Você está na página 1de 15

Acute Respiratory Distress Syndrome

Abstract
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) is one of acute lung disease requiring
treatment in intensive care unit (ICU) with high mortality rates reaching 50-60%. Acute
repiratory distress syndrome (ARDS) resulting from the lungs (aspiration pneumonia) and of
extrapulmonary (sepsis, severe trauma). As in these cases occurred in patients with trauma gas
inhalation after a fire evacuation that show signs of ARDS. There is no specific actions to
prevent the incidence of ALI (Acute Lung Injury) / ARDS despite the risk factors previously
identified, which should be considered a risk factor for developing into ARDS include preventing
trauma, prevention of nosocomial infections, aspiration and treatment of anti-microbial
adequate to infection. Supporting treatment in patients who have undergone ALI / ARDS
determine prognosis and mortality. Understanding of the pathogenesis of ALI / ARDS was
instrumental in the management strategy of ALI / ARDS. Approach to the use of mechanical
ventilation ARDS patients should still be restricted granting tidal volume, positive end
expiratory pressure (PEEP) and hiperkapnea.

Keywords: ARDS, ALI, mechanical ventilation

Abstrak
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut yang
memerlukan perawatan di intensive care unit (ICU) dengan angka kematian yang tinggi yaitu
mencapai 50 - 60%. Acute repiratory distress syndrome (ARDS) disebabkan dari paru (aspirasi,
pneumonia) dan dari luar paru (sepsis, trauma berat). Seperti pada kasus ini terjadi pada pasien
trauma inhalasi gas setelah evakuasi kebakaran yang menunjukan tanda tanda terjanya ARDS.
Tidak ada tindakan yang spesifik untuk mencegah kejadian ALI (Acute Lung Injury)/ARDS
meskipun faktor risiko sudah diidentifikasi sebelumnya, yang harus diperhatikan faktor risiko
berkembang menjadi ARDS antara lain mencegah kejadian trauma, pencegahan infeksi
nosokomial, aspirasi, dan terapi anti mikroba yang adekuat terhadap infeksi. Perawatan
penunjang pada pasien yang telah mengalami ALI/ARDS menentukan prognosis dan mortalitas.
Pengertian tentang patogenesis ALI/ARDS berperan penting dalam strategi penatalaksanaan
ALI/ARDS. Pendekatan penggunaan ventilasi mekanis pasien ARDS masih harus dibatasi
pemberian volume tidal, positive end expiratory pressure (PEEP) dan hiperkapnea.

Kata kunci: ARDS, ALI, ventilasi mekanis

1
Pendahuluan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan salah satu dari penyakit paru
akut yang memerlukan perawatan di ICU (Intensive Care Unit) karena memiliki angka mortalitas
yang tinggi yaitu 60 %.1Estimasi akurat mengenai insindensi ARDS sangat sulit akibat definisi
yang tidak seragam serta heterogenitas penyebab dan manifestasi klinik.

ARDS merupakan keadaan gagal nafas secara akut pada seseorang tanpa adanya kelainan
paru yang mendasari sebelumnya, ditandai dengan hipoksemia,penurunan compliance
paru,dispneu,edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dengan infiltrate yang menyebar
(difus) biasa dikenal juga dengan nama non cardiogenic pulmonary edema,shock pulmonary,dan
lainnya.Walaupun awalnya disebut dengan sindrom gawat nafas dewasa sekarang digunakan
istilah akut karena keadaan ini tidak terbatas pada orang dewasa.Sulit untuk membuat definisi
secara tepat,karena patogenesisnya masih belum jelas dan banyaknya factor predisposisi yang
bisa menyebabkan ARDS.Berkaitan dengan kasus didapatkan terjadinya Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) pada laki-laki usia 30 tahun akibat asap kebakaran ,maka di makalah
ini kami akan membahas tentang ARDS dimulai dari etiologi serta penanganan pada keadaan
ARDS hingga prognosisnya.

Anamnesis

1) Identitas pasien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi: nama,

jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.2

2) Keluhan Utama
Sering menjadi alasan untuk meminta pertolongan kesehatan, diikuti oleh mereka

mengalami kesulitan untuk bernapas, retraksi dan sianosis


3) Riwayat kesehatan sekarang (RKS)
Penderita ARDS menampakan gejala : sesak napas, sianosis, dispnea
4) Riwayat kesehatan dahulu(RKD)
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit : aspirasi lambung

dan pneunomia
5) Riwayat kesehatan sekarang (RKK)

2
Riwayat adanya penyakit ARDS pada anggota keluarga yang lain seperti : aspirasi

lambung dan pneumonia.

Pengkajian Primer

1. Airway

Peningkatan sekresi pernapasan

Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi(wheezing)

2. Breathing

Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.

Menggunakan otot aksesori pernapasan

Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis

3. Circulation

Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

Sakit kepala

Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk

Papiledema

Penurunan keluaran urine

4. Disability

5.Exposure

Pemeriksaan fisik

Perhatikan dengan cermat keadaan-keadaan baik yang langsung terlihat, maupun saat
pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu. Hal-hal yang harus diperhatikan: 2,3

Kesadaran umum pasien


Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat?

3
Compos mentis, semua normal

Periksa tanda-tanda vital pasien, seperti frekuensi nadi, frekuensi nafas, suhu,tekanan darah.

Pada kasus ARDS penting dilakukan 4 tahap pemeriksaan fisik yaitu :

1. Inspeksi
Dimana pada kondisi ini lihat dengan teliti dan menyeluruh, adakah kelainan yang
Nampak jelas (misalnya benjolan,ketidaksadaran) , adakah daerah yang pucat, bisa juga
dilihat dengan maneuver tertentu seperti batuk,bernafas atau pergerakan.
- Jalan nafas
Apakah jalan nafas tidak terhalang?Tampak nafas melemah?
Apakah pasien bernafas dengan muidah dan berbicara dengan nyaman?
- Warna Kulit
2. Palpasi
- Apakah ada nyeri tekan
Dimulai dengan ringan dan lembut,kemudian tekan lebih kuat.
- Adakah gangguan sirkulasi seperti akral dingin dan lainnya?
- Denyut nadi (takikardi,bradikardi)?
3. Perkusi
Dengar dan rasakan adanya perbedaan, dibandingkan pada kedua sisi.
4. Auskultasi
Pola nafas
Adakah murmur,gallop,ronkhi ?

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisa Gas Darah : hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena

hiperventilasi ),hiperkapnia ( pada emfisema atau keadaan lanjut ).4


Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi) sistemik

dan keruskan endotel ), peningkatan kadar amylase (pada pancreatitis)


2. Pemeriksaan Rontgent Dada :
Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
3. Tes fungsi Paru :
Penurunan complain paru dan volume
Pirau kanan kiri meningkat

4
Diagnosis ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)

Definisi ARDS pertama kali dikemukakan oleh Asbaugh dkk (1967) sebagai hipoksemia
berat yang onsetnya akut,infiltrate bilateral yang difus pada foto toraks dan penurunan
compliance atau daya renggang paru.5,6

Menurut fakta sampai sekarang belum ada cara penilaian yang spesifik dan sensitive
terhadap kerusakan endotel/epitel, diagnosis ARDS ditegakkan dengan kriteria phisiologi, namun
hal ini masih kontroversi. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologi
mungkin berguna.(3)Pada tahap dini ARDS, pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak ditemukan
kelainan, tetapi kemudian didapatkan adanya krepitasi yang meluas pada lapangan paru dalam
waktu yang singkat. Pemeriksaan laboratorium yang paling dini menunjukkan kelainan dalam
analisis gas darah berupa hipoksemia, kemudian hiperkapnia dengan asidosis respiratorik pada
tahap akhir.Mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada. Setelah 12-24 jam tampak
infiltrat tanpa batas-batas yang tegas pada seluruh lapangan paru, mirip dengan edema paru pada
gagal jantung tetapi tanpa tanda-tanda pembesaran jantung dan tanda bendungan lainnya. Infiltrat
tersebut biasanya meluas dengan cepat dan simetris dalam beberapa jam/hari sehingga mengenai
seluruh lapangan paru tetapi kedua sinus kostofrenikus masih tetap normal (bilateral white-out).
Infiltrat dapat juga bertambah secara lambat dan asimetris.(2,3)Biasanya perbaikan foto dada pada
ARDS lambat, sedangkan pada edema paru oleh gagal jantung, infiltratnya cepat menghilang
dengan pemberian diuretik.5

Pada pemeriksaan laboratorium, hasil analisa gas darah abnormal. Rasio PaO 2 terhadap
fraksi O2 yang dihirup (FiO2) menurun dibawah 200. Awalnya terdapat alkalosis respirasi yang
kemudian dalam perjalanan penyakit menjadi asidosis respiratorik karena eliminasi CO 2
menurun. Leukositosis atau leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang terjadi disseminated
intravascular coagulation (DIC) yang dapat terjadi pada keadaan sepsis, trauma berat atau
trauma kepala.

5

Gambaran radiologyAcute Respiratory Distress Syndrome5
Diagnosa Banding

Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi pada salah satu atau kedua paru-paru ,lebih tepatnya peradangan itu
terjadi pada kantung udara (alveolus).Kantung udara akan terisi cairan atau nanah sehingga
menyebabkan sesak nafas,batuk berdahak,demam,menggigil,dan kesulitan bernafas.Infeksi
tersebut bisa disebabkan oleh bakteri,virus , ataupun jamur.6

Penyakit pneumonia ini bisa digolongkan berdasarkan usia,berat atau ringannya dari suatu
penyakit dan juga apa yang menyebabkan penyakit ini menjadi sulit atau komplikasi yang
terjadi.

Gejala penyakit infeksi saluran nafas pneumonia ringan seringkali mirip dengan fklu atau
common cold (sakit demam,batuk,pilek),namun tak kunjung sembuh atau bertahan lama.

Ciri-ciri dan gejala pneumonia antara lain:

-Demam , berkeringat,menggigil

-Suhu tubuh lebih rendah dari normal pada usia >65 tahun dan pada orang dengan system
kekebalan tubuh yang lemah.

-Batuk berdahak tebal dan kentel

-Nyeri dada saat bernafas dalam atau ketika batuk

6
-Sesak nafas (nafas cepat)

-Kelelahan dan nyeri otot

-Mual, muntah, atau diare

-Sakit kepala

Etiologi

Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti,banyak factor penyebab yang dapat berperan
dalam gangguan ini.ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebuah sindrom.Sepsis
merupakan factor risiko yang paling tinggi,terutama mikroorganisme dan produknya (endotoxin)
sangat toksis terhadap parenkim paru dan merupakan factor risiko terbesar kejadian ARDS
berkisar 30-50%.Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai factor risiko ARDS
(30%).Dengan ph <2.5 akan menyebabkian penderita mengalami chemical burn pada parenkim
paru dan menimbulkan kerusakan berat pada epitel alveolar.7

Menurut Hudak & Gallo (1997) , gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS :

1. Sistemik (non-pulmonal)
Shock karena beberapa penyebab :
Sepsis gram negative
Hipotermia
Hipertermia
Obat (Narkotik,Salisilat,Trisiklik,Paraquat,Metadon,Bleomisin)
Gangguan hematologi ( DIC,Transfusi masiv,Bypass cardiopulmonal)
Eklampsia
Luka Bakar
Major trauma
Pankreatitis
Emboli lemak
Tumor lisis
2. Pulmonal
Pneumonia (Viral,Bakteri,Jamur,Pneumositik Karinii)
Trauma (Emboli lemak,Kontusio Paru)
Aspirasi (cairan lambung,tenggelam,cairan hidrokarbon)
Pulmonary vasculitis
Toxic Inhalasi
Reperfusion Injury (Lung transplantation)

Epidemiologi
7
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967.Diperkirakan ada
150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan laju mortalitas tergantung pada etiologi
dan sangat bervariasi.Tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS
terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan
injeksi obat 5 %.7

Manifestasi Klinik

ARDS biasanya timbul dalam waktu 24-48 jam setelah kerusakan awal pada paru.Awalnya
pasien akan mengalami dispneu,kemudian biasanya diikuti dengan pernafasan cepat dan
dalam.Selain itu juga terdapat penurunan kesadaran mental,takikardi,takipneu,retraksi
intercostals,hipoksemia, dan juga sianosis biasa terjadi secara sentral dan perifer,bahkan tanda
khas dari ARDS adalah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi
oksigen.Sedangkan pada auskultasi paru dapat ditemui ronkhi basah kasar,serta kadang
wheezing, dan pada auskultasi jantung didapatkan normal tanpa murmur maupun gallop.5-7

Patogenesis

Epitelium alveiolar dan endothelium mikrovaskular mengalami kerusakan pada


ARDS.Kerusakan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas barier alveolar dan kapiler
sehingga cairan masuk ke dalam ruang alveolar.Derajat kerusakan epithelium alveolar yang
menentukan prognosis.Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel,yaitu sel pneumosit tipe I
dan tipe II.Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa sel pipih yang mudah
rusak.Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah pertukaran gas yang berlangsung secara difusi
pasif. Sel pneumosit tipe II meliputi 10 % permukaan alveolar terdiri atas sel kuboid yang
mempunyai aktivitas metabolic intraseluler,transport ion, memproduksi surfaktan dan lebih
resisten terhadap kerusakan.8

Kerusakan epithelium yang berat menyebabkan kesulitan dalam perbaikan dan menyebabkan
fibrosis paru.Kerusakan pada fase akut yaitu terjadinya pengelupasan sel epitel bronchial dan
alveolar, diikuti dengan pembentukan membrane hialin yang kaya protein pada membrane basal
epitel yang gundul.Neutrofil memasuki endotel kapiler yang rusak dan jaringan interstitial
dipenuhi cairan yang kaya akan protein.Keberadaan mediator anti inflamasi,interleukin-1

8
receptor antagonists,soluble tumor necrosis factor receptor,auto antibody yang melawan IL-8 dan
IL 10 menjaga keseimbangan alveolar.

Perubahan pada ARDS

Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru interstitial dan
penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis kongestif difus.Keadaan
normal,filtrasi cairan ditentukan oleh hukum Starling yang menyatakan filtrasi melewati endotel
dan ruang interstitial adalah selisih tekanan osmotic protein dan hidrostatik.

Perubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan terjadinya edema
paru.Tekanan hidrostatik kapiler meningkat akibat kegagalan ventrikel kiri yang menyebabkan
cairan dari kapiler berpindah ke interstitial.Cairan kapiler tersebut akan mengencerkan protein
interstitial sehingga tekanan osmotic interstitial menurun dan mengurangi pengaliran cairan ke
dalam vena.8

Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau bahkan keduanyya pada ARDS
menyebabkan peningktan permeabilitas membrane alveoli kapiler (terutama pneumosit tipe I)
sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul di jaringan interstitial,jika telah melebihi
kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli (alveolar flooding) dan compliance paru akan
menurun.Merembesnya cairan yang banyk mengandung protein dan sel darah merah akan
mengakibatkan perubahan tekanan osmotic.

Cairan bercampur dengan cairan alveoli akan merusak surfaktan sehingga paru menjadi
kaku,keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi.Mikroatelektasis akan
menyebabkan shunting intrapulmoner,ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan menurunnya
KRF,semua ini akan menyebabkan terjadinya hipoksemia berat dan progresivitas yang ditandai
dengan pernafasan cepat dan dalam.Shunting intrapulmober menyebabkan curah jantung akan
menurun 40%.Hipoksemia dengan asidemia,mulanya karena pengumpulan asam laktat
selanjutnya merupakan gabungan dari unsure metabolic maupun respiratorik akibat gangguan
pertukaran gas.Penderita yang sembuh dapat menunjukkan kelainan faal paru berupa penurunan
volume paru,kecepatan aliran udara dan khususnya menurunkan kapasitas difusi.9

9
Gambaran Patofisiologi ARDS

Cidera paru-paru Kerusakan

Sistemik

Kebocoran cairan Penurunan


Dalam ruang Defusi Jaringan
Intestisial
Alveolar Hipoksia
Seluler
Permeabilitas
Membran alveolar Pelepasan factor-faktor
Meningkat (enzim tisosom, vasoaktif, sistem
Komplemen, asam metaboli, kolagen, histamine)
Cairan bergerak
Kealveoli
kerusakan membran alveolar kapiler MK : gguan

pertukaran gas

Produksi Surfaktan Edema intestisial Kolaps alveolar pe Komplain


alveolar paru yang progresif Paru

Hipoksia arterial

Odema paru Pe pengembangan paru sianosis

Penurunan Fungsi Penurunan efektif paru


Paru

Hipoventilasi MK : gguan pertukaran MK :


gas Gangguan

MK :
Gangguan ARDS

Plasma & sel darah Peningkatan


Merah keluar dari frekuensi
Kapiler-kapiler yang rusak pernafasan

10
Perdarahan dispnea

Hipoksemia MK : Pola nafas


MK :
tidak efektif
Kelemahan

Bagan 1. Gambaran pathogenesis ARDS5

Komplikasi

Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )

Defek difusi sedang

Hipoksemia selama latihan

Toksisitas oksigen.5-7

Sepsis

Penatalaksanaan

-Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab.9

-Memastikan ventilasi yang adekuat Intubasi untuk pemasangan ETT

Ventilasi mekanis dilakukan kalau timbul hiperkapnia, kalau pasien lelah dan
tidak dapat lagi mengatasi beban kerja nafas atau timbulnya renjatan. Tujuan ventilasi
mekanis adalah mengurangi kerja nafas, memperbaiki oksigenasi arterial, dengan
pemakaian O2 yang non toksik.10,11
Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume merupakan
langkah besar dalam penanganan ARDS. PEEP membantu memperbaiki sindrom distress
pernafasan dengan mengembangkan daerah yang sebelumnya mengalami ateletaksis dari
kapiler. Keuntungan lain dari PEEP adalah alat ini memungkinkan pasien untuk

11
mendapatkan FiO2 dalam konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini penting karena pada satu
segi FiO2 yang tinggi umumnya diperlukan untuk mencapai PaO2 dalam kadar minimal,
dan pada segi lain oksigen konsentrasi tinggi bersifat toksik terhadap paru-paru dan
menyebabkan ARDS. Efek dari PEEP adalah memperbaiki tekanan oksigen arterial dan
memungkinkan penurunan FiO2. Bahaya yang mungkin terjadi dalam penggunaan PEEP
adalah pneumothoraks dan terganggunya curah jantung karena tekanan yang tinggi.
Perhatian dan pemantauan yang ketat ditujukan untuk mencapai PEEP terbaik yaitu
ventilasi pada tekanan akhir ekspirasi yang menghasilkan daya kembang paru terbaik dan
penurunan PaO2 dan curah jantung yang minimal.

- Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator

-Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.

-Memberikan dukungan sirkulasi

-Memastikan volume cairan yang adekuat

-Memberikan dukungan nutrisi

Dukungan nutrisi yang adekuat sangat penting dalam mengobati ARDS.Pasien dengan
ARDS membutuhkan 35-45 kkal/kg sehari untuk memenuhi kebutuhan normal.Pemberian
makan enteral adalah pertimbangan pertama,namun nutrisi parenteral total dapat saja diperlukan.

Secara umum obat-obat yang diberikan dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

Obat untuk menekan proses inflamasi

1. Kortikosteroid
Saat ini efek steroid masih dalam penelitian dan penggunaan secara rutin tidak
dianjurkan kecuali bila ada indikasi yang spesifik yang berkaitan dengan penyakit
dasarnya. Steroid dapat mengurangi pembentukan kolagen dan meningkatkan
penghancuran kolagen sehingga penggunaannya mungkin bermanfaat untuk
mencegah fibrosis paru pada pasien yang bertahan hidup. Kortikosteroid biasanya

12
diberikan dalam dosis besar, lebih disukai metilprednisolon 30 mg/kg berat badan
secara intravena setiap 6 jam.
2. Protaglandin E1
Obat ini mempunyai efek vasodilator dan antiinflamasi serta antiagregasi
trombosit. Sebanyak 95% PGE1 akan dimetabolisme di paru sehingga bersifat
selektif terhadap pembuluh darah paru dengan efek sistemik yang minimal.
Pemberian secara aerosol dilaporkan dapat memperbaiki proses ventilasi perfusi
karena menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada daerah paru yang ventilasinya
masih baik. Walaupun demikian penggunaan PGE1 dalam klinis masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.
3. Ketokonazol

Dapat menghambat sintesis tromboksan dan leukotrien dan pada sejumlah kecil
kasus dapat bermanfaat untuk pencegahan pada pasien yang mengalami sepsis akibat
trauma multipel.

4. Anti endotoksin dan antisitokinin


Antibodi terhadap endotoksin dan sitokin akhir-akhir ini sedang diteliti. Sejauh
ini penggunaan secara rutin obat-obat ini masih belum dianjurkan.

Obat untuk memperbaiki kelainan faal paru :

Amil nitrit

Dapat diberikan intravena untuk memperbaiki proses ventilasi perfusi dengan


cara meningkatkan refleks pembuluh darah paru akibat hipoksia. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek tersebut.

Oksida nitrit

Pemberian secara inhalasi dalam dosis rendah akan menyebabkan dilatasi


pembuluh darah paru secara selektif khususnya pada daerah paru dengan ventilasi
yang masih baik. efek oksida nitrit ini diharapkan dapat mengurangi pirau
intrapulmonal, memperbaiki proses ventilasi-perfusi sehingga akan meningkatkan
oksigen arteri pulmonalis. Sayangnya hingga saat ini belum ada data yang
menunjukkan prognosis pada pasien yang mendapatkan oksida nitrit

13
Antibiotik

Karena angka kejadian sepsis tinggi pada pasien yang mengalami ARDS maka
dianjurkan untuk diberikan sejak awal antibiotik yang berspektrum luas, hingga
didapatkan adanya sumber infeksi yang jelas serta adanya hasil kultur.

Pencegahan

Pada pasien ARDS, posisi semifowler dilakukan untuk mengurangi kemungkinan regurgitasi
asam lambung.Pada pasien ARDS yang mendapatkan makanan melalui NGT penting untuk
berpuasa 8 jam sebelum operasi-yang akan mendapatkan anesthesia umum-agar lambung
kosong.Selain berpuasa selama 8 jam pemberian antasida dan simetidin sebelum operasi pada
pasien digunakan untuk mengurangi asam lambung sehingga mengurangi kerusakan paru jika
terjadi aspirasi.Setiap keadaan shock,harus diatasi secepatnya dan harus selalu memakai filter
untuk transfuse darah,menanggulangi sepsis dengan antibiotic yang adekuat, dan jika perlu
hiolangkan sumber infeksi dengan tindakan operasi. Pengawasan yang ketat harus dilakukan
pada pasien ARDS selama masa laten,jika pasien mengalami sesak nafas,segera lakukan
pemeriksaan analisa gas darah.5-7

Prognosis

Mortalitas rata-rata sekitar 50-60%. Mortalitas sekitar 40% didapatkan pada pasien dengan
gagal nafas saja, sedangkan pada pasien dengan sepsis atau adanya kegagalan organ utama
didapatkan mortalitas sekitar 70-80% dan bahkan bisa sampai 90% kalau sindrom gagal nafas
amat berat. Pada pasien yang bertahan hidup, umumnya fungsi paru akan kembali setelah
berbulan-bulan, namun harapan tersebut sangat kecil karena pasien yang menderita ARDS akan
mengalami kerusakan paru yang permanen dengan infeksi dan fibrosis.5-8

Kesimpulan

ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan


tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang
menyebar dikedua belah paru.
ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang
mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru

14
menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual
fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia

Daftar Pustaka

1. Hess DR,Kacmarek RM.Adult respiratory distress syndrome.In:Navrozov M,Hefta


T,eds.Essen tials of mechanical ventilation.New York:McGraw-Hill;1996:83-7.
2. Gleadle J.At a glace anamnesis dan pemeriksaan fisik.Jakarta:Erlangga;2007.h.17-21.
3. Welsby P.D. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC., 2009.
4. Kee, LeFever J. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2008.
5. Eloise M.Harman M D , Rajat, Walia MD.Acute Respiratory Distress
Syndrome.2005.Diunduh dari http://www.emedicine.com/med/topic70.htm.21 November
2014.
6. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., setiati, S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Cetakan pertama. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
7. Piantadosi CA , Schwartz DA.The acute respiratory distress syndrome.Ann Intern
Med.2004;141;460-70.
8. Sylia A,Price,Wilson LM.Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit.Ed
IV.Jakarta: EGC;2005:739-40.
9. Parsons P E.Acute respiratory distress syndrome.In:Harleyt ME,Weish CH,eds.Current
diagnosis and treatment in pulmonary medicine.New York:Lange Medical Bppls/Mc
Graw-Hill;2003;161-6.
10. Lee WL,Slutsky AS.Hypoxemic respiratory failure,including acute respiratory distress
syndrome.In:Mason RJ,Murray JF,Broaddus VC,Nadel JA , eds. Textbook of respiratory
medicine.4th ed.Philadelphia : Elsevier Saunders;2005;2352-78.
11. Muhardi,Mulyono I,Krisanto S.Aspek fisiologi ventilasi mekanis.Dalam : Muhaimin
M,ed.Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit.Jakarta:Sagung Seto;2001;29-36

15

Você também pode gostar