Você está na página 1de 25

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2016


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ABLASIO RETINA

OLEH :

RISWANDAH AULIA MARUF 10542 0313 11

PEMBIMBING :
dr. Rahasiah Taufik, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Riswandah Aulia Maruf (10542 0313 11)

Judul Laporan Kasus : Ablasio Retina

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2016

PEMBIMBING

(dr. Rahasiah Taufik, Sp.M)


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia, rahmat, kesehatan, dan
keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul Ablasio
Retina.Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan Mata.

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas laporan kasus ini. Namun berkat
bantuan, saran, kritikan dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas ini dapat
terselesaikan.

Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada
dr.Rahasiah Taufik Sp.M selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun
dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini
hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan laporan kasus ini.Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat
memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, Agustus 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Retina pada mata seperti lapisan film pada kamera tempat obyek yang dilihat oleh mata,
merupakan struktur yang sangat terorganisasi, dengan kemampuan untuk memulai
pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus
opticus ke korteks visual. Begitu pentingnya fungsi retina, sehingga jika terdapat gangguan
atau kelainan pada retina dapat terjadi gangguan penglihatan dimana pasien dapat mengalami
penurunan baik pada visus maupun lapang pandangnya.1
Penglihatan turun mendadak tanpa disertai adanya radang ekstraokular dapat disebabkan
oleh beberapa kelainan. Kelainan ini dapat ditemui pada neuritis optik, obstruksi vena retina
sentral, oklusi arteri retina sentral, perdarahan badan kaca, ambliopia toksik, histeria,
retinopati serosa sentral, amaurosis fugaks dan koroiditis. Di samping hal tersebut perlu pula
dipikirkan adanya ablasio retina.1,2,3
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana sel kerucut dan sel batang retina dari sel
epitel pigmen retina terpisah. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan
membran Bruch. Sebenarnya, tidak terdapat perlekatan struktural antara sel kerucut dan sel
batang retina dengan koroid ataupun epitel pigmen retina, sehingga merupakan titik lemah
yang potensial untuk lepas secara embriologis.3
Lepasnya retina atau sel kerucut dan sel batang dari epitel pigmen retina akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Dikenal 3 bentuk ablasi retina,
antara lain;1,2,3
Ablasi retina regmatogenosa
Ablasi retina traksi
Ablasi retina eksudatif atau serosa
Prevalensi kelainan pada retina di Indonesia mencapai angka 0.13% dan merupakan
penyebab kebutaan ke empat setelah katarak, glaukoma dan kelainan refraksi. Diagnosis
ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan
penunjang. Penatalaksanaan ablasio retina adalah pembedahan dengan tujuan melekatkan
kembali bagian retina yang lepas. Komplikasi yang seringterjadi pada ablasio retina adalah
penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan. Prognosis ablasio retina baik bila dilakukan
penanganan dengan segera namun pada ablasio retina ini prognosis juga ditentukan kondisi
makula.
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identifikasi Pasien
Nama : Ny. NJ

Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Bone

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Tanggal masuk rumah sakit : 25 Juli 2016

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Pasien mengeluh kedua mata kabur
Anamnesis Terpimpin : Pasien datang ke Balai Kesehatan Mata Makassar dengan
keluhan mata kabur pada kedua mata terutama mata sebelah kiri sejak kurang lebih dua
bulan yang lalu. Pasien mengeluh melihat gambaran awan, awalnya pandangannya
berkedip kedip dan tidak bisa melihat orang di sekitarnya. Riwayat mata merah
disangkal, dan riwayat memakai kacamata disangkal.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-). Riwayat diabetes melitus
(+) sejak tahun 2002 dan pasien rutin mengkonsumsi obat antidiabetik oral dan suntikan
insulin. Riwayat hipertensi (-), riwayat alergi (-), riwayat trauma (-), riwayat infeksi (-).

Riwayat Pengobatan :
Tidak ada riwayat pengobatan .

Riwayat Penyakit Keluarga dan sosial


Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien.
C. Status General
Kepala : Bentuk bulat,simetris, Rambut tidak mudah dicabut
Mata : Lihat status oftalmologis
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan nyeri tekan (-)
Thoraks : Simetris kiri dan kanan
Pulmo : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal

D. Status Lokalisasi Oftalmologis


OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Silia Normal, sekret (-) Normal, sekret (-)


Apparatus lakrimalis lakrimasi (-) lakrimasi (-)

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis(-)


Bola mata Normal Normal

Kornea Normal Normal


Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, Sentral Bulat, Sentral

Lensa Jernih Jernih

Mekanisme Ke segala arah Ke segala arah


muscular
E. Pemeriksaan Palpasi
Palpasi OD OS
Tensi Ukuler Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)
Glandula Preaurikuler Tidak ada Pembesaran Tidak ada pembesaran

F. Tonometri
TIO OD : 16 mmHg
TIO OS : 12 mmHg

G. Visus
VOD : 20/70 F
VOS : / 60

H. Pemeriksaan Slit Lamp


1. SLOD : Palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (-), injeksio konjungtiva (-),
kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral (+), RC
(+), lensa jernih (+).
2. SLOS : Palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (-), injeksio konjungtiva (-),
kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral (+), RC
(+), lensa jernih (+).

I. Pemeriksaan Laboratorium
1. GDS : 205 mg/Dl
J. Pemeriksaan penunjang
1. Oftalmoskop Indirek :
FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, pucat, CDR sulit dinilai, ablasio
retina pada kuadran superiotemporal, makula sulit dievaluasi.
FOD : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, perdarahan (+), pelebaran vena (+).
2. Foto Fundus :
FOS : Ablasio retina pada kuadran superotemporal

FOD : Proliferative Diabetic Retinopathy

K. Diagnosis Kerja
OD Proliferative Retinopathy Diabetic + OS Ablasio Retina Traksi.
L. Diagnosis Banding
Choroidal detachment
M. Penatalaksanaan
- Polydex ED 5 x 1 tetes OD
- Argon Laser OD
- Planning :
Pasien dirujuk ke RS. Wahidin Sudirohusodo untuk tindakan operasi pada OS.
N. Prognosis
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : dubia ad malam
- Ad sanationam : dubia ad malam
O. Resume
Pasien datang ke Balai Kesehatan Mata Makassar dengan keluhan mata kabur pada
kedua mata terutama mata sebelah kiri sejak kurang lebih dua bulan yang lalu. Pasien
mengeluh melihat gambaran awan, awalnya pandangannya berkedip kedip dan tidak
bisa melihat orang di sekitarnya. Riwayat diabetes mellitus seja tahun 2002 dan pasien
diberian obat anti-diabetik oral dan suntian insulin.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatan hasil gula darah sementara 205 mg/dL, ada
pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan penurunan visus pada kedua mata terutama pada
mata kiri yang hanya dapat melihat cahaya. Pada oftalmoskop indirek didapatkan refleks
fundus (+), papil N.II batas tidak tegas, pucat, CDR sulit dinilai, ablasio retina pada
kuadran superiotemporal, makula sulit dievaluasi pada mata kiri, sedangan pada mata
anan didapatkan refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, perdarahan (+), pelebaran
vena (+).. Dan pada foto fundus didapatkan pada mata kiri ablasio retina pada kuadran
superotemporal dan pada mata kanan ditemukan proliferative diabetic retinopathy.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ABLASIO RETINA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA


Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora
serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwable
pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina
sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal 0,1
mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior
terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan
yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. 1,4
Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan;
1. Lapisan epitel pigmen retina
Epitel pigmen retina (EPR) merupakan lapisan tunggal tebal. EPR terdiri dari selsel
heksagonal berpigmen. Sel lebih besar dan lebih kuboid pada bagian yang dekat
dengan ora serrata, merupakan transisi ke epitel berpigmen dari badan silier. Fungsi
utamanya ialah sebagai sawar, transportasi ion, dan fagositosis. Sel ini mengandung
melanosom yang memanjang dari daerah apikal ke bagian tengah sel, mengaburkan
nukleolus di daerah basal. Bagian apical terdiri dari mikrovili yang meluas ke lapisan
fotoreseptor.5
2. Lapisan fotoreseptor
Lapisan fotoreseptor tersusun atas segmen luar dan dalam dari sel batang dan kerucut.
Segmen fotoreseptor bagian luar khusus berfungsi menangkap cahaya dan menerima
dukungan fungsional dari sel EPR yang berada langsung di luar segmen tersebut. Sel
batang dan kerucut merupakan sel yang mengandung fotopigmen yang berfungsi
untuk menyerap foton cahaya.5
Sel batang aktif dalam pencahayaan redup sementara sel kerucut aktif dalam
kondisi yang cukup terang. Pigmen visual dalam fotoreseptor diaktifkan pada
perangsangan cahaya. Plasmalema pada sel batang merupakan bagian yang terpisah
dari membrane diskus, kecuali pada bagian dasar dimana invaginasi membentuk
diskus. Pigmen fotosensitif rodopsin terdapat di dalam membrana diskus. Plasmalema
adalah bagian yang menutupi segmen luar dari fotoreseptor. Plasmalemma sel kerucut
berkontinu dengan membran, membentuk sebagian diskus, sehingga diskus tidak
mudah lepas satu sama lain. Bagian segmen luar lebih pendek dibanding sel batang
dan tidak dapat mencapai lapisan EPR.5

Gambar 1. Sel foto reseptor


3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.
Gambar 2. Lapisan Lapisan Retina
Di tengah tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat
didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal
(xantofil) yang berdiameter 5-6 mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina yang
lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian
yang dibatasi oleh arkade arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar
3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas jelas
merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara
histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan
lapisan parenkim karena akson akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik
dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina.
Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut
dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi
visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar
di makula dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat
menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali. 1,6,7
Gambar 3. Anatomi macula

Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrana
Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan
inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina
sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.1,4

B. DEFINISI
Ablasio retina adalah kelainan mata dimana lapisan sensori retina terlepas dari lapisan epitel
pigmen retina. Antara kedua lapisan tersebut tidak terdapat taut yang erat, sehingga terjadi
akumulasi cairan subretinal di antara kedua lapisan tersebut.Pada keadaan ini sel epitel
pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel
batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel,
sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Pada mata
normal, retina sensorik yang utuh tertahan melekat ke epitel pigmen oleh adanya tarika oleh
epitel terhadap ruang kedap air diantara keduanya.1-3

C. EPIDEMIOLOGI
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%.
Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah
12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.
Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%,
operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%.Ablasio retina lebih
banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih
banyak karena trauma.8
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar
1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan
ini akan meningkat pada pasien yang:
Memiliki miopia tinggi (> 6 dioptri);
Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi
kehilangan vitreus;
Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral;
Baru mengalami trauma mata berat.9

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi ablasio retina ;

1. Ablasio retina regmatogen

Bentuk tersering ablasio retina, ablasio retina regmatogenosa ditandai dengan pemutusan
total retina sensorik , traksi viterus dengan derajat tertentu, dan mengalirnya viterus cair
melalui robekan ke dalam ruang subretina. Robekan retina secara umum disebut retinal
break, robekan retina yang disebabkan karena traksi vitreretina disebut retinal tear,
robekan retina yang timbul sekunder dari suatu atropi atau deteorisasi retina disebut
retinal hole.1

Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa :1,4

a. Usia dimana kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 60 tahun. Namun usia
tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi.

b. Jenis kelamin. Ablasio paling sering terjadi pada laki laki dengan perbandingan
laki- laki : perempuan adalah 3 : 2.

c. Miopia. Sebagian besar ablasio retina regmatogenosa terjadi pada pasien dengan
miopia tinggi. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan
menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal ini dapat terjadi pada miopia
karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina.Terjadinyadegenerasi
retina pada miopia lebih awal daripada pada emetropia.Pada mata miopia dapat
terjadi sineresis dan pencairan badan kaca.Dimana pencairan badan kaca ini dapat
menyebabkan ablasio retina.
d. Afakia. Pasien bedah katarak dapat mengalami ablasio akibat vitreus ke anterior
selama atau setelah pembedahan. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat
mengakibatkan pergeseran materi lensa atau seluruh lensa jatuh ke dalam vitreus.
Setelah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata
lebih kuat sehingga bila terjadi robekan retina maka cairan akan masuk ke
subretina sehingga neuroepitel terlepas dari epitel pigmen dan koroid.

e. Trauma.

f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). PVD merupakan pelepasan jaringan


vitreous posterior dari membran limitans interna. Usia lanjut menyebabkan kadar
asam hialuronidase dalam vitreous menurun sehingga topangan anyaman kolagen
berkurang dan kolagen kolaps sehingga vitreous posterior lepas. Vitreous yang
mengkerut tersebut di dalam rongga vitreous akan bergerak-gerak sehingga
menimbulkan traksi vitreoretinal pada bagian yang masih melekat dengan retina.
Traksi ini akhirnya dapat menimbulkan robekan retina. Lokasi robekan biasanya di
depan ekuator, karena dibelakang ekuator lapisan retina lebih tebal serta diperkuat
dengan adanya pembuluh darah retina.

g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV). Retinitis pada
pasien AIDS berupa nekrosis retina dapat mengakibatkan cairan dari rongga
vitreous mengalir melalui subretina dan melepas retina tanpa ada hadir traksi
vitreoretinal terbuka.

h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice


degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure dan white-without or
occult pressure, acquired retinoschisis.

Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis : Robekan tapal kuda sering
terjadi pada kuadran superotemporal, lubang atrofi di kuadran temporal, dan dialysis
retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel maka defek
biasanya terletak 90 satu sama lain.1
Gambar 4. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe
tear

2. Ablasio retina traksi

Ablasio retina traksi adalah lepasnya jaringan retina akibat tarikan jaringan parut pada
korpus vitreus atau badan kaca yang menyebabkan retina terangkat dari epitel pigmennya.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus
proliferative, vitreoretinopati prolifeatif, retinopati pada prematuritas, trauma, dan
perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Selain itu, ablasio tipe ini juga dapat
terjadi karena komplikasi ablasio retina regmatogensa. Merupakan jenis ablasio retina
tersering keduasetelah regmatogenosa. 1,6

Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah
vascular yang kemudian dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan makula. Pada
ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak
mencapai ke ora serata. 1

Ablasio retina regmatogenosa yang berlangsung lama dapat menyebabkan retina


semakin halus dan tipis sehingga dapat terbentuk proliferatif vitreoretinopathy (PVR)
yang sering ditemukan pada tipe regmetogenosa yang lama. Selain itu, proliferatif
vitreotinopathy juga dapat terjadi karena kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina
regmatogenosa. Pada proliferatif vitreotinopathy, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel
lainya yang berada di dalam dan luar retina pada badan vitreus akan membentuk
membran. Kontraksi dari membrane tersebut menyebabkan retina tertarik, sehingga
mengakibatkan terjadi robekan baru menjadi ablasio retina traksi. Gambaran
karakteristiknya yaitu permukaan retina yang licin dan imobile.1,11

Gambar 5. Ablasio retina tipe traksi

3. Ablasio retina eksudatif atau serosa

Ablasio retina eksudatif atau serosa ialah ablasio yang terjadi akibat akumulasi cairan
subretinal dengan tanpa adanya robekan retina ataupun traksi pada retina. Pada penyakit
vaskular, radang, atau neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi
kebocoran pembuluh darah sehingga berkumpul di bawah retina. Hal ini terjadi terutama
bila pompa epitel terganggu akibat berbagai hal.3

Etiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan trauma,
uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, Vogt-Koyanagi-Harada syndrome,
kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis, atau kelainan vaskular. Asal cairan pada
subretinal yaitu dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau keduanya. Hal ini dapat
terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina, epitel berpigmen, dan
koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah dan terakumulasi di bawah retina.
Selama epitel berpigmen mampu memompa cairan yang bocor ini ke sirkulasi koroid,
tidak ada akumulasi dalam ruang subretina dan tidak akan terjadi ablasio retina. Akan
tetapi, jika proses berlanjut dan aktivitas pompa epitel berpigmen normal terganggu, atau
jika aktivitas epitel berpigmen berkurang karena hilangnya epitel berpigmen atau
penurunan suplai metabolik (seperti iskemia), kemudian cairan mulai berakumulasi dan
terjadi ablasio retina. Tipe ablasio retina ini dapat juga disebabkan oleh akumulasi darah
pada ruang subretina (ablasio retina hemoragika). Penyakit radang dapat menyebabkan
ablasio retina serosa termasuk skleritis posterior, oftalmia simatetik, penyakit Harada,
pars planitis, penyakit pembuluh darah vaskular. Penyakit vaskular adalah hipertensi
maligna, toksemia gravidarum, oklusi vena retina, penyakit Coat, penyakit angiomatosa
retina, dan pembentukan neovaskularisasi koroid. 3

Gambar 6. Ablasio retina tipe eksudatif

E. MANIFESTASI KLINIK

Gejala utama yang ditimbulkan pada ablasio retina regmatogen adalah fotopsia akibat
stimulasi mekanik pada retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu 24-48 jam setelah
terjadinya robekan retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh gerakan bola mata. Pasien akan
merasa dapat melihat lebih jelas pada malam hari. Biasanya fotopsia terdapat di bagian
temporal perifer dari lapangan penglihatan. Pada ablasio bagian supratemporal yang
menyebabkan terangkatnya macula, maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang
mendadak. Keluhan lain yang khas adalah, floater, adanya bayangan gelap pada vitreous
akibat retina yang robek, darah dan sel epitel pigmen retina yang masuk ke badan vitreus.
Kekeruhan vitreus ini terbagi atas 3 tipe, yaitu; (1) Weiss ring, floater yang soliter terdiri dari
annulus yang terlepas dari vitreus. (2) Cobwebs, disebabkan oleh kondensasi serat kolagen di
korteks vitreus yang kolaps. (3) Pancaran seketika berupa titik hitam atau merah yang
biasanya mengindikasikan perdarahan vitreus akibat robekan pembuluh darah retina. Black
curtain, defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang lama-lama
hingga ke sentral. Keluhan ini dapat saja tidak muncul di pagi hari karena cairan subretina
diabsorbsi secara spontan pada saat malam hari. Arah munculnya defek membantu dalam
menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan
keterlibatan fovea. 2
Sedangkan pada ablasio retina traksi fotopsia dan floater sering kali tidak ditemukan.
Sedangkan defek lapang pandang biasanya timbul lambat. Pada ablasio retina eksudatif atau
serosa fotopsia tidak ditemukan. Floater dapat ditemukan pada vitritis. Defek lapang pandang
terjadi cepat. 2

F. DIAGNOSIS
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah.10
- Floaters (terlihatnya benda melayang layang) yang terjadi karena adanya kekeruhan
di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreous.
- Fotopsi (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya, yang umumnya
terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
- Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.
Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relatif terlokalisir, tetapi jika hal
tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi lebih berat jika
berlangsung sedikit demi sedikit menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak
menimbulkan rasa sakit. Kehilangan penglihatan dapat tiba-tiba terjadi ketika
kerusakannya sudah parah. Pasien biasanya mengeluhkan adanya awan gelap atau tirai
didepan mata.1,11
Selain itu perlu dianamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya seperti
ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuler, riwayat penyakit mata
sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik).
Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta riwayat penyakit yang berhubungan
dengan ablasio retina (diabetes mellitus, tumor, sickle cell leukimia, eklamsia, dan
prematuritas.1,11
2. Pemeriksaan Oftalmologi
Adapun tanda tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antara lain:1,11,12
- Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya
makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat sinar
masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat.
- Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih tinggi, normal, atau rendah
- Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosa
ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop inderek binokuler. Pada
pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu abu
merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan
pada ruang subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak.
Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok kelok
dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio telihat lipatan
lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat
pembuluh koroid dibawahnya.
- Ultrasonography mengkonfirmasikan diagnosis.

G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnos banding ablasio retina adalah Choroidal Detachment dimana gejala klinis yang
muncul yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang pandang dapat ada pada mata
dengan ablasi koroid yang luas. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan tekanan
intraokular yang sangat rendah akibat adanya ablasi badan silier, gambaran elevasi coklat
berbentuk konveks, licin, bulosa dan relatif immobile, serta tidak meluas ke polus posterior.
Retina perifer dan ora serata tampak jelas.
Gambar 7. Choroidal Detachment

H. PENATALKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan dari ablasio retina regmatogen adalah untuk melepaskan traksi
vitreoretina serta dapat menutup robekan retina yang ada. Penutupan robekan dilakukan
dengan melakukan adhesi korioretinal di sekitar robekan melalui diatermi, krioterapi, atau
fotokoagulasi laser. Pembedahan yang sering dilakukan adalah scleral buckling, pneumatic
retinopexy dan intraocular silicone oil tamponade. Kebanyakan praktisi lebih sering
melakukan prosedur scleral buckling.1-3

1. Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama tanpa
disertai komplikasi lainnya. Tujuan skleral buckling adalah untuk melepaskan tarikan
vitreous pada robekan retina, mengubah arus cairan intraokuler, dan melekatkan kembali
retina ke epitel pigmen retina. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina,
menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan skleral buckle (sabuk).
Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk
sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama
tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar
dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera dengan jahitan tipe matras
pada sklera, sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan
pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal
menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.Komplikasi dari skleral buckling
meliputi myopia, iskemia okuler anterior, diplopia, ptosis, ulitis sel orbital, perdarahan
subretina, inkarserasi retina.11,13

Gambar 8. Scleral Buckle Eksplant

Gambar 9. Scleral Buckle Implant


2. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan metode yang sering digunakan pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina.Tujuan
dari retinopeksi pneumatik adalah untuk menutup kerusakan pada retina dengan
gelembung gas intraokular dalam jangka waktu yang cukup lama hingga cairan subretina
direabsorbsi. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung
gas (SF6 atau C3F8) ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan
retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat
ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari.
Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung
disuntikkan.Parasentesis ruang anterior bisanya dibutuhkan untuk menurunkan tekanan
intraokuler yang dihasilkan oleh injeksi gas. Pasien harus mempertahankan posisi kepala
tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan
retina.Untuk pasien ablasio retina dengan durasi < 14 hari yang melibatkan makula,
prosedur retinopeksi traumatic lebih baik daripada skleral buckling. Komplikasi dari
prosedur ini meliputi migrasi gas ke subretina, migrasi gas ke ruang anterior,
endoftalmitis, katarak, dan ablasio retina rekurens dengan terbentuknya kerusakan retina
yang baru11,13

Gambar 6. Retinopeksi pneumatik

Sedangkan pada ablasio retina tipe traksi, penatalkasanaan yang selalu dilakukan adalah
vitrektomi pars plana dilakukan pengambilan agen penyebab traksi. Selanjutnya dapat pula
dilakukan tindakan retinotomi dengan penyuntikan perfluorokarbon untuk meratakan
permukaan retina. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola
mata kemudian memasukkan instrumen pada ruang vitreous melalui pars plana. Setelah itu
dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreuos
stands), membran, dan perlengketan perlengketan. Teknik dan instrumen yang digunakan
tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan
kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan
lebih dari satu kali operasi.2,11,13

Penatalaksanaan pada ablasio retina ekksudatif atau serosa dilakukan berdasarkan


etiologi yang mendasari. Pada kondisi yang disebabkan oleh inflamasi seperti pada penyakit
Harada dan skleritis posterior maka pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan. Jika
disebabkan oleh keganasan, maka terapi radiasi dapat dilakukan. Pada korioretinopati bulosa
sentral serosa dapat dilakukan laser fotokoagulasi argon. Pada infeksi diberikan antibiotik.
Kelainan vaskular dapat diterapi dengan laser, krioterapi, aviterktomi. 14
I. PROGNOSIS
Penatalaksanaan bedah berhasil pada 80% pasien ablasio retina.Hasil akhir perbaikan pada
penglihatan tergantung dari beberapa faktor, misalnya keterlibatan makula. Dalam keadaan
di mana ablasio telah melibatkan makula, ketajaman penglihatan jarang kembali normal.
Lubang, robekan, atau tarikan baru mungkin terjadi dan menyebabkan ablasio retina yang
baru. Suatu penelitian telah melaporkan bahkan setelah pemberian terapi preventif pada
robekan retina, 5% - 9% pasien dapat mengalami robekan baru pada retina. 10
DAFTAR PUSTAKA

1. Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T., Riordan E.P,
editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000.p. 38-43, 185-99.
2. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
Elsevier, 2011
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua.
Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5.
5. Wisnuwardani, dkk. Jurnal : Perkembangan dan Struktur Retina. Dept. Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Pusat Mata Nasional RS.
Mata Cicendo Bandung.
6. Carneiro J, Junqueira LC. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC. 2007.
Hal. 470-475
7. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2011-2012.
Singapore: LEO. 2011. p. 360-4
8. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from
:http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm . (Diakses pada
tanggal 29 Juli 2016)
9. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003:
117-121
10. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment. 2010. Available from :
http//emedicine.medscape.com/article/1226426. (Diakses pada tanggal 29 Juli 2016)
11. Khurana AK. Diseases of The Retina.In: Comprehensive Ophthalmology. 4th edition.
New Age International Limited Publisher: India. 2007. p. 250-2, 275-9
12. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.2006.Stuttgart: Thieme.
2007. p. 305-322, 339- 344.
13. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2011-2012.
Singapore: LEO. 2011. p. 360-4
14. Wu L. Retinal Detachment Exudative. [series online] 2010 Agustus 2. Available from
URL: http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm. (Diakses pada tanggal 29 Juli 2016)

Você também pode gostar

  • Ablasio Retina
    Ablasio Retina
    Documento22 páginas
    Ablasio Retina
    Anonymous wNjS8hAb
    Ainda não há avaliações
  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Documento25 páginas
    Ulkus Kornea
    MahdiahAndini
    Ainda não há avaliações
  • Referat Ulkus-Kornea Mata Yap
    Referat Ulkus-Kornea Mata Yap
    Documento21 páginas
    Referat Ulkus-Kornea Mata Yap
    Rinaldy T Setiawan
    Ainda não há avaliações
  • Sampul Lapsus
    Sampul Lapsus
    Documento3 páginas
    Sampul Lapsus
    Anonymous wNjS8hAb
    Ainda não há avaliações
  • Sampul Lapsus
    Sampul Lapsus
    Documento3 páginas
    Sampul Lapsus
    Anonymous wNjS8hAb
    Ainda não há avaliações
  • Impetigo Bulosa
    Impetigo Bulosa
    Documento19 páginas
    Impetigo Bulosa
    Anonymous wNjS8hAb
    Ainda não há avaliações
  • Sampul Lapsus
    Sampul Lapsus
    Documento3 páginas
    Sampul Lapsus
    Anonymous wNjS8hAb
    Ainda não há avaliações
  • Impetigo Bulosa
    Impetigo Bulosa
    Documento19 páginas
    Impetigo Bulosa
    Anonymous wNjS8hAb
    Ainda não há avaliações
  • Impetigo Vesiko Bulosa
    Impetigo Vesiko Bulosa
    Documento24 páginas
    Impetigo Vesiko Bulosa
    Anonymous wNjS8hAb
    Ainda não há avaliações