Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ABLASIO RETINA
OLEH :
PEMBIMBING :
dr. Rahasiah Taufik, Sp.M
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
PEMBIMBING
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia, rahmat, kesehatan, dan
keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul Ablasio
Retina.Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan Mata.
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas laporan kasus ini. Namun berkat
bantuan, saran, kritikan dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas ini dapat
terselesaikan.
Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada
dr.Rahasiah Taufik Sp.M selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun
dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini
hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan laporan kasus ini.Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat
memberi manfaat kepada semua orang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Retina pada mata seperti lapisan film pada kamera tempat obyek yang dilihat oleh mata,
merupakan struktur yang sangat terorganisasi, dengan kemampuan untuk memulai
pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus
opticus ke korteks visual. Begitu pentingnya fungsi retina, sehingga jika terdapat gangguan
atau kelainan pada retina dapat terjadi gangguan penglihatan dimana pasien dapat mengalami
penurunan baik pada visus maupun lapang pandangnya.1
Penglihatan turun mendadak tanpa disertai adanya radang ekstraokular dapat disebabkan
oleh beberapa kelainan. Kelainan ini dapat ditemui pada neuritis optik, obstruksi vena retina
sentral, oklusi arteri retina sentral, perdarahan badan kaca, ambliopia toksik, histeria,
retinopati serosa sentral, amaurosis fugaks dan koroiditis. Di samping hal tersebut perlu pula
dipikirkan adanya ablasio retina.1,2,3
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana sel kerucut dan sel batang retina dari sel
epitel pigmen retina terpisah. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan
membran Bruch. Sebenarnya, tidak terdapat perlekatan struktural antara sel kerucut dan sel
batang retina dengan koroid ataupun epitel pigmen retina, sehingga merupakan titik lemah
yang potensial untuk lepas secara embriologis.3
Lepasnya retina atau sel kerucut dan sel batang dari epitel pigmen retina akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Dikenal 3 bentuk ablasi retina,
antara lain;1,2,3
Ablasi retina regmatogenosa
Ablasi retina traksi
Ablasi retina eksudatif atau serosa
Prevalensi kelainan pada retina di Indonesia mencapai angka 0.13% dan merupakan
penyebab kebutaan ke empat setelah katarak, glaukoma dan kelainan refraksi. Diagnosis
ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan
penunjang. Penatalaksanaan ablasio retina adalah pembedahan dengan tujuan melekatkan
kembali bagian retina yang lepas. Komplikasi yang seringterjadi pada ablasio retina adalah
penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan. Prognosis ablasio retina baik bila dilakukan
penanganan dengan segera namun pada ablasio retina ini prognosis juga ditentukan kondisi
makula.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi Pasien
Nama : Ny. NJ
Umur : 58 Tahun
Alamat : Bone
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Pasien mengeluh kedua mata kabur
Anamnesis Terpimpin : Pasien datang ke Balai Kesehatan Mata Makassar dengan
keluhan mata kabur pada kedua mata terutama mata sebelah kiri sejak kurang lebih dua
bulan yang lalu. Pasien mengeluh melihat gambaran awan, awalnya pandangannya
berkedip kedip dan tidak bisa melihat orang di sekitarnya. Riwayat mata merah
disangkal, dan riwayat memakai kacamata disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Tidak ada riwayat pengobatan .
F. Tonometri
TIO OD : 16 mmHg
TIO OS : 12 mmHg
G. Visus
VOD : 20/70 F
VOS : / 60
I. Pemeriksaan Laboratorium
1. GDS : 205 mg/Dl
J. Pemeriksaan penunjang
1. Oftalmoskop Indirek :
FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, pucat, CDR sulit dinilai, ablasio
retina pada kuadran superiotemporal, makula sulit dievaluasi.
FOD : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, perdarahan (+), pelebaran vena (+).
2. Foto Fundus :
FOS : Ablasio retina pada kuadran superotemporal
K. Diagnosis Kerja
OD Proliferative Retinopathy Diabetic + OS Ablasio Retina Traksi.
L. Diagnosis Banding
Choroidal detachment
M. Penatalaksanaan
- Polydex ED 5 x 1 tetes OD
- Argon Laser OD
- Planning :
Pasien dirujuk ke RS. Wahidin Sudirohusodo untuk tindakan operasi pada OS.
N. Prognosis
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : dubia ad malam
- Ad sanationam : dubia ad malam
O. Resume
Pasien datang ke Balai Kesehatan Mata Makassar dengan keluhan mata kabur pada
kedua mata terutama mata sebelah kiri sejak kurang lebih dua bulan yang lalu. Pasien
mengeluh melihat gambaran awan, awalnya pandangannya berkedip kedip dan tidak
bisa melihat orang di sekitarnya. Riwayat diabetes mellitus seja tahun 2002 dan pasien
diberian obat anti-diabetik oral dan suntian insulin.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatan hasil gula darah sementara 205 mg/dL, ada
pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan penurunan visus pada kedua mata terutama pada
mata kiri yang hanya dapat melihat cahaya. Pada oftalmoskop indirek didapatkan refleks
fundus (+), papil N.II batas tidak tegas, pucat, CDR sulit dinilai, ablasio retina pada
kuadran superiotemporal, makula sulit dievaluasi pada mata kiri, sedangan pada mata
anan didapatkan refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, perdarahan (+), pelebaran
vena (+).. Dan pada foto fundus didapatkan pada mata kiri ablasio retina pada kuadran
superotemporal dan pada mata kanan ditemukan proliferative diabetic retinopathy.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ABLASIO RETINA
Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrana
Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan
inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina
sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.1,4
B. DEFINISI
Ablasio retina adalah kelainan mata dimana lapisan sensori retina terlepas dari lapisan epitel
pigmen retina. Antara kedua lapisan tersebut tidak terdapat taut yang erat, sehingga terjadi
akumulasi cairan subretinal di antara kedua lapisan tersebut.Pada keadaan ini sel epitel
pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel
batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel,
sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Pada mata
normal, retina sensorik yang utuh tertahan melekat ke epitel pigmen oleh adanya tarika oleh
epitel terhadap ruang kedap air diantara keduanya.1-3
C. EPIDEMIOLOGI
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%.
Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah
12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.
Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%,
operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%.Ablasio retina lebih
banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih
banyak karena trauma.8
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar
1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan
ini akan meningkat pada pasien yang:
Memiliki miopia tinggi (> 6 dioptri);
Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi
kehilangan vitreus;
Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral;
Baru mengalami trauma mata berat.9
D. KLASIFIKASI
Bentuk tersering ablasio retina, ablasio retina regmatogenosa ditandai dengan pemutusan
total retina sensorik , traksi viterus dengan derajat tertentu, dan mengalirnya viterus cair
melalui robekan ke dalam ruang subretina. Robekan retina secara umum disebut retinal
break, robekan retina yang disebabkan karena traksi vitreretina disebut retinal tear,
robekan retina yang timbul sekunder dari suatu atropi atau deteorisasi retina disebut
retinal hole.1
a. Usia dimana kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 60 tahun. Namun usia
tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi.
b. Jenis kelamin. Ablasio paling sering terjadi pada laki laki dengan perbandingan
laki- laki : perempuan adalah 3 : 2.
c. Miopia. Sebagian besar ablasio retina regmatogenosa terjadi pada pasien dengan
miopia tinggi. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan
menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal ini dapat terjadi pada miopia
karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina.Terjadinyadegenerasi
retina pada miopia lebih awal daripada pada emetropia.Pada mata miopia dapat
terjadi sineresis dan pencairan badan kaca.Dimana pencairan badan kaca ini dapat
menyebabkan ablasio retina.
d. Afakia. Pasien bedah katarak dapat mengalami ablasio akibat vitreus ke anterior
selama atau setelah pembedahan. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat
mengakibatkan pergeseran materi lensa atau seluruh lensa jatuh ke dalam vitreus.
Setelah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata
lebih kuat sehingga bila terjadi robekan retina maka cairan akan masuk ke
subretina sehingga neuroepitel terlepas dari epitel pigmen dan koroid.
e. Trauma.
g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV). Retinitis pada
pasien AIDS berupa nekrosis retina dapat mengakibatkan cairan dari rongga
vitreous mengalir melalui subretina dan melepas retina tanpa ada hadir traksi
vitreoretinal terbuka.
Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis : Robekan tapal kuda sering
terjadi pada kuadran superotemporal, lubang atrofi di kuadran temporal, dan dialysis
retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel maka defek
biasanya terletak 90 satu sama lain.1
Gambar 4. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe
tear
Ablasio retina traksi adalah lepasnya jaringan retina akibat tarikan jaringan parut pada
korpus vitreus atau badan kaca yang menyebabkan retina terangkat dari epitel pigmennya.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus
proliferative, vitreoretinopati prolifeatif, retinopati pada prematuritas, trauma, dan
perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Selain itu, ablasio tipe ini juga dapat
terjadi karena komplikasi ablasio retina regmatogensa. Merupakan jenis ablasio retina
tersering keduasetelah regmatogenosa. 1,6
Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah
vascular yang kemudian dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan makula. Pada
ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak
mencapai ke ora serata. 1
Ablasio retina eksudatif atau serosa ialah ablasio yang terjadi akibat akumulasi cairan
subretinal dengan tanpa adanya robekan retina ataupun traksi pada retina. Pada penyakit
vaskular, radang, atau neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi
kebocoran pembuluh darah sehingga berkumpul di bawah retina. Hal ini terjadi terutama
bila pompa epitel terganggu akibat berbagai hal.3
Etiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan trauma,
uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, Vogt-Koyanagi-Harada syndrome,
kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis, atau kelainan vaskular. Asal cairan pada
subretinal yaitu dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau keduanya. Hal ini dapat
terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina, epitel berpigmen, dan
koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah dan terakumulasi di bawah retina.
Selama epitel berpigmen mampu memompa cairan yang bocor ini ke sirkulasi koroid,
tidak ada akumulasi dalam ruang subretina dan tidak akan terjadi ablasio retina. Akan
tetapi, jika proses berlanjut dan aktivitas pompa epitel berpigmen normal terganggu, atau
jika aktivitas epitel berpigmen berkurang karena hilangnya epitel berpigmen atau
penurunan suplai metabolik (seperti iskemia), kemudian cairan mulai berakumulasi dan
terjadi ablasio retina. Tipe ablasio retina ini dapat juga disebabkan oleh akumulasi darah
pada ruang subretina (ablasio retina hemoragika). Penyakit radang dapat menyebabkan
ablasio retina serosa termasuk skleritis posterior, oftalmia simatetik, penyakit Harada,
pars planitis, penyakit pembuluh darah vaskular. Penyakit vaskular adalah hipertensi
maligna, toksemia gravidarum, oklusi vena retina, penyakit Coat, penyakit angiomatosa
retina, dan pembentukan neovaskularisasi koroid. 3
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama yang ditimbulkan pada ablasio retina regmatogen adalah fotopsia akibat
stimulasi mekanik pada retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu 24-48 jam setelah
terjadinya robekan retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh gerakan bola mata. Pasien akan
merasa dapat melihat lebih jelas pada malam hari. Biasanya fotopsia terdapat di bagian
temporal perifer dari lapangan penglihatan. Pada ablasio bagian supratemporal yang
menyebabkan terangkatnya macula, maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang
mendadak. Keluhan lain yang khas adalah, floater, adanya bayangan gelap pada vitreous
akibat retina yang robek, darah dan sel epitel pigmen retina yang masuk ke badan vitreus.
Kekeruhan vitreus ini terbagi atas 3 tipe, yaitu; (1) Weiss ring, floater yang soliter terdiri dari
annulus yang terlepas dari vitreus. (2) Cobwebs, disebabkan oleh kondensasi serat kolagen di
korteks vitreus yang kolaps. (3) Pancaran seketika berupa titik hitam atau merah yang
biasanya mengindikasikan perdarahan vitreus akibat robekan pembuluh darah retina. Black
curtain, defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang lama-lama
hingga ke sentral. Keluhan ini dapat saja tidak muncul di pagi hari karena cairan subretina
diabsorbsi secara spontan pada saat malam hari. Arah munculnya defek membantu dalam
menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan
keterlibatan fovea. 2
Sedangkan pada ablasio retina traksi fotopsia dan floater sering kali tidak ditemukan.
Sedangkan defek lapang pandang biasanya timbul lambat. Pada ablasio retina eksudatif atau
serosa fotopsia tidak ditemukan. Floater dapat ditemukan pada vitritis. Defek lapang pandang
terjadi cepat. 2
F. DIAGNOSIS
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah.10
- Floaters (terlihatnya benda melayang layang) yang terjadi karena adanya kekeruhan
di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreous.
- Fotopsi (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya, yang umumnya
terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
- Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.
Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relatif terlokalisir, tetapi jika hal
tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi lebih berat jika
berlangsung sedikit demi sedikit menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak
menimbulkan rasa sakit. Kehilangan penglihatan dapat tiba-tiba terjadi ketika
kerusakannya sudah parah. Pasien biasanya mengeluhkan adanya awan gelap atau tirai
didepan mata.1,11
Selain itu perlu dianamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya seperti
ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuler, riwayat penyakit mata
sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik).
Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta riwayat penyakit yang berhubungan
dengan ablasio retina (diabetes mellitus, tumor, sickle cell leukimia, eklamsia, dan
prematuritas.1,11
2. Pemeriksaan Oftalmologi
Adapun tanda tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antara lain:1,11,12
- Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya
makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat sinar
masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat.
- Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih tinggi, normal, atau rendah
- Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosa
ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop inderek binokuler. Pada
pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu abu
merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan
pada ruang subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak.
Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok kelok
dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio telihat lipatan
lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat
pembuluh koroid dibawahnya.
- Ultrasonography mengkonfirmasikan diagnosis.
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnos banding ablasio retina adalah Choroidal Detachment dimana gejala klinis yang
muncul yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang pandang dapat ada pada mata
dengan ablasi koroid yang luas. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan tekanan
intraokular yang sangat rendah akibat adanya ablasi badan silier, gambaran elevasi coklat
berbentuk konveks, licin, bulosa dan relatif immobile, serta tidak meluas ke polus posterior.
Retina perifer dan ora serata tampak jelas.
Gambar 7. Choroidal Detachment
H. PENATALKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan dari ablasio retina regmatogen adalah untuk melepaskan traksi
vitreoretina serta dapat menutup robekan retina yang ada. Penutupan robekan dilakukan
dengan melakukan adhesi korioretinal di sekitar robekan melalui diatermi, krioterapi, atau
fotokoagulasi laser. Pembedahan yang sering dilakukan adalah scleral buckling, pneumatic
retinopexy dan intraocular silicone oil tamponade. Kebanyakan praktisi lebih sering
melakukan prosedur scleral buckling.1-3
1. Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama tanpa
disertai komplikasi lainnya. Tujuan skleral buckling adalah untuk melepaskan tarikan
vitreous pada robekan retina, mengubah arus cairan intraokuler, dan melekatkan kembali
retina ke epitel pigmen retina. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina,
menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan skleral buckle (sabuk).
Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk
sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama
tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar
dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera dengan jahitan tipe matras
pada sklera, sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan
pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal
menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.Komplikasi dari skleral buckling
meliputi myopia, iskemia okuler anterior, diplopia, ptosis, ulitis sel orbital, perdarahan
subretina, inkarserasi retina.11,13
Sedangkan pada ablasio retina tipe traksi, penatalkasanaan yang selalu dilakukan adalah
vitrektomi pars plana dilakukan pengambilan agen penyebab traksi. Selanjutnya dapat pula
dilakukan tindakan retinotomi dengan penyuntikan perfluorokarbon untuk meratakan
permukaan retina. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola
mata kemudian memasukkan instrumen pada ruang vitreous melalui pars plana. Setelah itu
dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreuos
stands), membran, dan perlengketan perlengketan. Teknik dan instrumen yang digunakan
tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan
kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan
lebih dari satu kali operasi.2,11,13
1. Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T., Riordan E.P,
editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000.p. 38-43, 185-99.
2. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
Elsevier, 2011
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua.
Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5.
5. Wisnuwardani, dkk. Jurnal : Perkembangan dan Struktur Retina. Dept. Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Pusat Mata Nasional RS.
Mata Cicendo Bandung.
6. Carneiro J, Junqueira LC. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC. 2007.
Hal. 470-475
7. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2011-2012.
Singapore: LEO. 2011. p. 360-4
8. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from
:http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm . (Diakses pada
tanggal 29 Juli 2016)
9. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003:
117-121
10. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment. 2010. Available from :
http//emedicine.medscape.com/article/1226426. (Diakses pada tanggal 29 Juli 2016)
11. Khurana AK. Diseases of The Retina.In: Comprehensive Ophthalmology. 4th edition.
New Age International Limited Publisher: India. 2007. p. 250-2, 275-9
12. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.2006.Stuttgart: Thieme.
2007. p. 305-322, 339- 344.
13. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2011-2012.
Singapore: LEO. 2011. p. 360-4
14. Wu L. Retinal Detachment Exudative. [series online] 2010 Agustus 2. Available from
URL: http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm. (Diakses pada tanggal 29 Juli 2016)