Você está na página 1de 71

ASKEP BRONCHOPNEUMONIA

KONSEP MEDIS
A. PENGERTIAN
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3
sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 :
710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh
eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli
terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-
barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai
infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan
daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen
infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

B. ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan
sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar
dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri,
mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya
tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena
adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M.
Nettina, 2001 : 682)

C. PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh
bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian
bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke
pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah
alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan
menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik
meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko
terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Soeparman, 1991)
PATHWAY
Lihat Pathway Bronkopneumonia DI SINI
Download Pathway BronkoPneumonia DI SINI

D. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas
selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan
gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.
(Barbara C. long, 1996 :435)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi
(pengisian rongga udara oleh eksudat).
(Sandra M. Nettina, 2001 : 683)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan sputum
Analisa gas darah
Kultur darah
Sampel darah, sputum, dan urin
2. Pemeriksaan Radiologi
Rontgenogram Thoraks
Laringoskopi/ bronkoskopi

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan
edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler,
gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 :
166)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :
177)
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan
rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari.
(Doenges, 1999 : 170)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya,
tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.

2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 40.000 / m dengan


pergeseran LED meninggi.
3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.

F. PENATALAKSANAAN
Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500
mg sehari atau Tetrasiklin 3 4 mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada
kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan
Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan
simtomatik seperti :
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sitemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat kesehatan
a) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam,
b) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
c) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
d) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
e) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal,
gelisah, sianosis

2. Pemeriksaan fisik
a) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
b) Auskultasi paru ronchi basah
c) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
d) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)

3. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan


a) Usia tingkat perkembangan
b) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
c) Koping
d) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
e) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya

4. Pengetahuan keluarga / orang tua


a) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
b) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
c) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
4. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
6. Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan
kurangnya informasi.
7. Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi

C. INTERVENSI
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret.
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil : sekret dapat keluar.
Rencana tindakan :
1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan
bunyi napas abnormal.
2. Lakukan suction sesuai indikasi.
3. Beri terapi oksigen setiap 6 jam
4. Ciptakan lingkungan nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang
5. Beri posisi yang nyaman bagi pasien
6. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan
7. Lakukan perkusi dada
8. Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli
Tujuan : pertujaran gas kembali normal.
Kriteria Hasil : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas
secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat
Rencana tindakan :
1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis
2. Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler
3. Beri oksigen sesuai program
4. Monitor AGD
5. Ciprtakan lingkungan yang nyaman
6. Cegah terjadinya kelelahan

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan


Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal
Kriteria Hasil : Tanda dehidrasi tidak ada.
Rencana tindakan :
1. Catat intake dan output cairan (balanc cairan)
2. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral
3. Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat,
kesadaran menurun, tanda-tanda vital.
4. Pertahankan keakuratan tetesan infus
5. Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)

4. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan
nutrisi.

Rencana tindakan :
1. Kaji status nutrisi klien
2. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan
inspeksi)
3. Timbang BB klien setiap hari.
4. Kaji adanya mual dan muntah
5. Berikan diet sedikit tapi sering
6. Berikan makanan dalam keadaan hangat
7. kolaborasi dengan tim gizi

5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria Hasil : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses
infeksi hilang
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada
daerah dahi dan ketiak
3. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
4. Berikan minum per oral
5. Ganti pakaian yang basah oleh keringat
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.

6. Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan


dengan kurangnya informasi
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit
anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya.

Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
2. Kaji tingkat pendidikan orang tua klien
3. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan
dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai
4. Tekankan perlunya melindungi anak.
5. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
6. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum
dimengertinya

7. Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi


Tujuan : Cemas anak hilang
Kriteria Hasil : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi
setelah dilakukan tindakan keperawatan
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat
klien.
3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya
4. Lakukan kunjungan, kontak dengan klien
5. Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien
6. Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah

D. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia adalah :
1. Pertukaran gas normal.
2. Bersihan jalan napas kembali efektif
3. Intake dan output seimbang
4. Intake nutrisi adekuat
5. Suhu tubuh dalam batas normal
6. Pengetahuan keluarga meningkat
7. Cemas teratasi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC
Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC

Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan

Soeparman, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta :Balai
Penerbit FKUI

Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta :EGC

http://teguhsubianto.blogspot.co.id/2009/08/asuhan-keperawatan-
bronchopneumonia.html

DAFTAR PUSTAKA

DR. Nursalam, M.Nurs, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak.
Jakarta : Salemba Medika
A. Aziz Alimul Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Edisi 2.
Jakarta : Salemba Medika
http://khaidirmuhaj.blogspot.co.id/2009/03/askep-bronchopneumonia.html
Askep Bronchopneumonia

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak merupakan hal yang paling penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus
keturunan , anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, tidak
satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami
bronchopneumonia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 3
tahun dengan resiko kematian yang tinggi pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan, sedangkan
di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun (1).Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama
dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari
data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6
di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun
tahun 2000, kombinasi bronchopneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi
penyebab kematian ketujuh di negara itu.
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung
udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan
menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa
bekerja. Gara- gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita
bronchopneumonia bisa meninggal. Sebenarnya bronchopneumonia bukanlah penyakit tunggal.
Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama
bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
B. TUJUAN
Tujuan penulisan dari makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah
keperawatan anak dan membantu mahasiswa dan pembaca untuk memahami penyakit
bronchopneumonia yang terjadi pada anak dan menambah pengalaman mahasiswa keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan bronchopneumonia

C. MANFAAT
1. Bagi Institusi
Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam memahami ilmu yang telah
diberikan khususnya dalam melaksanakan proses keperawatan dan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada anak dengan
bronchopneumonia.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan bronchopnemonia serta dalam melakukan pendokumentasian
dan penyusunan makalah bronchopneumonia.

D. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah:
a. Memperoleh data dengan menggunakan referensi yang ada kaitannya dengan masalah yang
diangkat penulis.
b. Memperoleh data melalui internet.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
I. KONSEP DASAR MEDIS
A. PENGERTIAN
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak,
teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru
(Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru
yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda
dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G.
Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Dari beberapa penngertian tersebut dapat disimpulkan,Bronkopneumonia adalah radang paru-
paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-
bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur dan benda asing

B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN


a. Anatomi

Sistem pernapasan terdiri atas :


Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara ke dan dari paru-paru.
Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan
udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru.
Faring atau tenggorokan
Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring.faring dibagi
menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Laring atau pangkal tenggorokan
Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah
untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi,melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda
asing dan memudahkan batuk. Laring sering juga disebut sebagai kotak suara. Dan terdiri atas :
epiglotis , glotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid,kartilaago aritenoid dan pita suara.
Trakea atau batang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari tulang-tulang rawan.
Bronkus atau cabang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea terdiri dari bronkus kiri dan kanan.
Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Paru-paru
dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan terdiri dari 3
lobus dan paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus.
b. Fisiologi
Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan
oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu
vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke
belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru
kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer
dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi,
refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di
kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya
permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung
(kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.

C. ETIOLOGI
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.Penyebab
Bronchopneumonia yang biasa ditemukan adalah:
1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium
Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah
a) Faktor predisposisi
-usia /umur
-genetik
b) Faktor pencetus
-gizi buruk/kurang
-berat badan lahir rendah (BBLR)
-tidak mendapatkan ASI yang memadai
-imunisasi yang tidak lengkap
-polusi udara
-kepadatan tempat tinggal

D. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan
alveolus dan jaringan sekitarnya. . Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme
tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III/hepatisasi kelabu (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV/resolusi (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-
sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan
napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga
fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis
respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan
terjadinya gagal napas.

E. MANIFESTASI KLINIK
Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas
Demam (390 400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi
Anak sangat gelisah,dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh
bernapas dan batuk
Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung
dan mulut.
Kadang-kadang disertai muntah dan diare
Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis
absorbsi.

F. KOMPLIKASI
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan
akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di
satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang
berbercak-bercak infiltrat
Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.
Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi.
Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigen.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya.

H. PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.
Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita, dan dugaan kuman
penyebab:
1. Umur 3 bulan-5 tahun,bila toksis disebabkan oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus
influenza atau stafilokokus.Pada umumnya tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis
dipakai :
Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2 kali sehari dan
Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau kombinasi Ampisilin 50-100
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau
kombinasi Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sama
dengan diatas).
2. Anak anak < 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia:
o Penisilin prokain IM atau o Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/24 jam oral, 4 kali sehari o
Eritromisin atau o Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari. o Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 5 % NaCl 0,225% 350cc / 24 jam ASI/PASI 8 x 20cc per sonde B. Non
farmakologi 1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah. 2.
Simptomatik terhadap batuk. 3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif 4. Bila
terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator. 5. Pemberian
oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik
adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya. I. PENCEGAHAN Penyakit
bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati
secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain
itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap
berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur
,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga
diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: 1. Vaksinasi Pneumokokus 2.
Vaksinasi H. Influenza 3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah 4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. II. KONSEP DASAR
KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN A. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan DS : polusi
udara, lingkungan berdebu,adanya anggota keluarga yang pernah menderita
bronchopneumonia,tidak mendapat vaksinasi /imunisasi yang lengkap,tidak mendapaat ASI yang
memadai,lingkungan yang padat penduduk. DO : demam, menggigil, berkeringat,sesak
napas,batuk,jenis kelamin, gangguan sistem imun : SLE, AIDS, Penggunaan steroid atau
kemoterapi, dominan pada usia > 3 tahun, rumah berdebu.
B. Pola nutrisi dan metabolic
DS : kehilangan nafsu makan ,mual /muntah, riwayat DM, tidak mendapat ASI yang memadai.
DO : gizi buruk, BBLR,defisiensi vitamin A, distensi abdomen, hiperaksi bunyi usus, kulit
kering,turgor kulit tidak elastis.
C. Pola aktivitas dan latihan
DS : kelelahan, kelemahan, takipnoe,insomnia, stridor
DO: letargi, pernapasan cuping hidung, sianosis,sputum,ronchi, fremitus meningkat, takikardi
D. Pola tidur dan istirahat
DS: insomnia, batuk ,sesak, stridor
DO: batuk, sesak, stridor, gelisah
E. Pola kognitif
DS: sakit kepala, nyeri dada
DO: rewel, menangis, bingung, samnolens
F. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
DO: stress ,ngompol, mengisap jari
DS : menangis, melempar mainan, isap jari

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang dapat diangkat adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi lendir di jalan napas, inflamasi
trakeabronkial, nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan.
2. Gangguan pertukaran gas b/d obstruksi saluran pernapasan
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, mual dan muntah.
5. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan
umum, batuk berlebihan dan dispnea.
6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi tubuh,
kurangnya intake cairan.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
DP 1: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b/d akumulasi lendir di jalan napas,inflamasi
trakeabronkial,nyeri pleuritik,penurunan energi,kelemahan.
HYD: -pasien menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas
-pasien menunjukkan jalan napas dengan bunyi napas bersih,tidak ada dispnea dan sianosis
Rencana tindakan :
Kaji atau pantau pernapasan klien
Rasionalnya: Mengetahui frekuensi pernapasan klien sebagai indikasi dasar gangguan
pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan (ronchi,wheezing)
Rasionalnya: adanya bunyi napas tambahan yang menandakan gangguan pernapasan.
Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semi fowler
Rasionalnya : posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru lebih maksimal
Terapi inhalasi dan latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasionalnya : napas dalam memudahkan ekspirasi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil.
Batuk adalah mekanisme membersihkan jalan napas alami, membantu silia mempertahankan
jalan napas paten.
Memberian cairan per oral/IV sesuai usia anak,tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasionalnya : cairan khususnya yang hangat memobilisasi serta mengeluarkan lendir.
Kolaborasi dengan dokter dalam pengisapan lendir sesuai indikasi
Rasionalnya : merangsang batuk serta membersihkan jalan napas secara mekanik pada pasien
yang tidak mampu melakukan pernapasan karena batuk tidak efektif atau penurunan kesadaran.

DP 2 : Gangguan pertukaran gas b/dobstruksi saluran pernapasan


HYD : pasien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernapasan.
Rencana tindakan :
Monitor / kaji tanda-tanda vital, kesulitan bernapas, retraksi stomal.
Rasionalnya : data dasar untuk pengkajian lebih lanjut.
Observasi warna kulit,membran mukoasa dan kuku,catat adanya sianosis
Rasionalnya : sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/menggigil namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut
menunjukkan hipoksemia sistemik.
Kaji status mental
Rasionalnya : gelisah, mudah terangsang, bingung dan samnolens dapat menunjukkan
hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi,napas dalam dan batuk efektif.
Rasionalnya :tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret
untuk memperbaiki ventilasi.
Pertahankan istirahat tidur
Rasionalnya : mencegah kelelahan dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk kemudahan
perbaikan infeksi.

DP 3 : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


HYD : Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
Rencana tindakan :
Pantau suhu pasien (perhatiakan menggigil/diaforesis)
Rasional : Suhu 38,9 41,10 C menunjukkan proses penyakit, infeksius akut. Pola demam dapat
membantu diagnosis.
Pantau suhu lingkungan, batasi aktivitas.
Rasional : suhu ruangan di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
Berikan kompres hangat
Rasional : dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan air dingin/ es kemungkinan
menyebabkan peningkatan suhu secara aktual.
Berikan antipiretik misalnya parasetamol
Rasional : mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, parasetamol baik untuk
anak karena parasetamol memiliki efek yg minimal terutama bagi anak.
DP 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, mual dan muntah.
HYD : Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan dan mempertahankan berat badan
Rencana tindakan :
Indentifikasi factor yang menyebabkan kesulitan menelan (nyeri)
Rasional : pilihan intervensi tergantung pada penyebaran masalah
Auskultasi bunyi usus , observasi / palpasi distensi abdomen
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tak ada bila proses infeksi berat/memanjang.
Berikan makan porsi kecil tapi sering
Rasional : Tindakan ini dapat meningktkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat
untuk kembali.
Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Peningkatan berat badan secara bertahap menandakan adanya perbaikan status nutrisi
pasien

DP 5 : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,


kelemahan umum,batuk berlebihan dan dispnea.
HYD : pasien menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital normal.
Rencana tindakan :
Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas.
Rasionalnya : merencanakan intervensi yang tepat.
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasionalnya : ADL-nya dapat terpenuhi.
Bantu pasien perawatan diri yang diperlukan
Rasionalnya: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2
Lakukan istirahat yang adekuat setelah beraktivitas.
Rasionalnya : membantu mengembalikan energi.
Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet.
Rasionalnya : metabolisme membutuhkan energi.
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan
Rasionalnya : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic,menghemat energi untuk penyembuhan.
DP 6 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi
tubuh, kurangnya intake cairan.
HYD : kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan adekuat, tanda vital (suhu) rentang normal.
Rencana tindakan :
Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam
Rasional : peningkatan suhu / demam meningkatkan laju metabolik Sn kehilangan cairan melalui
evaporasi .
Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
indikator langsung keadekuatan volume cairan , meskipun membran mukosa mulut mungkin
kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan.
Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur BB sesuai indikasi.
Rasional : memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
Pertahankan pemasukan cairan yang adekuat.
Rasional : Pada anak volume cairan adalah 20-25 % dari BB anak.
Beri obat sesuai indikasi , misalnya antipiretik
Rasional : berguna menurunkan kehilangan cairan serta peningkatan suhu.
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional : pada adanya penurunan masukan / banyak kehilangan penggunaan parenteral dapat
memperbaiki/ mencegah kekurangan.

D. DISCHARGE PLANNING
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada keluarga dan pasien sebelum pulang adalah :
Memberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan di rumah sesuai
dosis dan instruksi dokter
Memberitahukan jadwal kontrol di dokter kepada pasien dan keluarga
Mengajarkan kepada keluarga seperti :
-minum air hangat
-istirahat secukupnya
-mencuci tangan dengan sering
-membersihkan mulut dengan sering
Memberitahukan keluarga pasien tentang pentingnya memberi ASI eksklusif dan nutrisi pada
anak untuk mempertahankan sistem kekebalan tubuh dan mempercepat proses penyembuhannya.
Memberitahukan pada keluarga pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan
tempat tinggal ,hindari merokok,polusi udara,lingkungan berdebu karena dapat menurunkan
kesehatan dan melemahkan kondisi saluran napas anak.
Memberitahukan pentingnya pemberian imunisasi pada anak, karena dengan imunisasi
kekebalan tubuh semakin kuat dan mikroorganisme sulit masuk dalam tubuh.
Mengajarkan tindakkan sederhana yang dapat dilakukan bila anak sakit misalnya : memberikan
kompres hangat untuk menurunkan demam, memberikan minuman yang cukup untuk mencegah
dehidrasi, memberikan minuman hangat untuk membantu mengencerkan sekret yang kental.

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta : Salemba medika
Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fak. Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Ilmu
Kesehatan Anak 3. Jakarta
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/08/asuhan-keperawatan-bronchopneumonia.html
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/03/askep-bronchopneumonia.html
www.total-health-care.com
Tumbuh kembang anak usia 6 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan
masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat
badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.

Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan
sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

o Loncat tali

o Badminton

o Memukul

o Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama
dan kehalusan.

b. Motorik halus

o Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

o Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat


musik.

c. Kognitif

o Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi

o Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

o Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

o Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

o Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

o Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan

o Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal


o Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan
tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap
kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;

1. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran

2. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri

3. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah

4. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya

Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri

Selalu ingin tahu alasan tindakan

Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua

Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak

Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit

ANALISA DATA
NO TGL / JAM
1 Diisi pada saat tanggal pengkajian
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.


Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.

Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.

Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat.

Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi

Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan


kurangnya informasi.

Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA KEPERA

1 Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.


2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.

3 Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.

4 Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inta

5 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


6 Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan ku

7 Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi

CONTOH ASKEP: ASKEP ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONI

http://contoh-askep.blogspot.co.id/2008/10/asuhan-keperawatan-klien-tuberkulosis_10.html
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BRONCHOPNEUMONIA

DAFTAR SINGKATAN

C : Derajat Celcius

ADL : Activity Daily Living

Bp. : Bapak

DO : Data Obyektif

DS : Data Subyektif

RL : Ringer Laktat

RS : Rumah Sakit
Tn. : Tuan

Nn : Nona

tpm : Tetes per menit

WIB : Waktu Indonesia Barat

TD : Tekanan Darah

RR : Respiratory Rate

KU : Keadaan umum

BAK : Buang Air Kecil

BAB : Buang Air Besar

IGD : Instalasi Gawat Darurat

CO2 : Karbondioksida

Ml : mililiter
IV : Intravena

GDA : Gas Darah Arteri

PPOM : Penyakit Paru Obstruksi Menahun

ISK : Infeksi Saluran Kemih

O2 : Oksigen

BAB I

KONSEP DASAR

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan


1. Anatomi pernafasan

Sistem pernafasan berfungsi sebagai pendistribusi udara dan pertukaran gas sehingga

oksigen dapat disuplai dan karbon dioksida dikeluarkan dari sel-sel tubuh (Asih,
2003 : 2).Untuk lebih jelasnya anatomi pernafasan dapat dilihat pada (Gambar 1.1)

Secara sistematis saluran pernafasan dibagi menjadi saluran pernafasan atas dan

saluran pernafasan bawah. Organ saluran pernafasan atas terletak di luar toraks

atau rongga dada, sementara saluran pernafasan bawah terletak hampir seluruhnya

di dalam toraks (Asih, 2003 : 2).

a. Saluran pernafasan atas terdiri dari :

1) Hidung

Hidung adalah pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara keluar melalui

sistem pernafasan yaitu hidung yang terbentuk atas dua tulang hidung dan

beberapa kartilago. Terdapat dua pipi pada dasar hidung-nostril (lubang hidung),

atau nares eksternal yang dipisahkan oleh septum nasal di bagian tengah. Lapisan

mukus hidung adalah sel epitel bersila dengan sel goblet yang menghasilkan lendir

dan juga sebagai sistem pembersih pada hidung(Asih, 2003 : 2). Zat mukus yang

disekresi hidung mengandung enzim lisosom yang dapat membunuh bakteri

(Alsagaff, 2006 : 9).

2) Faring

Faring atau tenggorokan adalah tuba muskular yang terletak di posterior rongga

nasal dan oral dan di anterior vertebra servikalis. Faring dapat dibagi menjadi tiga

segmen, setiap segmen dilanjutkan oleh segmen lain nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Nasofaring terletak di belakang rongga nasal, orofaring terletak di

belakang mulut sedangkan laringofaring terletak di belakang laring (Asih , 2003 :

5).

3) Laring

Laring menghubungkan trakhea dengan faring (Underwood, J.C.E, :1999 : 14).

Laring sering disebut kotak suara fungsinya untuk berbicara, selain itu juga untuk

mencegah benda padat agar tidak masuk ke dalam trakhea. Dinding laring dibentuk

oleh tulang rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa

bersilia, kartilago laring tersusun 9 buah, kartilago yang terbesar adalah kartilago

tiroid atau disebut dengan buah jakun pada pria, terkait di puncak tulang rahang

tiroid terdapat epiglotis yang fungsinya membantu menutup laring sewaktu orang

menelan makanan. Pita suara terletak di kedua sisi selama bernafas, pita suara

tertahan di kedua sisi glotis sehingga untuk dapat masuk dan keluar dengan bebas

dari trakhea. Selama berbicara otot intrinsik laring menarik pita suara untuk

menghasilkan bunyi yang selanjutnya diubah menjadi kata-kata. Saraf kranial

motorik yang mempersarafi faring untuk berbicara adalah nervus vagus dan nervus

aksesorius(Asih , 2003 : 5).

b. Saluran pernafasan bawah terdiri atas

1) Trakhea (pipa udara)

Adalah saluran udara tubular yang mempunyai panjang sekitar 13 cm. Trakhea

terletak di depan esofagus, tepat di permukaan leher. Dinding trakhea disangga


oleh cincin-cincin kartilago, otot polos dan serat elastik. Cincin kartilago berbentuk

kaku guna mencegah agar tidak kolaps dan menutup jalan udara. Bagian dalam

trakhea dilapisi membran mukosa bersilia (Asih, 2003 : 5).

2) Bronkhial

Ujung distal trakhea terbagi menjadi bronkhus primer kanan dan kiri yang terletak

di dalam rongga dada. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada yang

kiri. Fungsi percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi udara antara

trakhea dan alveoli agar jalan udara tetap terbuka dan bersih (Pearce, 2006 : 215).

3) Alveoli

Alveoli berjumlah sekitar 300 sampai 500 juta di dalam paru-paru orang dewasa.

Fungsinya adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan

eksternal dan aliran darah. Alveoli dikelilingi oleh dinding yang tipis yang terdiri atas

satu lapis epitel skuamosa. Di antara sel epitel terdapat cairan khusus yang

menyekresi lapisan molekul lipid yang disebut surfaktan. Cairan ini dibutuhkan

untuk menjaga agar permukaan alveolar tetap lembab, tanpa surfaktan tekanan

permukaan akan menjadi demikian besar sehingga membutuhkan upaya muskular

yang sangat besar untuk mengembangkan alveoli (Asih, 2003 : 3-8). Surfaktan

adalah suatu zat campuran antara lemak fosfat, lemak jenis lain, protein dan

karbohidrat yang disekresi oleh epitel alveol tipe II, surfaktan berperan menurunkan

tegangan permukaaan pada cairan alveol sehingga alveol lebih mudah berkembang

pada waktu inspirasi dan mencegah alveol menutup pada akhir respirasi. Faktor
yang dapat mempengaruhi sintesa surfaktan adalah hormon tiroid dan hormon

kortikosteroid.(Alsagaff, 2006 :12)

4) Paru-paru

Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta

dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak atas diafragma,

bagian apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula . Pada permukaan

tengah dari setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus tempat bronkus primer

dan masuknya arteri serta vena pulmonasi ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri

paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk jutaan alveoli, jaring-jaring

kapiler dan jaringan ikat.

Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil pembagian pertama

disebut lobus. Paru kanan terdiri atas 3 lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya

terdiri 2 lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura. Lobus

kemudian dibagi lagi menjadi segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus

yang masing-masing mempunyai bronkhiale, arterioale, venula dan pembuluh

limfatik

Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleura.

Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan

mediastinum. Lapisan dalamnya disebut pleura viseral yang mengelilingi paru.

Rongga pleura ini mengandung cairan yang dihasilkan sel-sel serosa di dalam

pleura. Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak,
akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleuritis dan terasa sangat nyeri karena

membran pleura saling bergesekan (Asih, 2003 : 9).

5) Toraks

Rongga toraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang

disebut mediastinum. Satu-satunya organ dalam rongga toraks yang tidak terletak

di dalam mediastinum adalah paru-paru. (Asih, 2003 : 9).

2. Fisiologi pernafasan

Fisiologi pernafasan adalah serangkaian proses interaksi dan koordinasi yang

kompleks yang mempunyai peranan sangat penting dalam mempertahankan

kestabilan atau homeostasis lingkungan internal tubuh kita. Ventilasi pulmonal

adalah istilah teknis dari bernafas terdiri dari inspirasi yaitu gerakan perpindahan

udara masuk ke dalam paru-paru dan ekspirasi yaitu gerakan udara meninggalkan

paru-paru. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :

a. Inspirasi

Diafragma berkontraksi, bergerak ke arah bawah dan mengembangkan rongga

dada dari atas ke bawah. Otot-otot interkosta eksternal menarik iga dari atas keluar

yang mengembangkan rongga dada ke arah samping kiri dan kanan, dengan begitu

pleura parietal ikut mengembang diikuti oleh pleura viseral, yang menyebabkan

tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan atmosfer dan udara masuk melalui
hidung dan akhirnya sampai alveoli (Asih, 2003: 11). Otot otot yang digunakan

untuk inspirasi adalah difragma (paling utama), muskulo intercostalis externus,

muskulo scaleneus, muskulo sternocleidomastoideus dan muskulo pectoralis minor

(Alsagaff, 2006 :13)

b. Ekspirasi

Diafragma dan otot-otot interkosta rileks, karena rongga menjadi lebih sempit,

paru-paru terdesak dan jaringan elastiknya meregang selama inhalasi, mengerut

dan juga mendesak alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas

tekanan atmosfir, udara didorong keluar paru sampai kedua tekanan sama

kembali(Asih, 2003 : 10 -11). . Otot-otot yang digunakan untuk ekspirasi adalah

intercostalis internus dan otot-otot dinding perut (Alsagaff, 2006 : 13).

1. Pengertian
(Gambar 1.2)

Bronchopneumonia adalah pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbecak,

teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronkhi dan meluas ke

parenkim paru, (Smeltzer, 2001 : 215). Seperti yang terlihat pada gambar diatas

dimana pada penyakit bronchopneumonia yang terkena adalah pada bagian

bronkhusnya (Gambar 1.2).

Bronchopneumonia adalah proses inflamasi dari parenkim paru yang mengenai

bronkus atau bronkiolus yang umumnya disebabkan oleh preparat infeksius

(Baughman, 2000 : 460).


Bronchopneumonia adalah bercak-bercak konsolidasi, terpusat pada bronkiolus atau

bronkus, sebagian besar terjadi pada bayi atau anak, biasanya sekunder terhadap

penyakit yang ada sebelumnya (Underwood, J.C.E, : 1999 : 14).

C. Etiologi

Penyebab dari bronchopneumonia hampir mirip dengan pneumonia diantaranya

disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur. Bakteri (streptokokkus pneumonia,

streptokokkus piogenes, stafilokokkus aureus, klebsiela pneumonia, eschericia coli,

sedangkan dari virus yaitu (influenza virus, Respiratory Syntial Virus (RSV), jamur

yaitu (aspergillus, fikomisetes, blastomises dermatitidis, selain itu dapat juga

disebabkan bahan lain misalnya inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau

uap kimia seperti berilium, inhalasi bahan debu yang mengandung alergen, radiasi,

daya tahan tubuh yang menurun (Alsagaff, 2006 : 122-123). Penyebab dari

bronchopneumonia adalah bakteri dengan virulensi rendah, seperti yang ditemukan

pada penderita dengan imunosupresi dimana bakteri tidak akan menyebabkan sakit

yang serupa pada individu sehat dan sakit, organisme penyebab adalah

stafilokokkus, streptokokkus, haemophyilus influenzae koliform dan jamur

(Underwood, J.C.E, 1999 : 13-14).

D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2001 : 460) manifestasi klinis dari bronchopneumonia adalah

menggigil mendadak, demam yang meningkat dengan cepat dan berkeringat

sangat banyak, nyeri dada seperti ditusuk yang diperburuk dengan pernafasan dan

batuk, sakit parah dengan takipnea jelas (25-45 x/menit) dypsnea, nadi cepat, sakit

kepala, nyeri otot, anoreksia, sputum purulen.

Menurut Asih (2003 : 65) temuan subyektif meliputi dipsneu demam, menggigil,

batuk produktif dengan sputum purulen. Temuan obyektif termasuk demam,

hipoksemia, bunyi pekak saat perkusi. Menurut Alsagaff (2006 : 125) gejala bersifat

akut, penderita merasa badannya dingin disertai menggigil dan disusul dengan

peningkatan panas badan 40C, panas badan meninggi pada pagi dan sore, mialgia.

E. Patofisiologi

Menurut Smeltzer (2001 : 211) virus, jamur, bakteri masuk ke alveoli dan ke

bronkioli melalui inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari

nasofaring, sirkulasi dari infeksi sistemik, invasi bakteri ke bronkioli dan alveolar

menyebabkan inflamasi saluran pernapasan maka akan terjadi peningkatan jumlah

kapiler dan peningkatan sekresi kelenjar mukosa. Peningkatan jumlah kapiler akan

terjadi oedema pada mukosa dan bila terlalu lama maka akan terjadi hipoventilasi

dan pasien akan sesak nafas dikarenakan pada saat terjadi hipoventilasi terjadi

ketidakseimbangan masukan oksigen ke dalam darah. Pada saat terjadi

peningkatan sekresi kelenjar mukosa akan meningkatkan produksi mukosa yang bila

tidak segera diatasi lama kelamaan sekret itu akan semakin bertambah, yang akan
menyebabkan penyumbatan di saluran pernafasan.

Menurut Asih (2003 : 65) virus, jamur,protozoa, atau riketsia masuk melalui

beberapa jalur yaitu ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara,

mikroorganisme dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain,

mikroorganisme dapat juga terinspirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari peralatan

terapi pernapasan yang terkontaminasi, melalui sirkulasi infeksi sistemik. Pada

individu yang sehat, patogen yang mencapai paru dikeluarkan atau melalui

mekanisme pertahanan diri seperti refleks batuk, klirens mukosiliaris, dan

fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu yang rentan, patogen yang masuk

ke dalam tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin yang bersifat merusak dan

menstimulasi respon inflamasi dan respon imun yang keduanya mempunyai efek

samping merusak. Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh

beberapa mikroorganisme merusak membran mukosa bronkhial dan membran

alveolar kapiler. Inflamasi dan edema menyebabkan sel-sel acini dan bronkhiolar

terminalis terisi oleh debris infeksius dan eksudat, yang menyebabkan abnormalitas

ventilasi-perfusi.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998 : 247) adalah :

1. Pemeriksaan sinar X dada bercak atau infiltrat difus

2. Leukosit
3. Kultur darah

4. Gas darah arteri

5. Bronkoskopi

Menurut Alsagaff (2006 : 132) meliputi :

1. Kultur sputum

Pada kultur sputum kuman dengan media agar darah bila ada stafilokokkus hemolitik

akan terlihat yellow pigmented colonies dalam.24 jam

2. Kultur darah

Bila leukosit meningkat sampai 20.000 pertanda prognosis.jelek

3. Foto thorax terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau streptokokkus

beberapa lobus.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bronkopneumoni menurut Baughman (2000 : 461) yaitu :

1. Pemberian antibiotik yaitu penisilin G merupakan antibiotik untuk infeksi oleh


streptokokkus. pneumonia yang lainnya eritromisin, klindamisin.

2. Oksigen untuk hipoksemia, gas darah arteri

3. Tirah baring sampai tanda infeksi yang diperlihatkan.menghilang


4. Tindakan dukungan pernafasan seperti intubasi endotrakeal, inspirasi oksigen
konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif

Penatalaksanaan bronkopneumoni menurut Engram (1998 : 61) yaitu :

Penatalaksanaan medis :

1. Farmakoterapi (antibiotik diberikan secara intravena, ekspektoran, antipiretik,


analgetik)

2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol

3. fisioterapi dada dengan drainase postural

Penatalaksanaan keperawatan :

1. Terapi intravena

2. Imobilisasi

H. Komplikasi

Menurut Tucker (1998 : 247) komplikasi bronchopneumonia adalah

1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau


kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.

2. Emfisema adalah suatu keadaan di mana terkumpulnya nanah dalam rongga


pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak

Menurut Smeltzer (2001 : 240 ) komplikasi bronchopneumonia adalah :

1. Hipotensi dan syok, terutama pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan

yang spesifik atau menunda pengobatan

2. Gagal pernapasan, pasien biasanya memberikan respon terhadap pengobatan

dalam 24 jam setelah antibiotik diberikan

3. Atelektasis, akibat obstruksi bronkus oleh penumpukan sekresi

4. Efusi pleura, cairan terkumpul dalam rongga pleura

5. Delirium, disebabkan oleh hipoksia, meningitis

Virus, bakteri, jamur

Inhalasi mikroorganisme yang Aspirasi organisme dari Sirkulasi dari infeksi

dilepaskan ke dalam udara nasofaring sistemik

Peningkatan jumlah permeabilitas Invasi bakteri ke bronkioli

kapiler dan alveolar


Hypoventilasi

Reaksi antigen dan

Gangguan keseimbangan oksigen antibodi

Sesak nafas Endotoksin dilepaskan

Nyeri

Penggunaan otot bantu Inflamasi saluran

pernapasan meningkat pernafasan

Upaya pernapasan meningkat Bronchopneumonia Peningkatan sekresi

kelenjar mukosa

Keletihan

Hipoxia
Peningkatan produksi
Intoleransi aktivitas
mukus

Suplay O2 ke GI menurun Akumulasi sekret

Anoreksia Obstruksi jalan nafas

Perubahan nutrisi kurang Ketidakefektifan

dari kebutuhan bersihan jalan nafas

Suplay O2 ke otak

menurun
Pusing Penurunan

kesadaran

J. Data Dasar Pengkajian Pasien

Data dasar pengkajian pasien menurut Doenges (2001 : 164-165) adalah :

1. Aktivitas atau istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia.

Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

2. Sirkulasi

Gejala : Riwayat adanya gagal ginjal kronis.

Tanda : Takikardi, penampilan kemerahan atau pucat.

3. Integritas ego
Gejala : Banyaknya stressor, masalah finansial.

4. Makanan atau cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, riwayat diabetes mellitus

Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif, bunyi usus, kulit dengan turgor buruk,

malnutrisi.

5. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala daerah frontal

Tanda : Perubahan mental (bingung, somnolen)

6. Nyeri atau kenyamanan

Gejala : Sakit kepala, nyeri dada meningkat oleh batuk, mialgia, sefalgia

Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit

untuk membatasi gerakan).

7. Pernafasan
Gejala : Riwayat adanya ISK kronis, PPOM, takipnea, dipsneu progresif,

pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.

Tanda : Sputum purulen, perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi, gesekan

friksi pleura, fremitus, taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi

bunyi nafas : menurun atau tidak ada di atas area yang terlihat atau nafas

bronkhial.

8. Keamanan

Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, misal : SLE, AIDS, demam

Tanda : Berkeringat, menggigil berulang, kemerahan mungkin ada pada kasus

rubela.

9. Penyuluhan atau pembelajaran

Gejala : Riwayat mengalami pembedahan

Data dasar pengkajian pasien menurut Engram (1998 : 61-62) adalah :

1. Riwayat atau adanya faktor risiko seperti PPOM, perokok berat, immobilisasi
fisik lama, pemberian makanan melalui selang sacara terus-menerus, obat-
obatan imunosupresif, menghirup atau aspirasi zat iritan, terpapar pulusi
udara terus-menerus,terpasang selang endotrakeal atau trakeostomi,
penurunan tingkat kesadaran.
2. Pemeriksaan fisik berdasarkan pada format pengkajian sistem pernapasan
yaitu demam tinggi dan menggigil, nyeri dada pleuritik, takipnea dan
takikardi, rales, pada awalnya batuk tidak produktif tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mukosa purulen, dipsnea,
kelemahan dan malaise, keringat hilang timbul sesuai peningkatan dan
penurunan demam.

3. Cari sumber infeksi saluran pernapasan atas (luka tenggorokan, kongesti


nasal, demam ringan)

4. Kaji respon emosional terhadap kondisinya

K. Fokus Intervensi Keperawatan

Menurut Doenges (1999 : 166-174) fokus intervensi bronchopneumonia adalah:

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,

peningkatan produksi sekret.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas efektif.

Kriteria hasil : Jalan nafas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dipsnea,

sianosis.

Intervensi Rasionalisasi
a. Takipnea, pernapasan dangkal dan

a. Kaji frekuensi atau kedalaman gerakan dada tak simetris sering terjadi

pernafasan dan gerakan dada ketidaknyamanan gerakan dinding dada

atau cairan paru


b. Auskultasi area paru, catat area b. Penurunan aliran udara terjadi pada area

penurunan atau tak ada aliran konsolidasi dengan cairan, bunyi nafas

udara dan bunyi nafas adventisius, bronkial dapat juga terjadi pada area
misal krekels konsolidasi
c. Bantu pasien latihan nafas sering, c. Nafas dalam memudahkan ekspirasi

bantu pasien mempelajari maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih

melakukan batuk efektif kecil


d. Air hangat dapat memobilisasi
d. Berikan minum air hangat
mengeluarkan sekret

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar

kapiler, hipoventilasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan pertukaran

gas.

Kriteria hasil : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi dengan GDA dalam

rentang normal, tidak ada tanda distres pernafasan.

Intervensi Rasionalisasi
a. Manifestasi distres pernafasan tergantung pada
a. Kaji frekuensi, kedalaman
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan
dan kemudahan bernafas
umum
b. Observasi warna kulit dan b. Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau

membran mukosa, kuku respon tubuh terhadap demam namun sianosis

catat adanya sianosis membran mukosa kulit menunjuk-kan hipoksemia

perifer sistemik
c. Awasi frekuensi dan irama c. Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam

jantung atau dehidrasi atau hipoksia


d. Pertahankan istirahat tidur d. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
kebutuhan atau konsumsi oksigen untuk

memudahkan perbaikan infeksi


e. Kolaborasi dalam
e. Untuk mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg
pemberian O2
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.

Intervensi Rasionalisasi
a. Selama periode waktu ini potensial

a. Pantau tanda-tanda vital komplikasi fatal (hipotensi atau syok

dapat terjadi)
b. Anjurkan pasien memperhatikan
b. Sputum harus dikeluarkan dengan cara
pengeluaran sekret dan melapor-kan
aman, perubahan karakter sputum
perubahan warna, jumlah dan bau
menunjukkan perbaikan pneumonia
sekret
c. Tunjukkan atau dorong teknik c. Efektif berarti menurunkan penyebaran

mencuci tangan yang baik atau tambahan infeksi


d. Ubah posisi dengan sesering mungkin
d. Meningkatkan pengeluaran
dan berikan pembuangan paru yang
pembersihan infeksi
baik
e. Kolaborasi dalam pemberian e. Obat ini digunakan untuk membunuh

antibiotik kebanyakan mikrobial pneumoni


4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay dan

kebutuhan oksigen, kelemahan umum.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukkan peningkatan

toleransi terhadap aktivitas.

Kriteria hasil : Tak adanya dipsnea, tanda-tanda vital kembali normal.

Intervensi Rasionalisasi
a. Menetapkan kemampuan atau
a. Evaluasi respon pasien terhadap
kekuatan pasien dan memudahkan
aktivitas
pilihan
b. Berikan lingkungan yang tenang dan b. Menurunkan stres dan

batasi pengunjung meningkatkan istirahat


c. Beritahu arti pentingnya istirahat dalam c. Tirah baring dipertahankan selama

rencana pengobatan perlunya fase akut untuk menurunkan

keseimbangan aktivitas dan istirahat kebutuhan metabolik


d. Bantu pasien memilih posisi nyaman d. Pasien mungkin nyaman dengan

untuk istirahat tidur kepala tinggi, tidur di kursi


e. Meminimalkan kelelahan dan
e. Bantu aktivitas perawatan diri, yang
membantu keseimbangan suplay
diperlukan
kebutuhan oksigen

5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri berkurang.


Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri hilang, pasien rileks.

Intervensi Rasionalisasi
a. Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa
a. Tentukan karakteristik nyeri
derajat
b. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan

b. Pantau tanda-tanda vital darah menunjukkan bahwa pasien mengalami

nyeri
c. Tindakan non analgetik diberikan dengan
c. Berikan tindakan nyaman misal
sentuhan lembut dapat menghilangkan
pemijatan, relaksasi
ketidaknyamanan
d. Kolaborasi dalam pemberian
d. Obat ini dapat digunakan untuk batuk,
analgetik dan antitusif sesuai
meningkatkan kenyamanan
indikasi

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan

kebutuhan metabolik, : anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil : a. Menunjukkan peningkatan nafsu makan

b. Mempertahankan berat badan

Intervensi Rasionalisasi
a. Identifikasi faktor yang a. Pilihan intervensi tergantung pada penyebab

menimbulkan mual muntah masalah


b. Berikan wadah tertutup untuk b. Menghilangkan tanda bahaya, bau dari

sputum dan buang sesering lingkungan pasien yang dapat menurunkan

mungkin mual
c. Auskultasi bunyi usus,
c. Bunyi usus mungkin menurun, distensi
observasi atau palpasi distensi
abdomen terjadi akibat menelan udara
abdomen
d. Tindakan ini dapat meningkatkan masukan
d. Berikan makan porsi kecil dan
meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk
sering
kembali
e. Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan
e. Evaluasi status nutrisi umum,
malnutrisi rendahnya tahanan terhadap
ukur berat badan dasar
infeksi.

7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

yang berlebihan (demam, berkeringat banyak, muntah), penurunan masukan oral.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kekurangan volume

cairan.

Kriteria hasil : a. Membran mukos lembab, turgor kulit baik

1. Pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil

Intervensi Rasionalisasi
a. Kaji perubahan tanda vitala. Peningkatan suhu meningkatkan laju metabolik

dan kehilangan cairan, takikardi menunjukkan


kekurangan cairan sistemik
b. Kaji turgor kulit,

kelembaban membran b. Indikator langsung keadekuatan volume cairan

mukosa
c. Laporkan jika terjadi mual
c. Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
atau muntah
d. Pantau masukan dan d. Memberikan informasi tentang keadekuatan

haluaran volume cairan dan kebutuhan pengganti


e. Kolaborasi dalam

pemberian obat antipiretik e. Berguna menurunkan kehilangan cairan

dan antiemetik
f. Pada adanya penurunan masukan atau banyak
f. Berikan cairan tambahan
kehilangan, pengggunaan parenteral dapat
IV sesuai keperluan
mencegah kekurangan cairan
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai

penyakitnya.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan pasien bertambah.

Kriteria hasil : a. Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit dan

pengobatan.

b. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program

pengobatan.

Intervensi Rasionalisasi
a. Kaji fungsi normal paru, patologi a. Meningkatkan pemahaman situasi yang

kondisi ada dan penting menghubung kan


dengan program pengobatan
b. Diskusikan aspek ketidakmam-puan
b. Informasi dapat meningkatkan koping
dari penyakit, lamanya
dan membantu menurunkan ansietas dan
penyembuhan dan harapan
masalah berlebihan
kesembuhan
c. Kelemahan dan depresi dapat
c. Berikan informasi dalam bentuk
mempengaruhi kemampuan untuk
tertulis dan verbal
mengasimilasi informasi
d. Tekankan pentingnya melanjutkan d. Selama awal 6-8 minggu setelah pulang,

batuk efektif latihan pernafasan pasien beresiko besar kambuh


e. Tekankan perlunya melanjutkan e. Penghentian dini antibiotik dapat

terapi antibiotik selama periode yang mengakibatkan iritasi mukosa bronkial

dianjurkan dan menghambat makrofag alveolar

Menurut Engram (1999 : 166-174) fokus intervensi bronchopneumonia adalah:

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan bronchopneumonia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan pertukaran

gas.

Kriteria hasil : Bunyi nafas jelas, analisa gas darah dalam batas normal, frekuensi

nafas 12-24 per menit, frekuensi nadi 60-100 kali/menit, tidak ada batuk

Intervensi Rasionalisasi
a. Pantau : status pernafasan tiap 8 jam, tanda vital a. Untuk mengidentifikasi

tiap 4 jam, hasil analisa gas darah, foto rontgen, kemajuan-kemajuan atau
penyimpangan dan hasil
pemeriksaan fungsi paru-paru
yang diharapkan
b. Berikan ekspektoran sesuai dengan anjuran dan

evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali seluruh b. Ekspektoran membantu

obat-obatan yang diberikan dan hindari efek mengencerkan sekresi

samping akibat interaksi antara satu obat dengan sehingga sekret dapat

obat lainnya. Jadwalkan pemberian obat-obatan keluar pada saat batuk

untuk mencapai efek terapeutik maksimal


c. Untuk membantu

mengeluarkan sekresi.
c. Dorong pasien untuk minum minimal 2-3 liter cairan
Cairan juga membantu
perhari
mengalirkan obat-obatan

di dalam tubuh
d. Nikotin dapat

d. Dorong pasien untuk berhenti merokok menyebabkan

penyempitan
e. Posisi tegak lurus

memungkinkan ekpansi

e. Pertahankan posisi yang nyaman paru lebih penuh dengan

cara menurunkan tekanan

abdomen pada diafragma

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, diaforisis


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kekurangan volume

cairan.

Kriteria hasil : Haluaran urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005-

1,025, natrium serum dalam batas normal, mukosa membran lembab, turgor kulit

baik, tidak mengeluh kehausan

Intervensi Rasionalisasi
a. Pantau masukan dan haluaran a. Untuk mengidentifikasi kemajuan-

setiap 8 jam, timbang berat badan kemajuan atau penyimpangan-

tiap hari, kondisi kulit dan mukosa penyimpangan dari sasaran yang

membran tiap hari diharapkan


b. Berikan terapi intravena sesuai b. Selama fase akut, pasien terlalu lemah dan

dengan anjuran dan berikan dosis sesak, untuk meminum cairan per oral

pemeliharaan dan tindakan- secara adekuat dan untuk mempertahankan

tindakan pencegahan hidrasi yang adekuat


c. Berikan cairan per oral sekurang-
c. Cairan membantu distribusi obat-obatan
kurangnya tiap 2 jam sekali.
dalam tubuh, serta membantu menurunkan
Dorong pasien untuk minum cairan
demam

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas sekunder

terhadap bronchopneumonia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukkan peningkatan

toleransi terhadap aktivitas.

Kriteria hasil : Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri, dapat berjalan jauh

tanpa mengalami nafas cepat, sesak nafas dan kelelahan

Intervensi Rasionalisasi
a. Untuk mengidentifikasi

a. Monitor frekuensi nadi dan frekuensi nafas kemajuan yang dicapai atau

sebelum dan sesudah aktivitas penyimpangan dari sasaran

yang diharapkan
b. Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan frekuensi

nafas meningkat secara cepat dan pasien b. Gejala-gejala tersebut

mengeluh sesak nafas dan kelelahan, tingkatkan merupakan tanda adanya

aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan intoleransi aktivitas.

toleransi
c. Bantu pasien dalam melaksanakan aktivitas sesuai

dengan kebutuhannya. Beri pasien istirahat tanpac. Untuk menyimpan energi

diganggu diantara berbagai aktivitas


d. Aktivitas fisik meningkatkan
d. Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas,
kebutuhan oksigen dan
lakukan tindakan pencegahan terhadap
sistem tubuh akan berusaha
komplikasi akibat imobilisasi
menyesuaikannya
e. Konsul dokter jika sesak nafas tetap ada atau e. Hal tersebut dapat

bertambah berat saat beristirahat merupakaan tanda awal dari


komplikasi khususnya gagal

nafas
4. Nyeri dada pleuritik berhubungan dengan bronchopneumonia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang

Kriteria hasil : Menyangkal nyeri dada pleuritik, ekspresi wajah rileks

Intervensi Rasionalisasi
a. Nyeri dada, biasanya ada
a. Tentukan karakteristik nyeri
dalam beberapa derajat
b. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran b. Analgetik membantu

untuk mengatasi nyeri pleuritik jika perlu dan mengontrol nyeri dengan

evaluasi keefektifannya memblok jalan rangsang nyeri


c. Berikan tindakan untuk memberikan rasa
c. Tindakan tersebut akan
nyaman seperti mengelap punggung pasien,
meningkatkan relaksasi.
memberi air minum hangat

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan

metabolisme tubuh penurunan nafsu makan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukkan peningkatan nafsu

makan
Kriteria hasil : Peningkatan masukan makanan , tidak ada penurunan berat badan

lebih lanjut

Intervensi Rasionalisasi
a. Pantau , presentase jumlah makanan a. Untuk mengidentifikasi kemajuan-

yang dikonsumsi setiap kali makan, kemajuan atau penyimpanagan dari

timbang berta badan tiap hari sasaran yang diharapkan


b. Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika
b. Bau yang tidak menyenangkan
sputum tercium bau busuk. Pertahankan
dapat mempengaruhi nafsu makan.
kesegaran ruangan
c. Rujuk kepada ahli gizi untuk membantu c. Kebanyakan pasien lebih suka

memilih makanan yang dapat memenuhi mengonsumsi makanan yang

kebutuhan nutrisi selama sakit merupakan pilihan sendiri


d. Berikan makanan dengan porsi sedikit d. Makanan porsi sedikit tapi sering

tapi sering memerlukan lebih sedikit energi

1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,


pemeriksaan diagnostik dan rencana pengobatan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas berkurang

Kriteria hasil : Berkurangnya keluhan perasaan takut, ansietas, dan gelisah,

secara verbal menyatakan mengerti kondisi pasien, pemeriksaan diagnostik

dan rencana pengobatan

Intervensi Rasionalisasi
a. Ketika terjadi tanda-tanda a. Keberadaan pemberi pelayanan kesehatan yang

distres pernapasan : kompeten dan penuh percaya diri membantu

1) Temani pasien dan minta menurunkan ansietas yang muncul pada waktu

perawat lain untuk segera pasien sendirian. Sakit dada dan kesulitan

lapor dokter bernapas dapat mencetuskan ansietas. Takipnea

2) Lakukan pendekatan dengan seringkali diakibatkan oleh ansietas, hal tersebut

penuh percaya diri dan menyebabkan menurunnya masukan oksigen

tenang. Dorong pasien untuk dan meningkatnya kehilangan CO2. Pernapasan

melakukan napas dalam yang terkontrol dapat menurunkan ansietas.


b. Berikan obat-obat analgetik

(morfin sulfat) sesuai dengan b. Untuk membantu menurunkan nyeri dada dan

anjuran dan evaluasi menurunkan ansietas

keefektifannya
c. Konsul dokter jika analgetik
c. Nyeri yang menetap merupakan tanda
yang diberikan gagal
timbulnya infark paru
mengontrol nyeri dada
d. Selama fase akut berikan d. Mengetahui apa yang diharapkan dapat

penjelasan singkat tentang mengurangi ansietas. Nyeri dan distress

pengobatan dan tindakan pernapasan dapat dipengaruhi oleh proses

yang dilakukan. Jika nyeri dan belajar

distres pernapasan dapat

diatasi berikan informasi yang

lebih jelas mengenai :

1) Sifat kondisi

2) Tujuan dari pengobatan yang

dianjurkan
3) Pemeriksaan diagnostik yang

dianjurkan :

a) Tujuan

b) Gambaran singkat mengenai

pemeriksaan

c) Persiapan yang diperlukan

sebelum pemeriksaan

d) Perawatan sesudah

pemeriksaan dilakukan

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas diagnosa keperawatan yang muncul dengan

Bronchopneumonia setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam

berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul.

1. Masalah yang Muncul dalam Kasus

Pada asuhan keperawatan Tn. H dengan bronchopneumonia beberapa

diagnosa keperawatan antara lain :


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan

sekret yang berlebihan

Menurut Carpenito L.J. (2000 : 124) ketidakefektifan besihan jalan nafas

adalah di mana individu tidak mampu lagi membersihkan sumbatan pada

jalan nafas. Masalah tersebut muncul pada Tn. H didukung dengan adanya

data bahwa pasien mengatakan batuk dahak tidak dapat dikeluarkan

disebabkan oleh peningkatan keluarnya sekret sebagai akibat terhadap reaksi

peradangan atau infeksi di daerah bronkus dan alveolar sehingga terjadi

penumpukan sekret yang berlebihan yang mengakibatkan sumbatan jalan

napas. Pada pasien didapatkan respiratory rate 20 x/menit di sini respirasi

rate tergolong normal karena normalnya pernapasan orang dewasa antara 16

sampai 24 x/menit. Suara nafas vesikuler adalah suara nafas yang tergolong

normal di mana inspirasi lebih panjang daripada ekspirasi.

Diagnosa ini dijadikan sebagai prioritas utama karena ini merupakan situasi

yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera (Carpenito,

1999 : 128), sedangkan menurut Maslow kebutuhan oksigenasi termasuk

kebutuhan fisiologis yang terletak pada urutan pertama dan harus segera

ditangani, jika tidak segera ditangani terjadi penumpukan sekret yang

banyak sehingga akan mengganggu proses pernapasan dan dapat

menimbulkan obstruksi jalan nafas yang akibatnya akan fatal bagi pasien.
Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan

bersihan jalan nafas yaitu dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24

jam. Ini ditetapkan karena jika sekret menumpuk secara berlebihan maka

mengakibatkan sumbatan jalan nafas (Carpenito, L.J., 2000 : 124). Kriteria

hasil yang diinginkan adalah jalan nafas efektif, tidak ada penumpukan sekret

(Doenges, 1999 : 166).

Rencana tindakan yang telah ditetapkan :

a. Auskultasi bunyi nafas

Auskultasi bunyi nafas untuk memantau penurunan aliran udara yang

terjadi pada daerah konsolidasi dengan cairan (Doenges, 1999 : 167).

b. Bantu pasien dalam pengambilan posisi yang nyaman (semifowler). Dengan

posisi ini pernafasan pasien lebih mudah karena otot-otot diafragma bekerja

secara optimal, bisa mengoptimalkan fungsi paru atau otot bantu pernapasan

lain sehingga nafas lebih dalam dan kuat (Doenges, 1999 : 167).

c. Ajarkan teknik nafas dalam dan batuk efektif dan fisioterapi dada. Nafas

dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih

kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu


silia untuk mempertahankan jalan nafas pasien (Doenges, 1999 : 167).

d. Anjurkan pasien untuk minum air hangat

Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret

(Doenges, 1999 : 167).

e. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer dahak menurunkan spasme

bronkus dengan mobilisasi sekret (Doenges, 1999 : 167).

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan adalah melakukan auskultasi

bunyi nafas untuk membantu penurunan aliran udara yang terjadi pada

daerah konsolidasi dengan cairan, didapatkan bunyi nafas vesikuler,

respiratory rate 20 x/menit, mengajarkan teknik nafas dalam, batuk efektif

dan fisioterapi dada, kekuatan : Nafas dalam memudahkan ekspansi

maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme

pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan

nafas pasien (Doenges, 1997 : 167), kelemahan : pada saat melakukan

fisioterapi dada harus berhati hati jika tidak maka akan terjadi trauma pada

kulit dan struktur muskuloskeletal di bawahnya, selain itu jika dilakukan

terlalu sering pasien merasa kurang nyaman (Potter, 1245 : 2005) didapatkan

sekret keluar purulen, menganjurkan minum air putih hangat untuk

menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret (Doenges, 1999 :


167). Dalam melaksanakan tindakan ini bekerjasama dengan perawat

ruangan dan dengan fasilitas yang ada sehingga pelaksanaan dapat berjalan

lancar. Sedangkan intervensi terakhir tidak dapat dilakukan pada saat itu

yaitu kolaborasi dalam pemberian obat pengencer dahak tetapi sudah

didelegasikan ke tim perawat yang jaga berikutnya.. Setelah beberapa

tindakan dilakukan maka ditemukan evaluasi pada tanggal 05 Juni 2008 pada

jam 11.30 pasien tampak rileks setelah dahak dapat keluar maka masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian. Intervensi dilanjutkan

dengan anjurkan kepada pasien untuk melakukan nafas dalam dan batuk

efektif apabila dahak sulit dikeluarkan, berikan posisi yang nyaman bagi

pasien (semifowler).

2. Nyeri kepala berhubungan dengan sumbatan dalam pembuluh darah dalam

penentuan etiologi penulis merasa kurang tepat, akhirnya penulis melakukan

pembenaran nyeri kepala berhubungan dengan kurangnya suplay oksigen ke

otak. Pengertian dari diagnosa nyeri kepala adalah salah satu keluhan fisik

manusia pada dasarnya adalah gejala bukan penyakit dan dapat

menunjukkan penyakit organik, respon stress, vasodilator, tegangan otot

rangka kombinasi respon tersebut (Smeltzer, 2001 : 2163). Fisiologi dari nyeri

menurut Potter(2005 : 1504) stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls

melalui serabut syaraf perifer, serabut nyeri memasuki medula spinalis dan

menjalani salah satu dari rute syaraf dan akhirnya sampai ke dalam massa

berwarna abu-abu di medula spinalis, terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi

dengan sel-sel syaraf inhibitor, mencegah stimulasi nyeri sehingga tidak

mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, sekali


stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi

kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan

pengetahuan yang lalu serta asosiasi dalam upaya mempersepsikan nyeri.

Faktor yang mempengaruhi nyeri yaitu usia, jenis kelamin, kebudayaan.

Masalah tersebut muncul pada Tn. H didukung dengan PQRST : Provoking :

nyeri bertambah saat beraktivias atau bergerak. Quality : tertusuk tusuk ,

Region : kepala sebelah kiri, Severity : skala nyeri ringan (3), Time : saat

beraktivitas atau bergerak.

Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah nyeri kepala yaitu

dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam ini ditetapkan karena jika

nyeri tidak segera ditangani maka dapat mengganggu dalam melakukan

aktivitas.

Kriteria hasil yang diinginkan adalah skala nyeri berkurang, pasien tampak

rileks.

Rencana keperawatan yang telah ditetapkan :

a. Kaji skala nyeri


Dengan mengkaji skala nyeri diharapkan mampu menentukan intervensi

(Doenges, 1999 : 170).

b. Pantau tanda-tanda vital

Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah menunjukkan bahwa

pasien mengalami nyeri (Doenges, 1999 : 170)

c. Ajarkan teknik relaksasi

Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat

menghilangkan ketidaknyamanan (Doenges, 1999 : 170).

d. Anjurkan pasien tidak banyak melakukan aktivitas untuk mengurangi rasa

nyeri (Doenges, 1999 : 170).

e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik jika nyeri sudah tidak tertahankan ,

meningkatkan kenyamanan (Doenges, 1999 : 170).

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan adalah mengkaji skala nyeri

didapatkan skala nyeri 3, mengajarkan manajemen nyeri dengan teknik


relaksasi, kekuatan :, dapat menghilangkan ketidaknyamanan (Doenges,

1999 : 170), kelemahan : jika skala nyeri sudah sampai tahap nyeri sedang

atau berat maka teknik relaksasi ini tidak efektif untuk dilakukan (Potter,

2005 :1504), memantau tanda-tanda vital. Tindakan tersebut dapat dilakukan

karena adanya kerjasama pasien dan keluarga sehingga pelaksanaan dapat

berjalan lancar, sedangkan intervensi terakhir kolaborasi dalam pemberian

analgetik jika nyeri tak tertahankan tidak dapat dilakukan karena skala nyeri

3 termasuk dalam nyeri ringan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

maka ditemukan evaluasi pada tanggal 25 Juni 2008 jam 11.30 WIB yaitu

pasien mengatakan nyeri kepala berkurang setelah diberikan teknik

manajemen nyeri dengan relaksasi maka masalah nyeri kepala teratasi

sebagian, sehingga intervensi dilanjutkan dengan anjurkan kepada pasien

untuk melakukan teknik relaksasi apabila nyeri kepala muncul, anjurkan

kepada pasien untuk mengurangi aktivitas karena dapat memicu timbulnya

nyeri

3. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik

Di sini dalam penentuan problem penulis merasa kurang tepat akhirnya

penulis melakukan pembenaran intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan fisik (Carpenito, 2000 : 109). Intoleransi aktivitas merupakan

penurunan kapasitas fisiologi seseorang untuk mempertahankan aktivitas

sampai tingkat yang diperlukan. Sedangkan menurut Nanda (2001-2002 : 13)

intoleransi aktivitas merupakan penurunan kapasitas fisiologi seseorang


untuk mempertahankan atau yang dibutuhkan untuk melengkapi atau

keinginan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Masalah ini muncul pada Tn.

H didukung dengan data keadaan umum pasien lemah, kebutuhan dibantu

oleh keluarga dan perawat.

Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas yaitu

dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam ini ditetapkan karena

untuk meminimalkan ketergantungan dengan orang lain, kriteria hasil yang

diinginkan adalah pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa dibantu

keluarga.

Rencana keperawatan yang telah ditetapkan adalah :

a. Kaji tingkat ketergantungan pasien

Untuk menetapkan bantuan yang sesuai agar tidak meningkatkan

ketergantungan pasien dengan orang lain (Doenges, 1999 : 165).

b. Bantu aktivitas pasien


Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan

kebutuhan oksigen (Doenges, 1999 : 170).

c. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mendekatkan barang-barang

yang dibutuhkan pasien, memudahkan pasien dalam mengambil barang yang

dibutuhkan (Doenges, 1999 : 170).

d. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap berguna untuk

membantu kebutuhan pasien meringankan beban pasien (Engram, 1999 :

24).

e. Kolaborasi dengan keluarga dalam pemenuhan ADL. meminimalkan

kelelahan dan membantu pasien (Engram, 1999 : 24).

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan, mengkaji tingkat

ketergantungan pasien, mendekatkan barang-barang yang dibutuhkan

pasien, membantu aktivitas pasien, kekuatan meminimalkan kelelahan pada

pasien, kelemahan : jika terlalu lama maka akan meninbulkan

ketergantungan dengan orang lain . Intervensi di atas dapat dilakukan karena

pasien dan keluarga mau diajak bekerjasama, menganjurkan pasien untuk

melakukan aktivitas secara bertahap belum dilaksanakan karena pasien

masih lemah. Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka ditemukan

evaluasi pada tanggal 05 Juni 2008 jam 11.30 WIB dengan intoleransi
aktivitas teratasi sebagian dilanjutkan intervensi kolaborasi dengan keluarga

dalam pemenuhan aktivitas pasien, bantu perawatan diri yang diperlukan,

berikan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan pada Bp. H dengan

bronchopneumonia di ruang Multazam RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan

menggunakan metode pendekatan proses keperawatan kemudian mengadakan

pembahasan, maka berdasarkan uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan

serta memberikan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Penyakit bronchopneumonia adalah pneumonia yang mempunyai pola


penyebaran berbecak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronkhi dan meluas ke parenkim paru,

2. Umumnya masalah yang timbul pada pasien bronchopneumonia sangat


komplek, semua pasien bronchopneumonia mempunyai tanda dan gejala
yang sama. Dari hasil pengkajian dengan bronchopneumonia ditemukan
berbagai masalah diantaranya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan penumpukan sekret yang berlebihan, nyeri kepala
berhubungan dengan kurangnya suplay oksigen ke otak, intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan fisik.

3. Pada pasien bronchopneumonia yang mengalami ketidakefektifan bersihan


jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret yang berlebihan.
Setelah diberikan teknik nafas dalam dan batuk efektif pasien mampu
meningkatkan upaya pernafasan yang akan memudahkan ekspansi
maksimum paru-paru atau jalan nafas alami, membantu silia untuk
mempertahankan jalan nafas pasien.

4. Pada pasien bronchopneumonia yang mengalami nyeri kepala berhubungan


dengan kurangnya suplay oksigen ke otak, setelah diajarkan teknik relaksasi
dan nafas dalam pasien tampak rileks.dan nyeri berkurang

5. Pada pasien bronchopneumonia yang mengalami intoleransi aktivitas


berhubungan dengan kelemahan fisik perlu diberikan penjelasan dan
motivasi untuk melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan dan
memberikan bantuan sesuai kebutuhan pasien hal ini perlu dilakukan untuk
mengurangi pengeluaran energi yang berlebihan dan mengurangi
kelemahan.

6. Faktor pendukung dalam memberikan asuhan keperawatan adalah


diberikannya izin dari lahan praktek serta kerjasama yang baik antara pasien,
keluarga, tim kesehatan lain sehingga penulis dapat melaksanakan asuhan
keperawatan dengan baik.

7. Selain faktor pendukung yang menjadi faktor penghambat adalah adanya


keterbatasan sarana dan prasarana serta keterbatasan waktu dalam
melakukan asuhan keperawatan.

B. Saran

1. Peran perawat dalam penanganan permasalahan pasien dengan


bronchopneumonia sangat besar terutama dalam hal intervensi keperawatan
disamping tim kesehatan lain. Oleh karena itu perawat diharapkan dapat
melakukan perawatan yang intensif serta memberikan penyuluhan pada
pasien dan keluarganya agar dapat mempercepat penyembuhan serta
mencegah terjadinya komplikasi.

2. Dibutuhkan kerjasama yang baik dengan keluarga dalam membantu


pelaksanaan perawatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien, di
mana dengan bantuan tersebut pasien merasa terlindungi serta mendapat
curahan kasih sayang dari keluarganya sehingga dalam proses penyembuhan
terhadap penyakit lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood, 2006, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press,

Surabaya.

Asih, Niluh Gede Yasmin, 2003, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Baughman, Diane, C., 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2,

EGC, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Doengoes, Marilynn, E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 1, EGC,

Jakarta.

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis Definition and Classification, United States of

America, Philadelphia.
Pearce, Evelyn, 2006, Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis, PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Pooter, Patricia, A., 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4, EGC, Jakarta.

Smeltzer, Suzzanne, C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC,

Jakarta.

Underwood, J.C.E., 1999, Patologik Umum dan Sistem, Edisi 2, EGC, Jakarta.

http://askep1000.blogspot.co.id/2011/04/asuhan-keperawatan-dengan.html

Você também pode gostar