Você está na página 1de 13

ANEMIA

SKENARIO
Seorang wanita, umur 30 tahun, ke poliklinik dengan keluhan cepat lelah dan merasa
lemas. Disaat bersepeda pernah mau pingsan. Sering demam dan mimisan. Menurut
keluarganya dia terlihat lebih pucat dari biasanya.

KATA KUNCI

Seorang wanita umur 30 tahun


Cepat lelah dan lemah
Disaat bersepeda pernah mau pingsan
Demam dan mimisan
pucat.

PERTANYAAN

1. Fisiologi sel darah merah ?


2. Defenisi anemia?
3. Penyebab Anemia?
4. Patomekanisme dari tiap-tiap gejala?
5. Differential Diagnosa?
6. Pemeriksaan penunujang dari DS?
7. Pentalaksanaan?
8. Pencegahan?
9. Komplikasi?
10. Prognosis?
JAWABAN PERTANYAAN

1. FISIOLOGI SEL DARAH MERAH


1. ANEMIA

Berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin,
dan volume packed red cells (hematokrit) per 100 ml darah. Penurunan jumlah massa eritrosit
sehinngah tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam junmlah yang
cukup ke jaringan perifer. Atau keadaan dimana sel darah merah atau jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah dibawah normal.

2. Etiologi anemia :
Penurunan kecepatan eritropoiesis
Kehilangan eritrosit berlebihan
Defisiensi kandungan hemoglobin dalam eritrosit

Berbagai penyebab anemia dapat dikelompokkan kedalam enam kategori:


1. Anemia gizi defisiensi dalam diet suatu factor yang diperlukan untuk eritropoiesis.
2. Anemia pernisiosa ketidakmampuan saluran pencernaan menyerap vitamin B12 dalam
jumlah adekuat.
3. Anemia aplastik kegagalan sumsum tulang untuk mengahasilkan sel darah merah dalam
jumlah yang adekuat, walaupun selama bahan yang diperlukan untuk eritropoiesis tersedia.
4. Anemia ginjal disebabkan oleh penyakit ginjal. karena eritropoietin dari ginjal adalah
stimulus utama untuk mendorong eritropoiesis, sekresi eritropoietin yang tidak adekuat akibat
penyakit ginjal menyebabkan gangguan produksi sel darah merah anemia
5. Anemia hemoragik hilangnya darah dalam jumlah bermakna.
6. Anemia hemolitik pecahnya eritrosit yang bersirkulasi dalam jumlah besar.

3. PATOMEKANISME DARI TIAP-TIAP GEJALA

MEKANISME CAPEK, LEMAH, PINGSAN, PUCAT


MEKANISME DEMAM

MEKANISME EPISTAKSIS

5. DIFFERNTIAL DIAGNOSA
Suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk di sumsum tulang, yang sel-sel
darahnya diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi. Anemia aplastik merupakan salah
satu jenis anemia yang ditandai dengan adanya pansitopenia (defisit sel darah pada jaringan
tubuh). Defisit sel darah pada sumsum tulang ini disebabkan karena kurangnya sel induk
pluripoten sehingga sumsum tulang gagal membentuk sel-sel darah. Kegagalan sumsum
tulang ini disebabkan banyak faktor. Mulai dari induksi obat, virus, sampai paparan bahan
kimia.

Istilah-istilah lain dari anemia aplastik yang sering digunakan antara lain anemia
hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika,
panmielofisis dan anemia paralitik toksik.
Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 5 kasus/juta
penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski termasuk
jarang, tetapi penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan biasanya
dapat menyebabkan kematian.Pada pria penyakit anemia aplastik ini lebih berat dibanding
wanita walaupun sebenarnya perbandingan jumlah antara pria dan wanita hampir sama. Siapa
saja berpeluang mendapat anemia aplastik ini.

TANDA DAN GEJALA PENYAKIT ANEMIA APLASTIK


Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu, anemia (kurang
darah merah), trombositopenia (kurang trombosit), dan leukopenia (kurang leukosit). Ketiga
gejala ini disertai dengan gejala-gejala lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang selera makan, dan
palpitasi.
Trombositopenia, misalnya: perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain.
Leukopenia, misalnya: infeksi.
Selain itu, hepatosplenomegali dan limfadenopati juga dapat ditemukan pada penderita
anemia aplastik ini meski sangat jarang terjadi.

PENYEBAB ANEMIA APLASTIK

Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana
penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat
memicu terjadinya penyakit anemia aplastik ini.
Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain:

Penyakit kongenital atau menurun seperti anemia fanconi, dyskeratosis congenita, sindrom
Pearson, sindrom Dubowitz dan lain-lain. Diduga penyakit-penyakit ini memiliki kaitan
dengan kegagalan sumsum tulang yang mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel
darah).
Menurut sumber referensi yang lain, penyakit-penyakit yang baru saja disebutkan merupakan
bentuk lain dari anemia aplastik (Hematologi Klinik Ringkas; Prof. Dr. I Made Bakta).

Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen,
insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena (secara
kontak kulit) pada seseorang.

Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya


pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 3 bulan akan menyebabkan anemia
aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah membuat daftar
obat-obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat yang dimaksud antara lain:
Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide,
Indomethasin, Imunoglobulin limfosit, Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-obat
sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-obat thiazide, Trimethadione.

Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada lingkungan sel induk.
Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang berlebihan ataupun jatuhan
radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir). Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun
sedang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis
maupun anemia aplastik.

Selain radiasi, infeksi juga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya seperti infeksi
virus Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue dan lain-lain.

PATOFISIOLOGI ANEMIA APLASTIK

6. Pemeriksaan penunjang dari DS?


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah tepi :
anemia normositik normokrom
retikulosit rendah
(normal: 50.000-100.000/mm3)
Limfositosis relatif
LED : Meningkat
Faal hemostasis
sumsum tulang

7. PENATALAKSANAAN

a. Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red
cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit
kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm 3. Transfusi
trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3
sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit
konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila
terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara
kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit
yang ditransfusikan sangat pendek.
b. Terapi Imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin
(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG
diindikasikan pada15 :
- Anemia aplastik bukan berat
- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak
terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui
koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau
tidak langsung terhadap hemopoiesis.15
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat
sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. 15 Siklosporin juga diberikan dan
proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik. Sebuah
protokol pemberian ATG dapat dlihat pada tabel

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,


siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia
aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.15
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif.
Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar aldehid
dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar tersebut,
siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran
obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang
melebihi dari pada kombinasi ATG dan siklosporin. 9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid
sering disarankan untuk imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum
dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih
dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps
dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG.
a. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor
pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15
Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap
siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda
tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.15
Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony
Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi
neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh
stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF
dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus
yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah
pada beberapa pasien.11,15
Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel
induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada
anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi
penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.9,15
b. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik
berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi
sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien
yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum
tulang sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih
baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin
meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus
Host Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih
jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10
Gambar : Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang
dari donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan umur.10
Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih
baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. 10 Pasien dengan umur kurang
dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi
sumsum tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan tetapi survival pasien yang menerima
transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek
daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi
selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari
donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk
mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk
akibat tansfusi.15
Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT)
adalah sebagai berikut15 :
- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm 3 dan trombosit
sekurang-kurangnya 100.000/mm3.
- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan
trombosit dibawah 100.000/mm3.
- Refrakter : tidak ada perbaikan.

8. PENCEGAHAN
Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik ini adalah menghindari paparan bahan
kimia berlebih sebab bahan kimia seperti benzena juga diduga dapat menyebabkan anemia
aplastik. Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik.
Kalaupun memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa mungkin jangan
mengonsumsinya secara berlebihan. Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk
menjauhi radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya yang telah dijelaskan di bagian faktor
penyebab di atas.

9. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering terjadi dari anemia aplastik ini adalah perdarahan dan
rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan karena kurangnya kadar trombosit dan kurangnya
kadar leukosit. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, kadar leukosit dan trombosit ini
menurun diakibatkan kegagalan sumsum tulang.

Terapi anemia aplastik juga dapat menyebabkan komplikasi pada penderita anemia
aplastik ini. Komplikasi yang dimaksud adalah GVHD (Graft-Versus-Host-Disease). Hal ini
merupakan kegagalan dari terapi transplantasi sumsum tulang

Maksudnya begini, transplantasi sumsum tulang merupakan salah satu terapi untuk
penderita Anemia Aplastik. Terapi ini dapat dilakukan jika si pasien masih muda dan HLA si
pendonor cocok dengan si penderita. HLA yang cocok biasanya jika berasal dari saudara
kandung atau orang tua si penderita. GVHD terjadi sebagai bukti bahwa terapi yang
dilakukan gagal.

10. PROGNOSIS

Baik, bila berakhir dengan remisi sempurna


Bisa sampai meninggal
Bila remisi tidak sempurna bisa bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih

REFERENSI

Bakhshi, Sameer, MD. (October 2009). Aplastic Anemia. http://www.emedicine.com/


Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Penerbitan IPD FKUI Pusat. Jakarta. 2007: 627 633.

Bakta, I Made, Prof. Dr. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2006: 98 110.
Lauralee Sherwood. Fisiologi Tubuh Manusia.Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Farmakologi Dan Terapi Edisi 4
Sylvia A.Price Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Você também pode gostar