Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KELAS 3A
Disusun Oleh:
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Footner (2006), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada
klien dengan usia diatas 60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian
jaringan) atau akibat penyakit vascular perifer progresif (sering sebagai
gejala sisa diabetes militus), gangren, trauma, (cedera,remuk dan luka
bakar) dan tumor gamas. Dari semua penyebab tadi penyakit vaskular
parifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi pada ekstremitas
bawah.
Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda
bagi pasien dari pada kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas
atas mempunyai fungsi yang sangat spesialistis. Amputasi dapat dianggap
sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis dan digunakan untuk
menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau
memperbaiki kualitas hidup pasien.
Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya
positif maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap
amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi. Karena
kehilangan ektremitas memerlukan penyesuaian besar. Presepsi pasien
mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien
harus menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen,
yang harus diselaraskan sedemikian rupa sehingga tidak akan
menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat perubahan citra tubuh.
B. Tujuan
1. Mampu menjelaskan konsep dasar dan asuhan keperawatan dengan
pasien amputasi.
2. Mampu menentukan diagnosa dan rencana keperawatan pada pasien
amputasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Amputasi
1. Definisi Amputasi
Amputasi berasal dari kata amputare yang berarti pancung.
Amputasi adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa
sebagai akibat dari malapetaka atau bencana alam, belum pernah terjadi
sebelumnya, seperti kecelakaan, gempa dengan intensitas kuat,
terorisme dan perang, atau dilakukan karena alasan medis dengan motif
untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien. Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau
apabila kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien
secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain (Suratun, 2008).
Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh
(misal paha) dan embel embel tubuh (misal ekor), baik sebagian
maupun keseluruhan (Kedaruratan Medik, 2006).
2. Etiologi
a. Fraktur multipel organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya.
e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara
konservatif.
f. Deformitas organ.
g. Trauma
3. Jenis-jenis Amputasi
a. Amputasi terbuka
Dilakukan untuk infeksi berat, yang meliputi pemotongan tulang dan
jaringan otot.
b. Amputasi tertutup
Menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong
tulang kira-kira 2 inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1) Amputasi selektif/terencana : amputasi jenis ini dilakukan pada
penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik
serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai
salah satu tindakan alternatif terakhir.
2) Amputasi akibat trauma : merupakan amputasi yang terjadi
sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim
kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
memperbaiki kondisi umum klien.
3) Amputasi darurat : kegiatan amputasi dilakukan secara darurat
oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang
memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah
tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
4. Tingkatan Amputasi
a. Ekstremitas Atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau
tangan kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti
makan, minum, mandi, berpakaian dan aktifitas yang lainnya yang
melibatkan tangan.
b. Ekstremitas Bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian
dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin
kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas terbagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
1) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
2) Amputasi diatas lutut
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien amputasi antara
lain:
a. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah).
b. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung
saraf yang dekat dengan permukaan.
c. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia
varikosa dengan keronitis.
d. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau
aterom).
e. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit).
f. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
g. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses
kehilangan.
6. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka
tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan
hematopoetik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fosfat.Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan jaringan organic (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan
fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun
pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut
juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari oeteoid adalah kolagen tipe
I yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada tulang.
Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa
proteoglikan seperti asam hialuronat. Jaringan tulang dapat berbentuk
anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat
pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah
terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang
yang lebih dewasa yang berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang
anyaman ditemukan pada inserasi ligamentum atau tendon. Tumor
osteosarcoma terdiri dari ulang anyaman. Bagian-bagian khas dari
sebuah tulang panjang. Diafisis atau batang, adalah bagian tengah
tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal
yang memiliki kekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang
melebar didekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh
ulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum
merah. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis
tulang. Pada anak-anak, sumsum merah mengisi sebagia besa bagian
dalam dari tulang panjang, teapi kemudian diganti oleh sumsum kuning
siring dengan semakin dewasanya anak tersebut. Lempeng epifisis
adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini
akan menghilang pada tulang dewasa.
Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi ulang panjang bersatu
dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti.
Tulang adalah suau jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
Osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks
tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.
Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang mengandung
peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam
matriks tulang. Sebagian dari fosfatse alkali akan memasuki aliran
darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah
dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang
setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker
tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
suatu lintasa untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyk yang memungkinkan
minerl dan matriks tulang dapat diabsorpsi.osteoklas mengikis tulang.
7. Patofisiologi
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh
dengan dua metode menurut (Sudayo,2006) :
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Rontgen
Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang.
b. CT Scan
Mengidentifikasi lesi neopalstik, osteomfelitis, pembentukan
hematoma.
c. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah
Mengevaluasi perubahan sirkulasi / perfusi jaringan dan membantu
memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi.
d. Kultur luka
Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
e. Biopsi
Mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
f. Led
Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
g. Hitung darah lengkap / deferensial
Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga proses infeksi
10. Penatalaksanaan
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan
berfungsi. Ada 2 cara perawatan post amputasi( Muttaqin.A, 2008 )
yaitu :
a. Rigid dressing
Rigid dressing dilakukan dengan menggunakan plaster of
paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang
harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak.
Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan
jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang
balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang
menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema,
mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri. Setelah
pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi
segera, mobilisasi setelah 7 10 hari post operasi setelah luka
sembuh, setelah 2 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature.
Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan
juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya
perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan
kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program
perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 10 post operasi
untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor
atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
b. Soft dressing
Soft dressing dilakukan bila ujung stump dirawat secara
konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan
semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus
diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai
menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi
dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan
mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan
fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut
setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing
dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah
kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10
14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan
untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pada pasien post op terdapat adanya perubahan yang menonjol
pada sistem integumen seperti warna kulit, tekstur kasar ada / tidak,
terjadi rembesan darah pada luka post op ada / tidak.
b. Sistem Ektremitas dan Neurologis
Pada pasien amputasi, post op, Ekstremitas kaki kanan tidak bisa
digerakkan dengan bebas dan terdapat adanya jahitan apa tidak.
c. Sistem Respirasi
Biasanya pada pasien post op amputasi ada / tidak perubahan yang
menonjol seperti bentuk ada / tidaknya sesak nafas, suara
tambahan, pernafasan cuping hidung.
4. Intervensi
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaringan perifer.
Intervensi :
1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
Rasional: Mencegah iritasi dan tekanan dari baju.
2) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan
mencegah tekanan lama pada jaringan.
3) Monitor kulit akan adanya kemerahan.
Rasional: Area ini meningkat risikonya untuk kerusakan dan
memerlukan pengobatan lebih intensif.
4) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
Rasional: Area yang lembab dan terkontaminasi merupakan
media untuk pertumbuhan organisme patogenik.
b. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pertahan
sekunder adekuat (hemoglobin, supresi atau penurunan respon
inflamasi) pertahanan primer tidak adekuat (integritas kulit yang
tidak utuh, jaringan yang mengalami trauma) penyakit kronis,
imunitas tidak adekuat.
Intervensi:
1) Tingkatkan prosedur mencuci tangan baik dengan staf maupun
pengunjung
Rasional: mencegah kontaminasi dan resiko infeksi luka,
dimana dapat melepaskan potesa.
2) Pertahankan alat drinase, perhatikan karakteristik drainase
lukan dan lakukan perawatan luka.
Rasional: mencegah resiko infeksi dengan akumulasi darah
dan secret pada area sendi (media untuk pertumbuhan bakteri)
drainase purulen, nonserosa, berbau mengindikasikan infeksi,
dan drainase terus menerus dari insisi menunjukan terjadi
kerusakan kulit yang berpotensi pada proses infeksi.
3) Pantau suhu
Rasional: meskipun suhu meningkat pada fase ini pasca
operasi, peninggian terjadi lima hari atau lebih pasca operasi
dan adanya menggigil biasanya mengindikasikan terjadinya
infeksi memerlukan intevensi untuk mencegah komplikasi
lebih serius, contoh: sepsis, osteomielitis.
4) Kaji semua sistem terhadap tanda dan gejala infeksi secara
kontinyu.
Rasional: pengenalan diri dan intervensi segera dapat
mencegah progesi pada situasi yang lebih serius.
5) Hindari/batasi prosedur invasif, taati teknik aseptic.
Rasional: menurunkan resiko kontaminasi, membatasi entri
potal terhadap agen infeksius.
6) Berikan antibiotik sesuai deangan indikasi.
Rasional: berguna untuk mencegah infeksi.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan.
Intervensi :
1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap
tubuhnya.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana pasien mampu
menerima keadaannya.
2) Beri dorongan kepada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan.
Rasional : pasien merasa ada yang memperhatikan.
3) Jelaskan tentang pengobatan, perawat, kemajuan dan prognosis
penyakit.
Rasional : menghindari kesalahpahaman perawatan terhadap
pasien.
BAB III
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : baik, kesadaraan compos mentis, dengan GCS 15.
b. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90x/ menit
Respirasi : 18x/ menit
Suhu : 37oC
c. Status Gizi
BB : 80kg
TB : 170 cm
IMT : 80/ (1,7)2 = 80/2.89 = 23 (Normal)
5. Pemeriksaan Sistemik
a. Kepala
1) Rambut : kulit kepala dan rambut bersih
2) Mata : tidak memakai alat bantu penglihatan kacamata
3) Wajah : ekspresi wajah tampak menahan rasa sakit saat
dilakukan perawatan luka, pasien menahan nyeri.
4) Telinga : bentuk simetris, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,
fungsi pendengaran baik
5) Hidung : tidak ada secret, fungsi pembahuan baik
6) Leher : bentuk leher normal, tidak terdapat pembesaran kelenjar
Tyroid
b. Dada
Inspeksi : pernafasan spontan
Palpasi : traktil fremitus simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
c. Abdomen
Inspeksi : supel
Auskultasi :peristaltik usus 12x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tympani
d. Ektermitas
1) Atas:
Terpasang infus RL 20 Tpm sejak tanggal 13 September 2016 pada
tangan kiri. Kondisi tusukan baik, tidak terjadi plebitis. Balutan
bersih.
2) Bawah
Terdapat luka post op amputasi pada jari kaki bagian kanan.
e. Aktivitas dan mobilitas
Keterangan:
0: mandiri
1: dibantu alat
2: dibantu orang lain
3: dibantu alat dan orang lain
4: tergantung total
DO:
DAFTAR PUSTAKA