Você está na página 1de 45

ABORTUS

Abortus imminens
Adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan < 20
minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi
serviks.
Diagnosis : - terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum
- disertai sedikit nyeri atau tidak sama sekali
- uterus membesar sesuai usia kehamilan
- serviks belum membuka
- test kehamilan positif
- fluksus ada (sedikit)
- pemeriksaan USG : janin masih utuh / hidup, meragukan, janin
tidak baik / baik.
- 1 dari 5 wanita mengalami bercak (spotting) atau perdarahan
pervaginam yg lenih banyak pd awal gestasi.
Penanganan :
Istirahat-berbaring (3 X 24 jam) bisa kehamilan utuh,
tanda kehidupan janin. Merupakan unsur penting dalam
pengobatan, karena cara ini menyebabkan peningkatan
aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang
mekanik.
Pemberian progesterone ( masih kontroversi) harus
benar2 dipastikan bahwa kadar progesterone < 5-10
nanogram karena akan semakin memperparah perdarahan.
USG untuk menentukan keadaan janin, ulangi USG 1-2
minggu.
- Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan bahkan sampai
aterm / lahir normal
- Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi
abortus spontan.
Prognosis : tergantung macam dan lamanya perdarahan. Prognosis menjadi
kurang baik jika perdarahan berlangsung lama, nyeri perut yang
disertai pendataran dan pembukaan serviks.

1. Abortus Insipiens
adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan < 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus.
Diagnosis : - Apabila wanita hamil ditemukan perdarahan banyak kadang
keluar gumpalan darah.
- disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat
- ditemukan dilatasi serviks sehingga pada VT ketuban dapat
teraba
Penanganan :
Kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian ibu dan jaringan yang
tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera
dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan tidak mungkin dipertahankan.
Pada kehamilan > 12 minggu sebaiknya abortus dipercepat dengan
pemberian infus oksitosin. Peneluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan
dengan kuret, vakum, cunam, kerokan yang menimbulkan perforasi lebih
besar.
Apabila janin sudah keluar tapi plasenta masih tertinggal, sebaiknya
dilakukan pengeluaran plasenta secara digital disusul kerokan bila masih ada
sisa plasenta.Bahaya perforasi menjadi lebih kecil karena hasil konsepsi
telah keluar dan dinding uterus menjadi lebih tebal.

2. Abortus Inkompletus
adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan < 20 minggu
( lebih tepatnya sebelum 10 minggu ), masih ada sisa pada uterus.
Diagnosis : Apabila sebagian hasil konsepsi telah lahir, teraba pada vagina, tetapi
sebagian tertinggal ( biasanya plasenta ).
Ciri ciri : - VT kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam
cavum uteri / kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
- Perdarahan banyak sekali sehingga menyebabkan syok dan tidak
akan berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan. Hal ini dapat
membahayakan ibu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
berkontraksi sehingga ibu merasa nyeri, tetapi tidak sehebat
insipiens.
Penanganan :
Apabila disertai syok karena perdarahan, segera diberi infus cairan NaCl
fisiologis / cairan Ringer disusul dengan tranfusi ( bila Hb < 8 gr % ).
Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan. Pasca tindakan disuntikkan
intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
Antbiotik selama 3 hari.

3. Abortus Terapeutik
Dilakukan pada usia kehamilan < 12 minggu, atas pertimbangan / indikasi
kesehatan wanita bila kehamilan dilanjutkan akan membahayakan dirinya.
Misalnya, pada wanita penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal, korban
perkosaan ( masalah psikis ). Dapat juga pertimbangan / indikasi kelainan janin
yang berat.
Dapat dilakukan dengan cara :
Kimiawi pemberian ekstrauterin / intrauterine obat abortus, seperti :
prostaglandin, antiprogesteron (RU 486), atau oksitosin.
Mekanis pemasangan batang laminaria / dilapan akan membuka serviks
secara perlahan dan tidak traumatis sebelum dilakukan evakuasi
dengan kuret tajam / vakum.
dilatasi serviks dilakukan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar
dilanjut kuret.
Histerotomi / histerektomi
4. Abortus Septik / infeksiosus
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia.
Abortus septic adalah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman
atau toksin ke dalam peredaran darah / peritoneum. Biasanya ditemukan
pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang
dilakukan oleh dukun / awam yang tidak memperhatikan asepsis dan
antisepsis.
Abortus infeksiosus infeksi terbatas pada desidua
Abortus septik virulensi bakteri tinggi, menyebar ke miometrium, tuba,
parametrium dan peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadi
peritonitis / sepsis dengan kemungkinan diikuti syok.
Diagnosis :
Abortus infeksiosus ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala
dan tanda infeksi alat genital, seperti : panas, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yg membesar, lembek, nyeri tekan dan
leukositosis.
Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, menggigil, demam
tinggi dan tekanan darah menurun. Untuk mengetahui kuman penyebab
perlu dilakukan pembiakan darah dan getah serviks uteri.
Penanganan :
Abortus Infeksiosus yang telah banyak perdarahan diberikan infus dan
tranfusi . Pasien diberi antibiotik ( pilihan ) :
- Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta
- Chloromycetin 4 x 500 mg
- Cephalosporin 3 x 1 gr
- Sulbenicillin 3 x 1-2 gr
Kuretase dilakukan dalam 6 jam karena pengeluaran sisa abortus
mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan nekrosis sebagai
medium pembiakan bagi jasad renik.
Antibiotik diteruskan sampai febris hilang ( selama 2 hari atau ditukar jika
dalam 2 hari tidak ada perubahan ).
Abortus Septik
Pemberian antibiotik dengan dosis yang lebih tinggi. Sambil
menunggu hasil pembiakan dapat diberikan antibiotik yang tepat.
Sulbecillin 3 x 2 gr terbukti ampuh dan berspektrum luas untuk aerob dan
anaerob.
Pada kasus dengan tetanus maka selain pengobatan perlu dilakukan
ATS, irigasi dengan peroksida ( H2O2 ) dan histerektomi total secepatnya.

Kelainan Lama Kehamilan

Normal : 280 hari / 40 mgg

Lama kehamilan berat anak istilah


<20 mgg <500 g abortus
20-28 mgg 500-1000 g partus imatur
28-37 mgg 100-2500 g partus premature
37-42 mgg >2500 g partus matur
>42 mgg partus serotin

ABORTUS
Berakhirnya kehamilan sebelum janin dpt hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan
penyebabnya.(BB <500 gr, umur kehamilan <20 mgg)

Klasifikasi
1. spontan
2. buatan / provocatus : artificialis / therapeuticus dan criminalis

Etiologi
1. Faktor janin : gg. Ptumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta (TI)
a. Blighted Ovum, kerusakan embrio, kelainan kromosom (monosomi, trisomi,
poliploidi)
b. Embrio dgn kelainan lokal
c. Abnormalitas pembentukan plasenta
2. Faktor maternal
a. Infeksi : (TI-awal TII) bisa karena janin terinfeksi atau toksin : rubella, CMV,
herpes simplex, varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio,
ensefalomyelitis ; Salmonella typhi ; Toxoplasma gondii, Plasmodium.
b. Penyakit vascular : hipertensi vascular
c. Kelainan endokrin : prod. Progesterone tdk cukup atau disfungsi tyroid,
defisiensi insulin
d. Imun : inkomptabilitas HLA (Human Leukocyte Antigen)
e. Trauma : pembedahan : angkat uterus yg mengandung korpus luteum
graviditatum sblum mgg ke-8, bedah intraabdominal dan uterus saat hamil
f. Kelainan uterus : hipoplasia uterus, mioma submukosa, servix inkompeten,
retroflexio uteri gravidi incarcerate
g. Psikosomatik
3. Faktor eksternal
a. Radiasi : 1-10 rad merusak janin 9 mgg, >10 abortus
b. Obat2an : antagonis asam folat, antikoagulan. Aman >16 mgg
c. Bahan kimia : arsen, benzene
Patogenesis

Kematian janin perdarahan ke dalam desidua basalis daerah implantasi nekrotik


infiltrasi sel radang akut perdarahan pervaginam hasil konsepsi lepas kontraksi
uterus ekspulsi.
Kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 mgg sebelum perdarahan. Perdarahan
banyak (tidak layak dipertahankan).
< 10 mgg hasil konsepsi keluar lengkap karena vili korialis belum nidasi erat ke dalam
desidua.
10-12 mgg korion tumbuh cepat dan nidasi erat sisa plasenta bisa tertinggal.

Pengeluaran hasil konsepsi, didasarkan 4 cara :


1. kantong korion keluar meninggalkan sisa desidua
2. kantong anion dan fetus didorong keluar meninggalkan korion dan desidua
3. hanya janin yang dikeluarkan (amnion pecah, tali pusat putus, janin didorong
keluar, sisa amnion dan korion tetap)
4. janin dan desidua keluar utuh.
1-3 perlu kuretase

Blighted Ovum : hanya kantong amnion + amnion


Mola kruenta : telur +darah kental (bekuan darah antara desidua dan korion)
Mola karnosa : spt daging
Mola tuberose : telur berbenjol-benjol karena hematom antara amnion dan korion

Nasib janin yang mati :


- janin masih sangat kecil diabsorbsi & hilang
- janin agak besar amnion diabsorbsi shg janin tertekan (foetus
compressus)
- janin kering, mumifikasi spt kertas perkamen (foetus papyraceus)
- janin besar maserasi (degenerasi yg sbbkan perubahan
warna, perlunakan jar.& khancuran janin yg msh
ada dlm rahim stlh mati)

Faktor Resiko
1. usia ibu yg lanjut
2. riwayat obgyn yg kurang baik
3. riwayat infertilitas
4. kelainan/penyakit penyerta kehamilan (diabetes, penyakit imunologi sistemik dsb)
5. berbegai macam infeksi (variola, CMV, toxoplasma, dsb)
6. paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat-obatan, alcohol, radiasi,
dsb)
7. trauma abdomen / pelvis pada trimester pertama
8. kelainan kromosom (trisomi / monosomi)
Dari aspek biologi molekuler, kelainan kromosom ternyata paling sering dan paling
jelas berhubungan dengan terjadinya abortus.

Penatalaksanaan pasca abortus

Pemeriksaan lanjut untuk mencari penyebab abortus. Perhatikan juga involusi uterus
dan kadar -hCG 1-2 bulan kemudian.
Pasien dianjurkan jangan hamil dulu selama 3 bulan kemudian (jika perlu anjurkan
pemakaian kontrasepsi kondom atau pil).

Penyulit abortus
1. Perdarahan hebat
2. Kerusakan cervix
3. Perforasi
4. Infeksi sampai dengan sepsis atau kemandulan
5. Syok bakterial dan syok hemoragik
6. Renal failure akibat nomor 4 dan 5

Abortus Kompletus
Pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi sebelum usia gestasi 20 minggu.

Ciri-ciri
perdarahan per vaginam, kontraksi uterus, ostium servix sudah menutup, ada
jaringan yang sudah keluar, tidak ada sisa dalam uterus uterus mengecil.

Cara Dx
Pemeriksaan hasil konsepsi yang sudah keluar lengkap

Pemeriksaan fisik
Observasi : perdarahan stop max. 10 hari (waktu epitelisasi). >10 hari curiga
inkompletus atau endometritis post abortum

Penatalaksanaan
Tidak ada penanganan khusus, jika anemia berikan sulfas ferosus atau transfusi
darah. Optimalisasi keadaan umum dan vital sign ibu.
Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi 3x atau lebih berturut-turut.

Etiologi
Sama dengan etiologi secara umum, namun diketahui adanya kegagalan reaksi
terhadap antigen lymfosit trofoblast cross reactive (TLX).
Inkompetensia servix servix yang tidak sanggup menutup.

Faktor resiko
Primi tua, inkomptabilitas darah, kelainan anatomis, kromosom maupun system
imunologik

Ciri-ciri
Penderita tidak sukar untuk hamil tetapi ebortus sebelum 28 minggu.

Cara Dx
Anamnesis : riwayat obstetric.
Trimester II : banyak lender, dilatasi servix, tidak mules, ketuban menonjol
lalu pecah mules (untuk inkompetensia servix)
Histerosalphyngografi (saat tidak hamil) : OUI >8 mm

Pemeriksaan fisik
Trimester I : VT rutin /mgg.
Trimester II : VT ketuban teraba menonjol.

Penatalaksanaan
- perbaiki keadaan umum ibu, diet sempurna, banyak istirahat, tidak koitus & OR
berat.
- Tx hormon progesteron, tiroid, & vitamin
- Operasi Strassman penyatuan kornu uterus (u/ uterus bikornis)
- Operasi Shirodkar / Mac Donald mengecilkan OUI (serviks inkompeten).
Pada 12 mgg gestasi.

Insidens
Lebih jarang drpd abortus spontan (1%).
Bishop : frekuensinya 0,41% dr semua gestasi
Malpas&Eastman : 73% & 83,6%
Warton&Fraser serta Llewellyn-Jones : 25,9% & 39%
Missed Abortion
Kematian janin <20 mgg tapi janin tidak dikeluarkan (tertahan) slm 8 mgg/lebih.

Etiologi
Akibat pengaruh hormone progesterone u/ pertahankan konsepsi.

Patofisiologi
Intrauterine Fetal Death (biasanya krn Abortus imminens) terkena pengaruh
hormone progesterone shg tertahan dlm rahim.

Ciri-ciri
Gejala subjektif kehamilan menghilang, mammae mengendur, uterus mengecil
(absorbsi air ketuban & maserasi janin), amenore, perdarahan pervaginam sedikit.

Cara Dx
Anamnesis : perdarahan bisa ada/tidak
Pmx Obstetri : tinggi fundus tidak sesuai usia gestasi, djj tidak ada
USG : janin tidak utuh, bentuk kompleks
Laboratorium : Hb, platelet, fibrinogen, BT,CT

Pemeriksaan fisik
Palpasi : tinggi fundus tidak sesuai umur gestasi
Auskultasi : djj tidak ada

Penatalaksanaan
- perbaikan keadaan umum ibu
- gestasi <12 mgg : evakuasi dgn kuret, didahului dgn pemasangan dilator
(laminaria stift)
- gestasi >12 mgg : infuse OC IV dosis tinggi / Prostaglandin E / suntik lar.garam
fisiologis 20% via abdomen ke cav.uteri.
- transfuse darah segar / fibrinogen

Abortus Provocatus Criminalis


Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sahatau oleh orang yang tidak
berwenang & dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang.

Bahayaa :
- Infeksi
- Infertilitas sekunder
- Kamatian ibu & / janin.

Aspek hukum harus diperhatikan :


a. Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau mennyuruh orang lain
melakukannya, hukuman max. 4 tahun (KUHP pasal 346).
b. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seijinnya, hukuman max.
12 tahun dan jika wanita itu meninggal, hukuman max. 15 tahun (KUHP pasal
347).
c. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dgn seijin wanita tsb, hukuman
max. 5 tahun 6 bulan dan bila wanita itu meninggal, hukuman max. 7 tahun
(KUHP pasal 348).
d. Dokter, Bidan / Juru Obat yang melakukan kejahatan di atas, hukuman ditambah
sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaannya (KUHP pasal 349).

UU Kesehatan pasal 80 tercantum bahwa, Barang siapa dgn sengaja melakukan


tindakan medis tertentu thd ibu hamil yg tidak dlm keadaan darurat sbg upaya
menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yg dikandungnya, dipidana dgn pidana penjara
max. 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (limaratus juta
rupiah).

Cara Pameroy

Cara Pameroy banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan menggangkat bagian tengah
dari tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian dasarnya diikat dengan
benang yang dapat diserap, tuba diatas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat
diserap, maka ujung-ujung tuba akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalan
berkisar antara 0-0,4%
Nyeri Perut Mrs Huges

Kasus yang menyebabkan nyeri pada abdomen:


Nyeri pada bagian abdominal:
1. Parietal peritoneal inflammation
a. Bacterial Contamination, e.g perforated appendix,pelvic infalamatory diseases
b. Cemichal irritation,e.g perforated ulcer,pancreatitis,mitteltsmhmerz
2. Mechanical Obstruction of Hollow Vissera
a. Obstruction of the small or large intestine
b. Obstruction of the biliary tree
c. Obstruction of the ureter
3. Vascular Disturbances
a. Embolism or Thrombosis
b. Vascular rupture
c. Pressure or torsional occlusion
d. Sicle cell anemia
4. Abdominal Wall
a. Distortion or traction of mesentery
b. Trauma or infection of muscles
5.Distention of visceral surface,e.g hepatic or renal capsule
Prognosis yang berbeda pada nyeri perut gynecology:
Acute pain
1.Komplikasi Kehamilan
a. Kehamilan etopik
b. Aborsi
2. Acute infections
a. endometritis
b. pelvic inflammatory disease
c.Tubo ovarian abcess
3. Adnexall disorders:
a. Haemorragic functional ovarian cyst
b. Torsion of adnexa
c.Rupture of functional, neoplastic, or inflammatory ovarian cyst

Mola hydratidosa adalah kehamilan abnormal dengan ciri utama, jaringan hasil
pembuahan sel telur (konsepsi) berisi gelembung-gelembung cairan yang menyerupai
anggur.

Fenomena hamil anggur terjadi manakala konsepsi yang mestinya berkembang


menjadi bakal ari-ari dan bakal janin, tidak berjalan semestinya. Bakal janin tidak
berkembang, sementara bakal ari-ari berkembang namun isinya hanya cairan dan
darah.
Tanda yang paling sering terjadi, antara besar rahim dengan usia kehamilan tidak
seimbang. Besar rahim akan jauh lebih besar daripada usia kehamilan. Tanda lainnya
perdarahan. Akibat seringnya perdarahan, si ibu akan pucat dan Hb nya turun, papar
Yanto. Selain itu, pembesaran rahim tidak pula disertai gambaran janin dan detak
jantung janin.
Perdarahan akan terjadi pada trimester pertama. Sehingga, usia hamil anggur biasanya
jarang yang mencapai 20 minggu. Meski demikian, tes urine tetap menunjukkan
positif seperti kehamilan biasa. Hal inilah yang kerap menipu balon atau bakal
calon ibu-bapak.

Meski hasil tes urine menunjukkan positif, hasil Ultrasonografi (USG) tetap tidak bisa
dikelabui. Pada hamil anggur, gambar yang didapat seperti sarang tawon, cetus
Yanto. Dokter yang tinggal di bilangan Kampung Rambutan ini menambahkan,
hingga kini diagnosa tunggal hamil anggur belum diketahui secara pasti.

Yang pasti, ulasnya, hamil anggur dikaitkan dengan ragam penyebab seperti mutasi
genetik (jeleknya sperma atau ovum), blighted ovum atau kehamilan di mana janin
akan mati dan tak berkembang, kekurangan vitamin A, darah tinggi, serta faktor gizi
yang kurang baik.

Faktor gizi ini pulalah yang menyebabkan hamil anggur sering dialami wanita Asia.
Berdasarkan penelitian, hamil anggur di Asia tercatat 1:120 kehamilan. Sementara di
negara-negara barat tercatat 1:2000 kehamilan. Karena itu, tidak tertutup
kemungkinan ibu yang menderita anemia atau malnutrisi mengalami hamil anggur.
Tapi yang jelas, semua wanita bisa terkena tanpa melihat umur, ulas Yanto.

Yanto mengingatkan, kadangkala hamil anggur ini bisa berkembang menjadi penyakit
Trofoblast Ganas. Penyakit ini terjadi manakala pengambilan hamil anggur dengan
cara dikuret, tidak mampu menghentikan pertumbuhan. Pertumbuhan terus terjadi
dengan keluarnya hormon kehamilan atau HCG, kata Yanto.

Keadaan inilah yang dapat membuat perdarahan terus-menerus, bahkan membuat


rahim jebol. Akibatnya, pasien dapat meninggal, cetus Yanto. Hormon HCG pada
hamil anggur sangat tinggi, imbasnya dapat menyerupai hormon tiroid. Sehingga
penderita Mola hydratidosa ganas, gejalanya mirip orang hiper tiroid. Seperti tangan
gemetar, keluar keringat, jantung berdebar, dan mata cekung.

Untuk menghindari hamil anggur, ucap Yanto, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan seperti faktor hiegenis, keteraturan kontrol, dan kewaspadaan terhadap
gejala-gejala yang timbul. Sementara pengobatan yang dapat dilakukan adalah
mengeluarkan Mola hydratidosa dengan cara dikuret, plus terapi medikamentosa.

Vitamin A Cegah Keganasan Akibat Hamil Anggur


Hamil Anggur merupakan kehamilan yang abnormal secara histologi ditandai
dengan proliferasi (pertumbuhan berlebihan ) sel trofoblas. Pada keadaan hamil
anggur, janin tidak mengalami pendarahan, namun tetap tampak bengkak karena
berisi udema(cairan) dan vili-vili(rambut/tonjolan diusus)terus membesar. Biasanya
janin tidak kuat hidup.
Hamil anggur diterapi dengan melakukan evaluasi mola namun kemudian harus
dilakukan pengamatan klinik dan kadar human chorionic gonadotropin (HCG)darah
untuk mendiagnosis keganasan pasca hamil anggur secara dini. Salah satu komplikasi
hamil anggur adalah keganasan pasca hamil anggur atau yang secara klinis disebut
Penyakit Trofoblas Ganas (PTG).
Proliferasi yang berkepanjangan terjadi karena aktivitas proliferasi lebih dominan
jika dibandingkan dengan aktivitas kematian sel (apoptosis).Sel trofoblas hamil
anggur mempunyai aktivitas apoptosos sebesar 60,64%.
PTG dapat dicegah atau diturunkan kejadiannya bila aktivitas proliferasi sel
trofoblas diturunkan atau dikontrol serta aktivitas apoptosis ditingkatkan. Vitamin A
merupakan antioksidan yang mempunyai aktivitas dalam mengontrol proliferasi,
memperbaiki deferensiasi sel dan meningkatkan aktivitas apoptosis. Untuk
itu,aktivitas induksi apoptosis dan henti siklus sel asam retinoat berguna sebagai
terapi pencegahan PTG.
Asam retinoat merupakan zat vitamin A yang mempunyai aktivitas menginduksi
apoptosis. Sinyal apoptosis dan sinyal henti siklus sel yang ditimbulkan asam retinoat
merupakan sinyal yang berguna untuk menghentikan proses karsinogenesis atau
proses penurunan keganasan. Pada penelitian ekspresi reseptor retinol binding
protein (RBP)sel trofoblas membuktikan bahwa sel trofoblas memiliki reseptor
retinol (RBP).
Terdapat kesamaan aktivitas sel trofoblas hamil anggur dengan aktivitas asam
retinoat yakni aktivitas sel apoptosis dan aktifitas proliferasi. Bila aktivitas proliferasi
sel trofoblas lebih dominan dibandingkan dengan aktifitas apoptosis, maka akan
terjadi penurunan keganasan. Bila aktivitas apoptosis lebih dominan dibandingkan
dengan aktivitas proliferasi maka akan terjadi peningkatan keganasan. Oleh karena itu
risiko keganasan dapat diturunkan dengan meningkatkan aktivitas apoptosis dan
menurunkan atau mengontrol aktivitas proliferasi.

KEHAMILAN EKTOPIK

Kehamilan Ektopik (KE) terjadi bila telur yang dibuahi berimpantasi dan tumbuh
diluar kavum uteri. KE tidak sama dengan kehamilan ekstauterin karena, KE
pada pars interstisial dan servikalis merupakan bagian dari uterus.

KE 90% terjadi di TUBA Pars Intersialis (2%)

Pars Ismika Tuba (25%)

Pars Ampullaris Tuba (55%)

Pars Infundibulum (17%)

10% diluar tuba Ovarial

Intraligamenter

Servikal
Primer
Abdominal
Sekunder

Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan


ekstrauterin, yaitu:
COMBINED ECTOPIC PREGNANCY : Kehamilan Intrauterin terjadi bersamaan
dengan kehamilan ekstrauterin.

COMPOUND ECTOPIC PREGNANCY : Kehamilan pada wanita dengan


kehamilan intrauterin yang terlebih dahulu oleh kehamilan ekstrauterin dengan
janin yang sudah mati dan sudah menjadi litopedion (Menjadi batu dalam uterus
atau janin mati membatu).

Kehamilan Heterotipik : Kehamilan intrauterin yang terjadi dalam waktu yang


berdekatan dengan kehamilan ektopik.

KE Terganggu : KE yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah.

ETIOLOGI

Faktor Uterus:
Tumor rahim yang menekan tuba
Uterus hipoplastis

Faktor Tuba:
Endosalpingitis
Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
Gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba
Operasi dan sterilisasi tuba tak sempurna
Endometriosis tuba
Striktur tuba
Divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya
Perlekatan peritubal dan lekukan tuba
Tumor lain menekan tuba
Lumen kembar dan sempit

Faktor Ovarium:
Pembesaran ovarium
Unextruded ovum

Faktor Ovum:
Migrasi luar ovum (perjalanan ovum dari ovarium kanan ke tuba kiri)
Perlekatan membran granulosa
Rapid cell devision

Faktor Zigot:
Kelainan kromosom
Malformasi

Faktor Lain:
IVF (In Vitro Fertilization)
Aborsi tuba
Pemakaian antibiotik yang tinggi
Kontrasepsi IUD yang mencegah terjadinya implantasi intrauterin
Penggunaan hormon estrogen (pada kontrasepsi oral)

PATOFISIOLOGI

Ovum yang telah dibuahi berimplantasi di tempat lain selain di endometrium


kavum uteri.

Prinsipnya: Gangguan atau interferensi mekanik terhadap ovum yang telah


dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri.
Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propia dan
pars muskularis dinding tuba. Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh
pertumbuhan invasif jaringan trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh
darah dinding tuba, terjadi hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan
konsepsi bertumbuh.

Hasil konsepsi benidasi kolumnar atau interkolumnar dan biasanya akan


terganggu pada kehamilan 6-10 minggu.

Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh
suplai darah dari vaskularisasi itu sehingga kemungkinan terjadi:

Terbentuknya jaringan mola berisi darah di dalam tuba, karena aliran


darah di sekitar chorion menumpuk, menyebabkan distensi tuba dan
menyebabkan ruptur intralumen kantung gestasi di dalam lumen tuba.
Tubal Abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung
fimbria dan kerongga abdomen. Uterus menjadi besar dan lembek,
endometrium dapat berubah menjadi desisua karena pengaruh estrogen
dan progesteron dari korpus luteum graviditatis dan trofoblas. Pada
endometrium juga dapat ditemukan fenomena Arias-Stella.
Reabsorpsi jaringan konsepsi oleh dinding tuba sebagai akibat
pelepasan dari suplai darah tuba.
Ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat erosi
vili chorialis atau sistensi tuba berlebihan, keadaan ini sering disebut KE
terganggu.
FAKTOR RISIKO

Risiko Tinggi :
Bedah korektif tuba
Sterilisasi tuba
Riwayat KE sebelumnya
AKDR
Patologi tuba yang tercatat

Risiko Sedang :
Infertilitas
Riwayat infeksi genital
Banyak pasangan
Risiko Ringan :
Riwayat bedah panggul atau abdomen
Merokok
Vaginal douche
Hubungan seks kurang dari 18 tahun
KEHAMILAN EKTOPIK

Ektopik Tuba
Gejala dan tanda
Nyeri
- berkaitan apakah telah mengalami rupture
- nyeri panggul abdomen (95%) dan amernore
disertai spotting / perdarahan pervaginam dalam derajat tertentu (60-80%)
- Seiring berlanjutnya kehamilan akan disertai gejala
GI (80%) , pusing / ingin pingsan (58%)
- Bila terjadi rupture , nyeri bisa terjadi di daerah
abdomen manapun
- Nyeri dada pleuritik bisa terjadi akibat iritasi
diafragmatik karena perdarahan
Menstruasi abnormal
- seperempat wanita tidak melaporkan adanya
amenore
- sering disalahartikan perdarahan uterus sebagai
menstruasi biasa
- ketika dukungan endokrin menurun untuk
endometrium , perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua dan
intermiten / kontinu
- kadang kala perdarahan yang banyak seperti pada
abortus inkomplet dapat ditemukan pada kehamilan ektopik
Nyeri tekan abdomen dan pelvis
- sangat nyeri pada pemeriksaan abdomen dan
pervaginam, terutama saat saat serviks digerakkan (3/4 wanita hamil tuba)
- nyeri tekan seperti ini mungkin tidak terasa sebelum
ruptur
Perubahan uterus
- pada trimester I hormone plasenta ektopik sama
dengan hamil normal, maka uterus tumbuh sama besar seperti hamil
normal
- uterus mungkin terdorong ke satu sisi oleh suatu
massa ektopik, atau jika ligamentum penuh darah maka uterus akan sangat
tergeser
- desidual cast ( desidua yang berdegenerasi ) dapat
keluar ( pada 10% wanita ) dan akan menimbulkan kram yang mirip pada
abortus spontan
Tensi dan denyut nadi
- bisa terjadi peningkatan tekanan darah atau respon
vasovagal disertai bradikardi dan hipotensi
- bila perdarahn terus terjadi tekanan darah akan
menurun dan denyut nadi akan meningkat, sehingga hipovolemianya
menjadi nyata
- wanita dengan ektopik rupture akan mengalami
hipovolemia dan syok
Suhu
- pada perdarahan akut suhu dapat normal atau
bahkan rendah
- dapat mencapai 38 C, tapi jarang lebih tinggi bila
tidak terjadi infeksi
- demam penting untuk membedakan kehamilan tuba
yang rupture dengan salphingitis akut
Massa pelvis
- pada 20% dapat diraba 5-15 cm , lunak dan elastis
( bila infiltrasi darah ke dinding tuba luas mungkin keras )
- hampir selalu terletak di posterior atau lateral dari
uterus
- identifikasi dengan palpasi sering membuat nyeri
- beberapa kasus, terjadi disintegrasi dinding tuba
perlahan diikuti kebocoran ke dalam lumen, ronga peritoneum atau
keduanya. Perlahan darah tersebut berkumpul di pelvis yang kurang lebih
dibatasi perlekatan-perlekatan dan menghasilkan hematokel pelvis
- hematokel bisa saja diabsorpsi dan sembuh tanpa
operasi , namun sering terjadi pecah ke dalam rongga peritoneum, atau
mungkin terinfeksi dan menimbulkan abses
Kuldosentesis
- untuk identifikasi hemoperitoneum
- cara : serviks ditarik kearah simfisis dengan
tenakulum dan masukkan jarum no.16/18 melalui forniks posterior ke
dalam cul-de-sac kalau ada cairan dapat diaspirasi, bila tidak berhasil
maka diinterpretasikan ketidakbenaran dalam pemasukan jarum ( tidak
menyingkirkan ektopik )
- fragmen-fragmen bekuan lama yang berisi cairan /
cairan mengandung darah tidak beku, berarti terjadi hemoperitoneum
karena ektopik
- jika darah kemudian membeku berarti bukan dari
kehamilan ektopik tersebut, melainkan dari pembuluh darah sekitarnya
yang pecah

Diagnosis
Uji Laboratorium
Hb, Ht, dan Leukosit
perdarahan hipovolemia hemodilusi ( peningkatan kandungan
cairan darah, sehingga menurunkan konsentrasi eritrosit ) terjadi 1 hari
atau lebih pembacaan awal hanya sedikit penurunan pada Hb dan
Ht
beberapa jam pertama setelah perdarahan akut, terjadi penurunan Hb
dan Ht ketika sedang diobservasi, pada saat ini pembacaan lebih
bermanfaat daripada pembacaan awal
derajat leukositosis bervariasi pada ektopik rupture, setengah wanita
normal, sisanya bisa sampai derajat 3000/l
hCG
hampir semua kasus hCG dapat terdeteksi dalam serum, tetapi biasanya
konsentrasi lebih kecil daripada hamil normal.
Tes urin
Paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan sensitivitas
hCG 500-800 mIU/ml.
hCG serum
dengan menggunakan Radioimmunoassay , hamper semua kehamilan
terdeteksi dengan sensitivitas 5-10 mIU/ml
Progesteron serum
untuk memastikan adanya kehamilan normal
nilai di atas 25 ng/ml , menyingkirkan kehamilan ektopik dengan
sensitivitas 97,5%
nilai kurang dari 5 ng/ml menandakan janin-embrio telah mati tapi
tidak menunjukkan lokasi

Pencitraan Ultrasonografi
Sonografi Abdomen
Jika kantong gestasi
teridentifikasi jelas dalam rongga uterus, kecil kemungkinannya ada
kehamilan ektopik yang terjadi bersamaan ( kehamilan sampai 5-6
minggu setelah haid terakhir atau 28 hari setelah ovulasi baru dapat
terdeteksi USG )
Terlihatnya massa adnexa
atau cul-de-sac dengan USG tidak begitu membantu, kista korpus
luteum dan usus yang kusut kadang pada USG terlihat seperti ektopik
tuba
Sonografi Vagina
Mendeteksi kehamilan
setelah satu minggu telat mens, bila beta hCG serum > 1500 mIU/ml
Uterus kosong dengan
konsentrasi beta hCG serum 1500 mIU/ml atau lebih, 100 % akurat
terdeteksi kehamilan ektopik
Juga untuk mendeteksi massa
adnexa, tapi dapat menyesatkan karena kehamilan ektopik dapat
terlewatkan bila massa tubanya kecil atau tertutup oleh usus
Sensitivitas 96% dan
spesifisitas 99%
Ciri, massa harus kompleks
atau mengandung cincin adnexa menyerupai kantong gestasi dengan
atau tanpa kutub janin ( bayangan janin atau yolk sac )
USG Doppler berwarna dan berdenyut pada vagina
Identifikasi lokasi warna
vascular uterus atau ekstrauterus dengan bentuk plasenta khas ( pola
cincin-api ) dan pola aliran impedensi rendah berkecepatan tinggi
( menggambarkan perfusi plasenta ), bila pola ditemukan di luar
rongga uterus yang juga dianggap dingin dalam hal aliran darahnya
didiagnosis ektopik sudah jelas
Teknik ini berhasil setelah
terapi methotrexat
Diagnosis Bedah
Kuretase
Differensiasi abortus
imminens atau inkomplet dengan kehamilan ektopik tuba
Indikasi ( Stovall dan
rekan , 1992 )
- dicurigai abortus imminens atau ektopik
- progesterone serum < 5 ng/ml
- kadar beta hCG meningkat abnormal ( <
2000mIU/ml )
- kehamilan uterus tidak terlihat dengan sonografi
transvaginal

Laparoskopi
Keuntungan :
- diagnosis definitive
- sekaligus untuk megangkat massa ektopik dengan
operatif
- menyuntikkan kemoterapi langsung pada massa
Identifikasi kehamilan
tuba dini yang tidak rupture sulit dilakukan, sekalipun tubanya dapat
terlihat jalas
Laparotomi
Indikasi :
- secara hemodinamika tidak stabil
- tidak memungkinkan untuk laparoskopi
Lebih murah dan
masa pemulihan pascaoperasinya lebih singkat

Ektopik Abdominal
Hampir semua kasus ini terjadi setelah rupture dini atau abortus kehamilan tuba ke
peritoneum
Uji Laboratorium
Meningkatnya AFP serum yang tidak dapat dijelaskan mengisyaratkan
kemungkinan adanya kehamilan abdominal ( AFP ibu yang meningkat, sedangkan
AFP amnion normal )
Stimulasi oksitosin
Jika tidak ada aktivitas uterus yang terdeteksi dengan menggunakan alat ukur
yang peka terhadap regangan diletakkan di atas produk konsepsi saat oksitosin
diinfuskan, diagnosis kehamilan extrauteri dapat diurigai. Jika uterus di anterior
aka timbul respon terhadap oksitosin sehingga menimbulkan salah diagnosis
Sonografi
- bila kepala janin berada di sebelah bladder ibu tanpa
diselingi jaringan uterus , maka sebuah diagnosis yang spesifik dapat dibuat
- konsensusnya USG bukan prosedur diagnostic
kehamilan abdominal
Pencitraan Resonansi Magnetik ( MRI )
Indikasinya setelah ditemukan hasil sonografi yang mencurigakan, sangat akurat
dan spesifik.
CT Scan
Lebih baik daripada MRI, tetapi penggunaanya terbatas karena kekhawatiran
radiasi pada janin
Ektopik Ovarium
Jenis kehamilan ektopik ini termasuk jarang ditemukan
Diagnosis
Kehamilan ovarium bisa dianggap kista korpus luteum atau korpus luteum yang
mengalami pendarahan
Ektopik Serviks
Termasuk kejadian langka dengan insidensi 1 : 18.000
lama kehamilan tergantung pada tempat implantasi, makin tinggi
kehamilan di kanalis servikalis, makin besar kapasitasnya untuk tumbuh
dan menyebabkan perdarahan
jarang yang melampaui 20 minggu
determinasi secara bedah karena perdarahan
sebuah kehamilan isthmus serviks pernah dilaporkan sampai aterm
( Jelsema dan Zuidema, 1995 )
Diagnosis
USG
Uterus kosong dan terisinya kanalis servikalis oleh produk gestasi
MRI
Indikasinya bila terjadi keraguan pada USG
USG Doppler
Menentukan luasnya implantasi

Ektopik lainnya
Ektopik Splenik
Harus laparotomi dengan temuan : nyeri epigastrium dan bahu kiri, hipotensi,
takikardia, sinkop, dan nyeri tekan panggul
Ektopik Hepatik
Terjadi pembentukan litopedion
Ektopik Retropritoneal
Setelah tindakan fertilisasi in vitro dan transfer embrio
Ektopik Diafragmatik
Ditemukan pada wanita dengan kehamilan usia 6 minggu yang memiliki gejala
nyeri abdomen dan nyeri bahu, dispnea, dan hemotoraks
MOLA HIDATIDOSA (KEHAMILAN MOLA)
Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari
proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya
terletak di rongga uterus ; namun, kadang-kadang mola terletak di tuba Fallopii dan
bahkan ovarium (Stanhope dkk., 1983). Ada tidaknya janin atau unsur embrionik pernah
digunakan untuk mengklasifikasikan mola menjadi mola sempurna (complete) dan
parsial. Seperti ditekankan oleh Benirschke dan Kaufmann (2000), pada banyak kasus
hal ini sulit dilakukan.

MOLA HIDATIDOSA SEMPURNA


Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel
bervariasi dari sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter dan sering
berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan histologik yang
ditandai oleh :
1. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus.
2. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak.
3. Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi
4. Tidak adanya janin dan amnion.
Degenerasi hidropik atau degenerasi mola, yang mungkin sulit dibedakan dari mola
sejati, tidak digolongkan sebagai penyakit trofoblastik (Berkowitz dkk., 1991).

Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola sempurna menemukan


komposisi kromosom yang umumnya (85 persen atau lebih) adalah 46,XX, dengan
kromosom seluruhnya berasal dari ayah (Wolf dan Lage, 1995). Fenomena ini disebut
sebagai androgenesis. Biasanya ovum dibuahi oleh sperma haploid, yang kemudian
memperbanyak kromosomnya sendiri setelah meiosis sehingga kromosomnya bersifat
homozigot. Kromosom ovum tidak ada atau tidak aktif. Kadang-kadang pola kromosom
suatu mola sempurna mungkin 46,XX, yaitu heterozigot karena pembuahan dua
sperma (Bagshawe dan Lawler, 1982; Lawler dkk., 1991).

Tabel : Gambaran Mola Hidatidosa dan Sempurna


Gambaran Mola Parsial Mola Sempurna
Kariotipe Umumnya 69,XXX atau 46,XX atau 46,XY
69,XXY
Patologi
Janin Sering dijumpai Tidak ada
Amnion, sel darah merah janin Sering dijumpai Tidak ada
Edema vilus Bervariasi, fokal Difus
Proliferasi trofoblas Bervariasi, fokal, ringan Bervariasi, ringan sampai berat
sampai sedang

Gambaran Klinis
Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
Ukuran uterus Kecil untuk masa kehamilan 50% besar untuk masa kehamilan
Kista teka-lutein Jarang 25 30%
Penyulit medis Jarang Sering
Penyakit pascamola Kurang dari 5-10% 20%

Lawyer dkk. (1991) melaporkan 2002 mola hidatidosa; 151 mola sempurna dan 49
parsial. Sebagian besar (85%) mola sempurna adalah diploid sedangkan sebagian besar
mola parsial (86 persen) adalah triploid. Variasi-variasi lain juga pernah dilaporkan,
misalnya 45,X. Oleh karena itu, mola yang secara morfologis sempurna dapat terdiri
dari berbagai pola kromosom (Wolfe dan Lange, 1995). Risiko tumor trofoblastik yang
berkembang dari mola sempurna adalah sekitar 20 persen.

MOLA HIDATIDOSA PARSIAL


Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin
tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion, keadaan ini
diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa parsial. Terjadi pembengkakan hidatidosa
yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskular, sementara vili-vili
berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak
terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat fokal daripada generalisasi.
Kariotipe biasanya triploid 69, XXX, 69,XXY, atau 69, XYY dengan satu komplemen
haploid ibu dan biasanya dua komplemen haploid ayah (Berkowitz dkk., 1986, 1991;
Wolfe dan Lage, 1995). Jani pada mola parsial biasanya memiliki tanda-tanda triploidi,
yang mencakup malformasi congenital multiple dan hambatan pertumbuhan serta tidak
viable. Dalam laporan oleh Lawler dkk. (1991), 86 persen mola parsial bersifat triploid
dan 2 persen diploid. Jauniaux (1999), dalam suatu kajian mengenai mola parsial,
melaporkan bahwa 82 persen janin dengan kariotipe triploid memperlihatkan hambatan
pertumbuhan simetris. Jauniaux dkk. (1998) juga melaporkan satu kasus mola parsial
dengan trisomi 13. Lembet dkk. (2000) baru-baru ini melaporkan satu kasus mola
hidatidosa parsial dengan kariotipe diploid dan janin hidup.

Gestasi kembar dengan mola sempurna serta janin dan plasenta normal kadang-
kadang salah di diagnosis sebagai mola parsial diploid. Sebaliknya keduanya
diupayakan dibedakan, karena kehamilan kembar yang terdiri dari satu janin normal
dan satu mola sempurna memiliki kemungkinan 50 persen untuk menyebabkan
penyakit trofoblastik persisten dibandingkan dengan angka yang jauh lebih rendah pada
mola parsial triploid (Bruchim dkk., 2000). Van de Kaa dkk. (1995) menguraikan
manfaat analisis sitogenetika interface dan analisis sitometri DNA untuk membantu
membedakan kedua entitas ini.

Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik nonmetastatik pada 4 sampai 8
pesen kasus (Berkowitz dkk., 1986; Szulman dan Surti, 1982). Risiko koriokarsinoma
yang berasal dari mola parsial sangat rendah. Seckl dkk. (2000) melaporkan 3000 kasus
mola parsial dan mencatat hanya tiga kasus koriokarsinoma.

Vejerslev (1991) mengulas hasil kehamilan dengan mola hidatidosa bersama dengan
janin normal. Dari 113 kehamilan, 52 (45 persen) janin berkembang sampai usia gestasi
28 minggu, dan angka kelangsungan hidupnya adalah 70 persen. Karena itu, dalam
memberi konseling kepada wanita yang hamil mola plus janin, baik hasil pemeriksaan
sitogenetik maupun ultrasonografi resolusi tinggi paling penting dilakukan.

DIAGNOSIS HISTOLOGIS
Upaya-upaya untuk mengaitkan gambaran histologis mola hidatidosa sempurna
dengan kecenderungan keganasan di kemudian hari umunya mengecewakan. Novak
dan Seah (1954), sebagai contoh, tidak mampu menemukan keterkaitan itu secara tepat
pada 120 kasus mola hidatidosa atau pada jaringan mola dari 26 kasus koriokarsinoma
yang timbul setelah mola hidatidosa.

KISTA TEKA LUTEIN


Pada banyak kasus mola hidatidosa, ovarium mengandung kista teka lutein multiple
(Gambar 35-10). Kista-kista ini ukurannya bervariasi dari mikroskopik sampai yang
berdiameter 10 cm atau lebih. Permukaan kista halus, sering kekuningan, dan di lapisi
oleh sel-sel lutein. Insidensi kista yang jelas terlihat di sertai dengan mola dilaporkan
berkisar antara 25 sampai 60 persen. Kista-kista ini diduga terbentuk akibat perangsangan
unsur-unsur lutein yang berlebihan oleh gonadotropin dalam jumlah besar yang
dikeluarkan oleh trofoblas. Secara umum, perubahan kistik yang luas biasanya disertai
dengan mola hidatidosa yang lebih besar dan masa perangsangan yang lama. Montz dkk.
(1988) melaporkan bahwa penyakit trofoblastik persisten lebih besar kemungkinan terjadi
pada wanita dengan kista tekalutein, terutama apabila bilateral. Kista tidak terbatas kasus-
kasus mola hidatidosa, namun juga pada hipertrofi plasenta pada hidrops janin atau
kehamilan multijanin. Sebagian dari kista-kista ini, terutama yang sangat besar, dapat
mengalami tersio, infrak, dan perdarahan. Karena kista menciut setelah pelahiran,
ooforektoni sebaiknya jangan dilakukan kecuali apabila ovarium mengalami infark luas.

INSIDEN
Mola hidatidosa terjadi pada sekitar 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika Serikat dan
Eropa. Walapun di Negara-negara lain dilaporkan lebih sering, terutama dibeberapa
Negara Asia, sebagian besar informasi ini berasal dari penelitian di rumah sakit (Schorge
dkk, 2000). Berdasarkan studi-studi pada populasi, inidensi di sebagian besar dunia
mungkin serupa dengan insiden di Amerika Serikat 9Miller dkk, 1989; seminar dan
Macfee, 1995).

USIA
Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur
relative lebih tinggi (Semer dan Macfee, 1995). Efek paling berat dijumpai pada wanita
berusia lebih dari 45 tahun, dengan frekuensi relative lebih dari 10 kali lipat
dibandingkan pada usia 20 sampai 40 tahun (Schorge dkk. 2000). Banyak dijumpai kasus
mola hidatidosa yang terbukti pada wanita berusia 50 tahun atau lebih.

RIWAYAT MOLA
Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 sampai 2 persen kausus (Miller
dkk, 1989). Dalam kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup hampir 5000
pelahiran, frekuensi mola rekuren adalah 13 persen (Loret de Mola dan Goldfarb , 1995).
Kim kk. (1998) mendapatkan angka kekambuhan 4,3 persen pada 115 wanita yang
ditindaklanjuti di Seoul, Korea. Dalam suatu usulan tentang mola hidatidosa berulang
tapi dari pasangan berbeda, Tuncer dkk. (1999) menyimpulkan bahwa mungkin terdapat
masalah oosit primer

FAKTOR LAIN
Peran Graviditas, paritas, factor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral, dan
factor makanan dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih belum jelas ( Semer
dan Macfee, 1995).

PERJALANAN KLINIS
Gambaran klinis sebagian besar kehamilan mola banyak berubah dalam 20 tahun terakhir
karena penggunaannya ultrasonografi transvagina dan hGG serum kuantitatif
menyebabkan diagnosis ditegakkan lebih dini (Coukos dkk, 1999). Pada akhir trisemester
pertama dan selama trisemester kedua, sering tampak jelas sejumlah perubahan. Gejala-
gejala mencolok lebih besar kemungkinannya terjadi pada mola sempurna. Schaerth dkk.
(1988) melaporkan penyulit pada dua pertiga dari 381 wanita dengan kehamilan mola.

PERDARAHAN
Perdarahan uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari bercak sampai
perdarahan beras (Rose, 1995). Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus atau,
yang lebih sering, terjadi secara internitem selama beberapa minggu sampai bahkan
bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat terbuktikan terjadi pada
sebagian wanita yang molanya lebih besar. Kadang-kadang terjadi perdarahan berat yang
tertutup di dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang
terdapat eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual
dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berpoliferasi.

UKURAN UTERUS
Uterus sering membesar lebih cepat dari pada biasannya. Ini adalah kelainan yang
tersering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran uterus jelas melebihi yang
diharapkan berdasarkan usia gestasi. Uterus mungkin sulit diidentifikasikan secara pasti
dengan palpasi, terutama pada nulipara, karena konistensinya yang lunak di bawah
dinding abdomenan yang kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat
kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar.

AKTIVITAS JANIN
Walapun uterus cukup membesar sehingga mencapai jalan di atas simfisis, bunyi jantung
biasanya tidak terdeteksi. Walapun jarang, jarang mungking terdapat plasenta kembar
dengan perkembangan kehamilan mola sempurna pada salah satunya, sementara plasenta
lain dan janinnya tanpak normal (Gambar 32-12). Demikian juga, walapun sangat jarang,
plasenata mungkin mengalami perubahan mola yang luas tetapi tidak lengkap disertai
oleh janin hidup.

HIPERTENSI AKIBAT KEHAMILAN


Yang sangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeklamasi pada kehamilan mola,
yang menetap pada trisemester kedua. Karena hipertensi akibat kehamilan jarang di
jumpai sebelum usia gestasi 24 minggu, preeklamasi yang terjadi sebelum resiko waktu
ini sedikitnya harus mengisyaratkan mola hidatidosa atau adanya mola yang luas.

HIPEREMESIS
Pasien dapat mengalami mual dan muntah yang cukup berat. Yang menarik, tidak ada
satupun dari 24 mola sempurna yang dilaporkan oleh Coukos dkk. (1999) mengalami
preeklamasia, hiperemesis, atau hipertridisme klinis.

TIROTOKSIKOSIS
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meiningkat, tetapi
jarang menyebabkan gejala klinis hipertiriudesme. Amir dkk. (1984) serta Curry dkk.
(1975) menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2 persen kasus. Peningkatan tiroksin
plasma mungkin terutama disebabkan oleh estrogen, seperti pada kehamilan normal yang
kadar tiroksin bebasnya tidak meningkat seperti diuraikan di Bab 6 (hal. 120) tiroksin
bebas dalam serum meningkat akibat efek gonadotropom korionik atau varian-variannya
yang mirip tirortopin (Amir dkk. 1948; Mann kk, 1986). Miller dan Seifer ( 1990)
mengulas aspek-aspek endokrinologi penyakit trofoblastik gestasional.

EMBOLISASI
Saat evakuasi, trofoblas, dengan atau tanpa stroma vilus, lolos dari uterus melalui aliran
vena dalam jumlah bervariasi. Volumennya dapat mencapai sedemikian sehingga
menimbulkan gejala dan tanda embolisme peru akut dan bahkan hasil yang fatal (Gambar
32-13). Kematian semacam ini jarang dijumpai. Hankins dkk. (1987 b) melakukan
pengukuran-pengukuran hemodinamik menggunakan kateter arteri pulmonalis pada enem
wanita dengan kehamilan mola yang besar. Mereka juga mencai bukti-bukti deportasi
trofoblas sebelum dan selama evakuasi mola. Hanya sejumlah kecil sel raksasa berinti
banyak sel mononukleus, mungkin trofoblas yang ditemukan. Mereka tidak mendapatkan
bukti adanya perubahan kardiorespirasi akut, dan meyimpulkan bahwa embolisasi
trofoblas secara masif pada evakuasi mola mungkin jarang terjadi.
Beberapa, namun bukan sebagian besar, dokter beraggapan bahwa induksi obat
selama evakuasi mola hidatidosa meningkatkan resiko embolasasi trofoblas atau penyakit
trofoblastik persisten. Schlaerth dkk. (1988) mengidentifikasi penyulit pernapasan pada
15 persen wanita dengan mola yang ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus 20
minggu. Pada dari banyak mereka, kehamilan di akhiri dengan histerotomi atau induksi
persalinan.
Walapun troblas, dengan atau tanpa stroma vilus, dapat menjadi embolus ke paru
dalam volume yang terlalu sedikit untuk menimbulkan sumbatan nyata pada vaskularisasi
paru, selanjutnya embolus membentuk metasis yang tampak jelas pada pemeriksaan
radiografi. Lesi mungkin terdiri dari hanya trofblas (koriokasionoma metastatik) atau
trofoblas dengan stroma vilus (mola hidatidosa metastatik). perjalanan selanjutnya adalah
lesi-lesi ini tidak dapat diperkirakan, sebagian menghilang sendiri baik segera setelah
evakuasi uterus atau bahkan beberapa minggu sampai bulan kemudian, sementara yang
lain berproliferasi dan menimbulkan kematian apabila tidak diterapi.
Mola Hidatidosa

Diagnostik
Dicurigai pada :
Wanita hamil dengan perdarahan pervaginam (terjadi mulai usia
gestasi 12 minggu, biasanya darahnya berwarna agak kecoklatan
bukan merah)
Uterus lebih besar dari masa gestasi yang semestinya, hal ini
diakibatkan oleh perkembangan yang pesat dari jaringan-jaringan
trofoblas dan menimbunan darah di dalam uterus
Tidak ditemukan tanda pasti kehamilan
A. Pada pemeriksaan CTG tidak ditemukan detak jantung janin
pada usia gestasi dimana seharusnya sudah terdengar detak
jantungnya.
B. Pada pemeriksaan Balotemen tidak ditemukan adanya
gerakan janin di dalam uterus
Pada pemeriksaan Kadar HCG secara kuantitatif dalam darah maupun
urine terjadi peningkatan terutama terjadi setelah hari ke 100 masa
gestasi, pada kehamilan normal kadar HCG paling tinggi sekitar
100.000 IU/L sedangkan pada mola kadar HCGnya bisa mencapai
5.000.000 IU/L
Melakukan Foto abdomen
Biopsi transplasental
Pemeriksaan dengan sonde uterus
Paling mutakhir diagnosis dengan menggunakan USG, ditemukan
gembaran yang khas seperti badai selju.

Insidens Rate
Banyak ditemukan di kalangan sosio ekonomi rendah hal ini diakibatkan karena salah
satu factor resiko dari penyakit ini adalah defisiensi protein. Maka dari itu penyakit ini
lebih banyak ditemukan di negara-negara berkembang dan miskin dibandingkan negara-
negara maju.Banyak ditemukan di negara-negara asia dan amerika latin, jarang
ditemukan di dengara-negara eropa
Insidens mola hidatidosa di beberapa negara :
Amerika serikat : 1: 1000 1500 persalinan
Korea selatan : 1: 429-1 :488 persalinan
Malaysia : 1: 357 persalinan
Jepang : 1:538 kelahiran hidup
Beberapa kabupaten di JABAR : 1: 28 105 kehamilan
Beberapa kota di Indonesia : 1: 51 141 kehamilan
Prognosis
Kematian biasanya diakibatkan karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung, dan
tirotoksikosa. Dinegara maju kematian akibat mola sudah hampir tidak ada lagi, hal ini
diakibatkan oleh diagnosis dini dan penanganan yang tepat, sedangkan di negara-negara
berkembang angka kematian akibat mola masih cukup tinggi, sekitar 2,2-5,7%. Sebagian
besar pasien mola akan segera sehat kembalisetelah jaringan molanya dikeluarkan. Tetapi
ada sekitar 15-20% yang dapat mengalami keganasan menjadi koriokarsinoma. Prognosis
keganasan biasa terjadi 6 bulan pertama,factor resiko terjadinya keganasan ialah umur
diatas 35 tahun, uterus diatas 20minggu, kadar HCG pra evakuasi diatas 100.000 IU/L.

Terapi
Terapi mola ada 4 tahap :
Perbaikan keadaan umum

Rehabilitasi pasien untuk menghilangkan gejala-gejala atau penyakit penyulit


akibat mola hidatinosa, kalau pasien tersebut mengalami anemia maka diberikan
tranfusi, bila mengalami preeklamsi atau tirotoksikosa maka dirawat untuk
menghilangkan penyakit preeklamsi dan tirotoksikosa terlebih dahulu.
Pengeluaran jaringan mola
Ada 2 cara bisa menggunakan vakum curetase dan bisa juga
menggunakan histerektomi
Kalau vakum curetase dilakukan tanpa pembiusan, menggunakan
sendok curet yang tumpul, dilakukan sekali bila kurang bersih dapat
dilakukan kuret yang ke 2 atas indikasi. Histerektomi dilakukan untuk
wanita yang sudah cukup umur (diatas 35tahun) dan cukup punya
anak, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya keganasan karena
factor resiko terjadinya keganasan adalah factor umur dan paritas
yang tinggi (lebih dari 3 anak)

Terapi profilaksis dengan sitostatika


Biasa dilakukan untuk kasus mola yang memiliki resiko tinggi
terjadinya keganasan tapi gak mau di histerektomi terapinya
menggunakan obat-obat golongan sitostatika seprti methotrexate dan
actinomycin

Pemeriksaan tindak lanjut


Tujuannya untuk menditeksi secara dini adanya perubahan kearah
keganasan. Dilakukan selama setahun dengan rekomendasi untuk
tidak hamil terlehih dahulu, menggunakan kontrasepsi pil maupun
kondom. Janwal kontrolnya
Tiga bulan pertama : tiap 2 minggu
Tiga bulan kedua : tiap 1 bulan
Enam bulan terakhir : tiap 2 minggu

Normalnya kadar HCG kembali ke kadar normal setelah 10-12 minggu pasca kuret kalo
ternyata kadanya menetap atau meningkat mengindikasikan adanya keganasan. Kadar
HCG nrmalnya kurang dari 5 IU/L.
PERBEDAAN ABORTUS, EKTOPIK, MOLA

Perbedaan Antara Sulitio plasenta dengan Plasenta Previa


EKTOPIK MOLA
PERBEDAAN
NO. INDIKATOR ABORTUSSULITIO PLAENTA
TERGANGGU PLASENTA PEVIA
HIDATIDOSA
1. Perdarahan Disertai Ada Tanpa nyeri
disertai tanda
nyeri khmlan
Keluarnya
Amenorea Semua 100% Ada 75% yg sgt
Keluar hanya banyak
nyata
sedikit
Sedikit/Banyak,
2. terjadinya Sewaktu hamil dan Sewaktu hamil
Perdarahan Banyak, berlanjut, Sedikit, ireguler, tdk teratur, wrn
inpartu
vaginal darah segar wrn coklat tua coklat kdg disertai
3. Cara mulainya Tiba-tiba Perlahan-lahan
gelembung
4. Warna darah
Perdarahan Darah tua dan beku Darah baru
5. Anemia Tidak Tak sebanding Banyak
dengan Sesuai dengan Tidak
darah
abdominal
Pireksia Tidak darah yang keluar 380Cyang keluarTidak
Dibawah
6. Nyeri
Massa pelvis perut Tidak Ada Dibawah terabaTidak ada Tidak
7. Palpasi Membesar sesuai Bagian-bagian anak Biasa
sulit diraba Sedikit Lebih membesar
Uterus kehamilan, terasa
8. HIS membesar Biasadari usia gestasi
lemas Kuat
9. DJJ - Hebat esp. +
10. Periksa
Nyeri dalam
Abdomen bawah Ketuban tegang
abdomen dan Jaringan plasentaTidak
11. Plasenta Tipis kreater cekung
pelvis Ketuban robek pada
Anemia Bisa ada Ada pinggir Ada
Leukositosis Tidak Bisa ada Bisa ada
Reaksi
+ + (75%) +
kehamilan
Shifting dullness Tidak Ada Tidak
Menemukan snow flake
Melihat keadaan
USG kantung gestasi pattern/gmbran
janin, hidup/tidak
luar uterus badai salju
Perdarahan
mungkin disertai
hsl konsepsi, Perubahan warna Tidak ada
Vulva tidak vagina dan balotemen, Tidak
berbau busuk, serviks, ada DJJ, Tidak
Portio Frekuensi miksi ada bagian janin,
terbuka/tertutup, tinggi, -HcG sgt tinggi,
Tidak nyeri Perlunakan Hiperemesis,
Lain-lain goyang portio, serviks, Mual, Gejala
Tidak nyeri Muntah, Pucat, tirotoksikosis,
perabaan Tanda syok, Nyeri Emboli paru,
adnexa, goyang portio, Preeklamsia,
Kuldosentesis Kuldosentesis Sonde dapat
tidak nonjol dan nonjol berisi diputar tanpa
nyeri, Sekret darah dan nyeri tahanan
vagina bau,
Demam, Mulas
PLACENTA PREVIA

Definisi

Keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat


abnormal ( segmen bawah rahim )

Klasifikasi

1. De Snoo ( Berdasarkan Pembukaan 4 5 cm )

PP Sentralis ( totalis ) : teraba menutupi ostium


PP Lateralis ( sebagian ) :

* Posterior : Sebagian menutupi ostium bg


belakang
* Anterior : Sebagian menutupi ostium bg depan
* Marginal : Sebagian kecil di pinggir ostium

2. Buku William

Totalis
Parsialis
Marginalis : Tepi placenta terletak di tepi bawah Os.
Interna
Rendah : Tertanam di segmen bawah uterus, tapi
tidak mencapai os. Interna
3. Browne

Tingkat I : PP Lateral
Pinggir bawah sampai ke segmen bawah
rahim, tapi tidak sampai ke pinggir
pembukaan.
Tingkat II : PP Marginal
Sampai pinggir ostium
Tingkat III : PP Complete
Waktu tertutup, dia menutupi ostium, bgitu
pembukaan, tidak menutupi
Tingkat IV : PP Central
Pada pembukaan Lengkap menutupi semua

Etiologi

Endometrium belum matang, cacat, korpus luteum bereaksi


lambat, endometrium belum siap menerima hasil konsepsi, adanya
tumor, dan terkadang pada penderita malnutrisi.

Bentuk Lanjut

Perlekatan yang teralu kuat pada dinding uterus ini mungkin


disebabkan karena desidua di segmen bawah uterus kurang
berkembang. Atau terdapat kelainan.

Placenta Akreta ( villus placenta melekat pada miometrium )

Placenta Inkreta ( villus benar2 menhinvasi miometrium )

Placenta Perkreta ( villus menembus miometrium )

Gambaran Klinis
Khas : Perdarahan yang tidak nyeri ( biasanya belum
muncul sampai akhir trimester ke 2 atau setelahnya ), tanpa sebab,
dan biasanya berhenti tiba2 namun dapat kambuh lagi. Darah yang
keluar adalah darah segar.
Perdarahan biasanya disebabkan karena segmen bawah
uterus tidak memiliki lapisan otot yang mencukupi untuk dapat
mengembang ( melar ) hingga jika placenta terletak di bagian
bawah dan terjadi kontraksi, plasenta akan robek.

Diagnosis

Anamnesis : Sifat perdarahan ( Causeless, Painless,


Recurrent )

Inspeksi : Darah yang keluar ( banyak, sedikit, beku ??)

Adanya tanda anemic pada ibu

Palpasi : Janin sering belum cuku bulan ( fundus masih


rendah )
: Sering dijumpai kelainan letak janin
: Bagian terbawah janin belum turun

Pemeriksaan dalam : 1 jari tangan dimasukkan melalui


servix, placenta diraba
( JANGAN DILAKUKAN KECUALI WANITA YANG
BERSANGKUTAN SUDAH DI MEJA OPERASI DAN
PERSIAPAN UNTUK SEKSIO SUDAH SIAP. KARENA
PADA PEMERIKSAAN YANG PALING HATI2
SEKALIPUN DAPAT TERJADI PERDARAHAN MASIF
DAN JANIN HARUS SEGERA DILAHIRKAN )
USG : Dapat terjadi hasil positif palsu karena distensi
kandung kemih

MRI

Migrasi Plaenta : Placenta sebenarnya tidak


bermigrasi/ pindah. Yang dimaksud dengan migrasi
adalah pergerakan seolah olah placenta karena distensi
uterus.

Penatalaksanaan

Pembagian wanita dengan Placenta Previa

Janin pretern, belum ada indikasi partus


Janin cukup matur
Sudah in partu
Pardarahan parah, janin harus segera dilahirkan, walau
immature

Pengawasan pada janin premature tanpa perdarahan aktif adalah


pengawasan ketat. Rawat inap dapat dilakukan jika perdarahan
sudah berhenti dan janin sehat.

Faktor Risiko

Usia > 35 tahun


Multiparitas
Riwayat seksio caesaria
Prognosis

Telah terjadi penurunan mancolok angka kematian ibu akibat


placenta previa.

Prognosis Plasenta previa

Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta


previa rendah sekali, atau tidak ada sama sekali. Walaupun demikian hingga kini
kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap menjadi peranan utama dalam
kematian perinatal. Pada plasenta previa perkembangan janin menurun 5%. Pada ibu
dan janin dapat juga terjadi syok yang dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.

Prognosis Solutio plasenta

Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah,ada tidaknya hipertensi
menahun atau pre-eklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan jarak waktu antara
terjadinya solutio plasenta sampai pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solutio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian.
[ada solutio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta
yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan yang lebih dari 200
ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus solutio plasenta tertentu section
cesarea dapat mengurangi angka kematian janin. Persediaan darah secukupnya akan
sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janin.

Sectio Cesarea

Adalah suatu tindakan bantuan persalinan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding uterus
Indikasi; prinsipnya: keadaan tidak memungkinkan janin dilahirkan pervaginam,
keadaan gawat yang memerlukan persalinan segera
- Ibu: panggul sempit absolut, tumor jalan lahir yang menimbulkan
obstruksi, stenosis (sempit) serviks /vagina, plasenta previa, disproporsi
sepalopelvic, riwayat SC sebelumnya (jumlah, jenis insisi uterus) yg dapat
menimbulkan ruptura uteri
- Janin: kelainan letak (ex: presentasi bokong sehingga meningkatkan risiko
prolaps tali pusat, janin terdorong keluar sebelum janin lahir) dan gawat
janin
Kontraindikasi:
- Janin sudah mati di dalam uterus
- Ibu syok/anemia berat yang belum teratasi
- Janin terlalu kecil untuk hidup diluar kandungan
- Janin dengan kelainan congenital yang berat (hidrosefalus,
anensefalus)
Sirkulasi Maternal

Homeostasis janin bergantung pada sirkulasi feto-maternal yang efisien.


Ruang antarvilus adalah kompartemen biologis utama pada transfer feto-maternal.
Darah ibu basahi langsung trofoblas (zat2 yg dperlukan janin masuk ke ruang
antarvilus) diangkut ke sinsitiotrofoblas.
Sehingga vili korionik & ruang antarvilus berfungsi sbg paru, saluran cerna serta ginjal
bagi janin.

Sirkulasi Maternal :

Darah ibu masuk (melalui lempeng basal) didorong o/


tek. A. ibu

Terdorong ke atas (melalui lempeng korion)

Membasahi permukaan mikrovilus externa dari vilus korion #

Mengalir kembali melalui lubang2 vena (di lempeng basal)

Masuk ke vena2 uterus

# terjadi pertukaran zat2 dari ibu yg diperlukan oleh janin.

Pada prinsipnya, tidak ada pertemuan langsung antara darah ibu dgn darah janin. Kecuali
jika ada kerusakan pd vili korionik shg eritrosit&leukosit janin dpt lolos ke sirkulasi ibu
(sensitisasi pada inkompatibilitas darah).

Aliran darah uteroplasenta dipengaruhi oleh :


- Perfusi yang adekuat di ruang antarvilus plasenta. Perfusi tsb brgantung pada
aliran darah uterus melalui A.uterina & A.ovarika.
- Posisi ibu. Posisi tidur terlentang dpt menekan V.cava inferior shg tekanan
meningkat. Begitu pula saat ibu berdiri tekanana akan lebih tinggi lagi.
- Kontraksi uterus. Kontraksi = perfusi
A.spiralis berjalan tegak lurus sedangkan Vena2nya berjalan sejajar terhadap
dinding uterus, terbentuklah tatanan yang memudahkan vena2 uterus untuk
tertutup pada saat berkontraksi dan mencegah terperasnya darah ibu dari ruang
antarvilus.
Pada saat berkontraksi, aliran darah yg masuk/keluar ruang antarvilus akan
menurun,namun volume darah yg ada di ruang tsb akan dipertahankan shg terjadi
pertukaran zat2 yg diperlukan janin.
Subchorion bleeding

Terjadi karena terlepasnya plasenta (tidak keseluruhan) hanya sedikit dari plasenta
yang terjadi pada saat plasenta belum berfungsi secara sempurna ( sebelum minggu ke-
12) perdarahan ini terdapat dibawah korion dan apabila terdapat kontraksi uterus yang
bagus perdarahan akan berhenti dan kemungkinan dapat terjadi abortus imminent.
Sirkulasi fetal.

Plasentaletak normalnya adalah didepan atau dibelakang dinding uterus agak kearah atas
fundus uteri karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas sehingga lebih banyak
tempat berimplantasi . Lokasi plasenta dapat diketahui pada pemeriksaan USG pada
trimester II dan III. Pada tiap kotiledon plasenta diperdarahi oleh satu arteri dan satu
vena.
Pola perdarahannya
1. Menyebar (disperse 63%): Pada tipe disperse pola jaringan pembuluh halus yang
berjalan dari tempat insersi tali pusat ke berbagai kotiledon.
2. Magistral (37%): Arteri yang berjalan ketepi plasenta tetapi diameter
pembuluhnya tidak berkurang.

Darah janin yang terdeoksigenase atau darah yang menyerupai vena mengalir ke plasenta
melalui dua arteri umbilikalis.Sedang darah yang kandungan oksigennya tinggi kembali
dari plasenta ke janin melalui sebuah vena umbilikalis. Hal ini terjadi karena paru-paru
janin tidak berfungsi. Pada jantung janin terdapat dua jalan pintas yaitu Foramen ovale
( lobang diseptum atrium kanan dan kiri) dan duktus arteriosus ( pembuluh yang
menghubungkan arteri pulmonalis dan aortaketika keduanya keluar dari jantung).

Mekanismenya

Darah O2 tinggi ke vena umbilikalis



Dibawa ke vena cava inferior

Dibalikkan ke atrium kanan dari sirkulasi sistemik
(Campuran dari vena umbilikalis kaya O2 dan vena yang rendah O2 dari jaringan)

Resistensi karena paru kolaps

Tekanan kanan jantung lebih tingi dari tekanan jantung kiri

Disalurkan ke atrium kiri (melalui foramen ovale)

Ke ventrikel kiri

Dipompakan kesistemik

Sisa darah di atrium kanan

Mengalir ke ventrikel kanan

Ke arteri pulmonalis

Ke aorta ( karena ada duktus arteriosus)

Darah yang ke pulo dialihkan ke aorta

Ke sirkulasi sistemik (karena paru tidak berfungsi)

Você também pode gostar