Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINEA KRURIS
Makalah ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan untuk
melengkapi dan menyempurnakan suatu mata kuliah.
Penulis menyadari dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan baik cara penulisan ataupun penyusunanya. Oleh karena itu kami, mohon maaf
dan sangat mengharapkan masukan yang sifatnya membangun demi untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penulis menyadari pula, bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari sukungan
serta bantuan baik berupa moral maupun material dari semua pihak terkait. Oleh kerena
itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih banyak kepada
Dosen pembimbing dan rekan mahasiswa yang memberikan masukan dan petunjuk serta
saran-saran yang baik.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang
Tinea cruris merupakan infeksi jamur Dermatofita pada kulit daerah lipat paha,
genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Tinea
cruris lebih banyak pada pria daripada wanita, Maserasi dan oklusi kulit lipat paha
menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi.
Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja antara lain faktor fisik,
faktor kimia, dan faktor biologis. Lingkungan kerja ataupun jenis pekerjaan dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja.
.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Tinea Krusis ?
2. Apa saja penyebab dari Tinea Kruris ?
3. Bagaimana Manifestasi klinik dari Tinea Kruris ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Tinea Kruris ?
5. Apa saja komplikasi dari Tinea Kruris ?
6. Bagaimana penatalaksaaan dari Tinea Kruris ?
.3 Tujuan Masalah
1. Apa pengertian dari Tinea Kruris ?
2. Apa saja penyebab dari Tinea Kruris ?
3. Bagaimana Manifestasi klinik dari Tinea Kruris ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Tinea Kruris ?
5. Apa saja komplikasi dari Tinea Kruris ?
6. Bagaimana penatalaksaaan dari Tinea Kruris ?
BAB II
PEMBAHASAN
.1 Pengertian
Tinea Cruris merupakan infeksi jamur Dermatofita pada kulit daerah lipat paha,
genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Tinea
Cruris ini disebabkan oleh Dermatophytes Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, and Microsporum canis, kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan peyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas
pada derah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris lebih banyak terjadi pada laki-laki,
kebersihan badan dan lingkungan yang kurang sangat pengaruh terhadap perkembangan
penyakit ini.
Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar
anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit
yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata
daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer
dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam
disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.
.2 Etiologi
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) danEpidermophython
fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel,
Trelia.Drg. M.Kes.2003)
Pria lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan
peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Tinea kruris
biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi
melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda
yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-
lain.
.3 Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
lansung dapat secara fornitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman kayu yang dihinggapi
jamur dan pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan
pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan
tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinisase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke sratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya di dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan jaringan peradangan. Pertumbuhannya
dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang
jelas dan meninggi. Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu
reaksi peradangan.
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,
geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain
dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya:
Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling
sering menyerang liapt paha bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling
sering terserang penyakit jamur.
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan
daripada golongan ekonomi yang baik
.4 Pathway
Menggunakan pakaian ketat kondisi sosial kebersihan diri yang
Tidak menyerap keringat ekonomi kurang
Suhu kulit menjadi panas, Status gizi kurang Kondisi kulit menjadi terganggu
basah, & lembab
infeksi jamur
Sensasi gatal
.5 Manifestasi Klinik
1. Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan
proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2. Daerah bersisik
3. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai
likenifikasi
5. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar
dan sedikit skuama
6. Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7. Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul
karena garukan
8. Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit
eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler
9. Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis
.6 Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada
infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.
.7 Pemeriksaan Penunjang
.8 Penatalaksanaan
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal
saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi.
Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek
samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan
sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi
menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal,
intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih
dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar
apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat golongan
yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti
siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14
alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana
truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin
menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke
ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian
sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel
sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan
sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole.
Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1. Golongan Azol
a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel
jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika
tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat
ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4
minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.
b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat
biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio,
bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan
dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari
kontak dengan mata.
c. Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan
ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali
atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d. Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad
spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e. Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat
sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur
mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia
dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun
penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f. Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya
yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen
sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan
solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang
dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali
sehari).
BAB III
Tinea Krusis
.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat
meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis
dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat.
Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada
pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian
dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat
menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko
terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder.
Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula.
Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi
dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan
gambaran likenifikasi.
.2 Diagnosa
1. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit ditandai dengan
melaporkan perasaan tidak nyaman, melaporkan rasa gatal, gelisah.
2. Kerusakan IntegritasKulit berhubungan dengan faktor mekanik (menggaruk) dan reaksi
inflamasi ditandai dengan kerusakan lapisan kulit
3. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan ditandai dengan prilaku
tidak tepat
.3 Intervensi
Eritema berkurang
(skala 4)
3. Defisiensi
NOC :
Pengetahuan NIC :
NOC Label : Knowledge
berhubungan dengan NIC Label : Teaching Prescribed
Medication
kurang pajanan Medication
Pentingnya informasi
ditandai dengan
tentang semua obat Instruksikan pasien untuk mengenal
prilaku tidak tepat
dari tenaga kesehatan karakterisitik dari obat
yg profesional Informasikan ke pasien dua obat
(skala5) generic dan nama dari obat tersebut
Efek terapeutik obat Jelaskan kepada pasien tujuan dan
(skala 4) aksi dari obat
Efek samping obat Jelaskan kepada pasien dosis, rute,
(skala 5) dan durasi dari obat
Potensial interaksi Mengulang kembali pengetahuan
obat (skala 4) pasien tentang pengobatan
Jelaskan kepada pasien tanda dan
gejala dari kelebihan dosis
Jelaskan kepada pasien efek samping
yang dapat ditumbulkan dari obat
NIC Label : Behaviour Medication
Tentukan keinginan pasien untuk
berubah
Bantu pasien untuk mengidentifikasi
kekuatan yang ia miliki
.4 Implementasi
impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah
disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan
sudah dianggap fix. berikat ane akan sedikit info tentang pengertian implentasi menurut para
ahli. semoga info tentang pengertian implementasi menurut para ahli bisa bermanfaat.
.5 Evaluasi
1 S:
Klien mengatakan gatal pada kulit klien sudah
berkurang
Klien mengatakan sudah merasa nyaman
Klien mengatakan klien tidak pernah mengeluh
gatal dan nyeri pada kulit kakinya.
O:
S:
O:
BAB IV
PENUTUP
.1 Kesimpulan
Tinea Cruris merupakan infeksi jamur Dermatofita pada kulit daerah lipat paha,
genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Tinea
Cruris ini disebabkan oleh Dermatophytes Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, and Microsporum canis, kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan peyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas
pada derah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris lebih banyak terjadi pada laki-laki,
kebersihan badan dan lingkungan yang kurang sangat pengaruh terhadap perkembangan
penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Budimulja. (1999). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi Ketiga Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
https://www.scribd.com/doc/51654002/tinea-cruris-lapkas
http://docslide.us/documents/askep-tinea-kruris-56327fc318cde.html
http://documents.tips/documents/pathway-tinea-kruris-dan-corporis.html
Tanti Yossela. (2015). Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris. vol 4, No 02. Lampung
(Indonesia ) : Faculty of Medicine, University of Lampung.