Você está na página 1de 7

H.

Dalam Pandangan Syariah Islam Secara Detail

Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di
segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia.

1. Euthanasia Aktif

Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan
sengaja (al-qatlu al-amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan
pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.

Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan
pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya
firman Allah SWT :

]

[

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya)
melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS Al-Anaam : 151)

Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja) (QS An-Nisaa` : 92)

]
[

Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. (QS An-Nisaa` : 29).

Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia
aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-amad)
yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar. Karena itu, apapun alasannya
(termasuk faktor kasihan kepada penderita), tindakan euthanasia aktif tersebut jelas tidak
dapat diterima. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada
aspek-aspek lain yang tidak diketahui dan terjangkau oleh manusia, yaitu pengampunan dosa.

Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan,
menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh
pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :

Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. (QS Al-
Baqarah : 178)

Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan
manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan
dosa. Rasulullah SAW bersabda,Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu
musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang
menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang
menimpanya itu. (HR Bukhari dan Muslim).
2. Euthanasia Pasif

Terhadap euthanasia pasif, para ahli, baik dari kalangan kedokteran, ahli hukum pidana,
maupun para ulama sepakat membolehkanya.

Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan
pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan
yang dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.euthanasia.com/

http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia

http://netsains.com/2007/11/euthanasia-dan-kematian-bermartabat-suatu-tinjauan-
bioetika/

http://walausetitik.blogspot.com/2007/09/euthanasia-menurut-hukum-islam.html

Pandangan Islam Tentang Euthanasia


Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kehidupan manusia. Karena itulah, islam
melarang seseorang bunuh diri. Sebab, pada hakikatnya jiwa yang bersemayam pada
jasadnya bukanlah miliknya sendiri.Sebaliknya, jiwa merupakan titipan allah SWT yang
harus dipelihara dan digunakan secara benar. Maka dari itu dia tidak boleh membunuh
dirinya sendiri.
Allah SWT berfirman:
Dan janganlah kamu membunuh dirimu (sendiri).Sesungguhnya Allah SWT Maha
Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar dan aniaya,
maka kami kelak akan memasukkan ke dalam api neraka. Yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah.1[2]
Dalam komentarnya (tentang ayat ini), Imam Fakhurrazi menyatakan bahwa secara fitrah,
manusia beriman tidak akan melakukan bunuh diri. Akan tetapi, dalam kondisi
tertentu_misalnya karena frustasi,mengalami kegagalan, dan sebagainya_ akan terbuka

1
peluang cukup besar untuk melakukannya. Dalam rangka itulah, AL-Quran melarang keras
kaum mukmin untuk melakukan bunuhdiri.
Karena alasan itu pula, seorang pesakitan dalam islam untuk dianjurkan untuk segera
berobat. Sebab, orang berobat pada hakikatnya dalam rangka mempertahankan
kehidupannya.
Rasulullah bersabda:


Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menciptakan penyakit beserta obatnya. Karena itu,
berobatlah.
Hadis ini memotivasi kepada manusia agar ketika sakit hendaknya berobat untuk
kesembuhan penyakitnya. Karena setiap penyakit yang diturunkan oleh allah itu pasti ada
obatnya. Meskipun kadang kala, manusia belum mengetahui obatnya. Yang terpenting bagi
manusia adalah bahwa ia telah berikhtiar untk menyembuhkan penyakitnya.
Di sisi lain, seseorang juga dilarang keras membunuh orang lain. Sebagai bukti
keseriusannya, islam memberikan ancaman dan sanksi yang sangat tegas bagi pelakunya.
Allah SWT berfirman:
Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya
adalah neraka jahannam, kekal ia didalamnya. Allah murka dan mengutuk kepadanya dan
menyediakan adzab yang besar baginya.2[3]
Pada persoalan euthanasia positif, jika inisiatif untuk melakukan euthanasia itu muncul
dari pasien
, maka dokter hanya dikenakan tazir. Dalam hal ini kebijakan penuh atas kebijakan
hakim.Sedangkan, si pasien justru dianggap sebagai orang yang melakukan bunuh diri.
Lalu, bagaimana halnya dengan euthanasia negative ?persoalan ini tentu berbeda dengan
dengan yang pertama (euthanasia positif). Tidak lain karena, dalam hal ini si dokter sudah
tidak mampu lagi member pertolongan medis. Karena itu dia tidak bisa dipersalahkan begitu
saja.Lebih-lebih, jika keluarga pasien yang sudah tidak mampu lagi membiayai pengobatan
dan meminta sendiri agar si pasien tidak diobati.3[4]

3. Pendapat Kalangan Syafiiyah, Malikiyah, dan Hanafiyah.


a. Kalangan Syafiiyah
Secara global, kalangan Syafiiyah dan jumhur Ulama membagi pidana pembunuhan
menjadi tiga,

3
pertama, pembunuhan secara sengaja(al-qatl al-amd). Yakni, pembunuhan yang
dilakukan secara sengaja dengan menggunakan alat atau benda yang biasanya dapat
mematikan.Seperti pisau, sabit, besi, racun, dan lain sebagainya.
Kedua,pembunuhan semi sengaja (al-qatl al-syabih al-amd).Yaitu, pembunahan yang
dilakukan secara sengaja dengan menggunakan benda yang biasanya tidak mematikan.
Misalnya memukul secsra pelan dengan menggunakan tangan,cambuk atau kerikil kecil.
Ketiga, pembunuhan keliru(al-qatl al-khatha).Artinya pembunuhan secara tidak sengaja,
misalnya seseorang jatuh mengenai orang lain, lalu orang tersebut mati.4[5]
b. Kalangan Hanafiyah
Lain halnya dengan hanafiyah, mereka membagi bentuk pidana pembunuhan menjadi
lima macam, yang meliputi tiga jenis pembunuhan versi jumhur di tambah dengan dua versi
mereka.
Pertama, pembunuhan yang diserupakan dengan pembunuhan yang keliru. Misalnya,
seseorang yang sedang tidur lalu terjatuh mengenai orang lain lalu kemudian menyebabkan
orang itu mati.
Kedua, pembunuhan dengan penyebab secara tak langsung. Seperti, menggali lobang
ditengah jalan umum, lalu ada orang terperosok kedalamnya, kemudian ia mati.
c. Kalangan Malikiyah
Kelompok malikiyah hanya membagi kepada dua pidana seperti diatas, yakni al-amd dan
al-katha.Alasan mereka karena didalam al-Quran hanya dibagi menjadi dua jenis
pembunuhan tersebut.Selebihnya, lanjut mereka, tidak ada dasar nashnya.
Dari penjelasan diatas, euthanasia aktif bisa masuk dalam pembunuh sengaja.Karena
dokter melakukan hal itu secara sengaja dan jelas-jelas menggunakan obat yang pada
biasanya memang bisa mempercepat kematian si pasien.Konsekuensinya, si pelaku _dalam
hal ini dokter_ dikenakan hukun qishash. Bahkan jika ada ahli waris yang turut mendukung
praktik tersebut, maka dia tidak dapat memperoleh warisan. Sebagaimana bunyi qaidah fiqh:


barang siapa mempercepat sesuatu sebelum waktunya, maka terlarang sebab tindak
mempercepatnya itu.5[6]

5
Kaitannya dengan kaidah ini, bahwa seorang ahli waris yang berusaha untuk membunuh
orang, agar bisa mewarisi harta oarng tersebut, tidak akan memperoleh bagian warisannyadi
kemudian hari. Ini merupakan kutukan islam atas orang-orang yang punya ambisi tinggi
untuk bisa memperoleh warisannya (sebanyak-banyaknya) sebelum waktu yang semestinya.

4. Pendapat Syeh Sulaiman al-Bujairimi.


Beliau menegaskan:

.

.
orang-orang yang sedang sakit disunnahkan berobat, karena ada hadits,sesungguhnya
Allah tidak menciptakan penyakit tanpa menyertakan obatnya kecuali tua renta. (imam al-
Nawawi) berkomentar dalam kitab al-Majmu, jika seseorang yang sakit tidak mau berobat
semata-mata karena tawakkal kepada Allah SWT, maka hal itu lebih utama. Maka makruh
hukumnya memaksa ia untuk berobat6[7]

Jika mengikuti jalur ini, menjadi sangat boleh membiarkan kondisi tanpa harus diobati,
pasien yang sudah pasrah total kepada Allah SWT. Tindakan dokter atau juga keluarganya
membiarkan penyakit pasien berlarut-larut tidak bisa dipisahkan. Karena, barang kali, kondisi
inilah yang dikehendaki si pasien. Kalaupun harus mati, si pasien bisa merasa tenang tanpa
memikirkan keluarganya dengan tumpukan biaya hutang selama ia sakit misalnya.
Juga, karena mati, pasien bisa lebih cepat bertemu tuhannya. Tuhan yang memang sudah
dirindukannya sejak lama. Karena itu ia tak ingin ada yang menghalangi. Termasuk dengan
cara memberi obat padanya. Keinginannya sudah bulat.Maka jangan sekali kali menghalangi
keinginan mulia dia ini.
DAFTAR PUSTAKA
H. Abu Yasid,Fiqh Realitas,Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2005.
Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Media
Presindo, 2002
Akhlak

6
Secara bahasa Akhlak berasal dari kata mannere imorals. Akhlak biasa diartikan
sebagai budi pekerti atau kesopanan.
Sedangkan menurut istilah sesuatu yang wujud dalam jiwa manusia dan melahirkan
sesuatu perbuatan dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau
penelitian. Kata Akhlak adalah bentuk jamak dari Al-Khuluq atau Al-Khulq
Menurut Istilah, akhlak adalah:
1. Ibnu Miskawaih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran danpertimbangan.
2. Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Akhlak dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Akhlak Mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan
seseorang.
2. Akhlak Madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang
merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia.
Macam-macam Akhlak Mahmudah
1. Benar atau jujur
Benar artinya sesuainya sesuatu dengan kenyataan yang sesungguhnya, dan ini tidak
saja berupa perkataan tetapi juga perbuatan.
2. Ikhlas
ikhlas adalah murni atau bersih, tak ada campuran, ibarat emas, ialah emas tulen,
bersih dari segala macam campuran yang lain seperti: perak dan lain sebagainya.
3. Qonaah
Qanaah ialah menerima dengan rela apa yang ada atau merasa cukup dengan apa
yang dimiliki.
4. Malu
Malu ialah perasaan undur seseorang sewaktu lahir atau tampak dari dirinya sesuatu
yang membawa ia tercela.

Macam-macam Akhlak Madzmumah


1. Bohong atau dusta
Bohong atau dusta adalah pernyataan tentangn suatu hal yang tidak cocok dengan
kenyataan yang sesungguhnya, dan ini tidak saja menyangkut perkataantetapi juga
perbuatan.
2. Takabbur
Takabbur ialah salah satu diantara akhlak yang tercela pula. Arti takabbur ialah
merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi atau mulia, melebihi orang lain, pendek
kata merasa dirinya serba hidup.
3. Dengki
Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang di peroleh orang lain
dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik
dengan maksud supaya kenikmataan itu berpindah ketangan sendiri

Pembagian Akhlak dan Hakikatnya


Merujuk definisi yang dipaparkan di atas, Imam al Ghazali membagi akhlak menjadi dua :
1. Akhlak yang baik (al khuluq al hasan)
2. Akhlak yang buruk (al khuluq as sayyi)

Daftar Pustaka
Pembagian Akhlak (2016). Available from : https://www.scribd.com/doc/313286228/
PEMBAGIAN-AKHLAK. 10 Oktober 2016. [ Accessed 10 Oktober 2016 ]

Você também pode gostar