Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Epilepsi sering dihubungkan
dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi
penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah
diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan
penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah
epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan
bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk,
dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan
lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma
sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada
penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih
kompleks.
Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan interaksi
sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih besar
terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsi. Permasalahan
yang muncul adalah: Bagaimana dampak epilepsi terhadap berbagai aspek kehidupan
penyandangnya.
B. Tujuan Penulisan
B.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Epilepsi
B.2 Tujuan Khusus
B.2.1 Megetahui Konsep dasar epilepsi
B.2.2 Mengetahui proses pengkajian pada pasien epilepsi
B.2.3 Mengetahui diagnosa, intervensi, dan evaluasi pada pasien epilepsi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf
otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir.
Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk
akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%)
penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan
pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di
seluruh dunia mengidap epilepsi
B.Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
1.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.Tumor Otak
6.Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi
idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-
anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut
ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat
banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang
buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan
atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas.
Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi
neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama
seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat
pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85%
dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan
otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak
konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
c. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi setempat pada korteks
serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal
disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.
C. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat
pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya
tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter.
Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam
sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saraf di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan
dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer
otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat
kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang
lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang
selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
D.Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
E.Klasifikasi kejang
1. Kejang Parsial
a. Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran. Misal: hanya satu jari atau tangan yang
bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami
sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman
b. Parsial Kompleks
Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala kognitif, afektif,
psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara
automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
2. Kejang Umum (grandmal)
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi kekauan
intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi
dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:
a. Kejang Tonik-Klonik
b. Kejang Tonik : keadaan kontinyu
c. Kejang Klonik : Kontraksi otot mengejang
d. Kejang Atonik : Tidak adanya tegangan otot
e. Kejang Myoklonik : kejang otot yang klonik
f. Spasme kelumpuhan
g. Tidak ada kejang
h. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.
F. Pemeriksaan diagnostik
1. CT Scan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal,
gangguan degeneratif serebral
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. magnetik resonance imaging (MRI)
4. kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
G. Penatalaksanaan
Cara Menanggulangi epilepsy :
o Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas.
Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
o Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya
menutupi jalan pernapasan.
o Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat
mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak
disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
o Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi. Beri penderita minum untuk
mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.
o Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan
oleh dokter.
o Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa disebut
"aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak
fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika
Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat
itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
o Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke
dokter atau rumah sakit terdekat.
H. Pengobatan
Phenobarbital (luminal). P
o Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
Primidone (mysolin)
o Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
o Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap
epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
o Tak berhasiat terhadap petit mal.
o Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
Carbamazine (tegretol).
o Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi
itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
o Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan
tingkahlaku.
o Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum
tulang dan gangguanfungsi hati.
Diazepam.
o Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
o Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya
diberikan i.v. atau intra rektal.
Nitrazepam (inogadon).
o Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
Ethosuximide (zarontine).
o Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
Na-valproat (dopakene)
o obat pilihan kedua pada petit mal
o Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
o obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
o Efek samping mual, muntah, anorexia
Acetazolamide (diamox).
o Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam engobatan epilepsi.
o Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na
berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
ACTH
o Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
A. Pengkajian
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tangal pengkajian, No register, tanggal rawat
dan penanggung jawab dan perawat mengumbpulkan informasi informasi tentang riwayat kejang
pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan
alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial?
Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi
tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Selama serangan :
o Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
o Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
o Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
o Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik,
kejang mioklonik, kejang atonik.
o Apakah pasien menggigit lidah.
o Apakah mulut berbuih.
o Apakah ada inkontinen urin.
o Apakah bibir atau muka berubah warna.
o Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
o Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau
keduanya.
2. Sesudah serangan
o Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
o Apakah ada perubahan dalam gerakan.
o Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan.
o Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
o Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
o Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
o Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
o Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.
4. Riwayat Penyakit
o Sejak kapan serangan terjadi.
o Pada usia berapa serangan pertama.
o Frekuensi serangan.
o Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur, keadaan
emosional.
o Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan
kesadaran, kejang-kejang.
o Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
o Apakah makan obat-obat tertentu
o Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
5. Riwayat kesehatan
o Riwayat keluarga dengan kejang
o Riwayat kejang demam
o Tumor intrakranial
o Trauma kepal terbuka, stroke
6. Riwayat kejang
o Berapa sering terjadi kejang
o Gambaran kejang seperti apa
o Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
o Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
7. Riwayat penggunaan obat
o Nama obat yang dipakai
o Dosis obat
o Berapa kali penggunaan obat
o Dapan putus obat
8. Pemeriksaan fisik
o Tingkat kesadaran
o Abnormal posisi mata
o Perubahan pupil
o Garakan motorik
o Tingkah laku setelah kejang
o Apnea
o Cyanosis
o Saliva banyak
9. Psikososial
o Usia
o Jenis kelamin
o Pekerjaan
o Peran dalam keluarga
o Strategi koping yang digunakan
o Gaya hidup dan dukungan yang ada
10. Pengetahuan pasien dan keluarga
o Kondisi penyakit dan pengobatan
o Kondisi kronik
o Kemampuan membaca dan belajar
11. Pemeriksaan diagnostik
o Laboratorium
o Radiologi
B. Masalah keperawatan
1. Resiko cedera
2. Jalan nafas tidak efektif, pola nafas
3. Gangguan Harga diri rendah
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit
D. Evaluasi keperawatan
Pasien tidak mengalami cedera, saat serangan maupun setelah serangan
Jalan nafas pasien dan pola nafas pasien kembali normal
Pasien mempunyai penilaian yang positif terhadap dirinya
Kondisi fisiologis pasien normal
Catat kondisi umum pasien seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, adakah sianosis,
kondisi pupil, tingkat kesadaran, adakah keluhan pusing, sakit kepala, lemah, lesu setelah
serangan, apakah lidah tergigit atau tidak, bagaimana kondisi gigi pasien, dll
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan kajian terhadap berbagai penelitian terdahulu di atas terlihat bahwa epilepsi
memiliki berbagai masalah medis, psikososial, dan kualitas hidup sangat kompleks. Penyandang
epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang menghambat kehidupan
normal. Epilepsi dihubungkan pula dengan risiko morbiditas, morlitas, dan stigma sosial yang
tinggi di masyarakat.
Diposkan oleh alternatif galery di 20:38
Epilepsi bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan manifestasi klinik daripada lepasnya mutan
listrik yang berlebihan dari sel-sel neuron di otak yang ditandai oleh serangan yang datang
berulang-ulang. Epilepi berasal dari kata epilambanain yang berarti serangan.
A. Etiologi
- Kelainan bawaan pada otak.
- Cedera otak pada waktu lahir
- Radang otak (encepalitis)
- Trauma kapitis gangguan peredaran darah otak
- Tumor otak
- Sebagian kasus tidak ditemukan penyebabnya (epilepsy idiopatik)
B. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya serangan epilepsi ialah :
- Adanya focus yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya keadaan depolarisasi
parsial di jaringan otak
- Meningkatnya permeabilitas membran.
- Meningkatnya senstitif terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA (Neuro Transmitter
Inhibisi)
Fokus epilepsy dapat menjalar ke tempat lain dengan lepasnya muatan listrik sehingga terjadi
ekstasi, perubahan medan listrik dan penurunan ambang rangasang yang kemudian menimbulkan
letupan listrik masal.
Bila focus tidak menjalar kesekitarnya atau hanya menjalar sampai jarak tertentu atau tidak
melibatkan seluruh otak, maka akan terjadi bangkitan epilepsy fokal (parsial).
C. Klasifikasi Epilepsi
1. Berdasarkan penyebabnya dapat dibagi :
b. Epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya.
c. Epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsy atau tipe bangkitan:
Menurut klasifikasi Internasional Bangkitan Epilepsi (1981)
a. Bangkitan parsial atau fokal (partial seizure)
b. Bangkitan parsial sederhana (simple Partial)
- Motorik
- Sensorik
- Otonom
- Psikis
c. Bangkitan partial komplek (disertai gangguan kesadaran)
d. BAngkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
e. Bangkitan umum (Konvulsif atau non. Lonvulsif)
- Bangkitan Lena (absences) atau petit mal
- Bangkitan tonik-tonik atau Grand Mal
- Bagkitan mioklonik
- Bangkitan klonik
- Bangkitan tonik
- Bangkitan anatomic
f. Bangkitan yang tidak terklarifikasi
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsy dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. dalam memberikan terapi anti epilepsy yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai,
yakni:
- pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Tipe Serangan Epilepsi :
1. Grand Mall
Serangan Tiba-tiba klien jatuh sambil teriak, pernafasan sejenak berhenti, seluruh tubuh menjadi
kaku. Kemudian muncul gerakan tonik klonik. Gerakan tonik ini sangat kuat sehingga tulang
dapat patah dapat patah dan lidah dapai
Sebelum terjadi serangan gran mall klien dapat memperlihatkan gejala-gejala prodromal yaitu
irritabilitas (cepat marah/tersinggung), pusing, sakit kepala, atau bersikap defresip.
2. Petit Mal
Serangan yang berupa kehilangan kesadaran sejenak, biasanya serangan ini timbul pada anak-
anak yang berumur 4-8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang untulk beberapa detik, tonus otot
tidak hilang sehingga klien tidak jatuh. Lamanya serangan anatara 5-10 detik. Kedua mata
menatap secara hampa ke depan atau berputar keatas sambil melepaskan benda yang di
pegangnya atau berhenti berbicara dan setelah sadar klien lupa apa yang sudah terjadi. Serangan
petit mal akan berhenti seterusnya bila klien berumur 20 tahun atau menjelang 30 tahun. Tetapi
ada kemungkinan petit mal dapat berkembang menjadi grand mal pada usia 20 tahun.
3. Mio klonik
- Muncul gerakan involunter sekelompok otot skeletal yang timbul secara tiba-tiba
- Biasanya merupakan manfestasi bermacam-macam kelainan neurologik (degeneratif ponto
cerebeler, meilitis) atau non neurologik (Urema, hepatic failure).
- Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran.
4. Klonik
- serangan epileptic yang bangkit akibat lepas muatan listrik di daerah korteks serebri.
- Motorik : gerakan involunter salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah, pita suara
(vokalisasi) dan kolumna vertebralis
- Sensorik : merasa nyeri, panas dingin, parestesia daerah kulit setempa, skotoma tinnitus,
mencium bau barang busuk, mengecap rasa logam, invertigo, mual, muntah, perut mules atau
afasia.
- Autonom : Mual, muntah, dan hiperdosis setempat
- Halusinasi
- Ilusi Yang disebut De Javu
- Pearasaan curiga yaitu perasaan seolah-pikirannya memaksa sesuatu.
- Automatismus
5. Status Epileptikus
Yaitu serangan epilepsy yang terjadi berulang-ulang dan sering serangan ini pada umumnya
tonik-klonik dan merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera ditangani karena dapat
berakibat kerusakan otak permanent. Penyebabnya adalah : peningkatan suhu yang tinggi, obat
epileptic yang dihentikan, atau penyebab lain yaitu gangguan metabolic.
Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif, antara lain :
1. riwayat kes. Klien yang berhubungan dengan factor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien
mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada factor presipitasi seperti suhu tinggi,
kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya
kesadaran., kejang, cedera otak operasi otak,. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat
penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol.
Klien mengalami gangguan ionteraksi dengan orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah
diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam
hubungan dengan orang lain.
2. Riwayat kesehatan keluarga, dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kemungkin masalah
yang sama pada keluarga
3. Klien dapat mengeluhkan kelemahan/ lelah dan kurang mampu melakukan aktifitas sehari-
hari.
DataObjektif:
1. Dari pemeriksaan fisik didapat penurunan kekuatan otot
2. Data pada saat serangan dijumpai:
Perubahan pada tanda-tanda vital berupa peningkatan tekanandarah, denyut nadi meningkat
dan cianosis.
Inkontinensia urin dan fekal
Perlukaan paga gusi dan lidah
Ada riwayat nyeri, kehilangan kesadaran/pingsan, kehilangan kesadaran sesaat
klien menangis, jatuh kelantai, disertai komponen motorik seperti kejang tonik klonik
mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah. mului. berbuih, ada
inkontinensia urin dan fekal, bibir dan muka cianosis, mata dan kepala bergerak
memutar-mutar pada satu posisi atau keduanya
4. Data setelah Serangan
Setelah serangan tanda-tanda vital mungkin bcrubah
Kiien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara, nyeri kepala.
Perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi/hemiparese sementara.
Klien lupa atau sedikit ingat terhadap kejadian yang menimpa dirinya.
Terjadi perubahan kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung.
Ada perlukaan/cedera.
5. Gusi mengalami hiperplasi karena efek samping penggunaan Dilantin
Masalah Keperawatan :
Masalah keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan epilepsi antara lain :
1. Potensial terjadinya kecelakaan fisik, dan tubuh kekurangan oksigen
Kemungkinan penyebab
Terjadinya serangan yang akan menyebabkan hilangnya koordinasi otot-otot tubuh,
kelemahan, keterbatasan, pengobatan, ketidakseimbangan emosional, penurunan tingkat
kesadaran
Tujuan dan kriteria evaluasi
Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya.
Klien memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif dan menghindari dari penyebab terjadinya
trauma.
Intervensi Keperawatan
a. Bersama klien mengidentifikasi faktor yang dapat menyebabkan serangan tiba-tiba.
b. Bila serangan terjadi , hindarkan klien dari benturan fisik khususnya kepala
c. Observasi tanda-tanda vital, gunakan thermometer axilla
d. Dampingi klien saat serangan berlangsung untuk mencegah bahaya luka fisik, aspirasi, lidah
tergigit.
e. Miringkan; kepala untuk mencegah aspirasi
f. Gunakan spatel lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang
g. Hindarkan alat-alat yang membahayakan dari dekat klien
h. Longgarkan pakaian yang sempit.
i. Catat semua gejala, tipe serangan epilepsi, lama serangan dan kejadian-kejadian saat serangan.
j. Setelah klien sadar, diskusikan tentang tanda-tanda serangan yang mendadak
Tindakan Kolaboratif
a. Berikan obat-obatan sesuai program, misal anti apileptik, luminal, diazepam, glukose,
thiamine dan lain-lain
b. Monitor dan catat efek samping obat-obat yang digunakan klien
c. Monitor tingkat keseimbangan elektrolit, glucose
3. Gangguan konsep diri : harga diri yang rendah, identitas diri tidak jelas
Kemungkinan penyebab Ketidakmampuan klien mengatasi krisis, koping yang tidak adekuat dan
kurangnya dukungan keluarga.
Tujuan dan Kriteria hasil:
Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif/negatif.
Klien dapat melakukan interaksi sosial yang positif dengan lingkungannya.
Klien dapat menggunakan pola koping yang adaptif.
Intervensi Keperawatan:
a. Diskusi tentang perasaan yang dihadapi klien
b. Dorong klien untuk Mengekspresikan fikiran dan perasaannya
c. Kaji kemampuan klien dalam menggunakan pola koping yang positif untuk meningkatkan
harga diri klien sehingga dapat hidup bermasyarakat
d. Anjurkan klien untuk mengikuti kelompok penderita yang mendenta epilepsi
e. Konsultasikan klien dengan psikolog
Kejang Demam
Pada beberapa anak, demam dapat menimbulkan kejang. Kejang demam terjadi pada 2-5% anak
antara usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang merupakan hal yang menakutkan tetapi biasanya
tidak membahayakan. Informasi dari brosur ini akan membantu anda untuk mengerti kejang
demam dan apa yang terjadi jika hal ini terjadi pada anak anda.
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat,
kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu,
napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak
akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun
jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Kejang demam jarang terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang karena sebab lain (kejang
yang tidak disebabkan oleh demam) akan berlangsung lebih lama, dapat terjadi pada salah satu
bagian tubuh saja dan dapat terjadi berulang.
Apa yang harus saya lakukan jika anak saya mengalami kejang demam?
Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak untuk mencegah luka.
Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda yang
keras atau tajam
Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah dapat
mengalir keluar dari mulut
Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan
lidahnya sendiri.
Hubungi dokter anak anda
Kejang demam tampaknya timbul secara familial. Risiko terjadinya kejang pada episode demam
yang lain tergantung dari usia anak anda. Anak yang berumur kurang dari 1 tahun pada saat
kejang pertama memiliki risiko 50% untuk mengalami kejang demam lagi. Anak yang berusia
lebih dari 1 tahun pada saat kejang pertama hanya memiliki risiko 30% untuk mengalami kejang
demam lagi.
Epilepsi diartikan sebagai kejang berulang dan multipel. Kejang epilepsi tidak disebabkan oleh
demam. Anak dengan riwayat kejang demam mempunyai risiko sedikit lebih tinggi menderita
epilepsi pada usia 7 tahun dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami kejang
demam.
Kejang demam mungkin menakutkan tetapi tidak membahayakan untuk anak anda. Kejang
demam tidak menyebabkan kerusakan otak, masalah sistem saraf, kelumpuhan, retardasi mental
atau kematian.
Jika anak anda mengalami kejang demam, hubungi segera dokter anak anda. Dokter anda akan
segera memeriksa anak anda untuk menentukan penyebab demamnya. Lebih penting untuk
mencari penyebab demam dan mengobatinya dibandingkan kejangnya sendiri. Pengambilan
cairan otak mungkin dilakukan untuk memastikan anak anda tidak mengalami infeksi serius
seperti meningitis, terutama pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun.
Secara umum, dokter tidak akan menyarankan untuk mengobati kejang demam sederhana
dengan obat-obat preventif (pencegah). Akan tetapi hal ini tetap harus didiskusikan dengan
dokter anak anda. Jika terjadi kejang lama atau kejang berulang, pengobatan mungkin akan
berbeda.
Obat pereda demam seperti acetaminophen dan ibuprofen dapat menolong menurunkan demam,
tetapi tidak mencegah kejang demam. Dokter anak anda akan memberitahu anda mengenai cara
terbaik mengatasi demam anak anda.
Jika anak anda mengalami kejang demam, jangan takut akan hal yang buruk. Kejang ini tidak
membahayakan anak anda dan tidak mengganggu kesehatan jangka panjang. Jika anda tertarik
dengan masalah ini atau hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan anak, bicarakan dengan
dokter anak anda.
EPILEPSI
Definisi Epilepsi yang benar adalah lepas muatan listrik yang berlebihan dan mendadak,
sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh
terganggu.
Penyebab Epilepsi antara lain: faktor genetik/turunan (meski relatif kecil antara 5-10 persen),
kelainan pada menjelang-sesudah persalinan, cedera kepala, radang selaput otak, tumor otak, kelainan
pembuluh darah otak, adanya genangan darah/nanah di otak, atau pernah mengalami operasi otak.
Selain itu, setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak dapat pula menyebabkan kejang.
Bisa akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, hipoksia
(kekurangan oksigen dalam jaringan), gangguan elektrolit, gangguan metabolisme, gangguan peredarah
darah, keracunan, alergi dan cacat bawaan.
Jenis Epilepsi meliputi, epilepsi tonik klonik (grandmal), epilepsi absans (petit mal), epilepsi parsial
sederhana, epilepsi parsial komplek, epilepsi atonik, dan epilepsi mioklonik.
Cara Menanggulangi jika kebetulan menemukan penderita epilepsi yang tengah kumat, jangan
sekali-kali memasukkan/meletakkan sesuatu ke dalam mulut korban, Jangan memaksa membuka gigi,
jangan menahan gerakan saat klonik (kejang).Seandainya anda tahu akan terjadi serangan epilepsi,
persiapkan dahulu gulungan kain tipis untuk mencegah agar lidah anak tidak tergigit. Biarkan penderita
sadar sendiri, tapi terlebih dahulu lindungi kepalanya dengan bantal. Setelah sadar, miringkan tubuhnya
dan bantu memulihkan pernafasan. Lalu jangan diberi minum lebih dahulu, karena amat berbahaya bisa
tersedak. Untuk pengobatannya serahkan pada dokter spesialis. Lalu minum obat secara teratur (tidak
boleh lupa), kemudian hindari kelelahan, kemalaman, kedinginan, kecemasan, dan kelaparan. Jika
semua itu dilakukan sesuai aturan main, dipastikan penderita epilepsi bisa sembuh, hidup dan
berkembang seperti anak yang normal, Sementara itu, ahli bedah saraf dari Universitas Diponegoro
Zainal Muttaqin kepada Media mengatakan, tindakan bedah saraf juga dapat dilakukan untuk mengobati
penyakit epilepsi.Menurut Zainal, besarnya jumlah penyandang epilepsi di Indonesia belum diimbangi
dengan penanganan menyeluruh. Penyandang epilepsi berkisar 1% dari total jumlah penduduk, atau
sebanyak 2 juta jiwa. Sebanyak 70% di antaranya dapat disembuhkan dengan menggunakan
pengobatan secara teratur. Sementara 30% belum mampu diobati dengan mengonsumsi
obat.Sebenarnya 30% penyandang epilepsi bisa dibantu melalui operasi bedah saraf, dengan tingkat
keberhasilan 90%, tuturnya. Masih menurutnya, bila pengidap epilepsi sedang kejang, maka sejumlah
sel sarafnya mengalami kerusakan.Dalam kondisi kejang, kata dia, penyandang epilepsi menahan napas
yang menyebabkan otak kekurangan oksigen. Hal itu mengakibatkan 50 sel dari 10 miliar sel saraf mati.
Dikhawatirkan, bila kejang berlangsung dalam frekuensi sering, maka jumlah sel yang rusak semakin
terakumulasi.
Jangan mudah percaya bahwa minum kopi bisa menghindari dari kejang atau
step. Secara medis, menurut salah satu Dokter Anak di Jakarta, sebetulnya kopi
tidak bergunauntuk mengatasi kejang. Kopi justrudapat menyebabkan
tersumbatnya pernapasan bila diberikan pada saat anak Anda mengalami
kejang, yang akhirnya mengantarkan pada kematian.
MENCEGAH KEJANG
Terapi awal yang bisa dilakukan di rumah, adalah dengan campuran daun lidah
buaya dan es batu. Cari daun lidah buaya secukupnya. Haluskan, kemudian
dimasukkan ke dalam panci. Beri es batu, ditambah sedikit garam. Selanjutnya
campuran tadi, digunakan untuk mengompres kepala. Lakukan sehari satu kali,
selama tujuh hari berturut-turut.
Jenis epilepsi
Ada dua jenis epilepsi yang dikenal, yaitu epilepsi umum, berupa hilangnya kesadaran, kejang
seluruh tubuh hingga mengeluarkan air liur berbusa dan napas mengorok, serta terjadi kontraksi
otot yang mengakibatkan pasien mendadak jatuh atau melemparkan benda yang tengah
dipegangnya.
Selain itu dikenal epilepsi parsial yang ditunjukkan oleh rasa kesemutan atau rasa kenal pada
satu tempat yang berlangsung beberapa menit atau jam. Bisa juga, rasa seperti bermimpi, daya
ingat terganggu, halusinasi, atau kosong pikiran. Seringkali diikuti mengulang-ulang ucapan,
melamun, dan berlari-lari tanpa tujuan.
"Epilepsi parsial ini dapat berkembang menjadi epilepsi umum," ujar Soertidewi menjelaskan.
Selain pada anak, M Hakim, Sekjen Perpei, melihat terjadinya peningkatan kasus epilepsi yang
muncul pada orang dewasa. Gangguan di otak ini disebabkan oleh kerusakan jaringan, misalnya
karena tumor, dan trauma di kepala akibat kecelakaan lalu lintas.
"Kenaikan kasus ini di Jakarta berkaitan dengan peningkatan jumlah kecelakaan pengendara
sepeda motor," kata M Hakim.
Pengobatan epilepsi yang menelan biaya tinggi dan jangka panjang tentu akan memberatkan bagi
pasien yang tingkat ekonominya rendah.
Untuk itu, pihaknya memberikan layanan pengobatan dengan biaya rendah hanya 50 persen dari
harga umumnya. Layanan pengobatan murah itu dibuka di Puskemas Jatinegara dan Tebet.
Epilepsi adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan cedera lahir, kecelakaan, infeksi otak,
stroke, tumor, atau step berulang pada anak. Obat-obatan yang diberikan tidak langsung
menyembuhkan epilepsi, tapi hanya bersifat mengendalikan atau menjarangkan serangan.
Sejumlah peneliti dari Jerman dalam Journal of Natural Products mengatakan, obat-obatan
herbal, terutama yang mengandung ginko biloba, akan memicu timbulnya serangan epilepsi.
Mereka meyakini herbal itu memiliki "efek merusak".
Obat herbal ginko biloba yang dibuat dari ekstrak daun pohon ginko biloba banyak dipakai
konsumen di negara Eropa untuk menghilangkan berbagai keluhan, mulai dari depresi,
meningkatkan daya ingat, sakit kepala, hingga pening.
Dalam risetnya, para peneliti dari University of Bonn, Jerman, memfokuskan pada senyawa
kimia dalam ginko biloba yang disebut ginkgotoxin. Berbagai bukti menunjukkan, zat kimia
tersebut memicu sinyal kimia dalam tubuh yang terkait dengan serangan epilepsi.
Meski para peneliti tidak bisa membuktikan dengan nyata bahwa obat herbal mungkin
meningkatkan risiko kekambuhan, pasien diminta tetap berhati-hati dalam mengonsumsi ginko
biloba. Produsen pembuat obat herbal juga disarankan untuk mengurangi kadar toksin dari
bahan-bahan herbal. (k3m)
Jakarta, Kompas - Epilepsi pada anak-anak dapat disembuhkan dengan menjalani pengobatan
rutin yang teratur, selama minimal dua tahun sejak kejang yang muncul terakhir. Penanganan
yang benar dan rutin terbukti menaikkan tingkat kesembuhan pasien hingga di atas 80 persen.
Hal ini disampaikan Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta,
dalam seminar yang diselenggarakan Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi Indonesia (Perpei)
dan Yayasan Epilepsi Indonesia, Sabtu (5/4).
Irawan melihat tingginya angka kejadian epilepsi pada anak, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai
16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000. Penyebab epilepsi itu karena adanya infeksi virus,
cedera kepala, gangguan pembuluh darah otak, dan cacat lahir. Bayi yang lahir dengan berat di
bawah normal juga berisiko terkena gangguan ini, ujar Irawan.
Dijelaskan Ketua Perpei, Lyna Soertidewi, epilepsi diakibatkan tidak normalnya aktivitas listrik
pada otak. Hal ini menyebabkan kejang dan perubahan perilaku dan hilangnya kesadaran.
Gangguan ini dapat berlangsung menahun dan manifestasi serangannya berbeda-beda tergantung
bagian fungsi otak yang terganggu.
Epilepsi dapat diobati sehingga serangan dapat dikurangi bahkan dihilangkan, kata Soertidewi.
Hal ini dapat tercapai bila penderita mengikuti petunjuk dokter serta disiplin minum obat yang
diberikan dokter. Tujuan pemberian obat ini adalah menyeimbangkan kimiawi dalam otak yang
memicu gangguan kelistrikannya. Pada anak tingkat kesembuhan dapat dicapai sejalan dengan
perkembangan dan pertumbuhan sel otaknya.
Jenis epilepsi
Ada dua jenis epilepsi yang dikenal, yaitu epilepsi umum, berupa hilangnya kesadaran, kejang
seluruh tubuh hingga mengeluarkan air liur berbusa dan napas mengorok, serta terjadi kontraksi
otot yang mengakibatkan pasien mendadak jatuh atau melemparkan benda yang tengah
dipegangnya.
Selain itu dikenal epilepsi parsial yang ditunjukkan oleh rasa kesemutan atau rasa kenal pada
satu tempat yang berlangsung beberapa menit atau jam. Bisa juga, rasa seperti bermimpi, daya
ingat terganggu, halusinasi, atau kosong pikiran. Seringkali diikuti mengulang-ulang ucapan,
melamun, dan berlari-lari tanpa tujuan.
Epilepsi parsial ini dapat berkembang menjadi epilepsi umum, ujar Soertidewi menjelaskan.
Selain pada anak, M Hakim, Sekjen Perpei, melihat terjadinya peningkatan kasus epilepsi yang
muncul pada orang dewasa. Gangguan di otak ini disebabkan oleh kerusakan jaringan, misalnya
karena tumor, dan trauma di kepala akibat kecelakaan lalu lintas.
Kenaikan kasus ini di Jakarta berkaitan dengan peningkatan jumlah kecelakaan pengendara
sepeda motor, kata M Hakim.
Pengobatan epilepsi yang menelan biaya tinggi dan jangka panjang tentu akan memberatkan bagi
pasien yang tingkat ekonominya rendah.
Untuk itu, pihaknya memberikan layanan pengobatan dengan biaya rendah hanya 50 persen dari
harga umumnya. Layanan pengobatan murah itu dibuka di Puskemas Jatinegara dan Tebet.
(YUN)
EPILEPSI
Epilepsi merupakan gangguan yang menyebabkan serangan berkala yang terjadi apabila
impuls elektrik otak terganggu. Ada dua jenis serangan epilepsi, yaitu:
bentuk grandmal, yang melibatkan serangan konvulsi yang berulang. Serangan ini
bisa menyebabkan penderita pingsan dan mengalami kekejangan yang terus
menerus selama 1 menit. Anggota badannya akan meronta-ronta, gigi terkancing
(bisa mengakibatkan lidah penderita tergigit), kencing yang tak terkontrol, dan mulut
berbuih. Selepas konvulsi biasanya penderita akan tidur.
bentuk petit mal, yang tidak melibatkan konvulsi. Keadaan pingsan hanya terjadi
selama beberapa waktu saja dan mata penderita kelihatan memandang kosong.
Penderita tidak mendengar atau melihat apa-apa. Bentuk epilepsi ini biasanya tidak
dapat diketahui dan tidak dikenali pasti sebagai epilepsi. Serangan petit mal yang
kerap datang bisa mengganggu keseharian hidup penderita.
Penyakit epilepsi disebabkan oleh suatu kelainan pada saraf di pusat otak. Banyak faktor
yang bisa menyebabkan terjadinya epilepso. Pada bayi biasanya dipengaruhi oleh kadar
oksigen yang kurang dalam otak (hipoksia), baik karena panas tinggi atau yang lain. Pada
orang dewasa biasanya dipengaruhi oleh trauma. Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi
atau kadar gula maupun natrium yang abnormal, maka keadaan tersebut diobati terlebih
dahulu.
Epilepsi DEFINISI
Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk
mengalami kejang berulang.
PENYEBAB
Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk
mengalami kejang berulang.
GEJALA
Kejang parsial simplek dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan
muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut.
Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal,
tergantung kepada daerah otak yang terkena.
Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka
lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus
temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat
menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan.
Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami d?j? vu (merasa
pernah mengalami keadaan sekarang di masa yang lalu).
Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya
tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan
penyebaran aktivitas listrik di otak.
Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun.
Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal.
Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-
kedut selama 10-30 detik.
Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh,
pingsan maupun menyentak-nyentak.
Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi
terus menerus, tidak berhenti.
Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan
muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas.
Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap
dan penderita bisa meninggal.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang disampaikan oleh orang lain
yang menyaksikan terjadinya serangan epilepsi pada penderita.
Pemeriksaan CT scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker
otak, stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.
Kadang dilakukan pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi
otak.
PENGOBATAN
Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang
abnormal, maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu.
Jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak memerlukan
pengobatan.
Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka
diperlukan obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan.
Sekitar sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya hanya
mengalami 1 kali serangan. Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita yang
mengalami kejang kambuhan.
Obat anti-kejang sangat efektif, tetapi juga bisa menimbulkan efek samping.
Salah satu diantaranya adalah menimbulkan kantuk, sedangkan pada anak-anak
menyebabkan hiperaktivitas.
Dilakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk memantau fungsi ginjal, hati dan
sel -sel darah.
Jika ditemukan kelainan otak yang terbatas, biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengangkat serat-serat saraf yang menghubungkan kedua sisi otak (korpus
kalosum).
Pembedahan dilakukan jika obat tidak berhasil mengatasi epilepsi atau efek
sampingnya tidak dapat ditoleransi.
Gabapenti
Parsial Tenang
n
Generalisata,
Lamotrigin Ruam kulit
parsial
Fenobarbit Generalisata,
Tenang
al parsial
Generalisata,
Fenitoin Pembengkakan gusi
parsial
Generalisata,
Primidon Tenang
parsial
PENCEGAHAN
Obat anti-kejang bisa sepenuhnya mencegah terjadinya grand mal pada lebih dari
separuh penderita epilepsi.
Kata epilepsi berasal dari bahasa Yunani. epi berarti atas, dan lepsia
berasal dari kata lembenein yang berarti menyerang. Dengan demikian
dapat disimpulkan, bahwa pada mulanya epilepsia itu berarti suatu serangan
dari atas, suatu kutukan dari surga. Penyakit ini juga dinamai Morbus Sacer,
yang berarti penyakit suci.
Walaupun penyakit ini telah lama dikenal dalam masyarakat, terbukti dengan
adanya istilah-istilah bahasa daerah untuk penyakit ini seperti sawan, ayan, sekalor,
dan celengan, tapi pengertian akan penyakit ini masih kurang bahkan salah
sehingga penderita digolongkan dalam penyakit gila, kutukan dan turunan sehingga
penderita tidak diobati atau bahkan disembunyikan. Akibatnya banyak penderita
epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga
menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik bagi penderita
maupun keluarganya.
Epilepsi dapat memberikan komplikasi jangka panjang yang cukup serius, untuk itu
perlu dipahami mengenai keteraturan pengobatan, menghindari faktor pencetus
untuk mencegah terjadinya kejang. Faktor pencetus epilepsi adalah kurang tidur,
terlalu lelah, stress emosional, infeksi, obat-obatan tertentu, hormonal (haid,
kehamilan).
Pertimbangan sebelum operasi epilepsi
By Admin, on August 8th, 2010
Operasi epilepsi telah dilakukan selama lebih dari 50 tahun. Tingkat keberhasilannya pun terus
meningkat seiring berkembangnya teknik operasi dan proses evaluasi. Operasi biasanya
dilakukan bila obat-obatan telah gagal mengontrol serangan epilepsi. Setiap operasi mengandung
resiko, sehingga pertimbangan yang matang perlu dilakukan sebelum operasi.
Pertanyaan-pertanyaan ini dijawab dari berbagai sumber rekam medis pasien dan keluarga
pasien, tes fisik, hasil pemeriksaan, dan tes sebelum operasi.
Electroencephalography (EEG)
Neuropsychological tests
MEG
Proses Evaluasi
Diperlukan evaluasi sebelum operasi, diantaranya tes fisik, cek saraf otak dan rekam medis
serangan epilepsi yang lengkap.
Tujuan tes-tes ini dilakukan untuk menemukan lokasi tepat dimana serangan epilepsi berasal dan
untuk menentukan luas areanya, menentukan karakter epilepsi dan hubungan daerah lokus saraf
epilepsi dengan fungsi otak lainnya, seperti pengucapan.
Jika tes-tes ini tidak dapat mendapatkan cukup informasi tentang fokus epilepsi di otak, maka
mungkin diperlukan prosedur invasif seperti penanaman elektroda atau subdural atau epidural
strip di otak untuk menentukan hantaran listrik selama serangan epilepsi.
Subdural atau epidural strip atau grid adalah strip atau lembar plastik kecil yang berisi elektroda.
Tujuannya adalah untuk merekam ictal (serangan epilepsi) ketika sedang terjadi untuk
menentukan fokus epileptik pada otak setepat-tepatnya. Selama masa evaluasi ini, pasien mungkin perlu
mengurangi dosis obat agar kemungkinan terjadinya serangan epilepsi pada saat evaluasi meningkat.
Depth electrodes (elektroda) atau strip mungkin akan dipasang sebelum operasi besar dilakukan.
Elektroda yang dipasang di otak untuk menentukan fungsi area-area otak (electrocorticography)
mungkin digunakan selama operasi untuk mengidentifikasi area fungsi cerebral cortex.
Operasi dapat dilakukan dengan bius total atau bius lokal (pasien tetap sadar). Bius lokal dapat
dilakukan karena otak tidak merasakan sakit.
Biaya
Operasi epilepsi rumit dan harus direncanakan dengan hati-hati untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan.
[Lala, seorang pasien epilepsi parsial menghabiskan sekitar 8 juta untuk operasinya pada tahun
2007]
Operasi Epilepsi
By Admin, on August 8th, 2010
Operasi untuk epilepsi biasanya mengangkat sebagian kecil otak dimana serangan epilepsi
berawal. Operasi paling sesuai untuk pasien dengan complex partial seizures (temporal lobe
epilepsy). Seperti operasi lainnya, operasi untuk epilepsi juga memiliki keuntungan dan resiko.
Namun, banyak operasi telah berhasil menghentikan serangan epilepsi atau mengurangi
frekuensinya. Operasi dapat menjadi pertimbangan ketika:
Kejang yang dialami pasien memang kejang epilepsi, bukan karena penyebab
lain.
Pengobatan dengan obat-obatan telah dicoba dan tidak berhasil atau
menimbulkan efek samping yang buruk
Bagian otak penyebab epilepsi dapat diangkat tanpa merusak fungsi otak
penting, seperti kemampuan berbicara, penglihatan atau ingatan.
Operasi untuk epilepsi adalah prosedur yang sangat halus dan rumit. Operasi ini hanya dapat
dilakukan oleh tim bedah yang berpengalaman. Biasanya operasi ini dilakukan di rumah sakit
khusus bagi penderita epilepsi, bukan di rumah sakit lokal.
Selain untuk mengangkat bagian otak penyebab epilepsi, operasi juga dapat dilakukan untuk
menginterupsi meluasnya energi listrik dalam otak. Pasien yang akan melakukan operasi harus
melalui beberapa tes khusus.
Dalam kasus tertentu, pasien dioperasi dalam keadaan sadar (namun anak-anak biasanya dibius).
Otak tidak merasa sakit sehingga pasien juga tidak merasa sakit. Pasien yang sadar dapat
membantu dokter memastikan bahwa bagian otak yang penting tidak terusak.
Keberhasilan operasi tergantung dari pemilihan pasien yang tepat dan keahlian tim medis.
Operasi berlangsung beberapa jam. Proses yang dilakukan tergantung jenis bedah.
Dokter bedah pertama-tama mencari dan mengangkat bagian otak yang sudah diidentifikasi
dalam tes pra-operasi. Atau dokter memutuskan fiber saraf diantara 2 bagian otak jika split brain
operation dilakukan. Atau, membuat irisan di otak. EEG yang dilakukan selama operasi dapat
membantu dokter memeta bagian otak yang perlu diangkat.
Selama operasi, otak mungkin di-stimulasi dengan aliran listrik pendek selama operasi untuk
mengidentifikasi daerah khusus yang mengontrol kemampuan berbicara, bergerak dan
merasakan sensasi.
Sesudah operasi, obat-obatan mungkin masih diperlukan hingga 1-2 tahun. Jika tidak terjadi
serangan epilepsi, maka obat-obatan bisa perlahan dihentikan. Saat ini, kesempatan untuk bebas
dari epilepsi dan obat sangat tinggi. Namun, ada pula pasien yang harus terus mengkonsumsi
obat, maupun pasien yang tidak membaik walaupun sudah dioperasi.
Peneliti Dr. Sallie Baxendale dari Institute of Neurology, London seperti dikutip Reuters
mengatakan, bahwa masalah memori memang merupakan pertimbangan penting dalam
melakukan operasi epilepsi. Namun dari pengalaman klinis operasi epilepsi selama 20 tahun
perbaikan memori pasca operasi juga terjadi pada golongan pasien minoritas ini. Dalam studinya,
ia beserta timnya menganalisa karakteristik pra operasi
pada 237 pasien yang mengalami perbaikan kemampuan
berfikir paska operasi epilepsi.
Baxendale mengatakan bahwa keputusan operasi epilepsi tidak dapat dengan mudah diambil
baik oleh pasien maupun dokter. Operasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa
seizure yang tidak terkontrol menghambat kehidupan. Berdasarkan pasien yang telah menjalani
prosedur sebelumnya, pasien kini dapat diberi evidence-based tentang kemungkinan mereka
terbebas dari seizure, baik untuk jangka pendek maupun panjang, serta kemungkinan perubahan
fungsi kognitif. Untuk beberapa pasien, urai Baxendale lagi, operasi epilepsi dapat memberikan
keuntungan dengan terputusnya seizure dan perbaikan pada fungsi memori. Penelitian yang
dilakukan memberi jalan yang memungkinkan ahli medis mengidentifikasi hasil operasi.
Republika
Teknologi
Pada penderita ayan, fungsi koordinasi otak dalam mengirimkan sinyal perintahnya kadang tidak
berjalan dengan baik. Kondisi inilah yang menyebabkan seseorang tiba-tiba kejang. Penyebab
epilepsi bisa karena berbagai unsur. Seperti trauma kepala, tumor otak, kerusakan otak saat
proses kelahiran, luka kepala, pitam otak
(strok), atau alkohol. Ayan bukan penyakit turunan namun kadang-kadang, ayan bisa disebabkan
karena faktor genetika. Untuk mendeteksi gambaran dalam tubuh dan otak seseorang penderita
epilepsi, kini dikenal alat yakni Magnetic Resonance Imaging (MRI). Selain itu, bisa juga dites
dengan elec-troencephalography (EEG), yakni alat untuk memeriksa gelombang otak.
Bagian bedah saraf RS Dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah mencatat, angka prevalensi orang
dengan epilepsi (ODE) di Indonesia saat ini, sekitar 0,5 hingga 0,6 persen atau diperkirakan ada
1,5 juta ODE. Ahli bedah saraf, Prof Dr Zainal Muttaqien menjelaskan, bagi ODE dan
keluarganya, epilepsi bukan semata persoalan kejang. "Tapi epilepsi adalah rangkaian persoalan
medis, psikologis, sosial dan ekonomi yang saling terkait, dan muncul sebagai rasa takut,
kesalah-fahaman, stigma sosial, dan diskriminasi yang membawa ODE dan keluarganya hidup
dalam dunia yang tertutup," ujar Zainal, dalam penjelasannya soal "Bedah Saraf Terhadap
Penderita Epilepsi", beberapa waktu lalu.
Langkah terapi Bagi ODE, pemberian obat untuk mengatasi kejang merupakan salah satu pilihan
terapi. Namun, semua obat harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter. Selain dengan obat
anti epilespi (OAE). Diet khusus juga bisa mengendalikan epilepsi. Menurut Zainal, dengan
pemakaian OAE moderen, saat ini sekitar 30 hingga 40 persen penyandang epilepsi tetap saja
mengalami serangan kejang (refrakter). Menurutnya, kondisi ini akan berpengaruh buruk pada
kapasitas kognisi, mengganggu hubungan sosial, dan pada akhirnya menurunkan kualitas hidup.
Penderita Epilepsi Lobus Temporalis (ELT), yang dulu disebut epilepsi psiko-motor, merupakan
bentuk epilepsi yang paling banyak diderita. ELT inilah yang paling sering kebal terhadap obat
atau refrakter.
Dengan banyaknya jenis obat baru saat ini, tidak mungkin mencobakan semuanya satu per satu
kepada penderita. Pengobatan dianggap gagal dan penderita dinyatakan refrakter, jika dua obat
baku dicobakan dengan dosis pengobatan tunggal maupun kombinasi, namun serangan kejang
tetap terjadi. "Selain itu, bila MRI memperlihatkan kelainan di lobus temporalis, maka
kemungkinan untuk bebas kejang dengan obat (OAE) hanya 16 persen," kata Zainal.
Di antara ODE di Indonesia, sebanyak 440.000 orang akan menjadi refrakter. Zainal
mengatakan, sekitar separuhnya atau 220.000.ODE akan membaik bila dilakukan terapi Bedah
Epilepsi
Saat ini, kata Zainal, RS Dr Kariadi telah banyak melakukan tindakan bedah jenis ELT. Program
bedah epilepsi di rumahsakit ini, mengalami kemajuan selama sepuluh tahun ini untuk menjadi
Pusat Rujukan Nasional Bedah Epilepsi.
Dari yang ditangani tim bedah saraf, terbukti penanganan bedah pada ELT memberikan hasil
bebas kejang pada 65 persen pasiennya dan sembuh sebanyak 21 persen. Sedangkan pengobatan
dengan OAE yang sebaik apa pun hanya mencapai hasil bebas kejang sebanyak 8 persen. "Dari
ODE refrakter yang dirujuk ke RS Kariadi untuk bedah epilepsi, 80 persen memperlihatkan
adanya kelainan di lobus temporalis, khususnya di hippocampus," ujar Zainal.
Bedah epilepsi diawali dengan pemeriksaan pra-bedah. Pemeriksaan itu ditujukan untuk
memastikan sisilobus temporalis yang epileptik atau yang menjadi fokus epilepsi. Dari
pengalamannya, pemeriksaan MRI otak dan EEG cukup untuk memastikan sisi epileptik yang
harus dioperasi Menurutnya, hampir 8(1 persen kasus dilakukan pembedahan dan hanya 20
persen perlu pemeriksaan penunjang.
Jadi tidak benar kahui bedah epilepsi hanya bisa dimulai setelah kita memiliki semua fasilitas
diagnostik yang canggih seperti di negara maju," ujarnya.
Sejak bedah epilepsi pertama dilakukan Juli 1999 sampai Desember 2009, jumlah pasien bedah
sebanyak 238 ODE refraktfeE Dan jumlah itu, kasus ELT sebanyak 212 kasus. Sementara dalam
perkembangannya, jumlah ODE yang dioperasi tenis meningkat sekitar 35 hingga 47 orang per
tahun.
Zainai mengatakan, bedah epilepsi bukan pilihan terakhir bila semua bentuk pengobatan lain
telah gagal. "Ada pilihan terbaik untuk jenis-jenis epilepsi tertentu guna mencegah keadaan
refrakter yang bisa merusak masa depan," jelas Zainal.
Hasil terbaik bedah epilepsi ini diper-leh pada kasus ELT yang foto MRI nya memperlihatkan
adanya kelainan pada satu hippokampusnya. Angka bebaskejang pada kasus ini mencapai lebih
dari 90 persen. Karena itu. tindakan bedah epilepsi dianjurkan lebih awal sebelum kondisi
refrakter terjadi.
Para ODE refrakter, datang dari hampir seluruh propinsi di tanah air. Tapi kelompok paling
banyak, berasal dari wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) sekitar 30 persen. Penderita
kebanyakan adalah orang-orang berpendidikan seperti SMU (55 persen) tertinggal pendidikan
(25 persen), dan sisanya perguruan tinggi.
Fakta tersebut, kata Zainal membuktikan bahwa anggapan penyandang epilepsi tidak atau kurang
berpendidikan adalah tidak benar. "Bagi ODE yang cukup berpendidikan, bebas dari serangan
kejang setelah pembedahan benar-benarmerupakan hidup baru dan kesempatan untuk berkarir
yang bebas dari diskriminasi," ujar Zainal.
Semakin muda usia ODE (kurang dari 25 tahun) yang dibedah, angka bebas kejang lebih tinggi
(75,4 persen) dibanding di atas 25 tahun. Sedangkan yang lama sakitnya kurang dari 10 tahun,
lebih tinggi angka bebasnya daripada yang di atas 10 tahun (78,72 persen).
Sementara itu, dari 50 juta ODE di seluruh dunia, 90 persen berada di negara-negara berkembang
dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Ironisnyan hanya 26 dari 142 negara berkembang yang
sudah memiliki program bedah epilepsi. Evaluasi yang sudah dilakukan di India dan Thailand,
serta di Indonesia (Semarang) membuktikan bahwa program bedah epilepsi bisa mencapai hasil
yang amat baik meskipun dilakukan di negara-negara dengan sumber daya yang terbatas.
"Tidak adanya fasilitas bedah epilepsi menjadi alasan utama kurangnya pemahaman di kalangan
tenaga medik, bahkan para dokter, tentang manfaat bedah epilepsi. Kurangnya pengertian serta
tidak adanya kesempatan untuk secara langsung bertemu dengan ODE pasca-bedah
menimbulkan rasa khawatir dan rasa takut yang berlebihan tentang operasi epilepsi. Hal ini akan
berujung pada keengganan untuk merujuk ODE refrakter," tandas Zainal.
Mengingat banyaknya ODE refraksi yang berpeluang sembuh melalui bedah epilepsi, Zainal
mengatakan, perlu dibentuk pusat-pusat pelayanan kesehatan rujukan yang mampu memberikan
pelayanan ini. Untuk pulau Jawa saja, kata Zainal, setidaknya dibutuhkan lima pusat pelayanan.
Sedangkan setiap pulau besar, dibutuhkan juga satu pusat pelayanan.
Sedangkan perangkat yang dibutuhkan adalah rumah sakit dengan fasilitas pelayanan Bedah
Saraf Mikro (Micro-neurosurgery). Tentu saja dibutuhkan tenaga spesialis bedah saraf terlatih
untuk melaksanakan operasi epilepsi.
td andina
Entitas terkaitAhli | Angka | Ayan | Bedah | Diet | EEG | ELT | Evaluasi | Fakta |
India | Indonesia | Ironisnyan | Jawa | Kejang | Kondisi | Kurangnya |
Langkah | Mengingat | MRI | OAE | ODE | Pemeriksaan | Penderita |
Pengobatan | Penyakit | Penyebab | Program | Semakin | SMU | Tentu |
Zainai | Zainal | Bagi ODE | Bedah Epilepsi | Dari ODE | E Dan | Jawa Tengah
| Para ODE | Penderita Epilepsi | RS Kariadi | Terapi Bedah | Bedah Saraf
Mikro | Magnetic Resonance Imaging | Oleh Dewi Mardlanl | RS Dr Kariadi |
Bedah Saraf Terhadap Penderita | Penderita Epilepsi Lobus Temporalis |
Prof Dr Zainal Muttaqien | Pusat Rujukan Nasional Bedah | Ringkasan Artikel
Ini
Kejang yang terjadi pada seseorang yang bukan disebabkan oleh alkohol
dan tekanan darah yang sangat rendah dikenal dengan istilah epilepsi.
"Tapi epilepsi adalah rangkaian persoalan medis, psikologis, sosial dan
ekonomi yang saling terkait, dan muncul sebagai rasa takut, kesalah-
fahaman, stigma sosial, dan diskriminasi yang membawa ODE dan
keluarganya hidup dalam dunia yang tertutup," ujar Zainal, dalam
penjelasannya soal "Bedah Saraf Terhadap Penderita Epilepsi", beberapa
waktu lalu. Penderita Epilepsi Lobus Temporalis (ELT), yang dulu disebut
epilepsi psiko-motor, merupakan bentuk epilepsi yang paling banyak
diderita. Dari yang ditangani tim bedah saraf, terbukti penanganan bedah
pada ELT memberikan hasil bebas kejang pada 65 persen pasiennya dan
sembuh sebanyak 21 persen. "Dari ODE refrakter yang dirujuk ke RS
Kariadi untuk bedah epilepsi, 80 persen memperlihatkan adanya kelainan
di lobus temporalis, khususnya di hippocampus," ujar Zainal. "Bagi ODE
yang cukup berpendidikan, bebas dari serangan kejang setelah
pembedahan benar-benarmerupakan hidup baru dan kesempatan untuk
berkarir yang bebas dari diskriminasi," ujar Zainal. Evaluasi yang sudah
dilakukan di India dan Thailand, serta di Indonesia (Semarang)
membuktikan bahwa program bedah epilepsi bisa mencapai hasil yang
amat baik meskipun dilakukan di negara-negara dengan sumber daya
yang terbatas. Mengingat banyaknya ODE refraksi yang berpeluang
sembuh melalui bedah epilepsi, Zainal mengatakan, perlu dibentuk pusat-
pusat pelayanan kesehatan rujukan yang mampu memberikan pelayanan
ini.
*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan
dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan
ke tech at mediatrac net.
Epilepsi, berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti serangan. Perlu diketahui,
epilepsi tidak menular, bukan penyakit keturunan, dan tidak identik dengan orang yang
mengalami ketebelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsi yang menderita epilepsi
tanpa diketahui penyebabnya.
Penyebab Epilepsi
Otak kita terdiri dari jutaan sel saraf (neuron), yang bertugas mengoordinasikan semua aktivitas
tubuh kita termasuk perasaan, penglihatan, berpikir, menggerakkan [otot].
Pada penderita epilepsi, terkadang sinyal-sinyal tersebut, tidak beraktivitas sebagaimana
mestinya. Hal ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, antara lain; trauma kepala (pernah
mengalami cedera didaerah kepala), tumor otak, dan lain sebagainya.
Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka
kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi
bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.
Diagnosis
Hippocrates adalah orang pertama yang berhasil mengidentifikasi gejala epilepsi sebagai
masalah pada otak, roh jahat, dan sebagainya. Seseorang dapat dinyatakan menderita epilepsi
jika orang tersebut telah setidaknya mengalami kejang yang bukan disebabkan karena alkohol
dan tekanan darah yang sangat rendah. Alat bantu yang digunakan biasanya adalah:
Pengobatan
Berikut ini adalah nama-nama obat yang dipakai untuk menyembuhkan epilepsi. Semua obat
harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter.
Selain dengan obat, epilepsi juga dapat disembuhkan dengan Ketogenic Diet dan pengobatan
alternatif lainnya
EPILEPSI atau yang dikenal dengan sebutan ayan kerap menjadi satu masalah
karena dianggap berbahaya. Seberapa bahayakah epilepsi itu?
Gejala klinisnya bisa berupa gangguan motorik dan sensorik. "Selain itu, juga ada
yang disebut dengan sindrom epilepsi yang merupakan sekumpulan gejala atau
tanda klinis yang terjadi bersama-sama meliputi umur, proses, jenis serangan,
faktor pencetus dan kualifikasinya," katanya.
Dosen Fakultas Kedokteran Unhas bagian Neurologi ini memperjelas bahwa tidak
semua kejang bisa dikatakan sebagai gejala epilepsi. "Penyakit epilepsi memang
telah manjadi momok atau satu penyakit yang dianggap sesuatu yang berbahaya di
mata masayarakat.
Makanya perlu diperjelas, ketika berbicara epilepsi, tidak semua searangan kejang
bisa dikatakan sebagai gejala epilepsi, tapi ada pengelompokan atau kriteria
tersendiri," kata Jumraini.
Jumraini mengurai bahwa penyakit epilepsi bukan untuk dijauhi, karena belum tentu
orang yang epilepsi tidak bisa melakukan aktivitas seperti orang normal. "Kenali
kriteria epilepsi itu, karena seperti yang saya katakan tidak semua orang kejang
dikatakan epilepsi. Apalagi kalau kejang yang dialami hanya berlangsung sekali saja
dan ada penyebab atau provokasinya sehingga terjadi kejang," katanya
menguraikan.
Dokter dua anak ini memaparkan bahwa, epilepsi terbagi dua. "Ada primer dan
sekunder. Kalau epilepsi primer itu tidak diketahui apa penyebabnya atau bersifat
idiopati, sedangkan epilepsi sekunder banyak faktor penyebabnya," Jumraini
memaparkan.
Jumraini berpesan bahwa tidak semua orang yang terserang epilepsi, baik primer
maupun sekunder tak mampu berhasil seperti orang yang memiliki badan sehat.
"Jangan kucilkan mereka, karena banyak juga orang yang epilepsi mampu
beraktivitas seperti sekolah atau kuliah, hingga bekerja sekalipun. Epilepsi bukanlah
penyakit menular," katanya berpesan. (*)