Você está na página 1de 8

ASAL MULA PENAMAAN PULAU KARAS DAN PULAU

MANTANG

Pulau Karas merupakan pulau yang terdapat di sebelah utara Pulau Batam

Kecamatan Galang. Mayoritas penduduk pulau ini berprofesi sebagai nelayan

tradisional. Sedangkan, Pulau Mantang berada di perairan lepas samudra Hindia.

Potensi sumber ekonomi Pulau Mantang ialah keanekaragaman terumbu karang

dan hasil tangkapan ikan. Akses menuju Pulau Mantang dapat dicapai

menggunakan pompong yang memakan waktu sekitar 45 menit dari pelabuhan

Kijang. Ada kisah dibalik asal usul penamaan kedua pulau tersebut yang

berkembang di masyarakat dari mulut ke mulut. Berikut kisahnya.

Menurut empunya cerita, beberapa abad silam, berdirilah kerajaan di

istana Dalam Besar Ulu Bintan. Yang Mulia Dipertuan Besar Riau-Johor-Pahang-

Lingga Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah. Sang penguasa kerajaan tersebut

terkenal kemahsyurannya di penjuru Negeri, hingga terdengar sampai ke Negeri

tetangga. Tutur berucap, bijak bila bertindak merupakan sikap yang membuat

baginda Sultan disegani dan dihormati oleh rakyat, bahkan musuhnya sekalipun.

Dikarenakan sikap dermawan yang dimiliki baginda Sultan, rakyatnya pun

makmur dan tercukupi.

Namun, pada zaman pemerintahan baginda itulah hidup Pendekar Keras

yang buruk perangainya dan kerap membuat onar. Bila berkelahi, Ia

mengandalkan kekuatan tubuh dan kesaktian keris di tangannya hingga tak ada

yang berani melawan Pendekar Keras. Konon keris yang selalu Ia bawa ialah keris

sakti yang mendatangkan kekuatan dan kesempurnaan bagi pemakainya. Perangai

1
buruk Pendekar Keras lainnya yaitu, suka mengadu domba orang, dan diadu

seperti ayam sabung untuk menjadi tontonan. Bila ada yang melawan perintahnya,

akan dibunuh oleh keris sakti miliknya. Tempat sabung manusia melawan

manusia itu diatas daratan yang terletak dalam sebuah selat. Hingga saat ini, selat

tersebut diberi nama Selat Penyabung sedangkan daratannya dikenal dengan

nama Pulau Penyabung. Letaknya diantara jembatan Barelang.

Keresahan masyarakat terhadap kelakuan buruk Pendekar Keras semakin

menjadi-jadi. Hingga ada beberapa kepala keluarga yang kelaparan karena enggan

pergi melaut, suasana pasar juga tampak sepi karena banyak pedagang yang tak

berdagang lantaran takut dan cemas bila bertemu dengan Pendekar kejam itu.

Berita tersebut sampai ke kerajaan. Baginda sangat marah mendengar wilayahnya

tak aman lagi dikarenakan ulah Pendekar Keras. Ibarat pepatah, makan tak enak,

tidur pun tak nyenyak. Begitulah baginda selalu memikirkan cara untuk

menghentikan ulah Pendekar Keras. Telah dikirimnya pasukan Hulubalang

kerajaan untuk mencegah perbuatan Pendekar Keras, namun hasilnya tetap nihil.

Bahkan, hulubalang kerajaan tersebut tidak ada yang selamat satupun karena

terkena tusukan keris sakti milik Pendekar Keras.

Di saat baginda Sultan duduk di singgasananya, datanglah Datuk

Bendahara seraya berkata Baginda Sultan, bolehkah hamba memberi usul untuk

masalah keamanan Negri ini? Baginda Sultan tampak tak bersemangat lagi, Ia

hampir menyerah melawan Pendekar Keras sakti itu. Baginda, mohon ampun

beribu ampun, kali ini insyallah tak gagal lagi. Datuk mencoba meyakinkan

baginda Sultan. Baiklah, akan kuturuti usulmu. Hingga akhirnya, baginda

2
Sultan mengutus salah seorang Pendekar yang terbukti sakti dan rendah hati dari

Pulau Penantang untuk mengalahkan Pendekar Keras.

Pada suatu hari, ketika berjalan-jalan di Pulau Penyabung, Pendekar Keras

memanggil orang-orang yang akan diadunya, seperti ayam sabung itu. Hai encik

Kadir dan Kasim, engkau berdua harus bertarung hidup mati. Ayo, siapa yang

menang akan aku angkat menjadi laksemana. Ia pun tertawa terkekeh-kekeh

seraya memilin kumisnya yang tebal melenting menutupi sebagian bibir atasnya

dan tampak sangat menyeramkan. Hamba tak sanggup bertarung, Pendekar.

sahut encik Kadir. Sebab encik Kasim itu teman akrab hamba, kawan bermain

sejak kanak-kanak.

Ya, kami tak sanggup bertengkar apalagi saling melukai sesama,

Pendekar. Kami sudah selayaknya saudara. Sambung encik Kasim. Haish,

banyak cakap pula engkau. Jadi hendak engkau tantang maksudku ini ya? Kata

Pendekar Keras dengan mata melotot seperti hendak keluar dari kelopaknya.

Kubunuh engkau hai encik Kasim, encik Kadir! sergah Pendekar Keras seraya

mengeluarkan keris sakti dari sarungnya. Keris tersebut diarahkannya tepat ke

perut encik Kasim. Tetapi secepat kilat, ketika itu juga muncul seorang pendekar

asing seraya bersuara, Yak.. Keris pendekar keras disambarnya dengan tangkas,

gesit sekali. Setelah keris itu mampu dirampas dan ditangkapnya, orang asing lalu

berkata Sudah berapa banyak darah orang tak berdosa sengaja engkau

tumpahkan dsini, wahai Pendekar? Sudah terlalu banyak orang telah engkau adu

dombakan dan disabung seperti ayam di selat ini. Sekarang giliranmu pula lagi.

3
Pendekar Keras terpaku, menggigil karena merasa tak berdaya tanpa keris

sakti yang selalu Ia bawa kemanapun pergi. Keberaniannya memang timbul bila

ada senjata ditangan, sementara orang lain tidak bersenjata. Namun sekarang

semuanya berbalik, Ia berhadapan dengan Pendekar yang membawa keris sakti

sementara Ia sendiri tangan kosong. Nyalinya ciut sekarang, hendak menarik

langkah seribu. Namun orang asing itu menahannya. Aku tidak mau

membunuhmu, tapi dengan syarat, kau tidak aku perbolehkan mengulangi

kebiasaanmu menyabung manusia. Dan mulai saat ini, keris ini kumiliki tidak

akan kukembalikan kepada engkau, wahai Pendekar Keras. Pendekar Keras

itupun semakin gugup. Jadi, bolehkah aku pulang? Ia bertanya ragu-ragu.

Pulanglah kembali ke kampungmu. Sebutkan kampungmu itu Keras. Sebagai

kenangan zaman. Pulau Keras, itukah nama pulau kediaman hamba? Tanya

Pendekar Keras. Ya Pendekar Keras Kata orang asing itu seraya

memperkenalkan diri Aku Pendekar Penantang. Sebutlah aku dari Pulau

Menentang.

Pendekar keras pun pulang. Tatkala itupun encik Kadir dan encik Kasim

mendekati Pendekar Penantang, lalu serentak berucap Terima kasih, Pendekar.

Kami telah berhutang budi sekaligus berhutang nyawa kepada anda. Pendekar

Penantang tampak tersenyum lega, lantas berkata Hm, sudah sifat manusia untuk

saling tolong-menolong. Nama saya Tun Bija Ali, utusan baginda Sultan untuk

menghadapi Pendekar Keras. Saya telah berbulan-bulan lamanya mengamati

tingkah-laku Pendekar Keras yang kerap membuat onar dan kegaduhan serta

menimbulkan keresahan masyarakat. Baru sekarang bisa berjumpa langsung dan

kebetulan bisa menolong tuan-tuan.

4
Sejak peristiwa itulah konon, para nelayan menyebut pulau asal Si

Pendekar Keras itu Pulau Karas Sedangkan Pulau Menantang asal Si Pendekar

Penantang dikemudian hari lebih dikenal sebagai Pulau Mantang.

Pesan Moral

Cerita ini mengandung unsur pendidikan. Dicontohkan baginda Sultan

yang bijak dan sangat menyayangi rakyatnya merupakan sikap yang seharusnya

diteladani oleh para pemimpin. Diketahui bahwa pemimpin yang amanah akan

senantiasa disegani dan dijunjung tinggi oleh rakyatnya.

Disisi lain, tergambar watak Tun Bija Ali dengan keahlian dan kekuatan

yang dimilikinya, digunakan semata-mata untuk menolong orang yang sedang

kesusahan. Disamping itu, sifat rendah hati yang dimiliki Tun Bija Ali juga

mampu menjadi teladan. Bak pepatah mengatakan, Turutlah ilmu padi, semakin

berisi, semakin merunduk.

Sebaliknya, watak Pendekar Keras yang pongah (angkuh) dan suka

mengadu-domba orang merupakan sifat tidak terpuji yang tak pantas dicontoh.

Ingatlah, orang angkuh dan jahat pasti kena batunya (akibat buruk).

5
Identitas Penulis

1. Nama : Alviani Permatasari


2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 4 Januari 1999
4. Kelas : X MIA 2
5. Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Tanjungpinang
6. Alamat Sekolah : Jl. Dr. Soetomo Tanjungpinang
7. No. Telp Sekolah : (0771) 21616
8. Alamat Rumah : Jl. Hanjoyo putro B.24 Tanjungpinang
9. No. Hp : 08978555213
10. Alamat e-mail : viaa.alviani@gmail.com

LAMPIRAN

Kartu Pelajar

Você também pode gostar