Você está na página 1de 14

ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI

Latar Belakang
Titrasi adalah salah satu cara menentukan kadar senyawa yang terkandung dalam suatu
sampel. Namun, titrasi sendiri bermacam-macam, tidak hanya satu. Asidimetri dan alkalimetri
adalah salah satu proses titrasi.
Titrasi asam-basa ini sangat berguna dalam bidang pertanian yaitu untuk pembuatan
pupuk kalium klorida yang dalam pembentukannya diperlukan MgO yang dihitung kadarnya
sebagai penguji dengan proses titrasi. Atau dalam industri lain seperti penentuan sulfite dalam
minuman anggur menggunakan iodine yang merupakan asam.
Oleh sebab itu, maka praktikum ini dirasa penting. Karena proses titrasi ini banyak
diaplikasikan di berbagai bidang industri, maka sebagai mahasiswa teknik kimia harus bisa
memahami konsep percobaan agar tidak canggung apabila berada dalam dunia industri.

DASAR TEORI
Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri melibatkan titrasi basa bebas. Basa yang
terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar
(asidimetri) dan titrasi asam bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal
dari basa lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan
bersenyawanya ion hidrogen untuk membentuk air (Basset, 1994:261).
Larutan baku/ larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui.
Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret, yang sekaligus
berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan yang akan ditentukan konsentrasinya
atau kadarnya, diukur volumenya dengan menggunakan pipet volumetri dan ditempatkan di
erlenmeyer (Farx, 2011)

Indikator Asam Basa


Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya
berubah. Misalnya biru brotimol (BB) dalam larutan asam ia berwarna kuning tetapi dalam
lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari
indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukan dalam keadaan basa disebut warna
basa (Harjadi, 1990:134).
Rentang pH indikator, indikator tidak berubah warna dengan sangat mencolok pada satu
pH tertentu (diberikan oleh harga pK ind-nya). Malahan, mengubah sedikit rentang pH. Terjadi
perubahan kecil yang berangsur-angsur dari satu warna menjadi warna yang lain, menempati
rentang pH. Secara kasar "aturan ibu jari", perubahan yang tampak menempati sekitar 1 unit pH
pada tiap sisi harga pKind+ (Clark, 2007).
1. Reaksi kimia antar analit dan titrant diketahui dengan pasti dan jelas produk-produk apa
yang akan dihasilkan nantinya. Mana reaktan dan produk apa yang akan dihasilkan harus jelas
dan pasti
2. Reaksi harus berjalan dengan cepat
3. Harus ada sesuatu yang bisa menandakan atau mengindikasikan bahwa reaksi antara
analit dengan titrant sudah equivalent secara stoikiometri, baik itu dengan perubahan warna,
perubahan arus listrik, perubahan pH, dengan penambahan indicator atau apapun yang bisa
digunakan untuk mengamati perubahan tersebut.
4. Tidak ada hal lain yang mengganggu reaksi antara analit dengan titrant
5. Reaksi antara analit dengan titrant harus memiliki kesetimbangan jauh kearah kanan
(artinya kesetimbangannya mengarah kearah pembentukan produk) hal ini untuk memastikan
secara kuantitatif reaksi bisa dihitung, dan memastikan titik akhir titrasi bisa diamati (Syarif,
2011:10-11).
Pengenceran adalah proses penambahan pelarutan terhadap larutan. Tujuan pengenceran
adalah untuk memperkecil konsentrasi larutan. Pada peristiwa pengenceran jumlah zat terlarut
tidak berubah. Sedangkan volume larutan berubah, akibatnya % volumenya akan kecil (Harjadi,
1990:147).
Suatu larutan standar adalah larutan yang mengandung eagensia dengan bobot yang
diketahui dalam suatu volume tertentu suatu larutan. Larutan standar primer adalah suatu larutan
yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan
dan volume yang terjadi, suatu zat standar primer harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai
berikut:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan dan juga mudah dikeringkan (sebaiknya
pada suhu 1100+- 1200C).
2. Zat harus tidak berubah dalam udara selama penimbangan. Kondisi-kondisi ini
mengisyaratkan bahwa zat tidak boleh higroskopis, tidak pula dioksidasi udara atau dipengaruhi
karbon dioksida. Standar ini juga harus dijaga agar komposisinya tidak berubah saat
penyimpanan.
3. Zat harus dapat diuji terhadap zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang
kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tidak boleh melebihi 0, 01-0, 02
).
4. Zat harus mempunyai ekivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
5. Zat harus mudah larutpada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.\
6. Reaksi dengan larutan standar itu harus soikiometri dan praktis sekejap. Sesatan titrasi
harus dapat diabaikan atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
Zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer adalah reaksi asam basa natrium
karbonat (Na2CO3), natrium tetrabonat (Na2B4O7), kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida
bertitik didih konstan. Sedangkan standar sekunder adalah zat yang dapat digunakan untuk
standarisasi dan yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan pembandingan dengan
suatu standar primer (Basset, 1994:255).
Larutan yang dititrasi dalam asidmetri dan alkalimetri mengalami perubahan pH.
Misalnya, bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama
titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH pada awa titrasi yakni saat
belum ditambah dengan basa dan pada saat tertentu setelah titrasi dimulai, maka pH larutan
dapat dialurkan lewat grafik yang disebut kurva titrasi. Bila suatu indikator pH kita gunakan
untuk menunjukkan titik akhir titrasi maka indikator harus berubah warna tepat pada saat titran
menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi. Perubahan warna ini harus
terjadi dengan mendadak agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.
Bila perubahan warna mendadak sekali (yakni tetes terakhir menyebabkan warna sama sekali
lain) maka dikatakan bahwa titik akhirnya tegas atau tajam (Harjadi, 1999:143).

1.3.1 Alat dan Rangkaian Alat


Alat yang digunakan dalam percobaan alkalimetri dan asidimetri adalah :
Erlenmeyer 250 mL
Gelas bekker 250 mL dan 500 mL
Sudip
Corong
Propipet
Pipet tetes
Labu ukur 250 mL
Pipet gondok 10 mL
Gelas arloji
Gelas ukur 50 mL dan 100 mL
Buret asam dan basa 50 mL
Kompor listrik
Neraca analitik

1.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
HCl 0,1 N
Akuades
NaOH Kristal 1 gram
Asam oksalat (H2C2O4.2H2O) 0,6 gram
Borax (Na2B4O7.10H2O) 0,2 gram
Amonium klorida (NH4Cl) 0,2 gram
Asam cuka 5 mL
Indikator PP
Indikator methyl-orange

Asidimetri
Pembakuan HCl dengan Borax
1. Menimbang dengan tepat 0,2 gram Borax
2. memasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL dan mengencerkan dengan akuades sebanyak 25 mL
lalu mengocok hingga larut.
3. Menambahkan 3 tetes indikator metil orange.
4. Menitrasi dengan larutan HCl sampai berubah warna dari kuning menjadi merah muda.
5. Mencatat volume titran.

Standarisasi HCl dengan Na2CO3


1. Menimbang 0,2 gram Na2CO3 dan melarutkan dengan akuades sebanyak 60 mL di dalam
erlenmeyer dan mengocok sampai larut.
2. Menambahkan 3 tetes indikator metil orange.
3. Menitrasi dengan larutan HCl sampai berubah warna dari jingga menjadi merah muda.
4. Mencatat volume titran.

Alkalimetri
Membuat larutan standar NaOH
1. Menimbang 1 gram kristal NaOH dan melarutkannya dengan akuades yang telah dipanaskan dan
memasukkan ke dalam labu ukur 250 mL.
2. Memindahkan ke dalam gelas beker 500 mL

Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat


1. Menimbang 0,6 gram Asam Oksalat dengan gelas arloji. Memasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL.
2. Melarutkan dengan akuades sampai volume 100 mL.
3. Mengambil asam oksalat sebanyak 10 mL.
4. Menambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes.
5. Menitrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
6. Mencatat volume titran dan melakukan percobaan sebanyak 2 kali.

Menentukan kadar NH3 dalam Amonium Klorida (NH4Cl)


1. Menimbang 0,2 gram NH4Cl dengan gelas arloji. Memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
2. Menambahkan dengan NaOH yang telah distandarisasi sebanyak 75 mL.
3. Menambahkan 3 tetes indikator metil orange.
4. Menitrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda.
5. Mencatat volume titran.
Penentuan Kadar Asam dalam Asam Cuka yang diperdagangkan
1. Menimbang gelas bekker kosong, setelah itu memasukkan 5 mL asam cuka, lalu menimbang
lagi dan menghitung massa cuka.
2. Memindahkan asam cuka ke dalam labu ukur 250 mL dan menambahkan akuades sampai tanda
batas dan mengocoknya.
3. Memipet 10 mL asam cuka ke dalam erlenmeyer dan menambahkan 3 tetes indikator PP.
4. Menitrasi dengan larutan NaOH standar sampai warna merah muda.
5. Mencatat volume titran.

4.1 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan
Asidimetri
Tabel 1.1 Standarisasi dengan Borax
No. Prosedur Kerja Hasil
1. Penimbangan Borax m = 0,2 gram
2. Pengenceran dengan akuades V = 25 mL
3. Penambahan 3 tetes metil orange Warna larutan kuning
4. Penitrasian dengan HCl Warna larutan merah muda
5. Pencatatan volume titran V = 10 mL

Tabel 1.2 Standarisasi dengan Na2CO3 anhidrous


No. Prosedur Kerja Hasil
1. Penimbangan Na2CO3 m = 0,2 gram
2. Pengenceran dengan akuades V = 60 mL
3. Penambahah 3 tetes indikator metilorange Warna larutan kuning
4. Penitrasian dengan HCl Warna larutan merah muda
5. Pencatatan volume titran V = 32,3 mL

4.1.1.2 Alkalimetri
Tabel 1.3 Membuat Larutan Standar NaOH
No. Prosedur Kerja Hasil
1. Penimbangan NaOH dan pelarutan dengan akuades m = 1 gram
2. Pemasukan ke dalam labu ukur dan pengenceran larutan menjadi panas
3. NaOH V = 250 mL
Penyimpanan larutan dalam botol tertutup

Tabel 1.4 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat


No. Prosedur Kerja Hasil
1. Pelarutan asam oksalat m = 0,6 gram
2. Pelarutan dengan akuades V = 100 mL
3. Pengambilan larutan dan penambahan indikator PP 3 V = 10 mL
tetes Warna larutan bening
4. Penitrasian dengan NaOH standar Warna larutan merah muda
5. Pencatatan volume titran Vtitran = 18 mL

Tabel 1.5 Menentukan Kadar NH3 dalam NH4Cl


No. Prosedur Kerja Hasil
1. Penimbangan NH4Cl m = 0,2 gram
2. Penambahan larutan NaOH standarisasi V = 75 mL
3. Penambahan indikator methyl-orange Indikator MO = 3 tetes
Warna larutan kuning
4. Penitrasian dengan HCl Warna larutan merah muda
5. Pencatatan volume titran

Tabel 1.6 Penentuan Kadar Asam dalam Asam Cuka yang diperdagangkan
No. Prosedur Kerja Hasil
1. Penimbangan cuka m = 4,481 gram
Vasam cuka= 5 mL
2. Pengenceran cuka dengan akuades Vakuades = 250 mL
3. Pemasukan cuka ke erlenmeyer Vcuka = 10 ml
4. Penambahan indikator PP Indikator PP= 3 Tetes
Warna larutan bening
5. Penitrasian dengan NaOH Warna larutan merah muda
V = 3,5 mL
6. Pencatatan volume titran

Pembahasan
Asidimetri
Standarisasi HCl dengan Borax
Percobaan ini melakukan standarisasi HCl dengan borax (Na 2B4O7.10H2O). Borax
berperan sebagai standar primer yang digunakan untuk pembakuan larutan HCl. Pemilihan borax
karena memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, kering, tidak mudah terpengaruh lingkungan
seperti udara, mudah larut dalam air dan memiliki massa ekivalen yang tinggi. Sebelum
melakukan titrasi, maka borax dilarutkan dalam fase solid padatan.
Indikator yang dipilih adalah metil orange karena titrasi ini dilakukan untuk asam kuat
dan basa lemah, sehingga kemungkinan pH <7. Trayek atau range pH untuk metil orange adalah
3,1 4,8. Setelah larutan borax dititrasi dengan HCl terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi merah muda. Ini disebabkan semua ion borax telah habis bereaksi dengan HCl.
Sehingga ion H+ dari HCl bereaksi dengan indikator.
Larutan yang distandarisasi HCl dengan menggunakan borax bertujuan untuk
menghilangkan gas karbon dioksida (CO2) yang terbentuk.
Dari perhitungan, volume HCl yang digunakan sebanyak 10 mL sehingga diketahui nilai
konsentrasinya adalah 0,104 N.

Standarisasi HCl dengan Na2CO3 Anhidrous


Percobaan ini dengan melakukan standarisasi HCl dengan Na2CO3 anhidrous. Pemilihan
Na2CO3 anhidrous nsebagai larutan baku sebab nilai konsentrasinya dapat diketahui melalui
perhitungan. Selain itu Na2CO3 anhidrous juga memenuhi standar larut6an baku primer yaitu
memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, tidak higroskopis, mudah larut dalam air dan memiliki
massa ekivalen yang tinggi. Sebelum dititrasi, kristal Na2CO3 anhidrous dilarutkan dengan
akuades dengan tujuan mengionkan senyawa Na 2CO3 anhidrous agar dapat dititrasi dan
menimbulkan reaksi.
Setelah Na2CO3 anhidrous dilarutkan dengan air, maka ditetesi dengan indikator.
Indikator yang digunakan adalah metil orange. Pemilihan metil orange karena Na2CO3 anhidrous
merupakan basa lemah, sehingga bila dititrasi maka pH akhir akan <7 karena
metil orangememiliki range pH 3,1-4,8 , oleh karena itu cocok digunakan untuk titrasi ini.
Perubahan warna dari kuning menjadi merah muda saat dititrasi dengan HCl karena titik
ekivalen sudah tercapai dan ion Na2CO3anhidrous sudah habis bereaksi dengan HCl. Sehingga
ion H+ dari H2O yang bereaksi dengan indikator.
Dari perhitungan juga didapat bahwa volume HCl yang diperlukan sampai titik akhir
titrasi adalah 34,3 mL sehingga didapat nilai konsentrasinya adalah 0,119 N.
Alkalimetri
Membuat Larutan Standar NaOH
Pembuatan larutan standar dengan melarutkan NaOH dengan akuades.
Saat pelarutan, suhu labu ukur menjadi hangat. Ini disebabkan terjadi reaksi eksoterm
saat pelarutan NaOH dengan akuades. Sehingga ada pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan.
Dimana NaOH yang larut dalam akuades adalah sistem sedangkan labu ukur adalah lingkungan.
Saat pelarutan menggunakan air panas, agar NaOH terlarut sempurna dan bebas dari
CO2 karena pada umumnya NaOH mengandung zat pengotor seperti Na2CO3. Dari perhitungan
didapatkan konsentrasi NaOH adalah 0,1 N.

Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat


Percobaan standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat ini dilakukan untuk
memperoleh nilai konsentrasi NaOH . Kristal asam oksalat pertama dilarutkan terlebih dahulu
dengan akuades agar bisa dititrasi. Karena titrasi tidak bisa dilakukan dalam fase padatan.
Setelah asam oksalat dilarutkan dalam air maka ditetesi dengan indikator. Indikator yang
digunakan adalah indikator PP. Pemilihan indikator PP karena asam oksalat merupakan asam
lemah. Sehingga bila dititrasi dengan basa kuat , maka pH akhir >7. Gal ini berarti titik ekivalen
berada dalam suasana basa. Indikator PP sendiri memiliki range Ph 8-9,6.
Setelah asam asetat dititrasi dengan NaOH terjadi perubahan warna dari bening menjadi
merah muda. In diseabkan NaOH habis bereaksi dengan asam oksalat sehingga ada kelebihan
NaOH yang bereaksi. Indikator PP merupakan bentuk asam lemah, sehingga bila ditambahkan
ion-ion OH- dari NaOH maka akan menggeser kesetimbangan ke arah kanan sehingga
menyebabkan inidikator menjadi berwarna merah muda. Persamaan reaksinya sebagai berikut:
Dari perhitungan diketahui konsentrasi NaOH adalah 0,147 N dari penambahan sebanyak 9 mL.

Penentuan Kadar NH3 dalam NH4CL


Untuk percobaan penentuan kadar NH 3 dalam NH4CL, NH4CL dilarutkan dengan NaOH
untuk mengubah ikatan NH4CL berikatan dengan NaOH.
Namun dalam reaksi ini, NaOH tidak habis bereaksi dengan NH4CL , melainkan berlebih,
sehingga lebihnya ini digunakan untuk bereaksi dengan HCl pada saat titrasi.
Sebelum titrasi diberikan penambahan indikator metil orange. Pemilihan
metil orange karena titik ekivalen akan tercapai pada suasana asam akibat HCl yang bereaksi
dengan NH4CL sehingga dapat dipastikan pH akhir <7. Trayek metil orange sendiri adalah 3,1-
4,8.
Perubahan warna dari kuning menjadi merah muda karena titrasi sudah mencapai titik
ekivalen. Artinya HCl habis bereaksi dengan NH4CL dan ada ion H+ yang berlebih dari HCl
bereaksi dengan indikator.
Dari perhitungan diketahui kadar NH3 dalam NH4CL adalah 55% dari penambahan HCl
sebanyak 64,8 mL.
Penentuan Kadar Asam Asetat Dalam Asam Cuka yang Diperdagangkan
Pengenceran asam asetat dengan air agar mempermudah titrasi karena sudah terionisasi,
Asam asetat yang merupakan contoh protolit lemah, yaitu molekul atau ion yang dapat ikut
sertadengan proton yang kesetimbangan asam basanya ditentukan oleh tetapan ionisasi
protolisisnya. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
CH3COOH + H2O CH3COO- + H3O-
Titrat sebelum dititrasi dengan NaOH ditetesi dengan indikator PP. Penggunaan indikator
PP karena titik ekivalen terjadi saat suasana larutan basa sebab ini adalah titrsi basa kuat (NaOH)
terhadap asam lemah (CH3COOH). Range indikator pH adalah 8-9,6. Perubahan warna saat
titrasi dari bening menjadi merah muda disebabkan titik akhir titrasi tercapai akibat ion
OH- berlebih, sehingga menggeser kesetimbangan larutan indikator PP kesebelah kanan karena
sehingga warna larutan berubah dari bening menjad merah muda. Reaksi yang terjadi sebagai
berikut :
H-pHpH (Aq) H+(Aq) + pHpH-(Aq)
Kuning Merah muda
Sedangkan reaksi antara NaOH dengan CH3COOH sebagai berikut:
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Dari perhitungan dapat diketahui kadar asam asetat dalam asam cuka adalah 1,87% dari
penambahan HCl sebanyak 1,75 mL.

Pembuatan dan pembakuan NaOH 0,1 N


a). Pembuatan larutan baku sekunder NaOH 0,1 N
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan lalu menimbang seksama NaOH sebanyak
0,2260 gr dengan timbangan analitik diatas wadah kaca arloji. Memasukkan ke
dalam erlenmeyer dan menambahkan sedikit aquadest hingga larut. Memindahkan kedalam labu
ukur 50 ml, dibilas erlemeyer lalu menambahkan aquadest hingga tepat 50 ml skala labu ukur,
kemudian menghomogenkan. Memindahkan larutan NaOH ke dalam erlenmeyer dan menutup
rapat lalu memberi label NaOH.

b). Pembuatan Larutan Baku primer Kalium Biftalat


Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan lalu memanaskan Kalium Biftalat di dalam
oven selama 2 jam dengan suhu 180 C - 280 C dan menimbang seksama kalium Biftalat
sebanyak 0,1010 gr dengan timbangan analitik di atas kertas perkamen. Memasukkan hasil
timbangan ke dalam erlenmeyer dan menambahkan sedikit aquadest. Memindahkan ke dalam
labu ukur sambil membilas erlemeyer kemudian menambahkan aquadest hingga 100 ml ke
dalam labu ukur kemudian menghomogenkan.
c). Pembakuan NaOH dengan Kalium Biftalat
Menyiapkan alat dan bahan dan membersihkannya atau mencuci buret dengan aquades
lalu membilas dengan larutan NaOH. mengisi buret dengan larutan NaOH hingga tepat skala 0
pada buret. Memipet kalium Biftalat masing-masing 25 ml ke dalam erlenmeyer dan
menambahkan indikator Fenolftaleien 4 tetes, homogenkan. Titrasi dengan NaOH secara
perlahan-lahan dan tetes demi tetes sambil terus menghomogenkan hingga terjadi perubahan
warna menjadi merah muda kemudian mencatat volume titrasi NaOH tepat saat perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi merah muda. Ulangi lagi dua kali percobaan.
III.2.1 Pembuatan dan pembakuan HCl 0,1 N
a). Pembuatan larutan baku sekunder HCl 0,1 N
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan kemudian mengukur seksama HCl sebanyak
0,8360 gr dengan menggunakan pipet skala lalu memasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan
menambahkan aquadest hingga tepat 100 ml skala labu ukur, kemudian menghomogenkan.
Memindahkan larutan HCl ke dalam erlenmeyer dan ditutup rapat dan memberikan label HCl
b). Pembuatan Larutan baku primer Natrium Karbonat
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan lalu memanaskan Natrium karbonat didalam
oven selama 2 jam dengan suhu 180 C - 280 C. Selanjutnya menimbang Natrium karbonat
sebanyak 0,103 g dengan timbangan analitik diatas kertas perkamen dan memasukkan hasil
timbangan ke dalam erlenmeyer dan menambahkan sedikit aquadest. memindahkan ke dalam
labu ukur dan menambahkan aquadest hingga 100 ml dalam labu ukur kemudian
menghomogenkannya.

c). Pembakuan HCl dengan Natrium Karbonat


Menyiapkan alat dan bahan lalu membersihkannya atau mencuci buret dengan aquadest
lalu membilas dengan larutan HCl. Mengisi buret dengan HCl hingga tepat skala 0 pada buret.
Memipet Natrium carbonat masing-masing 25 ml ke dalam labu erlenmeyer dan menambahkan
indikator Fenolftaleien 4 tetes. Mencampurkan atau menggoyangkan hingga homogen. Titrasi
dengan HCl secara perlahan-lahan dan tetes demi tetes sambil terus dihomogenkan sampai warna
merah muda pada larutan hilang. Mencatat volume titrasi HCl tepat saat perubahan warna dari
merah muda menjadi jernih. Mengulangi lagi dua kali percobaan.
.

IV.1 Hasil Pengamatan


K.H Fhtalat yang ditimbang = 0,101 g
Tabel pengamatan hasil pembakuan NaOH dengan K.H Fhtalat
Volume Pembacaan skala buret
No.Titrasi Volume titrasi
K.H Fhtalat Titik awal Titik Akhir
1 25ml + PP 0 1,2 1,2 ml
2 25ml + PP 1,2 2,6 1,4 ml
3 25ml + PP 2,6 3,9 1,3 ml
Volume Rata-Rata =
NaCO yang ditimbang = 0,103 g
Tabel pengamatan hasil pembakuan HCl dengan NaCO
Volume Pembacaan skala buret
No.Titrasi Volume titrasi
NaCO Titik awal Titik Akhir
1 25ml + PP 0 2,8 2,8 ml
2 25ml + PP 2,8 5,1 2,5 ml
3 25ml + PP 5,1 7,9 2,6 ml
Volume rata-rata =
IV.2 Perhitungan dan Reaksi
IV.2.1 Perhitungan Bahan Yang Ditimbang
1. NaOH 0,1 N 50 ml
NaOH Na+ + OH-
BM= Mr Na + Mr O + Mr H = 23 + 16 + 1 = 40
BE = BM = 40

W= N x L x BE
W= 0,1 x 0,1 x 40
W= 0,2 g 2000 mg
2. HCl 0,1 N 100 ml
HCl H+ + Cl-
BM = Mr H + Mr Cl = 1 + 35,5 = 36,5
BE = BM = 36,5
Bj HCl = 1,18 g/ml
% = 37 %
N=
N=
N = 11,96 N
Pengenceran V x N = V x N
100 x 0,1 = V x 11,96
V = 0,836 ml
IV.2.2 Perhitungan normalitas hasil titrasi untuk
1. NaOH 0,1 N 50 ml
Diketahui Volume titrasi rata-rata = 1,3ml
BE = BM K.H fhtalat = 204,44
Mol grek NaOH = mol grek K.H fhtalat
V titrasi x N NaOH =
N NaOH =
N NaOH =
N NaOH = 0,3800 x Faktor pengenceran
N NaOH = 0,3800 x
N NaOH = 0,0950 N
2. Perhitungan HCl 0,1 N 100 ml
NaCO + 2HCl 2NaCl + HCO
BM = 106
BE = BM = 53
Mol grek HCl = mol grek NaCO
V titrasi x N HCl =
N HCl =
N HCl =
N HCl = 0,7389339 x Faktor pengenceran
N HCl = 0,7389339 x
N HCl = 0,1847 N

Reaksi
1.
NaOH Na+ + OH-
2.
HCl H+ + Cl-
3.

4.
NaCO + 2HCl 2NaCl + HCO

Você também pode gostar