Você está na página 1de 24

MAKALAH KIMIA DASAR

KATA PENGANTAR

Pertama tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya kami dapat membuat makalah ini yang
digunakan untuk melengkapi nilai tugas Kelompok mata kuliah Bahasa Indonesia
Dan juga tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan kami
yang sudah saling membantu untuk melengkapi makalah ini.
Dalam makalah ini kami selaku penulis ingin memaparkan atau menjelaskan tentang
Bentuk-bentuk Surat yang sekiranya dapat menjadi contoh tentang bagaimana
membuat surat yang baik dengan penggunaan bahasa yang baik pula. Karena pada
jaman atau era seperti sekarang ini telah banyak masyarakat yang melupakan
penulisan Bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam surat - menyurat.
Sehingga secara langsung hal tersebut menjadi lumrah atau biasa dikalangan
masyarakat.

Oleh karena itu saya mengambil tema Bentuk-bentuk Surat ini dengan harapan
makalah ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi semua orang. Kami pun
menerima kritik ataupun saran dari Saudara/i yang mungkin dapat membantu saya
memperbaiki makalah ini.

DAFTAR ISI
COVER DEPAN

DAFTAR ISI

BAB1.PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


1.2 LANDASAN
TEORI
1.3 TUJUAN PRAKTIKUM

BAB 2. METODE PRAKTIKUM

2.1TEMPAT DAN
WAKTU........

2.2 ALAT DAN BAHAN

2.3 CARA KERJA

BAB 3. HASIL PENGAMATAN

3.1 DATA DAN PERHITUNGAN

3.2 PEMBAHASAN

BAB 4. PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam
yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini
adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan
pada analit, tidak adanya interferensi yang mengganggu titrasi, dan titik akhir titrasi yang
mudah diamati. Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah
melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida ( Cl-, I-, Br - ) dengan ion perak Ag+.
Titrasi ini biasanya disebut sebagai argentometri, yaitu titrasi penentuan analit yang berupa
ion halida dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3. Dasar titrasi
argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titrant dan analit.
Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari
titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Titrasi Pengendapan
Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya ialah reaksi pengendapan
yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang
mengganggu serta diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi
pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi. (Khopkar, 1990)

2.2 Pengertian Argentometri


Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin
argentum, yang berarti perak. Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan
kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan
dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator
dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat AgNO3. Dengan mengukur volume
larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar
garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Underwood, 1992)

2.3 Cara Mohr


Pada metode ini, titrasi halide dengan AgNO3 dilakukan dengan K 2CrO4. Pada titrasi ini
akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi, ion Ag+ yang berlebih
diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Larutan harus bersifat netral atau
sedikit bas, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab Ag akan diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika
larutan terlalu asam maka titik akhir titrasi tidak terlihat sebab konsentrasi CrO4- berkurang.
Pada kondisi yang cocok, metode mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada konsentrasi
klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna harus lebih larut
disbanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi. Indikator tersebut biasanya
digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl2, dengan titik akhir akhir terbentuknya endapan
garam Ba berwarna merah. (Khopkar, 1990)

2.4 Cara Volhard


Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah contoh metode
volhard, yaitu pembentukan zat berwarna didalam larutan. Selama titrasi, AgSCN terbentuk
sedangkan titik akhir tercapai bila NH4SCN yang berlebih bereaksi dengan Fe(III)
membentuk warna merah gelap [FeSCN]2+. Pada metode volhard, untuk menentukan ion
klorida suasana haruslah asam karena pada suasana basa Fe3+akan terhidrolisis. AgNO3
berlebih yang ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut
kemudian dititrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator. (Khopkar, 1990)

2.5 Cara Fajans


Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat
diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH. Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organic yang dapat
membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya flouresein yang digunakan dalam titrasi ion
klorida. Dalam larutan, flouresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFI) : HFI H+ +
FI- Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda. Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir
dalam titrasi ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i) endapan yang semula
putih menjadi merah muda dan endapan terlihat menggumpal, (ii) larutan yang semula keruh
menjadi lebih jernih, dan (iii) larutan yang semula kuning hijau hampir tidak berwarna lagi.
(Harjadi, 1990)
Daftar Pustaka
Khopkar, S.M. (1990), "Konsep Dasar Kimia Analitik", UI-Press, Jakarta, halaman 189,
194-196.
Harjadi, W. 1990. lmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta: Erlangga
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan asam basa adalah dengan melalui proses titrasi
asidi-alkalimetri. Cara ini cukup menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat,
ketelitian dan ketepatannya juga cukup tinggi. Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua
bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan
larutan standar asam untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah
HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan dari
asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk menentukan asam.
Selain dalam air, reaksi asam basa juga dapat berlangsung dalam pelarut non air. Sebenarnya
pemeriksaan ini agak baru dalam pemeriksaan kimia, tetapi untuk pemakaiannya kini
digunakan untuk senyawa organik maupun anorganik,sesungguhnya dalam titrasi bebas air
ini juga berlangsung reaksi netralisasi.
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Teori Umum


Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan asam atau
larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan basa,
atausebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dn basa tepat habis bereaksi). Jika
molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi
dapat ditentukan.
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik, sebaliknya jika
larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik yang
menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut kurva
titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik ekuivalen.(3)
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan jumlah
senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan
organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa
organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam
pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa
dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kuat misalnya
HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basakuat misalnya NaOH. Tiik
akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai
atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer.(4)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan
pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik akhir
titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam
kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104 .pH berubah secara
drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke
molekul lain. Dalam air proton biasnya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat
reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator
tergantung secara tidak langsung pada temperatur.(5) Titrasi asam basa sering disebut asidi-
alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran lain-lain sering dipakai akhiran-ometri
mengggantikan imertri. Kata metri berasal dari bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni
mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu dengan atau dari (with atau
off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat
diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pengukuran dengan asam (yang diukur dalam
jumlah basa atau garam).(6) Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang
sejenis yaitu fenolftalein (PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika
menggunkan indikator yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya
sangat jauh dari ekuivalen(6).s Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan
air sebagai pelarut, tetapi digunakan pelarut organic.Seperti diketahui dengan menggunakan
pelarut air, asam atau basa dapat dititrasi dengan basa atau asam baku lain, seperti halnya
asam-asaam organic atau alakaloida-alkaloida,cara titrasi dalam lingkungan air tidak dapat
dilakukan, karena di samping sukar larut dalam air,juga kurang reaktif dalam air.(5) Pelarut
yang digunakan dalam titrasi lingkungsn bebas air dapat dibagi menjadi dua golongan : a.
Pelarut protolitis Atau disebut pelarut inert, proto-proton tidak tidak memberi atau menerima,
misalnya benzen, nitrobenzene, klorobenzen, dan kloroform. b. Pelarut amfiprotolitis Pelarut
ini dapat menerima atau memberi proton.Dengan demikian dapat bersifat sebagai suatu asam
ataubasa.
Dasar Teori
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu
yang akan dianalisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai yang tak diketahui.
Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya
diketahui disebut analisis volumetric (Keenan, 1980).
Asidimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku asam untuk
menentukan jumlah basa yang ada. Alkalimetri adalah analisis volumetrik yang
menggunakan larutan baku basa untuk menentukan jumlah asam yang ada (Daintith, 1997).
Titrasi adalah penambahan yang sangat hati-hati dari satu larutan ke yang lain dengan
cara buret. Buret secara akurat mengukur volume larutan yang dibutuhkan untuk bereaksi
dengan jumlah yang secara hati-hati diukur dari zat lain yang terlarut. Ketika volume yang
tepat telah tercapai, indikator perubahan warna dan operator menghentikan aliran dari buret
tersebut. Fenolftalein adalah indikator khas untuk titrasi asam-basa, tidak berwarna dalam
larutan asam dan merah muda dalam larutan basa (Peters, 1990).
Proses titrasi digunakan dalam penentuan analitis banyak, termasuk melibatkan reaksi
asam-basa. Indikator adalah zat yang digunakan untuk sinyal ketika titrasi tiba di titik dimana
reaktan kimia sama, seperti yang didefinisikan oleh persamaan reaksi. Larutan standar adalah
larutan dengan konsentrasi tepat ditentukan. Awalnya konsentrasi larutan standar ditentukan
dari jumlah yang ditimbang dari sebuah standar primer, bahkan kimia referensi yang sangat
dimurnikan. Larutan standar dapat dibuat dari salah satu dari dua cara;
1. Standar primer yang ditimbang dengan hati-hati, dilarutkan, dan diencerkan akurat untuk
volume yang diketahui. Konsentrasi dapat dihitung dari data.
2. Larutan dibuat untuk perkiraan konsentrasi dan kemudian dibakukan oleh titrasi
kuantitas akurat ditimbang dari standar primer (Weiner, 2010).
Daftar Pustaka
Keenan, C., 1980, Ilmu Kimia untuk Universitas, Edisi VI, Erlangga, Jakarta, pp.
422
Daintith, J,(1994), Kamus Lengkap Kimia,Erlangga, Jakarta
Peters, Jan Hendrik, 1999. Service Management, Jakarta, Trisakti University
Jakarta

Weiner, I. B., & Greene, R. L. (2008).Handbook of personality assessment . New York: Wiley
Iodo
BAB 4
PENDAHULUAN

4.1 Teori Umum

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang

didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam

analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena

perbandingan stokiometri yang sederhana pelaksanaannya, praktis dan tidak banyak

masalah dan mudah. (Nurirjawati El Ruri, 2012)

Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung

dan tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan kadar-kadar zat

oksidator secara langsung, seperti kadar yang terdapat pada serbuk vitamin C.

(Nurirjawati El Ruri, 2012)

Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat

yang mengandung oksidator, misalnya Cl2, Fe(III), Cu(II) dan sebagainya. Sehingga

mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya. (Nurirjawati El

Ruri, 2012)

Titrasi redoks didasarkan pada pemindahan electron titran dan analit. Jenis

titrasi ini biasanya diikuti dengan potensiometri, meskipun pewarna yang mengubah

warna jika teroksidasi dengan kelebihan titran dapat digunakan.

Potensial reduksi adalah suatu ukuran seberapa menguntungksannya secara

termodinamik bagi suatu senyawa untuk mendapatkan electron. Nilai positif yang

tinggi untuk suatu potensial reduksi menunjukkan bahwa suatu senyawa mudah

tereduksi sehingga merupakan bahan pengoksidasi kuat, yaitu senyawa yang

menghilangkan electron dari zat-zat dengan potensial reduksi yang lebih rendah.
Suatu zat dengan potensial reduksi yang lebih tinggi akan mengoksidasi zat

yang potensial reduksinya lebih rendah. Perbedaan potensial antara dua zat

merupakan potensial reaksi dan lebih kurang merupakan perbedaan potensial yang

akan diukur jika zat tersebut terdiri atas dua setengah dari suatu sel listrik.

Contohnya I2 akan mengoksidasi Br- dengan mengikuti persamaan berikut ini :

Cl2 + 2 Br- 2 Cl+Br2 (David, 2005)

Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena zat organic

dan zat anorganik dapat ditemukan dengan cara ini. Namun demikian agar titrasi

redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus di penuhi :

1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran

electron secara stokiometri.


2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur

(Kesempurnaan 99%). Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

(Pharmaceutical friend. Org, 2012)


BAB 5
TINJAUAN PUSTAKA

5.1 Teori Umum

Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada penentuan atau

penetapan berdasar pada jumlah I 2 (Iodium) yang bereaksi dengan sampel atau

terbentuk dari hasil reaksi antara sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara

sampel dengan ion iodide (I).

Metode ini tergolong titrasi langsung, berbeda dengan metode iodometri yang

sama-sama menggunakan I2 sebagai dasar penetapannya.


Daftar Pustaka

BAB 6
PENDAHULUAN
6.1 PENGERTIAN
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II,Kalium Permanganat dimana zat ini
akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk
akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .Pada titrasi iodometri,
analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk
menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan
tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan
sebagai titrasi kembali.
6.2 LATAR BELAKANG
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi
kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan
reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang
terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi.Sebaliknya pada reduktor, atom
yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus
selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah
oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja
(Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor.Namin demikian,
oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk
penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion
vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter
disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter
disebut iodometri (Rivai, 1995).
BAB 7
TINJAUAN PUSTAKA
7.1 DASAR TEORI
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor.Namin demikian,
oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk
penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion
vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter
disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter
disebut iodometri (Rivai, 1995).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri)
dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan
iodium.Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak
pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada
banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan
kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang
kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.Reaksi antara iodium dan tiosulfat
berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi
agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar
dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam
botol volumetrik.Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu
larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan
iodium.Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar
primer, As2O3 yang paling biasa digunakan.(Underwood, 1986).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik
adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O.Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara
langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer.Larutan natrium
tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama.Sejumlah zat padat digunakan sebagai
standar primer untuk larutan natrium tiosulfat.Iodium murni merupakan standar yang
paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan
iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri)
mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar.Metode titrasi iodometri tak
langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi
dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem
reversibel:
I2(solid) 2e 2I-
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air
yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya,
menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium
permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan,
atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih,
terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik
ditulis sebagai:
I3- + 2e 3I-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-
iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium
permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu
larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida,
I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod
seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-
(Bassett, J. dkk., 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja
sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah
lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau
kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir
titrasi.Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji,
karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium.Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam
daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood,
1986).
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu cara pemeriksaan kimia disebut titrimetri, yakni pemeriksaan

jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang

dibutuhkan untuk pereaksi secara stokiometri dengan zat yang ditentukan dapat

dibagi menjadi empat jenis, yaitu reaksi asam basa, reaksi pengendapan, reaksi

pembentukan kompleks atau komplesometri, dan terakhir reaksi redoks.

Reaksi oksidasi reduksi dan asam basa memiliki nasib yang sama, dalam

hal keduanya digunakan dalam banyak praktek kimia sebelum reaksi ini dipahami.

Konsep penting secara perlahan dikembangkan: misalnya, bilangan oksidasi,

oksidan (bahan pengoksidasi), reduktan (bahan pereduksi), dan gaya gerak listrik,

persamaan Nernst, hukum Faraday tentang induksi elektromegnet dan elektrolisis.

Perkembangan sel elektrik juga sangat penting. Penyusunan komponen reaksi

oksidasi-reduksi merupakan praktek yang penting dan memuaskan secara

intelektual. Sel dan elektrolisis adalah dua contoh penting, keduanya sangat erat

dengan kehidupan sehari-hari dan dalam industri kimia.


Salah satu contoh reaksi oksidasi reduksi adalah metode

permanganaometri. Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion

permanganat. Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan

alkalis.Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi

dilakukan dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik

akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam

suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat .

merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat


(KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara

KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara

langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe +, asam atau garam oksalat yang

dapat larut dan sebagainya


BAB 8
TINJAUAN PUSTAKA

8.1 Tinjauan Pustaka

Metode Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan

reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi

oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu.

Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun.Kebanyakan

titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+,

asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam

yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri

seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai

oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih

sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang

akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang

bersangkutan. (2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat.

Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan

baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya

dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.


Daftar Pustaka
Susanti dan Yenny Wunas. 1992. Analisa Kimia Farmasi Kwantitatif. Makassar: LEMBAGA
PENERBIT UNHAS
BAB 8
PENDAHULUAN

8.1. Latar Belakang


Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan atas pembentukkan
senyawa kompleks yang larut, yang berasal dari reaksi antara ion logam / kation (komponen
zat uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan (pentiter). Salah satu zat pembentuk
kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium
etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk
kompleks dengan perbandingan 1 : 1.
Suatu titik ekivalen segera tercapai dalam titrasi dan akhirnya titrasi kompleksometri
dapat digunakan untuk penentuan beberapa logam pada operasi skala semi-mikro.
Oleh sebab itu, kami membuat makalah tentang kompleksometri ini yang
diharapkan dapat memberi penjelasan tentang segala seuatu yang berhubungan dengan
kompleksometri serta semoga dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
BAB 9
PEMBAHASAN

9.1. Kompleksometri

Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan atas pembentukkan


senyawa kompleks yang larut, yang berasal dari reaksi antara ion logam / kation (komponen
zat uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan (pentiter).

Você também pode gostar