Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
sakit tenggorokan
Sakit tenggorokan atau odinofagia merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat
adanya kelainan atau peradangan di daerah nasofaring,orofaring dan hipofaring.
Klasifikasi faringitis :
1. Faringitis akut
Bisa disebabkan oleh virus (Rhinovirus,Virus influenza, adenovirus, Epstein Barr
Virus (EBV),mononukleosis atau HIV),bakteri (Streptococcus hemolitikus
group A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau
Chlamydia pneumoniae),fungi (Candida).
2. Faringitis kronik
Biasanya dipengaruhi faktor predisposisi seperti rinitis kronik,sinusitis,iritasi
kronik oleh rokok,minum alkohol,inhalasi uap yang merangsang mukosa faring
dan debu. Faktor penyebab lain adalah pada pasien yang biasa Bernapas melalui
mulut karena hidungnya tersumbat.
3. Faringitis spesifik
Faringitis leutika (Treponema Palidum) dan Faringitis Tuberkulosis (M.
tuberculosis).
Demam
Infeksi bakteri dan virus
Inflamasi
Efek samping obat dan imunisasi
Faktor lain seperti siklus menstruasi atau olahraga berat
Kelelahan karena kepanasan atau terbakar sinar matahari hebat
Karena fisiologis, dehidrasi
Unknown fever
Dalam kasus ini, demam disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus
Indikasi tonsilektomi
INDIKASI ABSOLUT:
1. Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan
yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi komplikasi penyakit-penyakit
kardiopulmonal.
2. Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
pengobatan. Dan pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan
wajah atau mulut yang terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut.
INDIKASI RELATIF:
1. Jika mengalami Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak menunjukkan
respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang memadai.
2. Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada Tonsilitis kronis yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.
3. Tonsilitis kronis atau Tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman
Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan dengan
antibiotika.
4. Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan dengan
keganasan (neoplastik)
Kontraindikasi tonsilektomi
Etiologi
Tonsilofaringitis:
a. Streptokokus Beta Hemolitikus
b. Streptokokus Viridans
c. Streptokokus Piogenes
d. Virus Influenza
Rhinitis:
Rhinovirus
Virus-virus lainnya adalah myxovirus, virus Coxsackie, dan virus ECHO
Tonsilitis atau Penyakit Amandel
Pada penderita alergi seringkali mengalami infeksi berulang karena bila alergi tidak
dikendalikan akanmengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan mudah terserang infekasi
saluran naas khususnya tonsilitis atau amandel. Bila infeksi batuk, pilek atau demam
seringkali berulang setiap bulan atau bahkan sebulan dua kali, maka akibat yang paling sering
terjadi adalah tonsil membesar atau yang seringkali disebut amandel hingga mengganggu
pernapasan dan gangguan tidur.
Pada banyak kasus, saat alergi dikendalikan maka daya tahan tubuh membaik
sehingga resiko untuk terjadi infeksi saluran anapas atas baik berupa batuk, pilek, demam
(infeksi tenggorok, tonsilitis dan sebagainya) akan semakin berkurang. Sebaliknya bila alergi
sulit dikendalikan maka infeksi berulang akan seriung terjadi mengakibatkan salah satunya
tonsil membesar (amandel), resiko sinuitis meningkat dan resiko otitis media juga meningkat.
Nyeri saat menelan (nelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga menjadi
malas makan.
Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut,
pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di sekitar leher.
Adakalanya penderita tonsilitis (kronis) mendengkur saat tidur (terutama jika disertai
pembesaran kelenjar adenoid (kelenjar yang berada di dinding bagian belakang antara
tenggorokan dan rongga hidung).
Tentu tidak semua keluhan dan tanda di atas diborong oleh satu orang penderita. Hal
ini karena keluhan bersifat individual dan kebanyakan para orang tua atau penderita akan ke
dokter ketika mengalami keluhan demam dan nyeri telan.
PENCEGAHAN
Tak ada cara khusus untuk mencegah infeksi tonsil (amandel). Secara umum
disebutkan bahwa pencegahan ditujukan untuk mencegah tertularnya infeksi rongga mulut
dan tenggorokan yang dapat memicu terjadinya infeksi tonsil. Namun setidaknya upaya yang
dapat dilakukan adalah:
INDIKASI ABSOLUT:
1. Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan
yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi komplikasi penyakit-penyakit
kardiopulmonal.
INDIKASI RELATIF:
1. Jika mengalami Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak menunjukkan
respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang memadai.
2. Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada Tonsilitis kronis yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.
3. Tonsilitis kronis atau Tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman
Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan dengan
antibiotika.
4. Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan dengan
keganasan (neoplastik)
Bila tidak di operasi maka oksigen ke otak berkurang anak jadi kurang
konsentrasi dan kurang cerdas
KONTRAINDIKASI
1. Cara Guillotine Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari
Philadelphia, sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah
modifikasi Sluder. Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di
Indonesia cara ini hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum. Teknik
Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan
dengan pasien.
Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka
mulut. Lidah ditekan dengan spatula.
Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri.
Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil
dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior
ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.
Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.
Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan
bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar.
Perdarahan dirawat.
2. Cara diseksi
Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Cara ini digunakan pada
pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Teknik :
Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit
ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.
KOMPLIKASI
Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah
perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor
operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut
yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil.
Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi
manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga
akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil
yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan.
Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih
besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas
tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam, kemudian
pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi
arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang
terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat
umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding
belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat
pemasangan alat pembuka mulut.
3. awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah yang terkumpul
di faring dan
4. napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di tenggorok. Bila diduga
ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan darah di fosa tonsil diangkat, karena
tindakan ini dapat menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti
spontan. Bila perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon
yang mengandung adrenalin 1:1000. Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba
dengan pemberian hemostatik topikal di fosa tonsil dan hemostatik parenteral dapat
diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien
dibawa ke kamar operasi dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat
operasi.Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara operasi, laporan di
berbagai kepustakaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya
perdarahan primer lebih sering dijumpai pada cara guillotine. Komplikasi yang
berhubungan dengan tindakan anestesi segera pasca bedah umumnya dikaitkan
dengan perawatan terhadap jalan napas. Lendir, bekuan darah atau kadang-kadang
tampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi.