Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Dan
Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan
Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Namun
dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut tidak memberikan contoh penghitungan
angsuran Pajak Penghasilan.
Pembahasan
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu
dikurangi dengan:
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak."
Kasus pasal 25 ayat 1 :
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010
adalah :
Rp. 15.000.000,00 / 12 = Rp. 1.250.000,00.
besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2010
adalah sebesar Rp 15.000.000,00/ 6 bulan = Rp2.500.000,00.
Hal yang dapat mempengaruhi besarnya jumlah angsuran PPh pasal 25 yaitu:
1. Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk
tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali
berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut, dan berlaku mulai bulan berikutnya
setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak (Pasal 25 ayat 4 Undang-Undang
PPh).
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 selain yang telah diatur dan Undang-
Undang PPh pada pasal 25 ayat (1), pasal 25 ayat (4), dan pasal 25 ayat (6)
juga memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan
penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
b. Wajib Pajak bank , badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah,
Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan
c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75%
(nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran usaha (pasal 25 ayat7).
Berdasarkan wewenang tersebut Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 255/PMK.03/2008 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/ PMK.03/ 2009
(selanjutnya disebut PMK 208/PMK.03/2009) yang menetapkan penghitungan
besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh :
a. Wajib Pajakbaru
b. Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha MilikNegara,
Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak
Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan
Keuangan Berkala,
c. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
(1) Besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan
neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk
usaha tetap; dan
b. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
Tahun Pajak.
(3) Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b meliputi:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, dan penari;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;.
f. agen iklan;
g. pengawas atau pengelola proyek;
h. perantara;
i. petugas penjaja barang dagangan;
j. agen asuransi; dan
k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
(4) Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik
yang menetap maupun tidak menetap; dan
b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang
tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
(5) Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah:
a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi
secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Pengertian peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final dinyatakan pada pasal 3 PMK No. 107/PMK.11/2013, yaitu:
(1) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak
terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
(2) Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b ditentukan
berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang, tidak
termasuk peredaran bruto dari:
a. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (3);
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
c. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
(3) Dalam hal peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun
Pajak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak meliputi jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum
Tahun Pajak bersangkutan yang disetahunkan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar pada tahun pajak 2013 sebelum Peraturan
Menteri ini berlaku, pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar
sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang disetahunkan.
(5) Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya Peraturan Menteri ini,
pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan
dari usaha yang disetahunkan.
KASUS1
1) PT Andalan yang bergerak di bidang usaha industri pengolahan gula didirikan pada
bulan Agustus 2013 dan pada tahun yang sama mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak
badan di KPP Z.
PT Andalan menggunakan tahun buku Januari-Desember. Sampai dengan bulan
Oktober 2014 PT Andalan masih terus melakukan kegiatan investasi dalam bentuk
pembangunan pabrik dan instalasi mesin-mesin industri dan belum melakukan kegiatan
operasi secara komersial. Pada tanggal 1 November 2014 PT Andalan mulai
melakukan kegiatan operasi secara komersial berupa produksi gula dalam kemasan.
Jika laporan laba rugi PT Andalan pada bulan November 2014 menyatakan peredaran
bruto Rp500.000.000,00 dan biaya-biaya fiskal Rp 400.000.000,00.
a. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Agustus 2013 sampai dengan Oktober
2014 ?
b. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan November 2014?
Jawaban:
a. Masa Agustus 2013 sampai dengan Oktober 2014, PT Andalan belum mempunyai
kewajiban membayar angsuran PPh pasal 25 karena belum beroperasi secara
komersial sehingga belum mempunyai penghasilan dan Pajak Penghasilan terutang
nihil (Undang Undang PPh pasal 25).
b. Angsuran PPh pasal 25 bulan November 2014 diatur sbb:
Sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2), pasal 2 ayat (5), serta pasal 7 PMK
107/PMK.011/2013 maka terhadap PT Andalan dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan
tarif umum Undang-Undang PPh sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
beroperasi secara komersial.
Peraturan yang terkait dengan tarif umum Undang-Undang PPh yaitu Undang-Undang
PPh pasal 17, pasal 25, dan pasal 31 E ; PMK 208/PMK.03/2009 pasal 2 ayat (1) dan
pasal 2 ayat (2).
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 bulan November 2014 (saat mulai beroperasi
secara komersial) berdasarkan penghasilan neto sebulan kemudian disetahunkan.
Peredaran bruto Rp 500.000.000,00
Biaya-biaya fiskal Rp 400.000.000,00
Penghasilan Neto Fiskal sebulan Rp 100.000.000,00
Penghasilan Neto Fiskal setahun Rp 1.200.000.000,00
Kompensasi Kerugian Rp 0,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.200.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
adalah:
Rp 4.800.000.000,00 x Rp 1.200.000.000,00 = Rp 960.000.000,00.
Rp 6.000.000.000,00
Pajak Penghasilan terutang: 50% x 25% x Rp 960.000.000,00 = Rp 120.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp1.200.000.000,00 Rp960.000.000,00 = Rp 240.000.000,00
Pajak Penghasilan terutang: 25% x Rp 240.000.000,00 = Rp 60.000.000,00
Jumlah Pajak Penghasilan terutang: Rp 120.000.000,00 + Rp 60.000.000,00= Rp
180.000.000,00.
Angsuran PPh pasal 25 bulan November 2014: Rp180.000.000,00/ 12 =
Rp15.000.000,00 dan disetor ke Kas Negara paling lambat tanggal 15 Desember
2014.
Apabila sebagaimana dimaksud dalam contoh di atas jumlah peredaran bruto bulan
November 2014 (saat mulai beroperasi secara komersial) Rp300.000.000,00
dan biaya-biaya fiskal sebesar Rp200.000.000,00.
KASUS 2
Tn. Bejo (subjek pajak dalam negeri) statusnya menikah dan mempunyai 3 orang anak,
tinggal di Jakarta. Pada bulan Juli 2014 memulai usaha bengkel mobil "Lari Cepat".
Jumlah penghasilan selama bulan Juli 2014 sebesar Rp500.000.000,00. Biaya biaya
yang dikeluarkan pada bulan Juli 2014 sebesar Rp450.000.000,00. Berapa besaran
angsuran PPh pasal 25 bulan Juli 2014?
Jawaban:
Peraturan yang terkait adalah PMK No. 107/PMK.11/2013 pasal 2 dan pasal 3. Wajib
Pajak baru terdaftar bulan Juli 2014 (setelah berlakunya PP 46 tahun 2013 dan PMK
107/PMK.011/2013), maka pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah
peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang
disetahunkan.
Peredaran bruto yang disetahunkan adalah : 12 x Rp500.000.000,00 =
Rp6.000.000.000,00.
Karena peredaran bruto yang disetahunkan sudah melebihi Rp4.800.000.000,00,
maka penghitungan pajak penghasilan dihitung menggunakan tarif pasal 17 Undang-
Undang PPh. Penghitungan angsuran PPh pasal 25 bulan Juli 2014 adalah:
Peredaran Usaha bulan Juli 2014 Rp 500.000.000,00
Biaya-biaya fiskal Rp 450.000.000,00
Penghasilan Neto Fiskal sebulan Rp 50.000.000,00
Penghasilan Neto Fiskal setahun Rp 600.000.000,00
PTKP : K/3 Rp 32.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 567.600.000,00
PPh Wajib Pajak Orang Pribadi terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30% x Rp 67.600.000,00 = Rp 20.280.000,00
Rp 567.600.000,00 Rp 115.280.000,00
Angsuran PPh pasal 25 bulan Juli 2014 adalah : Rp115.280.000,00 / 12 =
Rp9.606.666,00 dan paling lambat disetor ke Kas Negara tanggal 15 Agustus 2014.
3) Tn. Kanai (subjek pajak dalam negeri) memulai usaha restoran "Enak Lezat"
pada bulan Agustus 2014. Peredaran usaha bulan Agustus Rp300.000.000,00.
Berdasarkan pembukuan, diketahui jumlah biaya-biaya fiskal sebesar
Rp250.000.000,00. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Agustus 2014?
Jawaban:
Peredaran bruto yang disetahunkan adalah : 12 x Rp300.000.000,00 =
Rp3.600.000.000,00.
Karena peredaran bruto yang disetahunkan belum melebihi Rp4.800.000.000,00
maka terhadap penghasilan bruto tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final dengan tarif 1%.
PPh terutang bulan Agustus 2014 adalah: 1% x Rp300.000.000,00 =
Rp3.000.000,00 dan tidak ada angsuran PPh pasal 25.
2. Perhitungan angsuran PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam
bidang perbankan, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, dan
Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan
diharuskan membuat Laporan Keuangan berkala
a. Penghitungan angsuran PPh pasal 25 terhadap Wajib Pajak bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi.
Penghitungan besarnya angsuran PPh pasal 25 diatur dalam pasal 3 PMK 208/
PMK.03/ 2009 yaitu besarnya Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang
disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di
luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
KASUS
KASUS
PT MBA merupakan Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Rencana Kerja dan
Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun 2014 yang telah disahkan Rapat Umum
Pemegang Saham pada bulan Januari 2014 diketahui sbb:
Rencana Peredaran bruto tahun 2014 Rp 100.000.000.000,00
Rencana Laba Fiskal tahun 2014 sebesar Rp 10.000.000.000,00
PPh pasal 22 impor tahun 2013 sebesar Rp 150.000.000,00
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2013 sebesar Rp 100.000.000,00
PPh Pasal 24 tahun 2013 sebesar Rp 400.000.000,00
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 tahun 2014 adalah :
Karena peredaran bruto setahun di atas Rp 50.000.000.000,00, maka terhadap PT
MBA tidak mendapat fasilitas pasal 31 E Undang-Undang PPh dalam menghitung
Pajak Penghasilan terutang.
c. Penghitungan angsuran PPh pasal 25 terhadap Wajib Pajak masuk bursa dan
Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat Laporan
Keuangan berkala.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa
dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan
keuangan berkala, penghitungannya diatur pada Pasal 5 PMK 208/ PMK.03/ 2009
yaitu sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum
atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang
disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri
untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
KASUS
PT ACI Tbk berdasarkan laporan keuangan berkala bulan Januari - Juni 2014
diketahui sbb:
Peredaran Bruto Januari-Juni 2014 Rp 60.000.000.000,00
Laba Fiskal Januari - Juni 2014 Rp 20.000.000.000,00
PPh pasal 22 impor tahun 2013 Rp 100.000.000,00
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2013 Rp 70.000.000,00
PPh Pasal 24 tahun 2013 Rp 300.000.000,00
Ketentuan pelaksanaan angsuran PPh pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Nomor Per-32/PJ/2010 Tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak
Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Pasal 1 Per 32/PJ/2010 menjelaskan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
Pedagang Pengecer adalah orang pribadi yang melakukan:
a. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
b. penyerahan jasa, melalui suatu tempat usaha.
KASUS
Heri Kurnia merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan usaha
perdagangan mobil bekas yang memiliki 1 (satu) tempat kegiatan usaha dan
memulai usahanya pada bulan Juli 2014. Peredaran bruto pada bulan Juli 2014
sebesar Rp350.000.000,00.
Berapa besar angsuran PPh pasal 25 pada bulan Juli 2014?
Jawaban:
Heri Kurnia termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sesuai pasal 6
PMK 208/ PMK.03/ 2009 karena dikategorikan sebagai Pedagang Pengecer (Pasal
1 Per 32/PJ/2010).
Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan No.107/PMK.011/2013 tanggal 30 Juli 2013, pengenaan Pajak
Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama
diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan.
Peredaran bruto yang disetahunkan adalah : 12 x Rp 350.000.000,00 =
Rp4.200.000.000,00.
Karena peredaran bruto yang disetahunkan belum melebihi Rp 4.800.000.000,00
maka terhadap penghasilan bruto tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final dengan tarif 1% sesuai PP Nomor 46 tahun 2013.
PPh terutang bulan Juli 2014 adalah: 1% x Rp4.200.000.000,00 = Rp
42.000.000,00 dan tidak ada angsuran PPh pasal 25.
Masih dengan contoh di atas, namun jika peredaran bruto Heri pada bulan Juli
2014 sebesar Rp 500.000.000,00. Berapa besar angsuran PPh pasal 25 pada
bulan Juli 2014?
Peredaran bruto yang disetahunkan adalah : 12 x Rp 500.000.000,00 = Rp
6.000.000.000,00.
Karena peredaran bruto yang disetahunkan telah melebihi Rp 4.800.000.000,00
maka terhadap penghasilan bruto tahun 2014 penghitungan pajak penghasilan
dihitung menggunakan tarif pasal 17 Undang-Undang PPh.
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 dihitung sesuai Pasal 6 PMK 208/ PMK.03/
2009 dan Per 32/PJ/2010.
Angsuran PPh Pasal 25 bulan Juli 2014 = 0,75% x Rp 500.000.000,00 = Rp
3.750.000,00.
Angsuran tersebut dibayar paling lambat tanggal 15 bulan Agustus 2014.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan selanjutnya sampai dengan bulan Desember
2014 adalah 0,75% dikalikan peredaran bruto pada bulan yang bersangkutan.
Kesimpulan
Penghitungan besarnya angsuran PPh pasal 25 dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib
Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan
berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu seperti yang diatur
pada PMK 208/ PMK.03/ 2009 ternyata masih harus memperhatikan ketentuan yang
ada pada PP 46 tahun 2013 dan aturan pelaksanaannya pada PMK
107/PMK.011/2013. Ketentuan tersebut diantaranya adalah: batasan jumlah peredaran
bruto setahun atau disetahunkan (Rp4.800.000.000,00), ketentuan mengenai jenis
penghasilannya (apakah penghasilannya berasal dari pekerjaan bebas atau tidak);
kapan penghasilan tersebut diperoleh; ketentuan apakah dikenai tarif umum Pajak
Penghasilan, atau tarif khusus Pajak Penghasilan atau dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final.