Você está na página 1de 22

ANALISIS MASALAH

1. Mrs. Adis, 17 years old pregnant woman G1P0A0 38 weeks pregnancy, was brought by
her husband to the puskesmas pembina plaju due to convulsion 3 hours ago about 2
minute.
a. Bagaimana hubungan usia dan kehamilan pertama dengan keluhan kejang pada
kasus? 1 2 3
a) Usia
Duckitt melaporka peningkatan risiko preeklampsia dan eklampsia hampir
dua kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih pada primipara
maupun multipara. Usia muda tidak meningkatkan risiko secara bermakna
(Evidence II, 2004).
Robillard dkk melaporkan bahwa risiko preeklampsia dan eklampsia pada
kehamilan kedua meningkat dengan peningkatan usia ibu.
Choudhary P dalam penelitiannya menemukan bahwa eklampsia lebih
banyak (46,8%) terjadi pada ibu dengan usia kurang dari 19 tahun.
b) Nulipara
Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan dengan usia
kehamilan lebih dari 28 minggu atau belum pernah melahirkan janin yang mampu
hidup diluar rahim. Hipertensi gestasional lebih sering terjadi pada wanita
nulipara.8 Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hampir tiga kali lipat (RR
2,91, 95% CI 1,28 6,61) (Evidence II, 2004).
c) Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor
risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang
memiliki paparan rendah terhadap sperma.
d) Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama kali
Antenatal Care (ANC)
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar dengan
semakin besarnya IMT. Obesitas sangat berhubungan dengan resistensi insulin,
yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia. Obesitas meningkatkan rsisiko
preeklampsia sebanyak 2,47 kali lipat, sedangkan wanita dengan IMT sebelum
hamil >35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko preeklampsia empat
kali lipat. Pada studi kohort yang dilakukan oleh Conde-Agudelao dan Belizan
pada 878.680 kehamilan, ditemukan fakta bahwa frekuensi preeklampsia pada
kehamilan di populasi wanita yang kurus (IMT< 19,8) adalah 2,6% dibandingkan
10,1% pada populasi wanita yang gemuk (IMT> 29,0).
b. Apa penyebab dan mekanisme darikejang pada kasus? 345
c. Apa makna klinis kejang menit? 678
d. Apa dampak kejang terhadap ibu dan janin? 9101
3.4 Luaran Maternal
3.4.1 Komplikasi Maternal
1) Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai
eklampsia. Faktor penyebab atau sumber terjadinya edema adalah : (1)
pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada saat
kejang; (2) kegagalan fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi
akibat berat dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.
2) Otak
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan
kejang atau segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat.
Hemipelgia terjadi pada perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak
cenderung terjadi pada wanita usia tua dengan hipertensi kronik. Yang jarang
adalah sebagai akibat pecahnya aneurisma arteri atau kelainan vasa otak
(acute vascular accident, stroke). Koma atau penurunan kesadaran yang
terjadi setelah kejang, atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang adalah
sebagai akibat edema otak yang luas. Herniasi batang otak juga dapat
menyebabkan kematian. Bila tidak ada perdarahan otak yang menyebabkan
koma dan dengan pemberian terapi suportif yang tepat sampai penderita kembali
sadar umumnya prognosis pada penderita adalah baik.
3) Mata
Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan
bersama dengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu :
a. Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat.
b. Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk kembalinya
penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu yang disebabkan
oleh kelainan retina maupun otak, dan akan kembali normal dalam
waktu satu minggu.
4) Psikosis
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi
keadaan ini jarang terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai
dua minggu, tetapi prognosis untuk kembali normal umumnya baik, selama
tidak ada kelainan mental sebelumnya.
5) Sistem hematologi
Plasma daeah menurun, viskositas darah meningkat, hemokonsentrasi,
gangguan pembekuan darah, disseminated intravascular coagulation (DIC),
sindroma HELLP.

6) Ginjal
Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal meningkat, klirens
asam urat menurun, gagal ginjal akut.
7) Hepar
Nekrosis periportal, gangguan sel liver, perdarahan subkapsuler.
8) Uterus
Solusio plasenta yang dapat menyebabkan perdarahan pascapartum.
Abrutio plasenta yang dapat menyebabkan DIC.
9) Kardiovaskuler
Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vaskular menurun,
tahanan pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel kiri naik,
tekanan vena sentral menurun, tekanan paru menurun.

10) Perubahan Metabolisme umum


Asidosis metabolik, gangguan pernapasan maternal.
3.4.2 Perdarahan
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari uterus dan terjadi
sebelum melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena robeknya
plasenta yang melekat didekat kanalis servikalis yang dikenal dengan plasenta
previa atau karena robeknya plasenta yang terletak di tempat lain di dalam
rongga uterus atau yang dikenal dengan solusio plasenta. Eklampsia merupakan
faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta walaupun lebih banyak terjadi
pada kasus hipertensi kronik.
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500ml atau
lebih darah pada persalinan pervaginam, 1000 ml pada seksio sesaria, 1400 ml
pada histerektomi secara elektif atau 3000 sampai 3500 ml pada histerektomi
saesarea darurat, setelah kala tiga persalinan selesai. Pada eklampsia sering
didapat adanya hemokonsentrasi atau tidak terjadinya hipervolemia seperti
pada kehamilan normal. Hal tersebut membuat ibu hamil pada kasus
eklampsia jauh lebih rentan terhadap kehilangan darah dibandingkan ibu
normotensif.
3.4.3 Kematian Maternal
Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan,
persalinan, masa nifas sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan, tidak
tergantung usia dan tempat kehamilan serta tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan tersebut dan bukan disebabkan oleh kecelakaan.
Kematian maternal pada eklampsia disebabkan karena beberapa hal antara lain
karena perdarahan otak, kelinan perfusi otak, infeksi, perdarahan dan sindroma
HELLP.
2.6 Luaran Perinatal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus otot
uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli pada
miometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin berkurang
sehingga dampaknya pada denyut jantung janin (DJJ) seperti terjadi takikardi,
kompensasi takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi.
Rajasri dkk menyebutkan terjadinya komplikasi neonatal pada kasus eklampsia
seperti asfiksia neonatorum (26%), prematuritas (17%), aspirasi mekoneum
(31%), sepsis (4%), ikterus (22%).
George dkk dalam penelitiannya menyebutkan Sebanyak 64,1% bayi
dilaporkan harus mendapatkan perawatan di Special Care Baby Unit dengan indikasi
prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, asfiksia neonatorum berat (skor Apgar 5
menit <7), ikterus neonatal, sepsis neonatal. Angka kematian perinatal pada kasus
eklampsia adalah 5411,1 per 1000 kelahiran hidup diaman 51,4% kematian intrauterin
dan 48,6% kematian neonatal. Penyebab kematian perinatal terbanyak adalah asfiksia
(33,3%), sindrom distress respirasi (22,2%),
dan prematuritas (22,2%).
1) Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya tidak
sesuai dengan berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Berat lahir kurang
dibawah beratlahir yang seharusnya untuk masa gestasi tertentu atau kecil untuk
masa kehamilan (KMK) yaitu kalau berat lahirnya dibawah presentil ke-10
menurut kurva pertumbuhan intrauterin Lubhenco atau dibawah 2 SD menurut
kurva pertumbuhan intrauterin Usher dan Mc.Lean.
Pada preeklampsia atau eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis
desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta
normal sebagai akibatnya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya
dinding pembuluh darah dalam villi karena fibrosis dan konversi mesoderm
menjadi jaringan fobrotik, dipercepat prosesnya pada
preeklampsia atau eklampsia dan hipertensi. Menurunnya aliran darah ke
plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak
lama pertumbuhan janin terganggu sehingga menimbulkan dismaturitas,
sedangkan pada hipertensi yang lebih pendek terjadi gawat janin sampai
kematiannya karena kekurangan oksigenasi.
Komplikasi dismaturitas :
1) Sindrom aspirasi mekonium
Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur.
Keadaan hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengadakan
gaping dalam uterus,. Selain itu mekoneum akan dilepaskan kedalam liquor
amnion, akibatnya cairan yang mengandung mekonium masuk ke dalam
paru janin karena inhalasi. Pada saat bayi lahir akan menderita gangguan
pernapasan.
2) Hipoglikema simptomatik
Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan karena
persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.
3) Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan kegawatan bayi karena
terjadinya kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir dan disertai dengan hipoksia dan hiperkapnea yang dapat berlanjut
menjadi asidosis. Asfiksia neonatorum dapat disebabkan karena faktor ibu
yaitu adanya gangguan aliran darah ke uterus. Gangguan aliran darah ke
uterus menyebabkan berkurangnya asupan
oksigen ke plasenta dan janin. Penilaian derajat asfiksia dapat dilakukan
dengan Apgar skor, yaitu dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 1. Skor Apgar
a. Apgar skor 7-10 : vigorous baby, maka dalam hal ini bayi dianggap
sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Apgar skor 4-6 : asfiksia ringan sedang.
c. Apgar skor 0-3 : asfiksia berat.
4) Penyakit membran hialin
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm,
disebabkan surfaktan belum cukup sehingga alveoli kolaps. Penyakit ini
terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu.
5) Hiperbilrubinema
2) Prematuritas
Partus prematuritas sering terjadi pada ibu dengan eklampsia karena
terjadi kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan yang
meningkat.
3) Sindroma Distress Respirasi
Yoon (1980) melaporkan insidens sindrom distres respirasi pada bayi
yang dilahirkan dari ibu preeklampsia-eklampsia sebanyak 26,1-40,8%.
Beberapa faktor yang berperan terjadinya gangguan ini adalah hipovolemk,
asfiksia, dan aspirasi mekonium.
4) Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi baru lahir dapat merupakan penyakit sistemik
primer sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor-faktor yang abnormal ibu.
Kurang lebih 25-50% bayi yang dilahirkan dari ibu dengan trombositopenia juga
3
mempunyai jumlah trombosit kurang dari 150.000/mm pada waktu lahir, tapi
jumlah ini dapat segera menjaadi normal.
5) Hipermagnesemia
Disebut hipermagnesemia bila kadar magnesium serum darah lebih besar
atau sama dengan 15 mEq/l. Hal ini dapat terjadi pada bayi baru lahir dari ibu
eklampsia dengan pengobatan magnesium. Pada keadaan ini dapat terjadi
depresi sususan saraf pusat, paralisis otot-otot skeletal sehingga memerlukan
pernapasan buatan.
6) Neutropenia
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia dan terutama dengan
sindroma HELLP dapat ditemukan neutropenia. Penyebabnya tidak
jelas, mungkin mempunyai hubungan dengan agent yang menyebabkan
kerusakan endotel pembuluh darah ibu melewati plasenta janin.
7) Kematian Perinatal
Kematian perinatal terjadi karena asfiksia nonatorum berat, trauma saat
kejang intrapartum, dismaturitas yang berat. Beberapa kasus ditemukan bayi
meninggal intrauterine.
e. Mengapa kejang timbul pada usia kehamilan 38 minggu? 234
2. She heas been complaining of headache, epigastric pain, vomitting and visual blurring
for the last 2 days.
a. Apa penyebab dan mekanisme headache, and visual blurring for the last 2 days? 567
b. Apa penyebab dan mekanisme epigastric pain, vomitting? 8910
1. Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver dalam
bentuk kemungkinan:
Perdarahan subkapsular
Perdarahan periportal sistem dan infark liver
Edema parenkim liver
Peningkatan pengeluaran enzim liver
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila
terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar
dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah
kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma
menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur
hepar, sehingga perlu pembedahan.
2. Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat
lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran
eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia
(<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan
tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
Mekanisme muntah:
Adanya Penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis Lumen otot kaku
dan tegang vasokontriksi a. spiralis gangguan aliran darah uteroplasenta
hipoksia dan iskemik plasenta merangsang produksi oksidan (radikal hidroksil)
merusak membrane, protein, dan nucleus sel terjadinya disfungsi endotel
peningkatan permeabilitas kapiler (di lambung) terjadi pembengakakan pada
lambung rangsang saraf afferent ke hipotalamus untuk terjadinya peningkatan
asam lambung yang nanti akan disalurkan oleh saraf efferent menimbulkan
reaksi muntah.

3. According to her husband , on her last ANC, the midwife found that her blood pressure
was high, and advice to deliver the baby in the hospital.
a. Apa dampak tekanan darah tinggi pada ibu terhadap kehamilan dan proses persalinan?
123
b. Apa indikasi dilakukan proses persalinan di rumah sakit? 456
c. Apa saja yang termasuk pemeriksaan ANC dan kapan dilakukan pemeriksaan
ANC? 789
Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan
antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan
sebagai berikut : (Depkes, 2009).
a. Minimal satu kali pada trimester pertama (K1) hingga usia kehamilan 14
minggu Tujuannya :
1) Penapisan dan pengobatan anemia
2) Perencanaan persalinan
3) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
b. Minimal satu kali pada trimester kedua (K2), 14 28
minggu Tujuannya :
1) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
2) Penapisan pre eklamsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan
saluran perkemihan
3) Mengulang perencanaan persalinan
c. Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4) 28 - 36 minggu dan
setelah 36 minggu sampai lahir.
Tujuannya :
1) Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
2) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
3) Memantapkan rencana persalinan
4) Mengenali tanda-tanda persalinan
Pemeriksaan pertama sebaiknya dilakukan segera setelah diketahui terlambat
haid dan pemeriksaan khusus dilakukan jika terdapat keluhan-keluhan tertentu.

Standar Pelayanan Antenatal Care


Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar
pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal
dengan 10 T. Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut
(Depkes RI, 2009) :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
8. Test laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan

d. Bagaimana klasifikasi tekanan darah pada ibu hamil? 1012


4. Her husband work as a laborer.
a. Apakah hubungan sosial ekonomi dengan keluhan pada kasus? 345
5. In the exxamination findings :
Upon admission,
Sense: decrease of conciusness GCS : 13
BP : 180/110mmHg. HR : 123x/min RR 28x/min temp : 38oC height 153 cm weight 76 kg
Physiological reflexs +/+ pretibial edema.
a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik? 678
b. Bagaimana penambahan berat badan normal pada ibu hamil? 9101
Tabel. Penambahan Berat Badan, Tinggi Badan pada Janin dan Ibu hamil
Pada kasus Ny. Adis saat ini (usia kehamilan 38 minggu) memiliki BB 76 Kg.
BB Ny. Adis sebelum hamil 76 kg 11 kg = 65 kg
IMT = 65 / 1,532 = 27,76 (overweight)

Tabel. Klasifikasi Obesitas menurut WHO dan Depkes RI


c. Bagaimana gambaran edema pretibial ibu hamil? 234
6. Obstetric examinatio :
Outer eamination : fundal height 33 cm, cephalic presentation , contraction 4x/10min/40 sec.
FHR 120/min, EFW 3100 g
Vaginal toucher : portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm vertex presentation
amniotic fluid +, HII, transverse UUK
a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan obstetrik? (diserta
gambar) 567
b. Bagaimana cara pemeriksaan luar? 8910
Lihat apakah uterus berkontraksi atau tidak. Bila berkontraksi, harus ditunggu
sampai dinding perut lemas agar dapat diperiksa dengan teliti. Agar tidak terjadi
kontraksi dinding perut akibat perbedaan suhu dengan tangan pemeriksa, sebelum
palpasi kedua tangan pemeriksa digosokkan dahulu.
Cara pemeriksaan yang umum digunakan cara Leopold yang dibagi dalam 4
tahap. Pada pemeriksaan Leopold I, II, dan III pemeriksa menghadap ke arah
muka ibu, sedangkan pada Leopold IV ke arah kaki. Pemeriksaan Leopold I
untuk menentukan tinggi fundus uteri, sehingga usia kehamilan dapat diketahui.
Selain secara anatomi, tinggi fundus uteri dapat ditentukan dengan pita pengukur.
Bandingkan usia kehamilan yang didapat dengan hari pertama haid terakhir.
Selain itu, tentukan pula bagian janin pada fundus uteri: Kepala teraba sebagai
benda keras dan bulat, sedangkan bokong lunak dan tidak bulat.
Dengan pemeriksaan Leopold II ditentukan batas samping uterus dan posisi
punggung pada bayi letak memanjang. Pada letak lintang ditentukan kepala.
Pemeriksaan Leopold III menentukan bagian janin yang berada di bawah.
Leopold IV selain menentukan bagian janin yang berada di bawah, juga bagian
kepala yang telah masuk pintu atas panggul (PAP). Bila kepala belum masuk PAP
teraba balotemen kepala.
Dengarkan DJJ pada daerah punggung janin dengan stetoskop monoaural atau
doppler. Dengan stetoskop monoaural BJJ terdengar pada kehamilan 18-20
minggu, sedangkan dengan Doppler terdengar pada kehamilan 12 minggu.
Dari pemeriksaan luar diperoleh data berupa usia kehamilan, letak janin,
persentase janin, kondisi janin, serta taksiran berat janin.
Taksiran berat janin ditentukan berdasarkan rumus Johnson Toshack. Perhitungan
penting sebagai pertimbangan memutuskan rencana persalinan pervaginam secara
spontan. Rumus tersebut:
Taksiran Berat Janin (TBJ) = (Tinggi fundus uteri (dalam cm) N) X 155.
1. N = 13 bila kepala belum melewati PAP (pintu atas panggul)
2. N = 12 bila kepala masih berada di atas spina iskiadika
3. N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina iskiadika.

c. Bagaimana cara vaginal toucher? 123


d. Bagimana proses persalinan pada kasus ini? 345
7. Lab : HB 10,2g/dl, WBC 11.200/mm3 PLT 162.000/mm3 and she had 4+ protein on
urine, cylnder
Informasi tambahan :
Reflex patologi (), urin output 30cc/jam, lab : sgot 35 mg/dl, sgpt : 31 mg/dl,
bilirubin total 1 mg/dl, LDH 250 mg/dl, ureum 34 mg/dl kretini 0,9 mg/dl malaria
smear (-)
a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium? 678
Aspek klinis :
a. DD 9101

Pembeda Eklamsia Hipertensi Ensefalitis Meningitis Epilepsi


esensial
Tekanan darah Meningkat Meningkat Normal Normal Normal
Kesadaran Menurun Normal Koma Koma Menurun
Demam - - + + -
Gangguan + + - - -
penglihatan
Nyeri epigastrium + -/+ - + -
Mual muntah + - + + -
Edema + - - - -
Proteinuria + - -/+ - -
Riwayat hipertensi -/+ + -/+ - -

b. Algoritma penegakan diagnosis 234


c. DK 567
d. Etiologi (sama dgn patofisologi)
Kelainan vaskularisasi plasenta
Iskemik plasenta, radikal bebas, dandisfungsi endotel
Kardiovaskuler
Genetic
Stimulus inflamasi
e. Epidemiologi 123
f. Faktor resiko 456
g. Patofisiologi 789
Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yaitu:
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi hambur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah
uteroplasenta.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran
darah utero plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada hipertensi dalam kehamilan.
Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar fibronektin, faktor
Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari sel-selendotel.
Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat dijumpai sebagai
berikut:
a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam dangkal dan
arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan
pembuluh darah
2. Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan. Salah
satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak, Peroksida lemak selain akan merusak
sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam
tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya peroksida lemak
meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam
kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan
beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan amerusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Disfungsi sel endotel
a) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
yang merupakan vasodilator kuat.
b) Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan untuk
menutup tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan vasokonstriktor kuat.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
d) Peningkatan permeabilitas kapilar
e) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor
f) Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
a) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.
c) Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama
periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Gambar 5. Sistem imun dalam patofisiologi preeklampsia.

4. Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam
kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini
dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
5. Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami preeklampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan risiko
terjadinya preeklampsia/eklampsia.
7. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Disfungsi endotel
pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut
diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini
disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada
kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.
Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada PE dan
IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, platelet-
activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas endotel,
ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar
berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas sintetase
NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda klinis
preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih dalam
perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh
peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia
menyebabkan reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang
meningkat dari ceruloplasmin, alpha1 antitripsin, dan haptoglobin,
hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6
menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet
derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas
oksigen merangsang pembentukan IL-6.
Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan sel yang
diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-selektin, VCAM-
1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan
sedangkan E-selectin hanya diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-
leukosit terjadi pada sirkulasi maternal preeklampsia.
Gambar 2. Patofisiologi terjadinya gangguan hipertensi dalam kehamilan.

3.4.4 Etiologi dan Patofisiologi Kejang Eklamptik


Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti.
Kejang eklamptik dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi
lokal otak, dan fokus perdarahan di korteks otak. Kejang juga sebagai
manifestasi tekanan pada pusat motorik di daerah lobus
frontalis. Beberapa mekanisme yang diduga sebagai etiologi kejang
adalah sebagai berikut :
a) Edema serebral
b) Perdarahan serebral
c) Infark serebral
d) Vasospasme serebral
e) Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler
f) Koagulopati intravaskuler serebral
g) Ensefalopati hipertensi
3.4.5 Etiologi dan Patofisiologi Koma
Koma yang dijumpai pada kasus eklampsia dapat disebabkan oleh
kerusakan dua organ vital :
1) Kerusakan hepar yang berat : gangguan metabolisme-asidosis, tidak
mampu mendetoksikasi toksis material.
2) Kerusakan serebral : edema serebri, perdarahan dan nekrosis disekitar
perdarahan, hernia batang otak.
h. Manifestasi klinis 1012
i. Pemeriksaan penunjang 345
j. Tatalaksana, follow up 678
1) Perawatan eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, circulation (ABC), mengatasi
dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada
pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khusunya pada waktu krisis
hipertensi, melahirkan janin pada wkatu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
2) Pengobatan medikamentosa
Penanganan kejang
a. Beri obat antikonvulsan (MgSO4)
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi ini
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium
akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi.
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker oksigen,
oksigen)
c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d. Aspirasi mulut dan tenggorokan
e. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Tredelenburg untuk mengurangi resiko
aspirasi
f. Beri O2 4-6 liter/menit bila penderita selesai kejang-kejang.

Penanganan umum
a. Jika tekanan diastolik >110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan
diastolik diantara 90 100 mmHg
b. Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
c. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai overload
d. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
e. Jika jumlah urin <30 ml per jam:
Infus cairan dipertahankan 1 l/8 jam
Pantau kemungkinan edema paru
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
g. Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Jika ada tanda edema paru,
stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemid 40 mg IV
i. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak
terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
Antihipertensi
a. Obat pilihan adalah hidrazalin, yang diberikan 5 mg IV pelan pelan selama 5
menit sampai tekanan darah turun
b. Jika perlu, pemberian hidrazalin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 mg IM setiap 2
jam
c. Jika hidrazalin tidak tersedia, dapat diberikan
Nifedipine 5 mg sublingual. Jika respons tidak baik setelah 10 menit, beri
tambahan 5 mg sublingual
Labetolol 10 mg IV, yang jika respons tidak baik setelah 10 menit, diberikan
lagi labetolol 20 mg IV
Persalinan
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah
mencapai stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan
pascapersalinan, bila terjadi persalinan vaginam, monitoring tanda-tanda vital.
a. Pada eklampsia, persalinan harus terjadi dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul
b. Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam, lakukan
seksio sesarea
c. Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:
Tidak terdapat koagulopati
Anastesia yang aman / terpilih adalah anastesia umum
d. Jika anstesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil,
lakukan persalinan pervaginam
Jika serviks matang, lakukan induksi oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose
10 tetes/ menit atau dengan prostaglandin.
Cara persalinan:
Sedapat mungkin persalianan diarahkan ke pervaginam :
Penderita belum inpartu;
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop lebih dari 8
b. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol, induksi persalinan
harus mencapai kala II dalam waktu 24 jam, bila tidak induksi persalinan
dianggap gagal, harus segera disusul dengan pembedahan secara cesar.
c. Indikasi dilakukan pembedahan caesar:
1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam
2. Induksi persalinaan gagal
3. Terjadi maternal distress
4. Terjadi fetal distress
5. Bila umur kehamilan < 33 minggu
Bila penderita sudah inpartu
a. Perjalanan persalinan diikuti
b. Memperpendek kala II (menggunakan forcep/vakum)
c. Pembedahan caesar dilakukan apabila didapati maternal distress dan fetal
distress
d. Primigravida direkomendsikan pembedahan caesar.
Perawatan postpartum
a. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir
b. Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih >110 mmHg
c. Pantau urin.
Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika:
a. Terdapat oligouria (<400 ml/24 jam)
b. Terdapat sindrom HELLP (Hemolysis, Elevaterd Liver Enzyme, Low Platelets
Counts)
c. Koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang.
k. Edukasi dan pencegahan 9101
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya PE pada
perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya PE. PE adalah suatu sindroma
dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah. Pencegahan
dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal. (Angsar MD, 2009)
1) Pencegahan dengan non medikal
Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat. Cara yang
paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Restriksi garam tidak terbukti dapat
mencegah terjadinya PE. Diet suplemen yang mengandung (a) minyak ikan yang kaya
dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, (b) antioksidan: vitamin C,
vitamin E, -karoten, N-Asetilsistein, asam lipoik, dan (c) elemen logam berat: zinc,
magnesium, kalsium.
2) Pencegahan medikal
Pemberian kalsium: 1.500 - 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko
tinggi terjadinya PE. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365
mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah PE ialah aspirin dosis
rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberika
antioksidan: vitamin C, vitamin E, -karoten, N-Asetilsistein, asam lipoik.
l. Komplikasi 234
m. Prognosis 567
n. SKDI 8910
3B Gawat Darurat.
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyealmatkan nyawa atau mencegah
keparahan danatau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien. Selanjutnya lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Abdul B. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi 4. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Prawirohardjo.
Wikojosostro, Hanifa, Ilmu Kebidanan. Edisi 3, cetakan 3, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiraharjo, 1994.
Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Essentials of Medicine. Jakarta: Media
Aesculapius.

Você também pode gostar