Você está na página 1de 9

Pengertian Pers Menurut Para Ahli

Pengertian Pers menurut R.Eep Saefulloh Fatah (bahwa pers adalah pilar keempat bagi demokrasi yang
memiliki peranan yang penting dalam membangun kepercayaan (trust), kredibilitas, dan bahkan legitimasi
pemerintah.
Pengertian pers oleh Frederich S. Siebert dalam bukunya (1956, Four Theories of the Press): Pers
adalah semua media komunikasi massa yang memenuhi persyaratan publisistik maupun tidak dan media
komunikasi massa yan memenuhi persyaratan publisistik tertentu.
Pengertian pers Menurut Ensiklopedi Pers Indonesia menyebutkan bahwa istilah pers merupakan
sebutan bagi penerbit/ perusahaan/ kalangan yang berkaitan dengan media masa atau wartawan.
Pengertian pers oleh Oemar Seno Adji: Pengertian pers terbagi atas dua yaitu pers dalam arti sempit
dan pers dalam arti luas. Dalam arti sempit pers berarti penyiaran gagasan, pikiran atau berita berita
dengan cara tertulis. Dalam arti luas berarti memancarkan pikiran ataupun gagasan serta perasaan
seseorang baik menggunakan kata kata tertulis maupun lisan menggunakan semua alat media
komunikasi yang ada.
Seperti yang ada ketahui dari sejarah pers dan jurnalistik, batasan arti pers bertambah luas seiring
berkembangnya teknologi, khusus nya teknologi komunikasi. Hal tersebut dapat terlihat misalnya dari
pengertian pers berdasarkan perbedaan yang pada undang undang pada tahun 1966 dan tahun 1999.
Lalu apa fungsi dan peranan pers
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Salah satu ciri menonjol negara demokrasi adalah adanya kebebasan untuk berekspresi.
Kebebasan berekspresi dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti berkesenian, menyampaikan
protes, atau menyebarkan gagasan melalui media cetak. Media ekspresi dan penyebarluasan
gagasan yang banyak dikenal masyarakat adalah pers.
Dalam sejarah kehidupan masyarakat Indonesia, dunia pers tidaklah asing. Jauh sebelum Indonesia
merdeka, awal kemunculan pers merupakan alat perjuangan bagi seluruh komponen masyarakat
Indonesia dalam menyampaikan aspirasinya guna mencapai proklamasi kemerdekaan. Paska-
Proklamasi kemerdekaan 1945, peranan pers sangat besar sebagai alat perjuangan dalam rangka
menyebarluaskan informasi atau berita-berita ke seluruh pelosok daerah Indonesia bahkan penjuru
dunia. dalam perkembangannya di Indonesia, dunia pers pernah mengalami pasang surut baik di
era Liberal, Orde Lama, Orde Baru maupun Era Reformasi. Pada kehidupan masyarakat
demokratis, salah satu peranan penting pers adalah sebagai penggerak prakarsa masyarakat,
memperkenalkan usaha-usahanya sendiri, dan menemukan potensi-potensinya yang kreatif dalam
usaha memperbaiki perikehidupannya.
Pers juga mengemban misi sebagai salah satu alat kontrol sosial terhadap pemerintah, telah
mampu memberikan kontribusi guna melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan dalam
melaksanakan pemerintahan. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi pemberitaan yang menjurus fitnah,
setiap insane pers telah dibekali Kode Etik Profesi Wartawan Indonesia yang harus dipatuhi. Kode
Etik mencakup : 1. Kepribadian Wartawan Indonesia, 2. Pertanggung Jawaban, 3. Cara
Pemberitaan dan Menyatakan Pendapat, 4. Pelanggaran Hak Jawab, 5. Sumber berita, 6. Kekuatan
Kode Etik, dan 7. Pengawasan Penataan Kode Etik.
Era globalisasi dewasa ini telah memberi peranan yang lebih besar kepada dunia pers dalam
menggalang prakarsa dan kreativitas warga masyarakat melalui berbagai infrastruktur teknologi
informasi. Dunia pers dalam perspektif demokrasi telah menemukan jati diri dan dan kebebasannya
yang mampu menembus batas-batas Negara baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya,
hokum, pertahanan keamanan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, memasuki era globalisasi kita
sebagai masyarakat demokrasi harus dapat mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat
demokrasi.
Dengan alasan tersebut tugas makalah ini tercipta. Sehingga membuat kami terus berusaha dan
bekerja keras sebagai siswa dan generasi muda untuk menciptakan karya-karya yang kreatif agar
bisa diterima oleh semu orang serta melalui tugas ini kami berharap teman-teman dan para
pembaca lainnya dapat menerima tugas kami ini dengan baik dan selalu memberikan dorongan
kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

1.2. STANDAR KOMPETENSI


1.2.1. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi.

1.3. KOMPETENSI DASAR


1.3.1. Mendeskripsikan pengertian, fungsi, dan peran serta perkembangan pers di Indonesia.
1.3.2. Menganalisis pers yang bebas dan bertanggung jawab sesuai kode etik jurnalistik dalam
masyarakat demokratis di Indonesia.
1.3.3. Mengevaluasi kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam
masyarakat demokratis di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian, fungsi, dan peran serta perkembangan pers di Indonesia.

2.1.1. Pengertian Pers


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pers adalah usaha percetakan dan penerbitan usaha
pengumpulan dan penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio, orang yang bergerak
dalam penyiaran berita, medium penyiaran berita, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi atau
film.

Pers (press) atau jurnalisme adalah proses pengumpulan, evaluasi dan distribusi berita kepada
public. Sedangkan Kantor Berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media
elektronik atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.

Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan
pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi
massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita,
gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka
dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit,
pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat
kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai
media cetak.

Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi yang tertua
di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan bagian
integral dari masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing dan terpisah daripadanya. Dan
sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga masyarakat
lainnya

Pers sebagai Medium Komunikasi


Ditinjau dari kerangka proses komunikasi, pers tidak lain adalah medium (perantara) atau saluran
(channel) bagi pernyataan-pernyataan yang oleh penyampainya ditujukan kepada penerima yaitu
khalayak. Dalam proses komunikasi melalui media terdapat 5 unsur atau komponen yang terlibat,
yaitu (1) penyampai, (2) pesan, (3) saluran, (4) penerima, (5) efek. Pers hanya sebagai saluran bagi
pernyataan umum. Yang bertindak sebagai penyampai bukan individu biasa seperti yang terdapat
dalam komunikasi tatap muka, melainkan individu yang bekerja pada surat kabar, majalah, studio
radio, televisi, dan sebagainya. Dalam penyampaian pernyataan tersebut ia tidak bertindak sebagai
individu biasa, melainkan sebagai bagian atau mewakili media massa. Jadi ia sendiri tidak
menampilkan atau mencantumkan namanya, seperti lazimnya dalam media massa. Ia adalah orang
yang anonim.
Wilbur Schramm menyebutnya sebagai institutionalized person. Sekalipun harus diakui bahwa tidak
semua individu bekerja secara anonim, sebab ada juga orang yang bekerja pada persuratkabaran
secara terang-terangan, misalnya seorang kolumnis. Ia adalah orang yang secara periodik dengan
menyebutkan atau menuliskan namanya dalam penyelenggaraan suatu rubrik tertentu. Seorang
kolumnis dapat juga digolongkan sebagai opinion leader atau pembentuk pendapat umum. Karena
namanya sudah merupakan jaminan bagi mutu tulisannya, dan tulisan itu dijadikan pedoman bagi
pembaca-pembacanya yang setia. Bahkan pengaruh seorang kolumnis kadang-kadang sampai
sedemikian besarnya, sehingga sebagai perseorangan ia mampu mempengaruhi kebijaksanaan
politik pemerintahnya.

Pers sebagai Lembaga Masyarakat


Pers sebagai subsistem dari sistem sosial selalu tergantung dan berkaitan erat dengan masyarakat
dimana ia berada. Kenyataan ini mempunyai arti bahwa di manapun pers itu berada, membutuhkan
masyarakat sebagai sasaran penyebaran informasi atau pemberitaannya. Pers lahir untuk
memenuhi keperluan masyarakat akan informasi secara terus menerus mengenai kejadian-kejadian
atau peristiwa-peristiwa besar atau kecil yang terjadi di dalam masyarakat.

Peranan dan fungsi pers selain melakukan pemberitaan yang obyektif kepada masyarakat, juga
berperan dalam pembentukan pendapat umum. Bahkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan
kesadaran politik rakyat dan dalam menegakkan disiplin nasional. Peranan pers dan media massa
lainnya yang paling pokok dalam pembangunan adalah sebagai agen perubahan. Letak peranannya
adalah dalam membantu mempercepat proses peralihan masyarakat tradisional menjadi
masyarakat modern.

2.1.2. Fungsi Pers


Adalah sebagai watchdog atau pemberi isyarat, pemberi tanda-tanda dni, pembentuk opini dan
pengarah agenda ke depan.

2.1.3. Peran serta perkembangan pers di Indonesia


Sejarah pers di Indonesia baru dimulai pada abad ke 20 ketika Rd. Mas Tirto Adhi Surjo menerbitkan
mingguan Soenda Berita pada 17 Agustus 1903. Pada 1 Januari tahun 1907 Tirto dkk menerbitkan
mingguan medan Prijaji dan sering mengkritik korupsi serta pemborosan terhadap pejabat belanda
maupun pribumi, akibatnya dia sering dipenjara. Setelah merdeka harian Mas Tirto yaitu Indonesia
Merdeka yang dipimpin Mochtar Lubis sering berbenturan dengan kebijakan politik dan
penyelewengan- penyelewengan pemerintah bahkan pada tahun 1954 Presiden Soekarno pernah
dikritiknya.
Dr.H.Krisna Harapap membagi perkembangan kemerdekaan pers dalam 5 periode, yaitu :
a. Perkembangan Pers Pada Era Colonial
Seperti dikemukakan di atas pers pada masa ini sering mengkritik pemerintah kolonial sehingga
pembredelan dan ancaman hukuman terhadap pers acap kali terjadi, setelah proklamasi terjadi
perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang termasuk pers seperti : Soeara Asia (Surabaya),
Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang). Pada bulan September 1945 pers RI makin kuat
dengan ditandai terbitnya Soeara Mrdeka, Berita Indonesia, Warta Indonesia dan The Voice of free
Indonesia. Pada saat agresi militer Belanda pers terbagi 2 yaitu yang terbit di kota dan desa, yang di
kota sering mengalami pembredelan dari pihak Belanda seperti Waspada, Merdeka dan Mimbar
umum sedangkan yang di desa antara lain Suara Rakyat, Api Rakyat, Patriot dan Penghela Rakyat
serta menara.
b. Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada tahun 1946 pemerintah mulai membina hubungan dengan pers dengan merancang aturan-
aturan tetapi karena masih mendapat gangguan Belanda maka RUU ini tidak kelar-kelar, baru pada
tahun 1949 Indonesia mendapat kedaulatan pembenahan dibidang pers dilanjutkan kembali dan
pers yang ada di desa dan kota bersatu kembali. Komite Nasional Pusat melakukan sidang pleno VI
di Yogya pada tanggal 7 Desember 1949, yang pada dasarnya permerintah RI memperjuangkan
pelaksanaan kebebasan pers nasional, yang mencakup perlindungan pers, pemberian fasilitas yang
dibutuhkan pers & mengakui kantor berita Antara sebagai kantor beritanasional yang patut
memperoleh fasilitas dan perlindungan. 15 Maret 1950 dibentuk panitia pers dan penyediaan
bahanbahan dan halaman pers ditambah serta diberi kesempatan untuk memperdalam jurnalistik
sehingga iklim pers saat ini tumbuh dengan baik terbukti dengan bertambahnya surat kabar
berbahasa Indonesia, Cina dan Belanda dari 70 menjadi 101 buah dalam kurun waktu 4 tahun
setelah 1949.

c. Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)


Era ini kebijakan pemerintah berpedoman pada peraturan penguasa perang tertinggi (peperti)
No.10/1960 & penpres No.6/1963 yang menegaskan kembali perlunya izin tertib bagi setiap surat
kabar & majalah dan pada tanggal 24 Februari 1965 pemerintah melakukan pembredelan secara
masal ada 28 surat kabar di Jakarta dan daerah dilarang tertib serentak.

d. Perkembangan Pers Pada Era Orde Baru (1966-1998)


Pada masa ini pembredelan dan pengekangan terhadap pers semakin parah tercatat ada 102 kali
pembredelan yaitu tahun 1972 50x, tahun 1972 40x, serta 12 penerbitan dibredel terkait peristiwa
malari tanggal 15 Januari 1974. Pada saat itu Departemen penerangan seolah-olah menjadi
pengawas di Indonesia yang mengharuskan SIT atau SIUPP bagi setiap surat kabar yang ada.
Koran Detik, Tempo dan Editor menjadi fenomena terakhir dari sejarah pers yang dibredel yaitu
tahun 1994.
e. Perkembangan Pers Pada Era Reformasi (1998-sekarang)
Pada tanggal 5 Juni 1998, kabinet reformasi di bawah presiden B.j.Habibie meninjau dan mencabut
permenpen No.01/1984 tentang SIUPP melalui permenpen No.01/1998 kemudian mereformasi UU
pers lama dengan UU yang baru dengan UU No.40 tahun 1999 tentang kemerdekaan pers dan
kebebasan wartawan dalam memilih organisasi pers.

2.2. Menganalisis pers yang bebas dan bertanggung jawab sesuai kode etik jurnalistik dalam
masyarakat demokratis di Indonesia.

Peranan pers adalah memberi informasi yang benar kepada publik tentang suatu peristiwa, pers
adalah media yang dapat dengan bebas menginvestigasi jalannya pemerintahan dan melaporkan
tanpa takut adanya penuntutan. Dalam masyarakat demokratis, rakyat bergantung pada pers untuk
memberantas korupsi, memaparkan kesalahan penerapan kukum serta ketidak efisienan dan
ketidak efektifan kerja sebuah lembaga pemerintah. Negara demokrasi ditandai adanya pers bebas,
sedangkan kediktatoran penguasa ditandai adanya pembungkaman/pembredelan media masa.

Pasal 6 UU pers No 40 tahun 1999 tentang peranana pers mengatakan :


1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui,
2. Menegakan nilai-nilai demokrasi, mendorong penegakan supremasi hukum dan HAM,
menghormati pluralism/kebhinekaan,
3. Mnengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat & benar,
4. Melakukan pengawasan ktiris, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum,
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

1. Kode Etik Pers


Dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wartawan penyiaran tunduk kepada kode etik jurnalistik
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kalau pemberitaannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku maka meskipun bersinggungan dengan yang punya kekuasaan tetap akan selamat,
meskipun ada juga yang tersandung tempok kokoh penguasa terbukti banyak kasus-kasus besar
terbongkar seperti : skandal Watergate, Bank Century, Perang Vietnam dll.

a. Kode etik AJI (Analisi jurnalis Independen) mengatakan :


1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Jurnalis selalu mempertahankan prinsip kebebasan berimbang dalam peliputan.
3. Jurnalis member tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya & kesempatan untuk menyuarakan
pendapatnya.
4. Jurnalis hanya melaporkan fakta & pendapat yang jelas sumbernya.
5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7. Jurnalis menghormati hak narasumber untuk member informasi, off the record dan embargo.
8. Jurnalis segera meralaat setiap pemberitaan yang diketahui tidak akurat.
9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial identitas korban kejahatan seksual
dan pelaku tindak pidana dibawah umur.
10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi SARA, bangsa,
politik, kecacatan dan latar belakang sosial lain yang negatif.
11. Jurnalisme menghormati privasi kecuali hal yang merugikan masyarakat.
12. Jurnalisme tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan dan
seksual.
13. Jurnalisme tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimiliki untuk mencari keuntungan
pribadi.
14. Jurnalisme tidak dibenarkan menerima sogokan.
15. Jurnalisme tidak dibenarkan menjiplak.
16. Jurnalisme menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
17. Jurnalisme menolak campur tangan pihak lain mengenai hal di atas.
18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis kode etik.

b. Kode etik pers PWI


Kepribadian dan Integritas

Pasal 1
WI Berimtak kepada Tuhan YME, berjiwa Pancasila, taat pada UUD 1945, kesatria, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi pada kepentingan bangsa dan
negara serta terpecaya dalam mengemban profesinya.
Pasal 2
WI dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya
menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan
negara agama.
Pasal 3
WI tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutar balikan fakta, bersifat
fitnah, cabul, sadis dan sensasi berlebihan.

Pasal 4
WI tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita/tulisan/gambar yang
dapat menguntungkan/merugikan seseorang/pihak.

Dan seterusnya . . .

2.3. Mengevaluasi kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa
dalam masyarakat demokratis di Indonesia.

1. Kebebasan Pers
Kebebasan pers berarti kekebalan media komunikasi meliputi surat kabar, buku, majalah, radio dan
televisi dari control/sensor pemerintah. Kebebasan pers dianggap sebagai hal yang fundamental
dalam hak-hak individu, tanpa media yang bebas masyrakat & pemerintah yang demokratis tidak
mungkin terwujud. Melalui pengakuan atas hak untuk berseberangan pendapat, pemerintah
demokratis mendorong perubahan politik dan sosial yang damai dan tertib. Pembubaran
Departemen Penerangan dan hilangnya SIUPP menandai sebuah perubahan besar dalam dunia
pers Indonesia. Salah saut indikasinya adlah bertambahnya jumlah media masa baik media cetak,
radio maupun televisi. Meskipun kebebasan pers membawa sisi negative seperti mengekspos
pornografi & pornoaksi yang bertentangan dengan nilai norma yang ada di masyarakat.

Menurut Rommy Sugiantoro dalam etika ada 2 faktor yang berperan yaitu norma & nilai norma,
perilaku etis yang kongkret merupakan penggabungan 2 hal tersebut. Namun yang dapat
mengontrol etika pers adalah masyarakat sendiri.Menurut teori tanggung jawab sosial pers, pers
yang etis bukan hanya memanfaatkan hak publik untuk mengetahui tetapi juga menunjukan
tanggung jawab atas pemberitaannya terhadap publik. Etika yng harus dimiliki seorang jurnalis
minimal sama dengan 9 prinsip sosial yang dimiliki profesi kemasyarakatan seperti :

1. Jangan sampai menghilangkan nyawa orang lain


2. Meminimalisi kerugian
3. Bersikap adil (pemberitaan yang adil)
4. Membantu mereka yang perlu perhatian segera
5. Memenuhi janji
6. Menghargai setiap sumber
7. Menghargai orang (menjaga kehormatan, kehidupan pribadi & kemandirian)
8. Jujur
9. Menghargai publik unuk mengetahui semua hal.

Melayani kepentingan umum juga merupakan prinsip yang harus dimiliki seorang jurnalis. Wartawan
bertugas menjaga kelangsungan pers bebas, terus menggugat akuntabilitas kekuasaan,
menghindari terjadinya kepanikan, menyuarakan mereka yang tidak mampu bersuara, mendidik
masyarakat untuk mengatasi krisis.
2. Dampak Kebebasan Pers
Salah satu pilar demokrasi adalah kebebasan pers, dengan bebasnya pers menyapaikan informasi
selain ada positif juga ada negativenya disamping berdampak juga terhadap insan dan lembaga
pers itu sendiri seperti penyerangan, pengusiran, intimidasi, pembredelan yang sampai dengan
tuntutan hukum.

Tindakan yang menjamin keterbukaan informasi


1. UU yang menjamin keterbukaan informasi
2. Meniadakan sensor politik
3. Standar profesi yang lebih tinggi para wartawan
4. Penetapan standar profesi, indepedensi & tanggung jawab
5. Penyesuaian ketentuan untuk pers bebas dan masyarakat umum
6. Fair dalam permberitaan terhadap penguasa
Jaminan kebebasan pers di Indonesia tertuang dalam:
1. UU No.40 Tahun 1999 tentang pers dan kode etik jurnalistik PWI dan AJI
2. UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran.

Pemerintah RI dan DPR membuat UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Dengan UU tersebut
penyiaran berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, control dan perekat
sosial. Serta UU tersebut juga menyerahkan pengaturan penyiaran kepada KPI (Komisi penyiaran
Indonesia) untuk mengontrol penyiaran yang dilakukan media yang ada di Indonesia.

c. Penyalahgunaan Kebebasan Pers Dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia


Beban tugas pers sangat besar sehingga diperlukan tanggung jawab yang berasal dari pengelola
pers, pemilik dan para wartawannya. Saat ini suara masyarakat terhadap pers bertambah keras dan
kritis kalau terjadi pemberitaan atau tingkah laku insane pers yang tidak proporsional jadi sudah
seharusnya pers tidak mengabaikan kritik dan protes masyarakat dengan melakukan reflexi dan
koreksi kedalam.
Pertanggung jawaban pers diberikan secara hukum. Dalam KUHP (pernah dikumpulkan oleh
Menpen Moh. Yunus dalam buku biru tahun 1998), terkumpul pasal-pasal pidana yang bias menjerat
peras, diantaranya menyangkut pencemaran nama baik, menyebarkan rasa permusuhan dan
penghinaan. Pertanggung jawaban lainnya adalah pertanggung jawaban wartawan, pemilik dan
pengelola pers yang disebut pertanggung jawaban etika. Oleh karena itu yang namanya control
tetap diperlukan baik oleh masyarakat maupun pemerintah.

Kontrol yang paling umum di dunia adalah dengan sensor dan di Indonesia selain sensor ada
Depen, UU pers, penerbitan SIUPP hingga yang ekstrim pembredelan. Secara umum ada 5 ada 5
mengapa buku, majalah atau koran dilarang beredar dikita, yaitu 1.Alasan Politik 2.Alasan Agama
3.Alasan Ras 4.Alasan Pornografi 5.Alasan Penerbitan dalamm aksara asing. Salah satu kelemahan
pemerintah kita adalah tidak adanya koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah dalam
mengambil kebijakan pelarangan buku atau pers disamping itu juga lemahnya penguasaan
bibliografi (usaha mengetahui buku) apa saja yang pernah diterbitkan, perpustakaan yang
memilikinya yang bagipemerintah kita tidak mungkin dilakukan sebab tidak ada UU wajib
simpankarya cetak (UU Deposit) yang mewajibkan setiap penerbit mengirimkan contoh terbitannya
(biasanya 2 eksemplar) ke perpustakaan yang ditunjuk (biasanyaperpustakaan nasional).

Saat ini tidak ada satu negara pun di dunia yang terang-terangan menyebutkan sensor sebagai
kebijakan resmi pemerintah. Hal ini terlihat dari konvenan dan deklarasi yang telah disahkan
mengenai kebebasan dan HAM seperti :
1. Piagam PBB (1945)
2. DUHAM PBB (1948)
3. Konvenan Hak-hak politik dan sipil PBB (1966)
4. Konvenan tentang Hak-hak ekonomi dan Sosbudb (1966)
5. Konvenan HAM Eropa (1953)
6. Akta Final Helsinki (1975)
7. Konvenan HAM Amerika (1978).

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
pers merupakan pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. pers sebagai
kontrol atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan check and balance. untuk dapat
melakukan peranannya perlu dijunjung kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik
secara jujur dan berimbang. disamping itu pula untuk menegakkan pilar keempat ini, pers juga harus
bebas dari kapitalisme dan politik. pers yang tidak sekedar mendukung kepentingan pemilik modal
dan melanggengkan kekuasaan politik tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang
lebih besar.

Você também pode gostar