Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SGD 1 LBM 3
SEMARANG
2016
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN TUTORIAL
SGD 1 LBM 5
Tutor Tanggal
2
DAFTAR ISI
JUDUL LAPORAN...........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................ii
BAB I............................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................1
1. Latar Belakang...................................................................................1
2. Skenario............................................................................................2
3. Identifikasi Masalah.............................................................................2
BAB II..........................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
A. Landasan Teori...................................................................................3
1. Klasifikasi Kelainan Periapikal..............................................................3
2. Klasifikasi fraktur gigi..........................................................................7
3. Bakteri Pyogenikum...........................................................................15
4. Pola penyebaran bakteri.....................................................................16
B. Hasil Diskusi dan Pembahasan.............................................................18
1. Abses Periapikalis Kronis....................................................................18
C. Kerangka Konsep..............................................................................32
BAB III.......................................................................................................33
PENUTUP...................................................................................................33
A. Kesimpulan.........................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................34
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada
daerah apeks atau ujung akar gigi. Penyakit periapikal dapat berawal dari infeksi
pulpa. Konsekuensi dari perubahan patologis pada pulpa adalah saluran akar menjadi
sumber berbagai macam iritan.Iritan-iritan yang masuk ke dalam jaringan periapikal
inilah yang akan menginisiasi timbulnya lesi periapikal (Ingle dan Bakland 2002).
Salah satu penyakit periapikal yang paling sering terjadi yaitu abses periapikal (Piriz
dkk.2007). Abses periapikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir dibatasi oleh
jaringan tulang yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau periodontal.
Proses terjadinya infeksi bakteri akibat trauma ini diawali ketika trauma
mencapai dentin, sehingga tubulus dentin menjadi jalan masuk untuk bakteri, produk
bakteri, sisa-sisa jaringan, dan iritan dari saliva. Jika trauma tidak segera dirawat dan
gigi akhirnya menjadi nekrosis, maka bakteri akan berkoloni pada jaringan nekrotik
sehingga pulpa terinfeksi (Tronstad 2009). Produk metabolik dan toksin bakteri
masuk ke dalam saluan akar dan berdifusi ke dalam jaringan periapikal sehingga
memicu respon inflamasi seperti pembengkakkan dan rasa sakit (Love dan Jenkinson
2002). Bakteri utama penyebab terjadinya karies yaitu Streptococcus mutan. Bakteri
yang sering ditemukan pada saluran akar yang terinfeksi adalah bakteri gram negatif
anaerob. Pada dinding membran sel bakteri ini terdapat lipopolisakarida (LPS) yang
diyakini memiliki korelasi dengan terbentuknya eksudat dan area radiolusen pada lesi
periapikal (Lumley, Adams, Tomson 2009). Abses periapikal umumnya berasal dari
nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan
hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel
darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke
dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel
darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi
dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam maka
infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses.
2. Skenario
1
Pria berusia 20 tahun datang dengan keluhan utama terasa sakit saat mengunyah pada
gigi seri pertama atas kanan dan kiri. Diketahui pasien pernah mengalami trauma 7
tahun yang lalu. Pesien juga merasa tidak percaya diri karena perubahan warna pada
gigi depannya.
Pemeriksaan klinis:
Gigi 21 : fraktur hingga dentin, vitalitas negatif, perkusi positif, palpasi positif,
mobilitas derajat 2, terdapat fistula
3. Identifikasi Masalah
1. Klasifikasi lesi periapikal
2. Klasifikasi fraktur gigi
3. Bakteri penyebab abses (pyogenikum)
4. Macam-macam pola penyebaran bakteri
5. Abses periapikal kronis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Klasifikasi Kelainan Periapikal
Kelainan periapikal yang disebabkan oleh nekrosis pulpa dapat diklasifikasikan
berdasarkan temuan histologi dan klinis. Klasifikasi kelainan periapikal ini
adalah sebagai berikut :
1.1 Periodontitis Apikalis Akut
Periodontitis apikalis akut merupakan penyebaran inflamasi yang
berlanjut ke jaringan periapikal. Periodontitis apikalis akut adalah
peradangan lokal yang terjadi pada ligamentum periodontal didaerah apikal.
Penyebab utama adalah iritasi yang berdifusi dari nekrosis pulpa ke jaringan
periapikal seperti bakteri, toksin bakteri, obat disinfektan, dan debris. Selain
2
itu, iritasi fisik seperti restorasi yang hiperperkusi, instrumentasi yang
berlebih, dan keluarnya obturasi ke jaringan periapikal juga bisa menjadi
penyebab periodontitis apikalis akut.
Periodontitis apikalis akut pada umumnya menimbulkan rasa sakit
pada saat mengigit. Sensitiv terhadap perkusi merupakan tanda penting dari
tes diagnostik. Tes palpasi dapat merespon sensitif atau tidak ada respon.
Jika periodontitis apikalis merupakan perluasan pulpitis, maka akan
memberikan respon respon terhadap tes vitalitas. Jika disebakkan oleh
nekrosis pulpa maka gigi tidak akan memberikan respon terhadap tes
vitalitas. Gambaran radiografi terlihat adanya penebalan ligamentum
periodontal.
Periodontitis apikalis akut terkait dengan eksudasi plasma dan
perpindahan sel-sel inflamasi dari pembuluh darah ke jaringan periapikal.
Hal ini menyebabkan kerusakan pada ligamen periodontal dan resopsi
tulang alveolar.
3
Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan
perubahan gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari
penebalan ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi
destruksi tulang periapikal.
Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat digolongkan
menjadi menjadi granuloma dan kista. Granuloma merupakan jaringan
granulasi yang terbentuk sebagai respon jaringan periapikal yang kronis
terhadap inflamasi dan proses nekrosis jaringan pulpa. Pembentukan
granuloma dimulai dengan terjadinya proliferasi sel epitel di periapeks,
sehingga membentuk jaringan granulasi akibatnya sel yang berada di tengah
masa epitel tidak mendapatkan suplai nutrisi. Tekanan dalam jaringan
granulasi membesar dan menekan jaringan sehat serta tulang di sekitarnya,
sehingga terjadi resopsi tulang yang terlihat secara radiografis. Kista
radikuler merupakan rongga patologis di daerah periapikal yang berisi
cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan hasil dari
peradangan akibat nekrosis pulpa.
4
divestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang
tekena. Abses apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi
sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses
apikalis akut akan mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi
akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon.
Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi
destruktif dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak,
debris, dan sel serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis
akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan
periapikal.
5
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang
subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan
adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri
khas dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang
terbentuk akibat drainasi abses.
Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan
respon non-sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon.
Gambaran radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina
dura hingga kerusakan jaringan periradikuler dan interradikuler.
6
VIII. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang
menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada
tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.
IX. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.
c. Fraktur dentin
Fraktur pada dentin yang dapat disertai dengan hipersensitivitas dentin
dan belum ada keterlibatan pulpa
7
d. Fraktur mahkota complicated (fraktur email-dentin-pulpa)
Fraktur mahkota disertai dengan pulpa terbuka bisa vital atau non vital
e. Crown root fracture (tanpa keterlibatan pulpa)
Gambar 4 Fraktur Mahkota
Complicated
(http://www.dentaltraumaguide.or
g/Permanent_enamel-dentin-
pulp_fracture_Description.aspx)
8
Gambar 6 Crown-root Fracture
(http://www.dentaltraumaguide.
org/Permanent_Crown-
root_fracture_with_pulp_involv
ement_Description.aspx)
9
II. Kerusakan pada jaringan periodontal / jaringan pendukung gigi
a. Fraktur akar
Fraktur pada akar gigi yang melibatkan sementum, dentin dan pulpa.
Fraktur akar dapat diklasifikasikan berdasarkan letak fragmen mahkota
(ekstrusi, intrusi, lateral ekstrusi)
b. Concussion
Gambar 8 Concussion
(http://www.dentaltraumaguide.or
g/Permanent_Concussion_Descrip
tion.aspx)
10
c. Subluksasi
Kerusakan pada jaringan periodontal dengan peningkatan mobilitas,
namun posisi gigi tidak berubah. Biasanya disertai dengan kelainan
pada pulpa karena kerusakan suplai darah ke pulpa dan jaringan
periodontal. Terdapat perdarahan pada sulkus gingiva
d. luksasi extrusi
Mobilitas gigi akibat trauma disertai keluarnya sebagian gigi dari
Gambar 9 Subluksasi
(http://www.dentaltraumaguide.
org/Permanent_Subluxation_D
Gambar 10 Luksasi Extrusi escription.aspx)
(http://www.dentaltraumaguide
.org/Permanent_Extrusion_Des
cription.aspx)
f. Luksasi intrusi
Gambar 11 Luksasi Lateral
(http://www.dentaltraumagui
de.org/Permanent_Lateral_lu
xation_Description.aspx)
11
Gambar 12 Luksasi Intrusi
(http://www.dentaltraumaguide
.org/Permanent_Intrusion_Des
cription.aspx)
12
a. Fraktur alveolar
Fraktur pada prosesus alveolaris. Jika gigi yang terlibat >1 : luksasi
dengan arah yang bersamaan.
3. Bakteri Pyogenikum
Infeksi pada abses periapikalakut merupakan infeksi mikrobial yang bersifat
Gambar 14 Faktur Alveolar
(http://www.dentaltraumag
uide.org/Permanent_Alveol
ar_Fracture_Description.as
px)
13
pemecah hyalin/hyaluronat. Fungsi jembatan antar sel, sebagai transpor nutrisi
antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan
penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat
diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat
terancam rusak/mati/nekrosis.
S.mutans mengakibatkanjaringan pulpa mati, dan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, dan masuk ke jaringan yang lebih dalam,
yaitu jaringan periapikal.
Tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi
pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi
abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak
terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, terjadinya respon
inflamasi ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya
tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih
kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil
sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu
merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan
enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar S.mutans, untuk
membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering
kita kenal sebagai membran abses. S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans
dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja
yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan
pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah S.aureus.
jadi, rongga yang terbentuk oleh bakteri tadi terisi oleh pus yang konsistensinya
terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan),
jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.
Kemudian ada juga flora mulut yang paling sering terlibat dalam infeksi
piogenik submukosal rongga mulut seperti Streptococcus indigenus, spesies
aerob terutama Bacteroides, Fusobacterium, kokus anaerob, dan spesies
Actinomyces. Baru-baru ini Bacteroides fragilis telah terinfeksi dalam bakteri
piogenik. Actinomyces spp , bakteri ini merupakan bakteri anaerob fakultatif.
Jenis bakteri ini biasanya menyebabkan granuloma, serta abses yang disertai
14
fistula. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif yang biasanya banyak
ditemukan pada periodontitis apikalis.
15
B. Hasil Diskusi dan Pembahasan
1. Abses Periapikalis Kronis
Periodontitis apikalis kronis biasanya diawali dengan periodontitis apikalis
akut atau abses apikalis. Peridontitis apikalis kronis merupakan proses inflamasi
yang berjalan lama dan lesi berkembang dan membesar tanpa ada tanda dan
gejala subyektif. Tes vitalitas tidak memberikan respon karena secara klinis
pulpa yang terlibat telah nekrosis. Tes perkusi memberi respon non-sensitif,
sedangkan untuk tes palpasi memberikan respon non sensitif. hal ini
menunjukkan keterlibatan tulang kortikal dan telah terjadi perluasan lesi ke
jaringan lunak.
Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan
gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari penebalan
ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi destruksi
tulang periapikal.
Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat digolongkan menjadi
menjadi granuloma dan kista. Granuloma merupakan jaringan granulasi yang
terbentuk sebagai respon jaringan periapikal yang kronis terhadap inflamasi dan
proses nekrosis jaringan pulpa. Pembentukan granuloma dimulai dengan
terjadinya proliferasi sel epitel di periapeks, sehingga membentuk jaringan
granulasi akibatnya sel yang berada di tengah masa epitel tidak mendapatkan
suplai nutrisi. Tekanan dalam jaringan granulasi membesar dan menekan
jaringan sehat serta tulang di sekitarnya, sehingga terjadi resopsi tulang yang
terlihat secara radiografis. Kista radikuler merupakan rongga patologis di daerah
periapikal yang berisi cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang
merupakan hasil dari peradangan akibat nekrosis pulpa.
Pada gigi 21
16
- Rangsang thermal negatif / vitalitas (-)
- Terdapat fistula
17
Gambar 3. Periapikal abses. Terlihat adanya overlapping radiolusen pada
bagian palatum. Pada keempat insisif terlihat adanya nekrosis pulpa.
1.3 Etiologi
- Trauma, dapat berupa iritasi kimia atau mekanis
- Karies atau adanya kavitas terbuka sehingga invasi bakteri terjadi
- Iritasi pada saat perawatan, contohnya perawatan saluran akar gigi 11
abses
- Riwayat dari perawatan endodotontik dari akar gigi 11, contohnya
seperti obturasi saluran akar yang tidak hermetis
- Perkembangan dari abses periapikal akut
- Pulpitis ireversibel :
Gejala: nyeri spontan atau parah terhadap suatu stimulus
Pemeriksaan Radiografi: tidak ada perubahan periapikal, kec:
condensing osteoitis
Tes vitalitas pulpa: memberi respon (dengan nyeri yang ekstrem)
Tes perkusi/palpasi: kadang-kadang memberi respon sensitif/ tidak
- Abses periodontal :
Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada
jaringan periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal
lateral atau abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang
dapat dengan cepat merusak jaringan periodonsium terjadi selama
periode waktu yang terbatas serta mudah diketahui gejala klinis dan
18
tanda-tandanya seperti akumulasi lokal pus dan terletak di dalam saku
periodontal.
1.5 Patofisiologi
Abses Periapikal di awali dengan infeksi bakteri yang terdapat pada
karies gigi yang menyebabkan nekrosis pulpa, abses merupakan rongga
patologis yang berisi pus yang di sebabkan oleh infeksi bakteri campuran.
Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu
Staphylococcus Aureus dan Streptococcus Mutans, di dalam Staphylococcus
Aureus terdapat enzim koagulase yang fungsinya mendeposisi fibrin,
sedangkan Streptococcus Mutans memiliki 3 enzim Streptokinase,
Streptodonase, Hyaluronidase yang memiliki fungsi destruktif yang
menyebabkan rusaknya jembatan antar sel, jembatan antar sel memiliki
fungsi untuk sebagai transpor nutrisi antar sel dll. Jika jembatan antar sel
rusak dalam jumlah besar maka dapat mengancam kelangsunganhidup sel
dan dapat menyebabkan pulpa nekrosis. Akibatnya jaringan pulpa mati dan
menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik sebelum mencapai
jaringan periapikal. Kondisi Abses Periapikal Kronis di pengaruhi oleh
ketahanan host dan juga virulensi bakteri. Yang terbantuk pada daerah
periapikal adalah pembentukan rongga patologis yang di sertai dengan
pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak di beri
penanganan. Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal tentunya
mengundang respon inflamasi pada daerah yang terinfeksi. Staphylococcus
Aureus dan Streptococcus Mutans bersinergi untuk membentuk sebuah
wilayah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat yang di knal dengan
membran abses. Pembentukan pus dibentuk oleh bakteri pyogenik salah
satunya adalah Staphylococcus Aureus. Sel sel limfosit akan memfagosit
bakteri pyogenik lalu akan mati dan terbentuklah suatu pus yang mengisi
rongga patologi dari suatu abses. Secara ilmiah abses akan terus mencari
jalan keluar inilah yang di sebut pola penyebaran abses. Pola Penyebaran
abses di pengruhi oleh 3 faktor yaitu : virulensi bakteri, ketahanan host, dan
perlekatan jaringan otot.
1.6 Perawatan
1.6.1 Drainase
1.6.1.1 Insisi
19
Insisi pada abses memberikan drainase dan pengeluaran bakteri dari
jaringan dibawahnya.
Prinsip Insisi:
a. Insisi pada daerah yang sehat bila keadaan memungkinkan,
insisi pada daerah yangmengalami fluktuasi paling besar
akan menyebabkan bekas luka yang sulit hilang.
b. Daerah insisi pada daerah yang terlindungi, sehingga bekas
sayatan tidak tampak.
c. Jika memungkinkan lakukan insisi pada daerah yang
terendah dari abses.
d. Bersihkan semua eksudat dalam rongga abses.
e. Stabilisasi posisi drain dengan jaringan lunak sekitarnya.
f. Gunakan drain ekstra oral.
g. Jangan gunakan drain yang sama pada waktu yang lama.
h. Bersihkan di sekitar luka dari darah dan debris.
Hal-hal lain yang harus diperhatikan pada tindakan insisi adalah
1) Irigasi dengan normal saline pada daerah pembengkakan
untuk menghilangkandebris dan merubah lingkungan yang
mendukung perkembangan bekteri menjadi sebaliknya.
2) Dilakukan insisi yang cukup besar untuk memasukkan drain
sehingga pembukaannya akan bertahan cukup lama, drain
dimasukkan dan dipertahankandengan jahitan.
3) Dilakukan penggantian drain setiap hari sampai tidak ada
lagi pengeluaran pus
4) Dilakukan perawatan pendukung dengan antibiotik dan
analgesik
5) Perlu ditekankan penderita harus makan dan minum cukup
6) Penderita harus memantau adanya gejala penyebaran infeksi
berupa demam,meningkatnya rasa sakit dan trismus atau
disfagia.
7) Faktor etiologi harus dihilangkan baik dengan cara kuretase,
ekstirpasi pulpa atau pencabutan
8) Apabila keadaan tidak membaik maka dilakukan
peningkatan dosis antibiotik atau sebaiknya dilakukan
konsultasi ke ahli bedah mulut.
Prosedur
1. Siapkan perlengkapan sebagai berikut:
a. Apron
b. Sarung tangan
20
c. Masker wajah dengan pelindung
d. Povidone iodine atau chlorhexidine
e. Kasa steril
f. Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau Bupivacaine
g. Spuit 5-10 ml.
h. Jarum.
i. Pisau scalpel (nomor 11 atau 15) dengan gagangnya.
j. Klem bengkok
k. Normal saline dengan bengkok steril
l. Spuit besar tanpa jarum
m. Gunting
n. Plester
2. Persiapan.
a. Minta persetujuan tindakan dokter kepada pasien atau
keluarga dekatnya
b. Pastikan identitas pasien, tempat pembedahan
c. Cuci tangan dengan sabun antibakteri dan air
d. Pakai sarung tangan dan pelindung muka
e. Letakkan semua perlengkapan pada tempat yang mudah
diraih, diatas mejatindakan.
f. Posisikan pasien sehingga daerah drainase terpapar
penuh dan dapat dicapai secara mudah dan kondisinya
nyaman untuk pasien
g. Pastikan cahaya yang memadai agar abses mudah dilihat
h. Bersihkan daerah abses dengan chlorhexidine atau
povidon iodine, dengan gerakan melingkar, mulai pada
puncak abses
i. Tutupi daerah disekitar abses untuk mencegah
kontaminasi alat
j. Anestesi atas abses dengan memasukkan jarum dibawah
dan sejajar dengan permukaan kulit.
k. Suntikkan obat anestesi ke dalam jaringan intra dermal
l. Teruskan infiltrasi sampai anda sudah mencapai seluruh
puncak dari abses yangcukup besar untuk menganestesi
daerah insisi.
3. Prosedur Insisi dan drainase abses
a. Pegang skalpel dengan jempol dan jari telunjuk untuk
membuat jalan masuk keabses
b. Buat insisi secara langsung diatas pusat abses kulit
c. Insisi harus dilakukan sepanjang aksis panjang dari
kumpulan cairan
d. Kendalikan skalpel secara berhati-hati selama insisi
untuk mencegah tusukanmelalui dinding belakang
21
e. Perluas insisi untuk membuat lubang yang cukup lebar
untuk drainase yangmemadai dan mencegah pembentuk
abses yang berulang
f. Tekan isi abses
g. Masukkan klem bengkok sampai anda merasakan
tahanan dari jaringan sehat,kemudian buka klem untuk
menghancurkan bagian dalam dari rongga abses
h. Teruskan penghancuran lokulasi dalam gerakan memutar
sampai seluruh rongga abses sudah dieksplorasi
i. Bersihkan luka dengan normal saline, gunakan spuit
tanpa jarum
j. Teruskan irigasi sampai cairan yang keluar dari abses
jernih
k. Upayakan agar dinding abses tetap terpisah dan
memungkinkan drainase dari debris yang terinfeksi
4. Perawatan lanjutan
a. Untuk abses sederhana tidak perlu antibiotika.
b. Untuk selulitis yang luas dibawah abses gunakan
antibiotika
c. Tutup luka abses dengan kasa steril
d. Keluarkan semua benda-benda dari abses dalam
beberapa hari
e. Jadwalkan kontrol 3 hari sesudah prosedur untuk
mengeluarkan bahan-bahan dari luka
f. Minta kepada pasien untuk kembali sebelum jadwal bila
ada tanda-tanda perburukan, meliputi kemerahan,
pembengkakan, atau adanya gejala sistemik seperti
demam
1.6.1.2 Punctiea
Punctie (biasa diartikan tusukan) adalah prosedur medis
dimana jarum digunakan untuk membuat rongga yang bertujuan
mengeluarkan darah , cairan atau jaringan dari tubuh untuk
pemeriksaan pada setiap kelainan pada sel atau jaringan. Punctie
yang merupakan praktek memasukkan jarum atau membuat sebuah
lubang kecil di jaringan, organ, untuk mengekstrak gas, cairan atau
sampel. Pada tusukan, dapat mencapai superficial. Tindakan pungsi
bertujuan bertujuan untuk menegakkan diagnosis sekaligus
untuk maksud terapi juga untuk mengurangi pus yang ada, sehingga
22
pada saat insisi nanah tidak terlalu banyak mengalir ke luar
(menghindari terjadinya aspirasi).
Kelebihan
1. Mudah dikerjakan.
2. Dikerjakan sekaligus untuk keperluan diagnosis dan terapi,
sehingga trauma jaringan lebih kecil.
3. Tidak menakutkan penderita.
4. Metode lebih mudah, aman dan murah. Pungsi hanya
memerlukan alat berupa alat suntik (semprit dan jarum no.18
G) dan spatula lidah, sedangkan insisi memerlukan alat
suntik untuk diagnosis, pisau lengkung, alat penghisap atau
kain kasa penghisap untuk mencegah terjadinya aspirasi.
Teknik Pungsi
Sebuah tusukan dilakukan dengan jarum atau trocar (kanul
memotong atau menusuk). Tempat masuk menusuk kulit. Instrumen
yang digunakan harus dinyatakan steril, setelah pemeriksaan klinis,
pasien mungkin bisa dilakukan sinar-X. Kulit didesinfeksi, dalam
anestesi local/umum. Sampel yang diambil kemudian akan
diperiksa histologis (biopsi) atauditempatkan di laboratorium
diagnostik. Eksplorasi tusukan untuk mendirikan atau
mengkonfirmasikan diagnosis. Pada infeksi rongga mulut yang
sering menggunakan cara pengobatan dengan punctie adalah apabila
diagnosanya adalah abses peritonsil. Dimana punctie dilakukan
terlebih dahulu sebelum dilakukan perawatan lanjutan berupa insisi
drainase. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pus yang ada,
sehingga pada saat insisi nanah tidak terlalu banyak mengalir ke luar
(menghindari terjadinya aspirasi).
23
terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Terapi
menggunakan drainase dengan cara insisi jaringan lunak dimana pus
tersebut ada pada jaringan keras tersebut kemudian bur tulang
hingga mencapai rongga berisi pustersebut, kemudian masukkan
hemostat hingga kedalaman rongga pus tersebut. Selanjutnya rubber
drain setelah drainase.
24
Beberapa klinisi menyarankan, jika drainase melalui saluran
akar tidak dapat dihentikan, kavitas akses dapat dibiarkan
terbuka untuk drainase lebih lanjut, nasihatkan pasien berkumur
dengan salin hangat selama tiga menit setiap jam. Bila perlu beri
resepanalgetik dan antibiotik. Membiarkan gigi terbuka untuk
drainase, akan mengurangikemungkinan rasa sakit dan
pembengkakan yang berlanjut (Grossman, 1988, Bence,1990).
Penatalaksanaan kasus-kasus dengan pembengkakan paling baik
ditangani dengan drainase, saluran akar harus dibersihkan
dengan baik. Jika drainase melalui saluran akar tidak
mencukupi, maka dilakukan insisi pada jaringan yang lunak dan
berfluktuasi. Saluran akar harus dibiarkan terbuka dan lakukan
debridemen, kemudian beri pastakalsium hidroksida dan tutup
tambalan sementara. Sebaiknya diberi resepantibiotik dan
analgetik (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).
25
untuk gigi ini yaitu dengan menggunakan tang kaninus khusus,
#1. Tekanan pencabutan yang utama adalah ke lateral terutama
fasial, karena gigi terungkit ke arah tersebut. Tekanan rotasional
digunakan untuk melengkapi tekanan lateral, biasanya dilakukan
jikasudah terjadi sedikit luksasi.
4. Gigi kaninus bawah dicabut dengan tang #151, yang dipegang
dengan telapak tangan ke bawah dan sling grasp. Tekanan yang
diberikan adalah tekanan lateral fasial, karena arah pengeluaran
gigi adalah fasial. Tekanan rotasional bias juga bermanfaat.
5. Gigi premolar atas dicabut dengan tang #150 dipegang dengan
telapak ke atas dandengan pinch grasp.
6. Premolar pertama dicabut dengan tekanan lateral; ke arah bukal
yang merupakan arah pengeluaran gigi. Gerakan rotasional
dihindarkan karena gigi premolar pertama atas ini memiliki dua
akar. Aplikasi tekanan yang hati-hati pada gigi ini untuk
mengurangi terjadinya fraktur akar. Fraktur pada gigi ini bias
diperkecil dengan membatasi gerak ke arah palatal. Gigi
premolar kedua biasanya mempunyai akar yang tunggal dan
dicabut yang sama dengan gigi kaninus atas. Tang #150
digunakan kembali dengan tekanan lateral, yaitu bukal serta
lingual. Pada waktu mengeluarkan gigi ke arah bukal, digunakan
kombinasi tekanan rotasional dan oklusal.
Gigi premolar bawah, cara pencabutannya sangat mirip dengan
teknik pencabutan gigiinsisivus bawah. Tekanan yang terutama
diperlukan adalah lateral/bukal, tetapi padaakhirnya bias
dikombinasi dengan tekanan rotasi. Pengeluaran gigi ini ke arah
bukal.
7. Gigi molar atas dicabut dengan menggunakan tang #150, #53 atau
#210, dipegang dengan telapak tangan ke atas dan pinch grasp.
Tang #210 walaupun ideal untuk pencabutan molar ketiga atas,
dianggap universal dan dapat digunakan untuk molar pertama
dan kedua kanan dan kiri atas. Tekanan pencabutan utama adalah
ke arah bukal yaitu arah pengeluaran gigi.
8. Gigi molar bawah dicabut dengan menggunakan tang #151, #23,
#222. Tang #17 bawah, mempunyai paruh yang lebih lebar, yang
didesain untuk memegang bifurkasi danmerupakan pilihan yang
26
lebih baik asalkan mahkotanya cocok. Tekanan lateral
untuk permulaan pencabutan gigi molar adalah ke arah lingual.
Tulang bukal yang tebal menghalangi gerakan ke bukal dan pada
awal pencabutan gerak ini hanya mengimangi tekanan lingual
yang lebih efektif. Gigi molar sering dikeluarkan ke arah lingual.
Arti istilah
Pinch grasp adalah teknik menggunakan elevator atau tang
yang efektif tergantung pula pada retraksi pipi atau bibir dan
stabilitas prosesus alveolaris.Pinch grasp terdiri
darimemegang prosesus alveolaris di antara ibu jari dan
telunjuk dengan tangan yang bebas.
Sling grasp mandibula memungkinkan retrraksi pipi/lidah,
memberikan dukungan padamandibula.biasanya dukungan
diperoleh dengan memegang mandibula di antara ibu jaridan
telunjuk dengan tangan yang bebas. Sehingga dengan ini
TMJ terlindung daritekanan tang yang berlebihan.
27
- Resorbsi interna / eksterna meliputi setengah akar
28
10) Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi
permanen.
C. Kerangka Konsep
TRAUMA
FRAKTUR KLASIFIKAS
KLASIFIK
ABSES PERIAPIKAL KRONIS PERO
PERIO
ABSES
ABSES
GAMBARAN KLINIS
PERAWATAN
DRAINASE ENDOINTRAKANAL
OBAT (ANALGESIK DAN A
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa abses periapikal
merupakan suatu inflamasi yang mengandung pus di daerah periapikal, yang dapat
bersifat kronis maupun akut, abses periapikal yang bersifat kronis akan ditandai
dengan adanya sebuah pustula.
Penyebab inflamasi dan infeksi yang utama adalah bakteri-bakteri pyogenik.
Bakteri-bakteri ini dapat menyebabkan abses periapikal melalui jalan masuk berupa
karies yang berlanjut dengan nekrosis pulpa dan dapat terjadi akibat fraktur yang
sampai mmengenai kamar pulpa. Abses periapikal dapat didiagnosis berdasarkan
gambaran klinis dan gambaran radiograf. Penatalaksanaan abses periapikal dapat
dilakukan dengan pengobatan seperti antibiotik dan drainase.
30
DAFTAR PUSTAKA
Braham RL, Morris ME. Textbook of pediatric Dentistry. USA: williams and Wilkias,
1980: 264
Grossman LI. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa, Rafiah abiyono. Editor,
Sutatmi Suryo. Ed 11. Jakarta: EGC, 1995: 303-4.
Ingle, J. I. dan Bakland, L. K., Endodontics 5th ed., BC Decker Inc, London.2002. p.180
Karasutisna, t., 2001, Odontogenic Infection, 1th ed, Bandung : Bagian Bedah Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Unpad, p.1-12
Neville, B.W., Dauglas, D.D., Allen CM., Bouqout JE., 2002, Oral and Maxillofacial
Pathology, 2nd ed., Philadelphia: W.B. Saunders Company
Walton, R. and Torabinejad, M., 2002, Principle and Practice of Endodontics, 2nd ed.,
Philadelphia : W.B. Saunders Co. weine, F.S., 1996, Endodontic Therapy 5th ed., St.
Louis: Mosby Year Book. Inc.
31