Você está na página 1de 34

LAPORAN KASUS

EFUSI PLEURA EC TB PRIMER

PEMBIMBING :

dr. Thomas Harry Adoe, Sp.A(K)

PENYUSUN :
Anggi Lewis R.P Aruan
1161050113

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA 2016
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Efusi pleura ec TB primer dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di RSUD Bekasi
Periode 01 Agustus 08 Oktober 2016. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan
untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang kejang demam.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Thomas Harry Adoe,SpA(K) selaku pembimbing dalam
penyusunan laporan kasus ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah
membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesarbesarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.

Jakarta, Oktober 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI .............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................4
1.1 Latar belakang...................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS ...............................................................................5
BAB III ANALISIS KASUS ...............................................................................17
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................19
3.1 Definisi..............................................................................................19
3.2 Epidemiologi....................................................................................19
3.3 Etiologi.............................................................................................19
3.4 Faktor risiko.....................................................................................20
3.5 Patofisiologi.....................................................................................21
3.6 Manifestasi klinis.............................................................................23
3.7 Diagnosis..........................................................................................25
3.8 Penatalaksanaan...............................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................31

3
BAB I
PENDAHULUAN

(TB) paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang,
tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di
negara maju. Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah
kasus TB anak per tahun adalah 5 - 6% dari total kasus TB. Pada tahun 1989, WHO
memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan 450.000
anak usia < 15 tahun meninggal dunia karena TB.1
Di Asia tenggara, selama 10 tahun, diperkirakan bahwa jumlah jumlah kasus
baru adalah 35,1 juta, 8% diantaranya (2,8 juta) disertai infeksi HIV. Menurut WHO
(1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta
kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus). Sebanyak 10%
dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia < 15 tahun. Peningkatan jumlah kasus TB
di berbagai tempat saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: 1) diagnosis
tidak tepat, 2) pengobatan tidak adekuat, 3) program penanggulangan tidak
dilaksanakan dengan tepat, 4) infeksi endemik HIV, 5) migrasi penduduk, 6)
mengobati sendiri (self treatment), 7) meningkatnya kemiskinan dan 8) pelayanan
kesehatan yang kurang memadai. 2
Salah satu masalah yang selalu terkait erat dengan TB yaitu masalah gizi yang
dalam hal ini adalah malnutrisi (Kekurangan Energi Protein/KEP). Prevalensi yang
tinggi terdapat pada anak dibawah usia 5 tahun. KEP diklasifikasikan menjadi KEP
derajat ringan (gizi kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum
menunjukkan gejala yang khas dan kelainan biokimia, hanya dijumpai gangguan
pertumbuhan. Telah lama diketahui adanya hubungan sinergis antara KEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi.3

BAB II
LAPORAN KASUS

4
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. H Tn. H Ny. K
Umur 12 tahun 32 tahun 32 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Jl. Pemuda RT 003/RW 005, Kranji
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Betawi
Pendidikan SMP SMP SMP
Pekerjaan Pelajar Wiraswasta Wiraswasta
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
Kandung
Tanggal Masuk 24 Oktober 2016
RS

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis pada tanggal 25 Oktober 2016
pukul 14.00 di bangsal Melati RSUD Bekasi.
a. Keluhan Utama :
Demam terus menerus 3 hari SMRS.
b. Keluhan Tambahan :
Sesak napas, dada terasa sakit, mual, muntah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke IGD RSUD Bekasi pada tanggal 24 Oktober 2016
pukul 01.00 dini hari oleh Ibunya dengan keluhan demam terus menerus 3 hari
SMRS. Demam terus menerus dalam sehari dan tidak pernah turun. 1 hari
SMRS demam hingga 410C diukur menggunakan termometer. Demam disertai
mual dan muntah sebanyak 5x hanya air saja 1 hari SMRS. Pasien juga
merasakan nyeri di ulu hati. Selain itu, sesak napas juga dirasakan oleh pasien
dan sesak napas tidak semakin memberat. Nyeri dada sebelah kiri dirasakan
oleh pasien terutama saat pasien sedang menarik napas namun tidak
mengetahui sejak kapan nyeri dada berlangsung. Napsu makan pasien
menurun dimana menjadi sulit makan dan pasien semakin kurus sejak 3 bulan
terakhir. Pasien baru saja dirawat 2 minggu yang lalu karena tipes. Selama 1
minggu setelah dirawat, pasien tidak demam dan sudah dapat beraktivitas
kembali namun pasien kembali demam sejak 3 hari SMRS.

5
Pasien menyangkal adanya batuk lama, pilek, keringat pada malam
hari, kejang, serta gangguan pada BAK dan BAB.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah dirawat di RS Tiara 3 bulan yang lalu karena demam
tinggi dan dinyatakan tipes. Demam tidak disertai adanya batuk dan pilek.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Candidiasis - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid +/12 tahun Gastritis - Radang paru -
Otitis - Herpes - Tuberkulosis -
Zooster paru
Parotis - Operasi - Morbili -

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Di dalam keluarga yaitu tante pasien pernah menjalani pengobatan flek


paru selama kurang lebih 9 bulan 2 tahun yang lalu.

f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Morbiditas Tidak ada


KEHAMILAN
Perawatan antenatal Rutin kontrol, 1x perbulan

KELAHIRAN Tempat kelahiran Klinik

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Spontan

Masa gestasi Cukup bulan (37 minggu)

6
BBL : 2900 gram
PB : 44 cm
Keadaan bayi
Apgar Score tidak diketahui
Tidak ada kelainan bawaan

g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan gigi I : usia 5 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Duduk : 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 15 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Bicara : 15 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik

h. Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim

0-2 +/+ - - -

2-4 +/+ + - -

4-6 +/- + + -

6-7 +/- + + -

8-10 +/- + - +

Kesan : Pasien mendapat ASI hingga pasien berusia 18 bulan. Pasien sudah
diberikan pisang sejak berusia 0 bulan hingga usia 4 bulan.

i. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG - - - 12 bln

DPT 2 bln 4 bln 6 bln -

Polio lahir 2 bln 4 bln 6 bln

Campak - - - 9 bln

7
Hepatitis B lahir 1 bln 6 bln -

Kesan : Riwayat imunisasi dasar pasien tidak lengkap.

j. Riwayat Keluarga

Ayah Ibu

Nama Tn. H Ny. K

Perkawinan ke 1 1

Umur perkawinan 17 tahun 17 tahun

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Pasien tinggal di rumah kontrakan, dinding terbuat dari tembok, atap
terbuat dari genteng, dan ventilasi kurang. Dalam 1 rumah terdapat 4 anggota
keluarga. Menurut pengakuan keluarga pasien, lingkungan rumah padat
penduduk sehingga ventilasi dan pencahayaan kurang baik. Sumber air bersih
berasal dari PAM.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 29 September 2016 di bangsal Melati
RSUD Kota Bekasi.
Status generalis (Anak perempuan, 9 bulan, BB: 27 kg, TB: 148 cm)

a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang


b. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Frekuensi nadi : 132 x/m
Frekuensi pernapasan : 26 x/m
Suhu tubuh : 38,10C
c. Data antropometri
Berat badan : 27 kg
Tinggi badan : 148 cm
o BB anak/U x 100% : 67,5%
o TB anak/U x 100% :

8
o BB anak / TB anak x 100%:
o BMI / U anak x 100%:
Intrepetasi :

9
10
11
d. Kepala
Bentuk : Normocephali, simetris, ubun-ubun tidak
cekung
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-,
pupil bulat isokor.
Telinga : Normotia, sekret -/-, otalgia -/-
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, NCH -/-,
hematom (-)
Mulut : Bibir kering, lidah kotor (-)
Leher : Bentuk simetris, pembesaran KGB (-)
e. Thorax
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
napas cuping hidung (-)
o Palpasi : Gerak napas simetris, vocal fremitus menurun
pada lapang paru kiri
Perkusi : Redup pada hemithorax kiri setinggi ICS V-
VIII linea axillaris anterior kiri
Auskultasi
Pulmo : Suara napas vesikuler melemah pada paru kiri, ronki
-/-, wheezing -/-
Cor : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak distended
Auskultasi : Bising usus normal, frekuensi 4x/menit
Palpasi : Teraba supel, nyeri tekan (+) pada regio epigastrika,
turgor kembali cepat
Perkusi : Shifting dullness (-) , nyeri ketuk (-), timpani diseluruh
lapang abdomen
g. Kulit : Pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
h. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), oedem (-), CRT < 2 detik.
i. Status neurologis

12
Kesadaran kuantitatif : GCS (E4 V6 M5 = 15)
Refleks Fisiologis
Pemeriksaan Kanan Kiri

Superior dan Inferior

Bisep ++ ++

Trisep ++ ++

KPR ++ ++

APR ++ ++

13
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium hematologi (24/10/2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 9,5 g/dL 13 17,5

Hematokrit 32,0 % 40 54

Eritrosit 4,84 juta/uL 45

LED 61 mm 0 10

Leukosit 3,4 ribu u/L 5 10

Trombosit 279 ribu/uL 150 400

MCV 66,1 fL 82 92

MCH 19,6 pg 27 32

MCHC 29,7 % 32 37

Basophil 0 <1

Eosinophil 0 1-3

Batang 1 2-6

Segmen 79 52 70

Limfosit 10 20 40

Monosit 10 2-8

GDS 96 mg/dL 60 - 110

Natrium 132 mmol/L 135 145

Kalium 4.4 mmol/L 3,5 5,0

Clorida 96 mmol/L 94 - 111

14
b. Imunoserologi
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Widal
S. Typhi- O 1/80 Negatif 1/80
S. Paratyphi AO Negatif Negatif 1/80
S. Paratyphi BO 1/40 Negatif 1/80
S. Paratyphi CO Negatif Negatif 1/80
S. Typhi- H 1/40 Negatif 1/80
S. Paratyphi AH Negatif Negatif 1/80
S. Paratyphi BH 1/160 Negatif 1/80
S. Paratyphi CH 1/40 Negatif 1/80

c. Rontgen

Rontgen tanggal 25 Oktober 2016.


Foto : Thorax PA
Deskripsi : cor tidak dapat dievaluasi, sinus dan diafragma kiri
berselubung . Pulmo: infiltrat di lapangan atas dan tengah paru kiri, lapangan
tengah paru kanan, dan perselubungan homogen paru kiri.
Kesan : - Tb paru primer
- Efusi pleura kiri

15
IV. RESUME

Pasien dibawa ke IGD RSUD Bekasi pada tanggal 24 Oktober 2016 pukul
01.00 dini hari oleh Ibunya dengan keluhan demam terus menerus 3 hari SMRS.
Demam terus menerus dalam sehari dan tidak pernah turun. 1 hari SMRS demam
hingga 410C diukur menggunakan termometer. Demam disertai mual dan muntah
sebanyak 5x hanya air saja 1 hari SMRS. Pasien juga merasakan nyeri di ulu hati.
Selain itu, sesak napas juga dirasakan oleh pasien dan sesak napas tidak semakin
memberat. Nyeri dada sebelah kiri dirasakan oleh pasien terutama saat pasien sedang
menarik napas namun tidak mengetahui sejak kapan nyeri dada berlangsung. Napsu
makan pasien menurun dimana menjadi sulit makan dan pasien semakin kurus sejak 3
bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, TD 110/80 mmHg, RR 26 x/menit, HR 132 x/menit dan
suhu 38,10C. Status gizi pasien menurut CDC termasuk gizi buruk. Status generalis
diperoleh nyeri tekan epigastrika dan pemeriksaan neurologis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi ditemukan Hb 9,5g/dL, Ht 32%,
LED 61 mm, hitung jenis 0/0/1/79/10/10, Na 132. Pada foto thorax didapatkan
gambaran TB paru aktif dan efusi pleura kiri.

V. DIAGNOSIS KERJA
- Efusi pleura ec. TB primer

VI. DIAGNOSIS BANDING


Bronkopneumonia

VII.PEMERIKSAAN ANJURAN
- Tes mantoux
- Pungsi pleura

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
2 HRZ + Prednison
- INH 270 mg/hari

16
- Rifampisin 270 mg/hari
- Pirazinamid 810 mg/hari
- Prednison 27 mg/hari 3 3 3
Non medikamentosa
Memberikan penjelasan kepada keluarga, bahwa TB paru memerlukan
pengobatan yang lama 6 bulan.
Edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya kepatuhan meminum obat
setiap hari.
Skrining terhadap saudara pasien dan kedua orang tua pasien.
Pengobatan pada keluarga yang menderita TB.
Kontrol tiap 1 bulan sekali.

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP
S O A P
24/10/201 Nyeri kepala KU: CM, TSS - obs. Febris - IVFD Kaen 3B
6 sebelah kanan HR: 110/60 mmHg - prolonged fever - cefotaxime
berdenyut, demam RR: 22 x/mnt 2x500 mg i.v
(+), batuk (-), T: 38,20C - paracetamol
makan dan minum Mata: ca+/+, si-/- 3x200 mg
sedikit. Thorax: bj I-II reg,
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (+) regio
epigastrium
Ekstremitas: Akral
hangat (+), CRT <
2
25/10/201 Demam (-), nyeri KU: CM, TSS - Obs. Febris - IVFD Kaen 3B
6 kepala sebelah TD: 110/70 mmHg - Cefotaxim 2x1
kanan (+) hingga HR: 92x/m gr
tidak bisa tidur, RR: 22x/m - Ranitidin 2x1
mual (+), muntah T: 37,00C - Paracetamol

17
(+) setiap kali Mata: ca +/+, si -/- 3x200 mg
makan, nyeri ulu Thorax: bj I-II reg,
hati (+), sulit m(-), g(-), snv +/+,
makan dan minum. Rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU (+)
(N), NT (+)
epigastrium
Ekstremitas: Akral
hangat (+), CRT <
2
26/10/201 Demam (+), sakit KU: CM, TSS - TB paru dengan 2 RHZE +
6 kepala (+), sesak TD: 90/70 mmHg efusi pleura prednisone
(-), nyeri ulu hati HR: 96x/m
(+), muntah 1x (+), RR: 22x/m
sulit makan. T: 38,00C
Mata: ca +/+, si -/-
Thorax: bj I-II reg,
m (-), g (-), snv +/
+, rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU (+)
N, NT (+)
epigastrium
Ekstremitas: Akral
hangat (+), CRT <
2
27/10/201 Demam (+), sakit KU: CM, TSS - TB paru dengan
6 kepala berkurang, TD: 110/80 mmHg efusi pleura
sudah mau makan HR: 130x/m
dan minum, BAK RR: 24x/m
berwarna merah. T: 38,00C
Mata: CA +/+, SI
-/-
Thorax: bj I-II reg,
m (-), g (-), snv +/
+, rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU (+)
3x/mnt, NT (+)
epigastrium
Ekstremitas: Akral
hangat (+), CRT <
2

BAB III

18
ANALISIS KASUS

No Kasus Teori
.
1. Demam tinggi selama Proses inflamasi yang terjadi selama masa
3 hari inkubasi (4-8 minggu) dimana kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah
103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular
produksi sitokin pro-inflamasi.
Sesak napas Terjadi peningkatan permeabilitas dinding
kapiler pembuluh darah akibat peradangan
pleura sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan
membentuk efusi pleura.
Berat badan menurun Berkurangnya napsu makan terganggunya
metabolisme akibat respon imun dan inflamasi
disertai berkurangnya massa otot.
Nyeri dada Terjadinya inflamasi pada parenkim paru yang
menyebabkan pleuritic chest pain.

Tidak terdapat batuk TB paru pada anak berlokasi di parenkim paru


dimana pada daerah tersebut tidak terdapat
reseptor batuk.

19
2. PemeriksaanFisik
gejala sistemik/umum pada anak berupa:
keadaan umum:
demam lama (> 2 minggu) dan/atau
tampak sakit sedang,
berulang tanpa sebab yang jelas,
kesadaran: compos
demam umumnya tidak tinggi.
mentis, HR: 132
Napsu makan tidak ada (anoreksia)
x/menit, RR: 26
atau berkurang.
x/menit, suhu:
3. Respiratory rate yang meningkat karena
38,1oC.
pasien sesak.

Dimasukkan ke dalam kriteria Waterlow, maka


data antropometri:
termasuk gizi buruk yaitu < 70%
BB anak/BB ideal x
100% 27/40 x
100%=67,5%

Terdapat efusi pleura

perkusithorax:redup
setinggi ICS VVIII
lineaaxillarisanterior Peningkatan asam lambung inflamasi pada
kiri. mukosa lambung.

Nyeri tekan
epigastrika
Respon inflamasi disertai penurunan MCV
PemeriksaanPenunjang yang kemungkinan menandakan adanya atau
inflamasi dan kronik.
Hb menurun: 9,5
Akibat berkurangnya sel darah merah, salah
gr/dL
satunya anemia yang ditandai Hb yang
menurun.
Proses infeksi kronis
Htrendah:32,0%
Meningkat menandakan adanya infeksi bakteri

LED meningkat:

20
61mm

Hitung jenis netrofil


segmen:79

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB anak
adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.4

II. Epidemiologi
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara
berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-
50% dari jumlah seluruh populasi. Sekurang-kurangnya 500.000 anak
menderita TB setiap tahunnya. 200 anak di dunia meninggal setiap hari
akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahunnya. Beban kasus TB anak
di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostic yang child-

21
friendly dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB
anak.
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB anak di
antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi
8,5% pada tahun 2011, dan 8,2% pada tahun 2012. Kasus TB anak
dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun dengan
jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun lebih tinggi. Kasus BTA
positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan pada tahun 2011 meningkat menjadi 6,3% dan pada tahun 2012
sebesar 6%.4

III. Etiologi
Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri ini berbentuk batang lengkung, gram positif, pleimorfik, tidak
bergerak dan tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 mikrometer dan
tahan terhadap asam sehingga disebut basil tahan asam (BTA). Bakteri ini
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Pada spesimen klinis yang
diwarnai atau dalam media biakan kuman ini dapat tampak sendiri-sendiri
atau dalam kelompok. Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka
memecah diri setiap 16-20 jam. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.

IV. Faktor risiko4


Terdapat faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya infeksi TB
dimana dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan progresi infeksi menjadi
penyakit.
1. Risiko infeksi
Anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah
endemis, kemiskinan, lingkungan yang padat penduduk dan
hygiene serta sanitasi yang tidak baik. Risiko transmisi yaitu:
Pasien TB paru BTA positif, dewasa maupun anak
Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang
di sekitarnya, kecuali anak tersebut BTA positif atau
menderita adult type TB.
Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari
tingkatan penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak.

22
Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan
pasien BTA positif sebesar 65%, BTA negatif dengan hasil
kultur positif sebesar 26%, pasien TB dengan hasil kultur
negatif dan foto toraks positif adalah 17%.
2. Risiko penyakit
Usia
Anak berusia 5 tahun mempunyai risiko lebih besar
mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena
imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur).
Infeksi baru yang ditandai dengan adanya uji tuberkulin
(dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.
Sosial ekonomi rendah, padat penduduk dan hunian, dan
pendidikan rendah.
Malnutrisi, imunocompromized (HIV, keganasan,
pengobatan imunosupresi).

V. Patofisiologi dan patogenesis4


Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang
terhirup setelah melewati barier mukosa basil TB akan mencapai alveolus.
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon
imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil
kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di
dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya
kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon
(fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan

23
terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal.
Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya
komplek primer secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat
terbentuknya komplek primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal
tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat
mengalami salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara
sempurna, atau membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami
nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap
hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan
oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika
terjadi nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya
berukuran normal saat awal infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi
yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu yaitu obstruksi parsial
pada bronkus akibat tekanan eksternal yang akan menimbulkan
hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang
menyebabkan atelektasis.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat
terjadi penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran
limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk komplek
primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk
kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut
penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult
hematogenic spread) sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dan biasanya

24
yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik terutama
apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas
seluler yang akan membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam
bentuk dorman dan bisa terjadi reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu
turun.

Bagan 1. Patofisiologi TB Anak

Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadic (occult
hematogenic spread). Kuman TB kemudia membuat fokus koloni di
berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi
mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan
limfadenitis regional (3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB
(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar
(eksogen), ini disebut TB tipe dewasa (adult type TB).

VI. Manifestasi klinis

25
Manifestasi klinis TB dibagi menjadi gejala sistemik/umum TB dan gejala
klinis spesifik terkait organ.
Gejala sistemik/umum TB4:
1. berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama ( 2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah
reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk
telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (> 2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.

Gejala klinis spesifik terkait organ tergantung jenis organ yang terkena,
misalnya kelenjar limfe, SSP, tulang, dan kulit adalah sebagai berikut4:

1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):


pembesaran KGB multiple (>1 KGB), diameter 1 cm, konsistensi
kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak: a) meningitis TB dimana gejala
meningitis dengan seringkali disertai gejala akibat keterlibatan saraf-
saraf otak yang terkena, b) tuberkuloma otak yaitu gejala-gejala adanya
lesi desak ruang.
3. Tuberkulosis sistem skeletal: a) spondylitis dimana terdapat penonjolan
tulang belakang (gibbus), b) koksitis, c) gonitis, d) tulang kaki dan
tangan (spina ventosa/daklitis).
4. Skrofuloderma
5. Tuberkulosis mata
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut
tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
VII. Diagnosis2, 4

26
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
terlihat dari gejala sistemik ataupun yang terkait dengan organ yang
terkena. Untuk menunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
ditemukan maka dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis pasti TB anak.
Diagnosis pasti TB seperti lazimnya adalah dengan menemukan kuman
penyebab TB yaitu kuman Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan
sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi
jaringan. Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan
diagnosis TB pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan
melakukan uji tuberkulin/mantoux test. Interpretasi hasil uji tuberkulin:

Tabel Hasil Pembacaan Uji Tuberkulin


Pembacaan Indurasi Penafsiran

Negatif 0-4 - Tidak ada infeksi


- Sedang dalam masa inkubasi
- Anergi

Positif meragukan 5-9 - Infeksi M. Atipik


- BCG
- Infeksi TB alamiah
- Kesahan teknis

Positif 10-14 - Infeksi TB alamiah


- BCG
- Infeksi M. atipik

15 Sangat mungkin infeksi TB alamiah

27
Tabel 1. Interpretasi uji tuberkulin

Selain itu, pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah foto
toraks. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB yaitu:
1. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, disertai foto toraks
lateral).
2. Konsolidasi segmental/lobar
3. Efusi pleura
4. Milier
5. Atelektasis
6. Kavitas
7. Kalsifikasi dengan infiltrat
8. Tuberkuloma

Apabila ditemukan kesulitan dalam menegakkan diagnosis seperti


keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan sistem
skoring sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis
TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar.

Parameter 0 1 2 3 Sko
r
Kontak TB Tidak - Laporan BTA (+)
jelas keluarga,
BTA (-)/
tidak tahu/
BTA tidak
jelas

Uji Tuberkulin Negatif - - Positif


(Mantoux) ( 10 mm atau
5 mm pada
keadaan
imunosupresif)

Berat badan/ - BB/TB < 90% Klinis gizi -


keadaan gizi atau buruk atau
BB/U < 80% BB/TB <
70%
atau
BB/U < 60%

Demam yang tidak - 2 minggu - -


diketahui
penyebabnya

Batuk kronik - 3 minggu - -

28
Pembesaran kelenjar - 1 cm, - -
limfe kolli, aksila, jumlah > 1,
inguinal tidak nyeri

Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang

Foto toraks Normal/ Gambaran - -


kelainan sugestif TB
tidak jelas

TOTAL SKOR

Tabel 2. Skoring TB

Keterangan:
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13)
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan
hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan
observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut. Foto
toraks bukan merupakan alat diagnosis utama pada TB anak

Alur diagnosis TB anak

29
Bagan 2. Alus diagnosis TB Anak

VIII. Penatalaksanaan1, 4
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).

Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:

Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam


monoterapi.
Pemberian gizi yang adekuat.
Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara
bersamaan.

Prinsip pengobatan TB anak:

OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat


untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh
kuman intraseluler dan ekstraseluler.
Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan, pemberian obat
jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan.
Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap
intensif, diberikan minimal 3 macam obat, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Tahap lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung
hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya
penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan
setiap hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang
lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari.
Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB,
perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis

30
TB, diberikan kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 1-2
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone
adalah 60 mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4
minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tapering off dalam jangka
waktu yang sama. Tujuannya untuk mengurangi proses inflamasi

Nama obat Dosis harian Dosis maksimal Efek samping


(mg/kgBB/hari) (mg/hari)
Hepatitis, neuritis
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 perifer,
hipersensitivitis

Gangguan
gastrointestinal,
hepatitis, peningkatan
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 enzim hati,
trombositopenia,
cairan tubuh berwarna
oranye kemerahan

Toksisitas hepar,
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - atralgia, gangguan
gastrointestinal

Neuritis optik,
ketajaman berkurang,
buta warna merah
Etambutol (E) 20 (15-25) -
hijau,
hipersensitivitas,
gastrointestinal

Streptomisin (S) 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik

dan mencegah terjadi perleketan jaringan.


Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
Kategori anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
Kategori anak dengan 4 macam obat: 2 HRZE(S) /4-10HR
Paduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini
terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT
kombipak untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.

31
32
Paduan OAT kategori anak dan peruntukannya secara lebih
lengkap sesuai dengan tabel dibawah ini:

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif


lamadengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk
Kombinasi Dosis Tepat/Fixed dose Combination.

Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:

Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H


(Isoniazid), dan Z (Pirazinamid) yang digunakan dalam tahan intensif
Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H
(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.

2 bulan 4 bulan
Berat badan (kg)
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-7 1 tablet 1 tablet

8-11 2 tablet 2 tablet

12-16 3 tablet 3 tablet

17-22 4 tablet 4 tablet

23-30 5 tablet 5 tablet

DAFTAR PUSTAKA

33
1. Rahajoe, N., Basir D., Makmuri M.S., Kartasasmita C. (2008).
Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta : UKK Respirologi PP
IDAI.
2. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. (2010). Buku Ajar Respirologi
Anak, Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Hillaliah, R. (2010). Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit
Tuberkulosis pada Anak di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Surakarta. Tesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
4. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. 2013. p. 1-16.

34

Você também pode gostar