Você está na página 1de 18

AL-KHAWATIR (8) BISIKAN DALAM HATI DARI KHAZANAH

SYEIKH ABD QADIR AL JILANI KHZANAH (KUNCI KE ALAM


SUFI)
BISIKAN DALAM HATI SYEIKH ABD QADIR AL JILANI

Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A di dalam kitabnya al-Ghunyah; 1/101, menyebutkan: Di
dalam hati manusia terdapat dua ajakan: Pertama ajakan malaikat. Ajakan malaikat itu
mengajak kepada kebaikan dan membenarkan kepada yang benar (haq); dan kedua, ajakan
musuh. Ajakan musuh itu mengajak kepada kejahatan, mengingkari kebenaran dan melarang
kepada kebajikan. Yang demikian telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud R.A.

Al-Hasan al-Bashri R.A berkata: Sesungguhnya kedua ajakan itu adalah kemauan yang selalu
mengitari hati manusia, kemauan dari Allah dan dari musuh, hanya dengan sebab Rahmat
Allah, seorang hamba mampu mengontrol kemauan-kemauannya tersebut. Oleh karena itu,
apa-apa yang datang dari Allah hendaknya dipegang oleh manusia dengan erat-erat dan apa
yang datang dari musuh, dilawannya kuat-kuat .

Mujahid R.A berkata; Firman Allah s.w.t:

Dari kejahatan bisikan setan yang biasa bersembunyi. (QS. an-Nas; 114/4)

Bisikan itu mencengkram hati manusia, apabila manusia berdzikir kepada Allah, maka setan itu
akan melepaskan cengkramannya namun apabila manusia kembali lupa, maka setan itu akan
kembali mencengkram hatinya. Muqotil R.A berkata: Dia adalah setan yang berbentuk babi
hutan yang mulutnya selalu menempel di hati manusia, dia masuk melalui jalan darah untuk
menguasai manusia lewat hatinya. Apabila manusia melupakan Allah Taala, dia menguasai
hatinya dan apabila manusia sedang berdzikir kepada Allah dia melepaskan dan keluar dari
jasad manusia itu.

Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A berkata, bahwa di dalam hati ada enam bisikan (khotir):

(1) Bisikan nafsu syahwat;


(2) Bisikan setan;
(3) Bisikan ruh;
(4) Bisikan malaikat;
(5) Bisikan akal; dan
(6) Bisikan keyakinan.

1. Bisikan Nafsu Syahwat


Bisikan nafsu syahwat adalah bisikan yang secara qudroti tercipta untuk memerintah manusia
mengerjakan kejelekan dan memperturutkan hawa nafsu.

2. Bisikan Setan
Bisikan setan itu adalah perintah agar manusia menjadi kafir dan musyrik (menyekutukan
Allah), berkeluh-kesah, ragu terhadap janji Allah s.w.t cenderung berbuat maksiat, menunda-
nunda taubat dan apa saja yang menyebabkan kehidupan manusia menjadi hancur baik di
dunia maupun di akherat. Ajakan setan ini adalah ajakan paling tercela dari jenis ajakan jelek
tersebut.

3. Bisikan Ruh
Bisikan ruh adalah bisikan yang mengajak manusia mengikuti kebenaran dan ketaatan kepada
Allah s.w.t dan juga kepada apa saja yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan sehingga
menyebabkan keselamatan dan kemuliaan manusia, baik di dunia maupun di akherat. Ajakan
ini adalah dari jenis ajakan yang baik dan terpuji.

4. Bisikan Malaikat
Bisikan malaikat sama seperti bisikan ruh, mengajak manusia mengikuti kebenaran dan
ketaatan kepada Allah s.w.t dan segala yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan dan juga
kepada apa saja yang menyebabkan keselamatan dan kemuliaan.

5. Bisikan Akal
Bisikan akal adalah bisikan yang cenderung mengarahkan pada ajakan bisikan ruh dan
malaikat. Dengan bisikan akal tersebut sekali waktu manusia mengikuti nafsu dan setan, maka
manusia terjerumus kepada perbuatan maksiat dan mendapatkan dosa. Sekali waktu manusia
mengikuti bisikan ruh dan malaikat, maka manusia beramal sholeh dan mendapatkan pahala.
Itulah hikmah yang dikehendaki Allah s.w.t terhadap kehidupan manusia. Dengan akalnya,
supaya manusia mempunyai kebebasan untuk memilih jalan hidup yang dikehendaki namun
kemudian manusia juga harus mampu mempertanggungjawabkan atas kesalahan dan
kejahatan dengan siksa dan neraka dan menerima balasan dari amal sholeh dengan pahala
dan surga.

6. Bisikan Keyakinan
Bisikan yakin adalah Nur Iman dan buah ilmu dan amal yang datangnya dari Allah s.w.t dan
dipilihkan oleh Allah s.w.t. Ia diberikan khusus hanya kepada para kekasih-Nya dari para Nabi,
ash-Shiddiq, asy-Shuhada dan para Wali-wali-Nya. Bisikan yakin itu berupa ajakan yang selalu
terbit dari dalam hati untuk mengikuti kebenaran walau seorang hamba itu sedang dalam lemah
wiridnya.

Bisikan yakin itu tidak akan sampai kepada siapapun, kecuali terlebih dahulu manusia
menguasai tiga hal;
(1) Ilmu Laduni;
(2) Ahbrul Ghuyb (khabar dari yang gaib);
(3) Asrrul Umur (rahasia segala urusan).

Bisikan yakin itu hanya diberikan oleh Allah Taala kepada orang-orang yang dicintai-Nya,
dikehendaki-Nya dan dipilih-Nya. Yaitu orang-orang yang telah mampu fana di hadapan-Nya.
Yang telah mampu gaib dari lahirnya. Yang telah berhasil memindahkan ibadah lahir menjadi
ibadah batin, baik terhadap ibadah fardhu maupun ibadah sunnah. Orang-orang yang telah
berhasil menjaga batinnya untuk selama-lamanya. Allah s.w.t yang mentarbiyah mereka.
Sebagaimana yang telah dinyatakan dengan firman-Nya:

Sesungguhnya Waliku adalah Allah, dan Dia mentarbiyah (memberikan Walayah) kepada
orang-orang yang sholeh. (QS. al-Araaf; 7/196)

Orang tersebut dipelihara dan dicukupi dengan sebab-sebab yang dapat menyampaikan
kepada keridlaan-Nya dan dijaga serta dilindungi dari sebab-sebab yang dapat menjebak
kepada kemurkaan-Nya. Orang yang setiap saat ilmunya selalu bertambah. Yaitu ketika terjadi
pengosongan alam fikir, maka yang masuk ke dalam bilik akalnya hanya yang datangnya dari
Allah s.w.t. Seorang hamba yang marifatnya semakin hari semakin kuat. Nurnya semakin
memancar. Orang yang selalu dekat dengan yang dicintainya dan yang disembahnya. Dia
berada di dalam kenikmatan yang tiada henti. Di dalam kesenangan yang tiada putus dan
kebahagiaan tiada habis. Surga baginya adalah apa yang ada di dalam hatinya.

Ketika ketetapan ajal kematiaannya tiba, disebabkan karena masa baktinya di dunia fana telah
purna, maka untuk dipindahkan ke dunia baqo, mereka akan diberangkatkan dengan sebaik-
baik perjalanan. Seperti perjalanan seorang pengantin dari kamar yang sempit ke rumah yang
luas. Dari kehinaan kepada kemuliaan. Dunia baginya adalah surga dan akherat adalah cita-
cita. Selama-lamanya mereka akan memandang wajah-Nya yang Mulia, secara langsung tanpa
penghalang yang merintangi. Allah s.w.t menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:

Dan firman Allah s.w.t: Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu, berada di taman-
taman dan sungai-sungai Di tempat yang disenangi di sisi Tuhannya yangMaha
Kuasa . (QS. al-Qomar; 54/54)

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan tambahan . (QS.
Yunus; 10/26)

Firman Allah s.w.t di atas: Ahsanuu, artinya berbuat baik dengan mentaati Allah s.w.t dan
Rasul-Nya, serta selalu mensucikan hatinya dengan meninggalkan amal ibadah yang selain
untuk-Nya. Allah s.w.t akan membalasnya di akherat dengan surga dan kemuliaan. Diberi
kenikmatan dan keselamatan. Ditambahi dengan pemberian yang abadi. Yaitu selama-lamanya
memandang kepada wajah-Nya yang Mulia.

Nafsu dan Ruh adalah dua tempat bagi setan dan malaikat. Keadaannya seperti pesawat
penerima yang setiap saat siap menerima signal yang dipancarkan oleh dua makhluk tersebut.
Malaikat menyampaikan dorongan ketakwaan di dalam ruh dan setan menyampaikan ajakan
kefujuran di dalam nafsu. Oleh karena itu, nafsu selalu mengajak hati manusia untuk
melaksanakan perbuatan-perbuatan fujur.

Di antara keduanya ada Akal dan Hawa. Dengan keduanya supaya terjadi proses hikmah dari
rahasia kehendak dan keputusan Allah yang azaliah. Yaitu supaya ada pertolongan bagi
manusia untuk berbuat kebaikan dan dorongan untuk berbuat kejelekan. Kemudian akal
menjalankan fungsinya, memilih menindaklanjuti pertolongan dan menghindari ajakan
kejelekan, dengan itu supaya tidak terbuka peluang bagi hawa untuk menindaklanjuti kehendak
nafsu dan setan. Sedangkan di dalam hati ada dua pancaran Nur, Nur Ilmu dan Nur Iman.
itulah yang dinamakan yakin. Kesemuanya indera tersebut merupakan alat-alat atau anggauta
masyarakat hati. Hati bagaikan seorang raja terhadap bala tentaranya, maka hati harus selalu
mampu mengaturnya dengan aturan yang sebaik-baiknya. (Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani,
Al-Ghunyah; 1/101)

Walhasil, yang dimaksud alam ruhaniah itu bukan alam jin atau alam ghaib, tetapi alam-alam
batin yang ada dalam jiwa manusia. Alam batin yang menyertai alam lahir manusia secara
manusiawi. Dengan alam batin, manakala indera-indera yang ada di dalam alam batin itu hidup,
maka manusia bisa mengadakan interaksi dengan makhluk batin dengan segala rahasia
kehidupan yang ada di dalamnya sebagaimana dengan alam lahir manusia dapat mengadakan
komunikasi dengan makhluk lahir dengan segala urusannya.

Untuk menghidupkan indera-indera yang ada di alam batin tersebut, manusia harus mampu
mencapainya dengan jalan melaksanakan mujahadah dan riyadhoh di jalan Allah.
Mengharapkan terbukanya matahati (futuh) dengan menempuh jalan ibadah (thoriqoh) dengan
bimbingan seorang guru mursyid sejati. Perjalanan tersebut bukan menuju suatu tempat yang
tersembunyi, melainkan menembus pembatas dua alam yang di dalamnya penuh mesteri.
Dengan itu supaya ia mencapai suatu keadaan yang ada dalam jiwa yang dilindungi, supaya
dengan keadaan itu ia dapat menemukan rahasia jati diri yang terkadang orang harus mencari
setengah mati. Itulah perjalanan tahap awal yang harus dicapai seorang salik dengan sungguh
hati. Lalu, dengan mengenal jati diri itu, dengan izin Allah selanjutnya sang pengembara sejati
dapat menemukan tujuan akhir yang hakiki, yakni menuju keridhoan Ilahai Rabbi.

Dicatat oleh Wan Adeli pada 9:26 PTG

Reaksi:
Tiada ulasan:
E-melkan IniBlogThis!Kongsi ke TwitterKongsi ke FacebookKongsi ke Pinterest
Label: Risalah al Khawatir (Istilah Sufi)

AL-KHAWATIR (7) BISIKAN-BISIKAN JIWA (KUNCI KE ALAM


SUFI)
Khawatir ( Bisikan-bisikan jiwa)
Allah Taala berfirman Dan jiwa serta penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan
pada jiwa itu kefasikannya dan ketakwaannya ( QS.91 : 9 : 7-8 ).

Menisbatkan ilham kesesatan kepada Allah taala merupakan etika yang buruk. Ilham sesat
mesti dinisbatkan pada setan. Rasullulah saw berkata Satu bagian dalam diri manusia bagi
malaikat dan satu bagian bagi setan. Maka kata ganti ha ( dhamir) yang ada dalam ayat di
atas, yang pertama merujuk kepada setan dan yang kedua merujuk kepada malaikat, karena
tidak layak memperbandingkan Pencipta dengan makhluk.

Setan, ada yang kasat mata seperti jin dan manusia, dan ada yang tidak kasat mata (maknawi).
Yang tidak kasat mata yakni setan memberi satu pintu yang asalnya benar dalam agama
kepada manusia, setelah itu manusia menegaskan satu pendapat dalam dirinya, ia di pengaruhi
beberapa makna yang tidak bisa ia tolak, sampai setan menjadi muridnya dan belajar darinya.
Kemudian setan mengemukakan satu masalah umum padanya yang disepakati jiwa, dan dari
kesamaran ini muncul berbagai hal yang jika ia mengungkapkannya maka iblis belajar
kesesatan.

Supaya bisa memilah antara bisikan hati yang berasal dari jiwa dengan yang bersal dari setan,
ketahuilah bahwa jiwa ( nafs) berdiam diri pada satu maksiat yang ia perintahkan, sedangkan
setan akan membisikan satu bentuk kemaksiatan dan kemudian meninggalkannya untuk
membisikan bentuk kemaksiatan lainnya, dan seterusnya demikian. Setan tidak tetap dalam
satu kemaksiatan. Pertama kali setan akan mengajari jiwa tentang satu kemaksiatan, kemudian
menyerahkan diri anda pada jiwa anda, jiwa itulah yang menyuruh anda melakuka maksiat
setelah ia mencicipi manisnya maksiat itu. Jika mengingat Allah Taala, maka setan akan
menyingkir, tinggallah jiwa menyusahkan waktu anda dan anda tidak bisa mengeluarkannya
kecuali dengan pertolongaan Allah Taala, sedangkan setan, jika diperangi ia lemah.

Sekelompok orang memahami bahwa setan adalah musuh bagi mereka, maka mereka sibuk
memeranginya, dan itu membuat mereka lupa mencintai Kekasih. Sekelompok lain memahami
bahwa setan adalah musuh mereka dan Allah adalah kekasih mereka, maka mereka sibuk
mencintai sang Kekasih, mereka tidak perlu memusuhi setan. Dan Allah Taala dengan
karunianya, menjadikan setan, jiwa dan manusia sebagai wadah kehadiran, maka tak ada
seorangpun yang memasuki kehadiran, kecuali yang menguasai mereka.

Dalam penampakan lahirnya, jiwa dan setan merupakan bencana ( niqmat) bagi orang yang
mengikuti keduanya serta terhijab oleh keduanya, sedangkan bagi para wali, Allah mengantikan
kedudukan keduanya dengan kebaikan. tidak ada sesuatupun yang menimpa para wali
melainkan karunia Allah.

Ilmu Laduni

Ilmu laduni merupakan ilmu yang niscaya ada pada asal penciptaan, seperti ilmu yang di miliki
hewan-hewan, burung-burung dan anak kecil, dengan berbagai manfaat dan mudaratnya Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah:( Qs. 16: 68 )

Allah memberikan ilmu laduni kepada anak yang baru lahir dari rahim ibunya, lmu ini tidak dicari
dan dipikirkannya. Pemberian ini terus berlangsung sampai si anak memiliki nalar dan imajinasi.
Ketika nalar dan imajinasi yang di milikinya bertambah, ilmu laduni yang diterimanya lenyap
sampai habis, kemudian ruhnya menyerap ilmu dari pikiran dan nalar atau imajinasi yang sudah
di milikinya.

Kemampuan itu ada tiga: Kemampuan ilmu, amal dan berfikir

Seluruh entitas, seperti lebah, laba-laba, burung, hewan-hewan serta manusia, mendapat
limpahan cahaya illahi di awal perjalanannya. Dengan cahaya Illahi inilah mereka belajar dan
beramal. Kemudian muncul kemampuan ilmu dan amal yang diserap dari ilmu laduni. Seluruh
ensitas menerima ilmu ini, kecuali manusia dan jin. Ketika dalam kemampuan ilmu dan amal
tersebut terbentuk kemampuan berpikir, ruh mereka menerima ilmu dari pikiran. Maka bagi
mereka kemampuan berpikir ini menempati tempat hakikat ketuhanan bagi entitas selain diri
mereka, sehingga malaikat menyanjung kita. Malaikat memiliki kemampuan ilmu dan amal,
hanya saja, kebaikan mereka di sebabkan oleh kemampuan ilmu, bukan karena amal.
Dicatat oleh Wan Adeli pada 9:10 PTG

Reaksi:
Tiada ulasan:
E-melkan IniBlogThis!Kongsi ke TwitterKongsi ke FacebookKongsi ke Pinterest
Label: Risalah al Khawatir (Istilah Sufi)

AL-KHAWATIR (6) : MENGENAL 4 BISIKAN HATI (KUNCI KE


ALAM SUFI)
4 Jenis Bisikan Hati
Wasiat Imam Ghazali. .

4 Jenis Bisikan Hati

1. Bisikan pertama dinamakan khatir ( bisikan hati ),datang daripada Allah SWT

2. yang dipenuhi dengan kebaikan dan ianya adalah hujjah untuk kita.

3. Bisikan hati yang biasa diterima oleh manusia.

4. Bisikan daripada Malaikat Mulhin, bisikan membawa kebaikan,ianya adalah

penasihat kepada kita yang boleh dipanggil juga .

5. Bisikan syaitan yang dinamakan waswasah merupakan keburukan

yang menghalang kebaikan dan menyesatkan.

Dicatat oleh Wan Adeli pada 9:09 PTG

Reaksi:
Tiada ulasan:
E-melkan IniBlogThis!Kongsi ke TwitterKongsi ke FacebookKongsi ke Pinterest
Label: Risalah al Khawatir (Istilah Sufi)

AL-KHAWATIR (5) BISIKAN IBLIS DAN SYAITAN KE ATAS KAUM


HAWA (KUNCI KE ALAM SUFI)
Iblis laknatullah membisikkan kepada para wanita bahawa apa jua pakaian termasuk hijab tidak
ada kaitannya dengan agama, sebaliknya ia hanya sekadar pakaian atau gaya hiasan.

Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka syaitan beralih dengan
strategi yang lebih halus.

Bagaimanakah caranya?

1. Membuka Bahagian Tangan

Kebiasaannya telapak tangan sudah terbuka, maka syaitan membisikkan kepada para wanita
agar ada sedikit peningkatan fesyen, iaitu membuka bahagia hasta (siku hingga telapak
tangan).

"Ah!Tidak apa-apa, kan masih pakai tudung dan pakai baju panjang."Begitu bisikan syaitan.

Akhirnya si wanita menampakkan tangannya dan ternyata para lelaki melihatnya juga seperti
biasa.
Maka syaitan berbisik, "Hah,tak apa-apa kan?"

Iblis laknatullah membisikkan kepada para wanita bahawa apa jua pakaian termasuk hijab tidak
ada kaitannya dengan agama, sebaliknya ia hanya sekadar pakaian atau gaya hiasan.

Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka syaitan beralih dengan
strategi yang lebih halus.

Bagaimanakah caranya?

1. Membuka Bahagian Tangan

Kebiasaannya telapak tangan sudah terbuka, maka syaitan membisikkan kepada para wanita
agar ada sedikit peningkatan fesyen, iaitu membuka bahagia hasta (siku hingga telapak
tangan).

"Ah!Tidak apa-apa, kan masih pakai tudung dan pakai baju panjang."Begitu bisikan syaitan.

Akhirnya si wanita menampakkan tangannya dan ternyata para lelaki melihatnya juga seperti
biasa.

Maka syaitan berbisik, "Hah,tak apa-apa kan?"

2. Membuka Leher dan Dada

Setelah menampakkan tangan menjadi kebiasaan, maka datanglah syaitan untuk membisikkan
perkara baru lagi.

"Kini buka tangan sudah menjadi lumrah, maka perlu ada peningkatan fesyen yang lebih maju
lagi, iaitu terbuka bahagian atas dada kamu, tetapi jangan sebut sebagai pakaian terbuka,
hanya sedikit untuk mendapatkan hawa agar tidak panas. Cubalah! Orang pasti tidak akan
peduli kerana sebahagian sahaja yang terbuka."

Maka dipakailah pakaian fesyen terbaru yang terbuka bahagian leher dan dadanya dari fesyen
setengah lingkaran hingga fesyen berbentuk "V".

3. Berpakaian tapi Telanjang

Syaitan berbisik lagi, "Pakaianmu hanya begitu-begitu saja, cubalah fesyen yang lebih bagus!
Banyak kain yang agak tipis, lalu bentuknya dibuat agak ketat biar lebih indah dan cantik
dipandang."

Maka tergodalah si wanita. "Mungkin tidak ada masalah, kan potongan pakaiannya masih
panjang, hanya bahan dan fesyennya sahaja yang berbeza, agar nampak lebih feminin," begitu
syaitan menokok-nambah.

Maka, jadilah mereka wanita yang disebut oleh Nabi s.a.w sebagai kasiyat 'ariyat (berpakaian
tapi telanjang).

4. Agak Terbuka Sedikit


Setelah para muslimah mengenakan pakaian yang ketat, maka syaitan datang lagi.

"Pakaian seperti ini membuat susah berjalan atau duduk, kerana sempit, kan lebih baik dibelah
hingga lutut atau mendekati peha? Dengan itu kamu lebih selesa."

Lalu dicubalah idea baru itu, dan memang benar dengan dibelah mulai dari bahaian bawah
hingga lutut atau mendekati peha ternyata lebih selesa dan mudah untuk duduk atau menaiki
kenderaan

5. Tudung Semakin Kecil

Kini syaitan melangkah dengan tipu daya lain yang lebih "power".

Tujuannya adalah agar para wanita menampakkan bahagian auratnya. "Oh, ada yang terlupa!
Kalau kamu pakai baju sedemikian, maka tudung yang besar tidak sepadan lagi. Sekarang
kamu cari tudung yang lebih kecil agar serasi dan sepadan. Orang tetap akan menamakannya
tudung."

6. Terdedah

Si wanita ternyata selesa dengan fesyen baru yang dipakainya seharian. Syaitan datang
memberi idea lagi. "Rambutmu sangat cantik. Bukankah lebih selesa jika tudungmu dilepaskan.
Kamu bebas mencuba fesyen rambut yang pelbagai. Malah, kamu boleh mewarnakan mengikut
warna yang kamu suka supaya kelihatan lebih menawan."

Maka, sekali lagi syaitan berjaya mempengaruhi si wanita supaya mendedahkan rambutnya.

7. Membuka Seluruh

Syaitan kembali berbisik, "Kalau langkah kakimu masih kurang selesa, maka cubalah kamu cari
fesyen yang lebih menarik. Bukankah kini banyak skirt separuh betis dijual di pasaran? Tidak
usah terlalu terdedah, hanya kira-kira 10 sentimeter sahaja. Nanti kalau kamu sudah biasa,
baru cari fesyen yang di atas paras lutut"

Benar-benar bisikan syaitan telah menjadi penasihat peribadinya.

Maka terbiasalah dia memakai pakaian terdedah.

Terkadang si wanita berfikir, apakah ini tidak bersalahan dengan agama?

Namun bisikan syaitan menyahut, "Ah, jelas tidak bersalahan. Kan sekarang zaman sudah
semakin moden. Kamu hanya mengikut arus fesyen masa kini."

"Tetapi, apakah ini tidak menjadi fitnah bagi kaum lelaki?" hati si wanita curiga..

"Fitnah? Ah, kalau kaum lelaki melihat bahagian tubuh wanita yang terbuka, malah senang dan
mengatakan ooh atau wow, bukankah ini bererti sudah tidak ada fitnah lagi, kerana sama-sama
suka?" syaitan menghasut.

Begitulah sesuatu yang seakan-akan mustahil untuk dilakukan.


Namun syaitan tidak pernah berhenti membisikkan hasutan-hasutan jahat sehingga ke saat
kematian seorang anak Adam itu.

Hingga pada suatu ketika nanti akan muncul idea untuk mandi di kolam renang atau di pantai
secara terbuka, di mana hanya dua bahagian sahaja yang ditutupi iaitu kemaluan dan buah
dada!!!

Ingatlah, syaitan laknatullah hanya pandai menjanjikan kita dengan janji-janji palsu yang halus
dan memikat, janji untuk keseronokan dunia, tetapi sebenarnya janji itu palsu dan racun yang
mematikan! Nauzubillah..
Dicatat oleh Wan Adeli pada 9:07 PTG

Reaksi:
Tiada ulasan:
E-melkan IniBlogThis!Kongsi ke TwitterKongsi ke FacebookKongsi ke Pinterest
Label: Risalah al Khawatir (Istilah Sufi)

JUMAAT, 23 NOVEMBER 2012

AL-KHAWATIR (4) NOK LAGI .MELANGKAH KE ALAM


BISIKAN-BISIKAN ( KUNCI KE ALAM SUFI)
Bisikan Allah, Bisikan Malaikat, Bisikan Nafsu, Bisikan Syetan
Tulisan Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dari kitab Roudlotut Tholibin wa-Umdatus
Salikin, ini kami turunkan karena banyaknya minat dari pembaca soal cara membezakan
bisikan-bisikan dari dalam hati, apakah dari Allah, nafsu atau syetan)

Bisikan-bisikan hati (khawathir) dengan segala bentuknya, upaya memerangi, mengalahkan dan
unggul dalam menghalau perbuatan syetan yang jahat. Juga tentang berlindung kepada Allah dari
syetan dengan tiga cara:

Pertama, harus mengetahui godaan, rekayasa dan tipuan syetan.

Kedua, hendaknya tidak menanggapi ajakannya, sehingga qalbu anda tidak bergantung dengan
ajakan itu.

Ketiga, dzikrullah dalam qalbu dan lisan.

Sebab dzikrullah bagi syetan seperti penyakit yang menyerang manusia.

Untuk mengetahui rekayasa godaan syetan, akan tampak pada bisikan-bisikan (khawathir) dan
berbagai macam caranya. Mengenai pengetahuan tentang berbagai macam bisikan hati, patut
diketahui, bahwa bisikan-bisikan itu adalah pengaruh yang muncul di dalam qalbu hamba yang
menjadi pendorong untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, proses yang sepenuhnya
terjadi di dalam qalbu ini berasal dari Allah - yang menjadi Pencipta segala sesuatu.
Dalam kaitan ini, bisikan hati ada empat macam:

Suatu bisikan yang datang dari Allah swt. dalam qalbu hamba adalah sebagai bisikan awal,
sehingga Dia disebut dengan Nama al-Khathir (Sang Pembisik).

Bisikan yang relevan dengan watak alam manusia, yang disebutan-nafs (jiwa).

Bisikan yang terdorong oleh ajakan syetan, yang disebut waswas (perasaan ragu-ragu).

Bisikan yang juga datang dari Allah yang disebut al-Ilham.

Al-Khathir adalah bisikan yang datang dari Allah swt. sebagai bisikan awal, terkadang
berdimensi kebaikan, kemuliaan dan pemantapan dalam berhujjah. Kadang-kadang berdimensi
negatif dan sebagai ujian.

Al-Khathir yang datang dari pemberi Ilham tidak akan terjadi, kecuali mengandung kebajikan,
karena Dia adalah Yang Memberi nasihat dan bimbingan. Sedangkan al-Khathir yang datang dari
syetan, tidak datang kecuali mengandung elemen kejahatan.

Bisikan ini terkadang sepintas mengandung kebajikan, tetapi dibalik itu ada makar dan istidraj
(covernya nikmat, dalamnya siksa bencana).

Sementara bisikan yang tumbuh dari hawa nafsu tidak luput dari elemen kejahatannya.
Terkadang juga ada elemen baik tidak sekadar untuk pencapaian kenikmatan saja.

Ada tiga persoalan yang harus ketahui di sini:

Pertama-tama, beberapa ulama berkata bahwa jika ingin mengenal dan mengetahui perbedaan
antara bisikan kebaikan dan bisikan kejahatan, maka pertimbangkan dengan tiga ukuran nilai
(mawazin), yang dapat mendeteksinya:

Apabila bisikan itu relevan dengan syariat, berarti baik. Jika sebaliknya - baik karena rukhshah
atau syubhat, maka tergolong bisikan jahat.

Manakala dengan mizan(ukuran nilai) itu tidak diperoleh kejelasan perbedaan masing-masing,
sebaiknya konfirmasikan dengan teladan orang-orang saleh. Jika sesuai dengan teladan mereka,
maka ikutilah, jika tidak ada kebaikan, berarti hanya suatu keburukan.
Apabila dengan ukuran nilai (miizan) demikian masih belum menemukan kejelasan,
konfrontasikan dengan motivasi yang terdapat pada nafs (ego) dan hawa (kesenangan). Jika
ukuran nilainya merujuk sekadar pada kecenderungan nafs (ego) yakni kecenderungan naluriah
dan bukan untuk mencari harapan (raja) dari Allah, tentu saja termasuk keburukan.

Kedua, apabila ingin membedakan antara bisikan kejahatan yang bermula dari sisi syetan, atau
dari sisi nafs (ego) ataukah bisikan itu dari sisi Allah swt., perlu anda perhatikan tiga hal ini:

Jika anda menemui bisikan yang kokoh, permanen, sekaligus konsisten pada satu hal, maka
bisikan itu datang dari Allah swt., atau dari nafs (jika menjauhkan diri dari Allah). Namun jika
bisikan itu menciptakan keraguan dan mengganjal dalam hati , maka itu muncul dari syetan.

Apabila bisikan itu jumpai setelah melakukan dosa, berarti itu datang dari Allah sebagai bentuk
sanksi dari-Nya kepada anda. Jika bukan muncul dari akibat dosa, bisikan itu datang dari diri
anda, yang berarti dari syetan.

Jika anda temui bisikan itu tidak melemahkan atau tidak mengurangi dari dzikir kepada Allah
swt., tetapi bisikan itu tidak pernah berhenti, berarti dari hawa nafsu. Sebaliknya, jika
melemahkan dzikir berarti dari syetan.

Ketiga, apabila ingin membedakan apakah bisikan kebaikan itu datang dari Allah swt. atau dari
malaikat, maka perlu diperhatikan tiga hal pula:

Manakala melintas sekejap saja, maka datang dari Allah swt. Namun jika berulang-ulang, berarti
datang dari malaikat, karena kedudukannya sebagai penasihat manusia.

Manakala bisikan itu muncul setelah usaha yang sungguh-sungguh dan ibadah yang lakukan,
berarti datang dari Allah swt. Jika bukan demikian,bisikan itu datang dari malaikat.

Apabila bisikan itu berkenaan dengan masalah dasar dan amal batin, bisikan itu datang dari Allah
swt. Tetapi jika berkaitan dengan masalah furu` dan amal-amal lahiriah, sebagian besarnya dari
malaikat. Sebab, menurut mayoritas ahli tasawuf malaikat tidak memiliki kemampuan untuk
mengenal batin hamba Allah.

Sementara itu, bisikan untuk suatu kebaikan yang datang dari syetan, merupakan istidraj menuju
amal kejahatan yang lantas menjadi berlipat-lipat, maka perlu memperhatikan dengan cermat:

Lihatlah, apabila dalam diri anda, pada salah satu perbuatan jika berasal dari bisikan di dalam
hati dengan penuh kegairahan tanpa disertai rasa takut, dengan ketergesa-gesaan bukan dengan
waspada dengan tanpa perasaan aman, ketakutan pada Allah, dengan bersikap buta terhadap
dampak akhirnya, bukan dengan mata batin, ketahuilah bahwa bisikan itu berasal dari syetan.
Maka jauhilah, Bisikan seperti itu, harus jauhi.

Sebaliknya jika bisikan itu muncul bukan seperti bisikan-bisikan di atas, berarti : datang dari
Allah swt., atau dari malaikat.

Saya katakan, bahwa semangat yang membara dapat mendorong manusia untuk segera
melakukan aktivitas, tanpa adanya pertimbangan dari mata hatinya, tanpa mengingat pahala bisa
menjadi faktor yang membangkitkan kondisi itu semua.

Sedangkan cara hati-hati adalah cara-cara yang terpuji dalam beberapa segi.

Khauf, lebih cenderung seseorang untuk berusaha menyempurnakan dan mempraktekkan suatu
perbuatan yang benar dan bisa diterima Allah atas amal perbuatan itu.

Adapun perspektif hasil akhir suatu amal, hendaknya membuka mata hati dengan cermat dalam
diri ada keyakinan bahwa amal tersebut adalah amalan yang lurus dan baik, atau adanya
pandangan mengharapkan pahala di akhirat kelak. Ketiga kategori di atas harus ketahui dan
sekaligus anda jaga. Sebab, semuanya mengandung ilmu-ilmu yang rumit sehingga sulit
didapatkan dan rahasia-rahasia yang mulia.
Dicatat oleh Wan Adeli pada 2:19 PTG

Reaksi:
Tiada ulasan:
E-melkan IniBlogThis!Kongsi ke TwitterKongsi ke FacebookKongsi ke Pinterest
Label: Risalah al Khawatir (Istilah Sufi)

AL-KHAWATIR (3) : BISIKAN-BISIKAN DAN CARA TANGANINYA


(KUNCI KE ALAM SUFI)
Kajian ini seputar bisikan Setan dan macam-macamnya,serta bagaimana memerangi, mengusir
dan merejamnya untuk menolak segala kejahatannya. Pertama-tama, memohon perlindungan
kepada Allah dari bisikan Setan dan godaan Setan, kemudian memerangi mereka dengan tiga
cara:

Pertama, Anda harus mengetahui godaan, rekayasa dan pengkhianatan Setan.


Kedua, harus takut dengan ajakannya, sehingga hati Anda tidak bergantung dengan
ajakan itu.
Ketiga, harus melanggengkan dzikir Allah dalam hati dan lisan Anda. Sebab dzikir Allah
dalam lambung. Setan, seperti makanan dalam lambung manusia (sehingga tidak ada
lagi tempat untuk menggodanya).
Untuk mengetahui rekayasa godaan Setan, akan tampak pada bisikan dan macam-macamnya
yang Anda kenal dalam hati Anda. Bisikan yang mempunyai pengaruh bicara dalam kalbu
hamba, membangkitkan perbuatan atau meninggalkan perbuatan. Semuanya datang dari Allah
SWT., karena Dia-lah Pencipta segalanya.

Dalam kaitan ini, bisikan ada empat macam:

1. Suatu bisikan yang datang dari Allah SWT. dalam kalbu hamba, sebagai bisikan awal,
sehingga disebut dengan al-khatir (bisikan).
2. Bisikan yang relevan dengan watak naluri manusia, yang disebut an-nafs (nafsu).
3. Bisikan-bisikan yang datang dari ajakan Setan yang disebut was-was.
4. Bisikan yang juga datang dari Allah yang disebut ilham (inspirasi).

Al-Khatir, adalah bisikan yang datang dari Allah Swt. sebagai bisikan awal, terkadang
berdimensi kebaikan dan kemuliaan serta penetapan terhadap argumentasi. Kadang-kadang
bersifat buruk, yang berfungsi sebagai ujian. Al-Khatir yang datang dari pemberi ilham tidak
akan terjadi, kecuali mengandung kebajikan. Karena Dia adalah Maha Memberi nasehat dan
petunjuk. Sedangkan al-Khatir yang datang dari Setan, tidak datang kecuali dengan kejahatan.
Bisikan ini terkadang sepintas mengandung kebajikan,tetapi di balik itu ada makar dan
pemanjaan dari Setan.

Sementara bisikan yang tumbuh dari hawa nafsu tidak bisa luput dari kejahatannya. Sepintas
juga tampak baik, tidak dari segi substansinya.

Ada tiga persoalan yang harus Anda ketahui di sini:

Pertama, beberapa ulama mengatakan: "Jika Anda ingin mengenal perbedaan bisikan baik
dan jahat, maka perlu diperhatikan tiga masalah di bawah ini:
Apabila bisikan itu relevan dengan Syariah, berarti baik. Jika sebaliknya, baik karena
rukhsah atau syubhat, maka tergolong bisikan jahat.
Manakala tidak diperoleh kejelasan perbedaan masing-masing, sebaiknya Anda
berpaling saja, dan mengikuti perilaku orang-orang yang saleh. Jika Anda temukan kebaikan
bimbingan mereka, maka ikutilah, jika tidak ada kebaikan, berard hanya suatu keburukan.
Apabila dengan pertimbangan demikian Anda masih belum menemukan kejelasan,
selanjutnya Anda harus berpaling dari hawa dan nafsu. Di sana akan Anda temui, naluri
yang menjauhi hawa nafsu, bukan rasa takut terhadap nafsu ,maka itu lah kebaikan. Sebaliknya
jika yang terjadi adalah kecondongan harapan kepada Allah Swt. itulah kejahatan.

Kedua, apabila Anda ingin membedakan antara bisikan kejahatan yang bermula dari arah
Setan, atau dari arah nafsu, ataukah bisikan itu dari Allah Swt., perlu Anda perhatikan
tiga hal berikut:
Jika Anda menemui bisikan yang kokoh dan tertib yang konsisten pada satu hal, maka
bisikan itu datang dari Allah Swt., atau dari hawa nafsu. Namun jika bisikan itu
menciptakan keraguan dan mendesak-desak, maka itu muncul dari Setan.
Apabila bisikan itu Anda jumpai setelah Anda melakukan dosa, berarti itu datang dari
Allah sebagai siksa-Nya kepada Anda. Jika bukan muncul dari akibat dosa, bisikan itu
datang dari diri Anda, yang berarti dari Setan.
Jika Anda temui bisikan itu tidak melemahkan atau tidak mengecilkan untuk zikir
kepada Allah Swt., tetapi bisikan itu tidak sirna, berarti dari hawa nafsu. Sebaliknya, jika
melemahkan zikir seperti dari Setan.
Ketiga, apabila Anda ingin membedakan apakah bisikan kebaikan itu datang dari Allah
Swt. atau dari malaikat, maka perlu diperhatikan tiga hal pula:
Manakala melintas selintas saja, maka datang dari Allah Swt. Namun jika berulang-
ulang, berarti dari malaikat, karena kedudukannya sebagai penasehat manusia.
Manakala munculnya bisikan itu setelah kontemplasi ijtihad dan taat kepada Allah yang
Anda lakukan, berarti datang dari Allah Swt. Jika bukan demikian, maka datang dari
malaikat.
Apabila bisikan itu berkenaan dengan masalah dasar dan amal batin, bisikan itu datang
dari Allah Swt. Tetapi jika berkaitan dengan masalah furu' dan amal-amal lahiriah, berarti
dari malaikat. Sebab, menurut mayoritas ahli tasawwuf, malaikat tidak mempunyai
metode untuk mengenal batin hamba Allah.

Sementara itu, terhadap bisikan kebaikan yang datang dari Setan, sebagai istidraj menuju amal
kejahatan yang penuh dengan keraguan, maka Anda perlu memperhatikan dengan cermat.

Lihatlah, apabila dalam diri Anda, ada bisikan dari Setan, dengan tanda-tandanya:

Jika suatu perbuatan yang muncul dari Anda dengan penuh semangat yang membara,
bukan dengan rasa takut kepada Allah Swt;
Disertai emosi yang tergesa-gesa, bukan dengan cara yang pelan-pelan;
Disertai rasa aman-aman saja, bukan disertai rasa khawf kepada. Allah Swt.;
Disertai perasaan membabi buta terhadap akibat perbuatan, bukan disertai matahati
(basirah).

Bisikan seperti itu, harus Anda jauhi. Sebaliknya jika bisikan itu muncul bukan seperd bisikan-
bisikan di atas, berard datang dari Allah Swt., atau dari malaikat. Saya katakan, bahwa
semangat yang membara merupakan tirai bagi manusia ketika berbuat, bahkan dilakukan tanpa
melihat dengan matahatinya. Dengan mengingat adanya balasan pahala, biasanya semangat
seperti itu muncul (mengingat pahala adalah tirai).

Sedangkan cara perlahan-perlahan dan hati-hati adalah cara-cara yang terpuji. Tetapi tidak
semuanya yang itu terpuji, terutama dalam kondisi-kondisi tertentu.

Khawf, lebih condong pada situasi yag menuju penyempurnaan amal tersebut sesuai
kebenarannya, sehingga amal tersebut diterima oleh Allah Swt.

Sementara, akibat perbuatan yang bisa dilihat dengan matahati akan disertai suatu keyakinan
dalam diri Anda secara jelas, bahwa bisikan tersebut adalah petunjuk dan kebaikan. Terkadang
pandangan hati bisa melihat pahala di Akhirat kelak. Ketiga kategori di atas harus Anda ketahui
dan sekaligus Anda jaga. Sebab, semuanya mengandung pengetahuan yang lembut dan
rahasia yang mulia.
Dicatat oleh Wan Adeli pada 1:59 PTG

Reaksi:
Tiada ulasan:
E-melkan IniBlogThis!Kongsi ke TwitterKongsi ke FacebookKongsi ke Pinterest
Label: Risalah al Khawatir (Istilah Sufi)

AL-KHAWATIR (2) : KHAWATIR DARI KACAMATA SUFI (KUNCI


KE ALAM SUFI)
Al-khawatir mempunyai pengertian yang berbeda antara para penempuh jalan kesucian
dengan orang awam. Orang awam berpendapat bahwa khawatir adalah hal-hal yang bernada
negatif, mencemaskan kejadian dimasa mendatang yang akan berakhir dengan hal-hal buruk,
sedangkan yang dimaksud al-khawatir dalam ilmu kesufian adalah bisikan-bisikan jiwa, yang
menghujam kedalam rasa.

Penekanannya terletak pada pembawanya, bila bisikan-bisikan jiwa itu datangnya dari
syaithon disebut was-was, jika muncul dari hawa nafsu disebut hawajis. Dan bila
datangnya dari malaikat disebut ilham. Sedangkan bisikan jiwa yang langsung dari Allah
SWT disebut Khatir Haq atau bisikan kebenaran.

Dikatakan bahwa, orang yang terlalu banyak makan makanan haram tidak akan bisa
membedakan antara ilham dan was-was. Setiap bisikan yang tidak bisa disaksikan
kebenarannya secara lahir, adalah bisikan batil. Apabila bisikan itu datangnya dari syaithon,
rata-rata mengundang pada kemaksiatan. Begitu pun yang datang dari hawa nafsu, lebih
cenderung mengajak pada sikap menuruti syahwat.

Imam Junayd,ra., membedakan antara hawajis dengan was-was : Bahwa nafsu itu (hawajis),
apabila menuntut anda terhadap suatu perkara, ia akan menempel, dan akan kembali lagi
walaupun berlalu dalam jarak waktu, sampai bisikan nafsu itu benar-benar meraih
kemauannya dan mencapai tujuannya. Kecuali bagi orang-orang yang meujahadahnya
benar, maka bisikan itu tidak akan kembali. Kemudian nafsu itu selalu memusuhi anda.
Sementara syaithon (was-was), ketika menjerumuskan anda melalui godaannya,
kemudian anda menentangnya, maka syaithon akan kembali mempengaruhi anda
dengan godaan lainnya. Sebab secara keseluruhan, sikap kontra adalah sama. Yang
penting bagi syaithon, anda bisa mengikuti ajakannya yang menjerumuskan. Dan
baginya tidak ada peringanan dalam penjerumusan itu.

Kisah dibawah ini merupakan bentuk prosa dari puisi Syaikh Jalaluddin Rumi,ra., yang
mendukung ujaran Imam Junayd,ra., yakni : Seorang wanita miskin dari suku Bedouin
mengeluh : Suamiku, sadarkah engkau akan keadaan kita yang makin hari semakin
terpuruk? Orang lain menikmati hidup, mereka bahagia, kita menderita, kita sengsara.
Apa gunanya berguru kepada seorang Darvish yang tidak bisa memberi apa-apa, dia
malah menjadi tanggunganmu. Saya tidak melihat cahaya Allah dalam dirinya, dia hanya
mengutip para sufi. Sudah bertahun-tahun kamu mengikuti dia, apa yang kau peroleh?
Hidupmu terlewatkan begitu saja, apa untungnya?

Setelah mendengarkan keluhan istrinya, sang suami menjawab : Untung rugi apa yang sedang
kaubicarakan? Apa pun yang kau lakukan hidup ini tetap akan terlewatkan begitu saja.
Dengarkan kicauan burung, mereka sedang memuliakan Nama Allah. Hanya kepada Allah
mereka berserah diri. Siapa yang memberi makan kepada mereka? Allah Maha Besar, Allah
Maha Suci, begitu pula dengan binatang-binatang lain. Keluhanmu berasal dari keinginan-
keinginan yang tak terpenuhi, dari hawa nafsu yang tak terkendali. Sebagai manusia,
kesadaranmu seharusnya melebihi kesadaran para binatang. Engkau adalah istriku, dan suami
istri ibarat sepasang sepatu. Dua-duanya harus berukuran sama. Jika yang satu berukuran
lebih kecil atau lebih besar, maka tidak akan nyaman dipakai. Bahkan tidak bisa dipakai.
Sang istri tambah berang : Apa yang ingin kau buktikan dengan kata-katamu yang muluk itu?
Bahwasanya kau sudah berserah diri sepenuhnya? Jujur saja, puaskah engkau dengan
keadaan kita saat ini?

Jawab sang suami : Ya aku puas, aku cukup puas dengan keadaanku. Aku puas dengan
kemiskinanku. Harta kekayaan bagaikan sorban, bagaikan penutup kepala yang digunakan oleh
mereka yang berkepala botak. Untuk menutupi kebotakan diri, mereka harus bersorban.
Kepalaku tidak botak, aku tidak membutuhkan sorban. Aku tidak perlu menutupi kepalaku.
Tuhan Maha Tahu dan Dia mengetahui isi hatiku, rasa puas itulah yang ada dalam hati ini.
Engkau tidak dapat melihatnya, karena tidak ada kepuasaan dalam dirimu. Ketidak puasan
yang kau bicarakan berasal dari dalam dirimu sendiri. Engkau sendiri tidak puas dan berpikir
bahwa aku pun tidak puas. Sepertinya sudah tidak ada lagi kecocokan lagi antara kita. Caramu
berpikir dan caraku sudah berbeda. Dan kalau memang sudah demikian, lebih baik kita
berpisah saja.

Sang istri menyadari kesalahannya dan sambil menangis ia minta maaf : Aku menyadari
kesalahanku, aku memang kurang sabar. Tetapi, suamiku yang kucintai, sesungguhnya selama
ini aku hanya memikirkanmu. Aku tidak tega melihatmu dalam keadaan melarat. Aku tidak tega
melihat kantongmu kosong. Sekarang, terserah kamu, ikutilah kemauan hatimu. Tetapi jangan
sekali-kali berkipikir untuk meninggalkan aku. Jangan! Mendengarkannya saja, aku tidak tahan.
Maafkan aku, atau beri aku hukuman, seberat apa pun akan kupikul, tetapi jangan
meninggalkan aku.

Tangisan istri membuat hari sang suami meleleh. Maafkan pula aku, sesungguhnya aku pun
bersalah. Selama ini hanya memikirkan diri. Sampai lupa urusan rumah tangga. Tidak, aku tidak
akan meninggalkanmu. Aku tidak akan berpisah darimu. Mulai saat ini, aku akan berusaha,
akan mencari nafkah.

Kisah diatas memperlihatkan bahwa sang istri mewakili bisikan-bisikan jiwa yang datangnya
dari hawa nafsu dan syaithon, yang seperti dikatakan Imam Junayd,ra., ia akan terus menempel
dan menggunakan segala cara agar seseorang takluk dan mengikuti kemauannya, seperti sang
suami walaupun diawalnya ia menolak, tapi pada akhirnya ia terkapar dengan tangisan buaya
sang istri.

Jika kisah diatas tentang keburukan al-Khawatir, maka kisah dibawah ini sebaliknya. Nabiyullah
Sulaiman,as., setiap paginya mendatangi masjid, setiap melewati pekarangan dan melihat
tanaman baru, beliau selalu bertanya, Apa namamu? Dan apa kegunaanmu? Tanaman-
tanaman itu selalu menjawab, memberitahu namanya dan kegunaan serta khasiat mereka.
Setiap tanaman merupakan obat bagi penyakit tertentu dan sebaliknya merupakan racun bagi
penyakit yang lain. Uraian-uraian dari sang Nabi,as., itu dikumpulkan oleh para bijak. Disusun
dalam sebuah buku dan menjadi pegangan bagi para akhli pengobatan. Ilmu-ilmu lain,
khususnya ilmu tentang ketuhanan juga diturunkan dengan cara yang sama. Bedasarkan ilham
yang diterima oleh para nabi. Tidak berdasarkan pikiran, dan tidak bersumber dari panca-indera
(jawarih).

Intelek manusia, pikiran manusia tidak dapat menciptakan ilmu. Hanya bisa menerima ilmu. Itu
pun bila mendapatkan bimbingan dan pengajaran. Dan yang bisa membimbing dan mengajar
hanyalah para penerima ilham. Bahkan ilmu-ilmu yang sangat sederhana pun, seperti cara
mengubur jasad diperoleh lewat ilham. Setelah membunuh Habil, Qabil menjadi bingung untuk
menyembunyikan jasadnya. Akhirnya ia melihat seekor gagak yang menguburkan gagak mati,
dengan kukunya yang panjang ia menggali lubang dan meletakkan jasad temannya didalam
lubang. Kemudian lubang itu ditutupi kembali dengan tanah. Demikian manusia belajar
menggali liang kubur bagi manusia lain yang sudah mati. Ia yang diberkahi tahu persisi bahwa
intelek berasal dari iblis. Seperti Kanan putra Nabiyullah Nuh,as., ia menolak ajakan ayahnya
untuk menaiki kapal, ia menggunakan pikiran dan intelektualitasnya : Untuk apa naik perahu
segala? Kalau banjir, aku bisa naik keatas gunung. Katanya. Apabila tidak mampu berenang.
Kanan sudah pasti menerima ajakan Nabi Nuh,as. Seperti seorang anak yang masih kecil. Dia
belum bisa melakukan apa-apa dan harus bergantung sepenuhnya pada ibunya.

Demikian, seandainya para salik tidak membawa pengetahuan intelektualitasnya dihadapan


para Syaikh, niscaya mereka akan dapat mendengarkan dan mengikuti petuah para wali.
Petuah yang berasal dari hati, dari ilham. Dan tidak akan bernasib seperti Kanan yang akhirnya
tenggelam ditelan oleh banjir yang teramat besar.

Dicatat oleh Wan Adeli pada 1:55 PTG

Reaksi:
Tiada ulasan:
E-melkan IniBlogThis!Kongsi ke TwitterKongsi ke FacebookKongsi ke Pinterest
Label: Risalah al Khawatir (Istilah Sufi)

AL KHAWATIR (BISIKAN) : KUNCI KE ALAM SUFI


Al-khawatir (bisikan) adalah informasi atau inspirasi yang mendatangi hati sanubari. Terkadang
kedatangannya melalui malaikat, setan, bisikan-bisikan nafsu atau langsung dari Allah.

Jika dari malaikat, maka dinamakan ilham; jika dari nafsu, maka dinamakan angan-angan atau
kecemasan; jika dari setan, maka dinamakan was-was; dan jika dari Allah, maka dinamakan
inspirasi yang paling benar (haq atau hakikat).

Semua bisikan tersebut melalui formula kalam. Jika seumpama bisikan itu datang dari malaikat,
maka pasti diketahui bahwa kebenarannya sesuai dengan ilmu. Karena itu, para sufi
mengatakan, Setiap bisikan (inspirasi) yang zhahirnya tidak menyaksikan (membuktikan
kebenarannya), maka hakikatnya batal. Jika kehadirannya dari setan, kebanyakan mengajak
pada kemaksiatan. Jika datang dari nafsu, kebanyakan mengajak pada bujukan hawa nafsu
atau rasa takabur.

Para guru sufi sepakat mengatakan bahwa seseorang yang makanannya dari barang haram,
dia tidak bisa membedakan antara ilham dan was-was.

Saya pernah dengar Tuan Guru Abu Ali Ad-Daqaq menasihatkan, seseorang yang
makanannya diketahui (haram), dia tidak bisa membedakan antara was-was. Jika seseorang
angan-angan nafsunya reda dengan kebenaran mujahadah (memeranginya), maka penjelasan
hati akan bicara dengan hukum pengekangan (hawa nafsu).

Para guru sufi juga menyimpulkan bahwa nafsu tidak bisa membenarkan dan hati tidak bisa
berbohong. Seandainya nafsu berjuang sungguh-sungguh untuk membisiki ruhmu, pasti dia
tidak akan bisa.

Imam Al-Junaid membedakan antara bisikan nafsu dan bisikan setan. Bisikan nafsu jika
menuntutmu dengan suatu tuntutan, maka kamu binasa. Dia selalu mengulang-ulang
bisikannya secara terus-menerus sampai bertemu kehendaknya dan berhasil tujuannya. Ya
Allah, tidak ada cara untuk mengatasi kecuali terus menerus bermujahadah dengan baik.
Adapun setan, ketika mengajakmu pada tindak kejahatan, lalu kamu menentangnya dengan
cara meninggalkan bisikannya, maka dia akan membisikimu dengan bisikan (kejahatan) lain.
Karena, bagi setan semua perlawanan adalah sama. Dia sepanjang hidupnya hanya ingin
menjadi penyeru kejelekan. Tidak sedikit pun ada niatan untuk memperingan godaan, siapa pun
orang yang digoda. Dikatakan bahwa bisikan dari malaikat terkadang pemiliknya merealisasikan
(tentunya juga menyepakati kebenarannya), terkadang pula menentangnya. Jika bisikan dari
Allah, maka pasti tidak ada penentangan dari hamba.

Para guru sufi membahas bisikan yang kedua dengan mempertanyakan, Jika bisikan dari Al-
Haqq, apakah keberadaannya lebih kuat daripada yang pertama?
Bisikan yang pertama lebih kuat, jawab Al-Junaid, karena jika tetap, pemiliknya pasti kembali
pada perenungan, dan ini jelas membutuhkan syarat i1mu. Maka dari itu, meninggalkan yang
pertama akan memperlemah yang kedua.

Akan tetapi, Ibnu Atha mengatakan, Yang kedua lebih kuat karena kekuatannya bertambah
dengan yang pertama.

Oleh Abu Abdullah bin Khafif, dua pendapat ini ditengahi. Keduanya sama, katanya,
karena sama-sama datang dari AlHaqq. Tidak ada keistimewaan bagi yang satu atas
yang lainnya. Yang pertama tidak akan menetap dalam keberadaan kehadiran yang kedua
karena bekas-bekas atau pengaruh-pengaruh tidak diperbolehkan dalam al-baqa (tetap
atau stabil).

Dicatat oleh Wan Adeli pada 1:30 PTG

Você também pode gostar