasi makanan yang terkontaminasi, higiene
pencegahan ini menjadi penting seiring de- perlindungan 91,1% selama 27 bulan set- perorangan, sanitasi yang baik, dan pem-
ngan munculnya kasus resistensi.1 elah vaksinasi. Efikasi vaksin ini menetap berian vaksin sesuai kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S. Typhoid fever and paratyphoid fever. Lancet 2005; 366: 749-62.
2. Bhutta ZA. Typhoid fever: current concepts. Infect Dis Clin Pract 2006; 14: 266-72.
3. Parry CM. Epidemiological and clinical aspects of human typhoid fever [Internet]. 2005 [cited 2011 Mar 3]. Available from: www.cambridge.org
4. Pohan HT. Management of resistant Salmonella infection. Paper presented at: 12th Jakarta Antimicrobial Update; 2011 April 16-17; Jakarta, Indonesia.
5. Vollaard AM, Ali S, Van Asten HAGH, Widjaja S, Visser LG, Surjadi C, et. al. Risk factors for typhoid and paratyphoid fever in Jakarta, Indonesia. JAMA 2004; 291: 2607-15.
6. Ochiai RL, Acosta JC, Danovaro-Holliday MC, Baiqing D, Bhattacharya SK, Agtini M, et al. A study of typhoid fever in five Asian countries: disease burden and implications for controls. Bull
World Health Organ. 2008;86:260-8.
7. Typhoid fever. Surgery in Africa-Monthly Review [Internet]. 2006 Feb 11 [cited 2011 Mar 3 ]. Available from: http://www.ptolemy.ca/members/archives/2006/typhoid_fever.htm
8. Zulkarnain I. Diagnosis demam tifoid. In: Zulkarnain I, Editors. Buku panduan dan diskusi demam tifoid. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000:
p.6-12.
9. Mehta KK. Changing trends in typhoid fever. Medicine Update 2008; 18: 201-4.
10. Bhutta ZA. Current concepts in the diagnosis and treatment of typhoid fever. BMJ 2006; 333: 78-82.
11. Background document: the diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever [Internet]. 2003 [cited 2010 Nov 25]. Available from: www.who-int/vaccines-documents/
12. Nelwan RHH, Lie KC, Hadisaputro S, Suwandoyo E, Suharto, Nasronudin, et al. A single-blind randomized multicentre comparative study of efficacy and safety of levofloxacin vs ciprofloxa-
cin in the treatment of uncomplicated typhoid fever. Paper presented at: 55th Annual Meeting ASTMH; 2006 Nov; Atlanta, USA.
13. Nelwan RHH, Chen K, Nafrialdi, Paramita D. Open study on efficacy and safety of levofloxacin in treatment of uncomplicated typhoid fever. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2006;
37(1): 126-30.
14. Thaver D, Zaidi AKM, Critchley J, Azmatullah A, Madni SA, Bhutta ZA. A comparison of fluoroquinolones versus other antibiotics for treating enteric fever: meta-analysis. BMJ 2009; 338:
1-11.
15. Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy AJ. Current trends in the management of typhoid fever. MJAFI 2003; 59: 130-5.

250 CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 250 4/10/2012 2:55:56 PM

Você também pode gostar