Você está na página 1de 20

ASUHAN KEPERAWATAN

TINEA KRURIS

Nama anggota kelompok 7

1. Neno Jawanta Sari


2. Ernila Yasni
3. Linda Yuliana
4. Via elisa
5. Ahmad Surya
6. Doni Satria Wirawan

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah dengan judul asuhan
keperawatan Tinea Krusis dapat kami selesaikan sengan jadwal yang telah
direncanakan. Terdorong oleh rasa ingin tahu, kemauan, kerjasama dan kerjakeras, kami
serahkan seluruh upaya demi mewujudkan keinginan ini.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan untuk
melengkapi dan menyempurnakan suatu mata kuliah.

Penulis menyadari dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan baik cara penulisan ataupun penyusunanya. Oleh karena itu kami, mohon maaf
dan sangat mengharapkan masukan yang sifatnya membangun demi untuk
kesempurnaan makalah ini.

Penulis menyadari pula, bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari sukungan
serta bantuan baik berupa moral maupun material dari semua pihak terkait. Oleh kerena
itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih banyak kepada
Dosen pembimbing dan rekan mahasiswa yang memberikan masukan dan petunjuk serta
saran-saran yang baik.

Mataram, 07 November 2015

Penyusun

BAB 1
PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang

Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,misalnya


lapisan teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan
jamur dermatofita (jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris sendiri merupakan
penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural (selangkangan),
sekitar anus, bokong dan kadang-kadang sampaiperut bagian bawah. (Anonim, 2008).

Tinea cruris merupakan infeksi jamur Dermatofita pada kulit daerah lipat paha,
genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Tinea
cruris lebih banyak pada pria daripada wanita, Maserasi dan oklusi kulit lipat paha
menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi.
Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain.

Angka kejadian Tinea cruris meningkat seiring bertambahnya usia, karena


bertambahnya usia cenderung mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap suatu penyakit,
yaitu semakin bertambah usia seseorang akan menurun pula daya tahan tubuhnya.

Keadaan sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan memegang peranan yang


penting pada infeksi jamur, yaitu insiden penyakit jamur lebih sering terjadi pada sosial
ekonomi rendah. Hal ini berkaitan dengan status gizi yang mempengaruhi daya tahan
tubuh seseorang terhadap penyakit, Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial
mempengaruhi kesehatan pekerja.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja antara lain faktor fisik,
faktor kimia, dan faktor biologis. Lingkungan kerja ataupun jenis pekerjaan dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja.

.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Tinea Krusis ?
2. Apa saja penyebab dari Tinea Kruris ?
3. Bagaimana Manifestasi klinik dari Tinea Kruris ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Tinea Kruris ?
5. Apa saja komplikasi dari Tinea Kruris ?
6. Bagaimana penatalaksaaan dari Tinea Kruris ?
.3 Tujuan Masalah
1. Apa pengertian dari Tinea Kruris ?
2. Apa saja penyebab dari Tinea Kruris ?
3. Bagaimana Manifestasi klinik dari Tinea Kruris ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Tinea Kruris ?
5. Apa saja komplikasi dari Tinea Kruris ?
6. Bagaimana penatalaksaaan dari Tinea Kruris ?

BAB II

PEMBAHASAN

.1 Pengertian

Tinea Cruris merupakan infeksi jamur Dermatofita pada kulit daerah lipat paha,
genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Tinea
Cruris ini disebabkan oleh Dermatophytes Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, and Microsporum canis, kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan peyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas
pada derah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris lebih banyak terjadi pada laki-laki,
kebersihan badan dan lingkungan yang kurang sangat pengaruh terhadap perkembangan
penyakit ini.

Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar
anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit
yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata
daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer
dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam
disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.

.2 Etiologi
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) danEpidermophython
fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel,
Trelia.Drg. M.Kes.2003)
Pria lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan
peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Tinea kruris
biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi
melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda
yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-
lain.

.3 Patofisiologi

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
lansung dapat secara fornitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman kayu yang dihinggapi
jamur dan pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan
pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan
tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinisase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke sratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya di dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan jaringan peradangan. Pertumbuhannya
dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang
jelas dan meninggi. Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu
reaksi peradangan.

Beberapa factor yang mempengaruhi timbulnya kelainan di kulit adalah

a. Faktor virulensi dari dermatofita

Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,
geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain
dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya:
Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling
sering menyerang liapt paha bagian dalam.

b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan

Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling
sering terserang penyakit jamur.

d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan

Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan
daripada golongan ekonomi yang baik
.4 Pathway
Menggunakan pakaian ketat kondisi sosial kebersihan diri yang
Tidak menyerap keringat ekonomi kurang

Suhu kulit menjadi panas, Status gizi kurang Kondisi kulit menjadi terganggu
basah, & lembab

Daya tahan tubuh

Media yang baik untuk


perkembangan jamur Mudah terinfeksi jamur

infeksi jamur

Tinea Krusis & Tinea corporis

Kurangnya pengetahuan Pengeluaran kreatinase


Tentang penyakit
Defisiensi Pengetahuan Merusak keratin pada lapisan stratum korneum

Reaksi antigen antibody Menimbulkan squama, ruam- ruam kulit

Reaksi inflamasi Kerusakan integritas kuli

Pengeluaran mediator kimia

Sensasi gatal

Gangguan rasa nyaman adanya garukan lesi kulit

.5 Manifestasi Klinik
1. Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan
proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2. Daerah bersisik
3. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai
likenifikasi
5. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar
dan sedikit skuama
6. Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7. Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul
karena garukan
8. Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit
eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler
9. Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis

.6 Komplikasi

Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada
infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.

.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas


pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk
mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya
dibersihkan dengan alkohol 70%.
1. Pemeriksaan Dengan Sediaan Basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan
memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes
tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45
kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun
spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium
2. Pemeriksaan Kultur Dengan Sabouraud Agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud
dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk
menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya
antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
3. Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan
spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc AcidSchiff, jamur akan tampak merah muda
atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam
(Wiederkehr, Michael. 2008).
4. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana
akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008).

.8 Penatalaksanaan
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal
saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi.
Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek
samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan
sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi
menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal,
intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih
dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar
apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat golongan
yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti
siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14
alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana
truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin
menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke
ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian
sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel
sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan
sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole.
Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1. Golongan Azol
a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel
jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika
tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat
ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4
minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.
b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat
biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio,
bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan
dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari
kontak dengan mata.
c. Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan
ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali
atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

d. Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad
spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e. Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat
sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur
mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia
dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun
penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f. Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya
yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen
sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan
solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang
dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali
sehari).

BAB III

Konsep Asuhan Keperawatan

Tinea Krusis

.1 Pengkajian

1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat
meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis
dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat.
Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada
pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian
dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat
menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko
terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder.
Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula.
Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi
dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan
gambaran likenifikasi.
.2 Diagnosa

1. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit ditandai dengan
melaporkan perasaan tidak nyaman, melaporkan rasa gatal, gelisah.
2. Kerusakan IntegritasKulit berhubungan dengan faktor mekanik (menggaruk) dan reaksi
inflamasi ditandai dengan kerusakan lapisan kulit
3. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan ditandai dengan prilaku
tidak tepat

.3 Intervensi

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Gangguan Rasa NOC : NIC :
Nyaman Setelah diberikan NIC Label : Pruritus Management
berhubungan dengan asuhan keperawatan Tentukan penyebab
gejala terkait selama...x 24 jam Gunakan cream atau lotion, sesuai
penyakit ditandai diharapkan gangguan indikasi
dengan melaporkan rasa nyaman tidak Gunakan antipruritus, sesuai indikasi
perasaan tidak dirasakan lagi oleh klien
Gunakan cream antihistamin, sesuai
nyaman, dengan kriteria hasil :
indikasi
melaporkan rasa
Instruksikan klien utk menghindari
gatal, gelisah.
sabun dengan kandungan parfum dan
NOC Label : Discomfort
minyak
Level
Instruksikan klien untuk menjaga
Klien mengatakan
kuku agar tetap pendek
rasa gatal berkurang
Instruksikan klien utk mengurangi
(skala 4)
keringat dgn menghindari lingkungan
NOC Label : Comfort
yg hangat atau panas
Status : Physical
Instruksikan klien utk menggunakan
Mampu mengontrol
telapak tangan untuk mengusap-usap
gejala dengan baik
dengan halus area gatal yg luas
(skala 5)
Klien mengatakan
sudah nyaman
(skala5)
Klien tidak terlihat
gelisah (skala 4)
2. Kerusakan
NOC :
IntegritasKulit NIC :
Setelah diberikan asuhan
berhubungan Lakukan pengkajian kondisikulit
keperawatan selama...x 24
dengan faktor secara rutin
jam diharapkan dapat
mekanik Anjurkan untuk menjaga kulit agar
meminimalkan kerusakan
(menggaruk) dan tetap bersih
integritas kulit klien
reaksi inflamasi dengan kriteria hasil : Anjurkan untuk tidak menggaruk
ditandai Suhu kulit normal daerah gatal utk mencegah terjadinya
dengan kerusakan (skala 5) luka
lapisan kulit Integritas kulit normal Anjurkan klien untuk menggunakan
(skala 4) sabun antiseptic
Kolaborasi dengan tim medis utk
Lesi kulit berkurang mencegah infeksi lanjut
(skala 4)

Eritema berkurang
(skala 4)

3. Defisiensi
NOC :
Pengetahuan NIC :
NOC Label : Knowledge
berhubungan dengan NIC Label : Teaching Prescribed
Medication
kurang pajanan Medication
Pentingnya informasi
ditandai dengan
tentang semua obat Instruksikan pasien untuk mengenal
prilaku tidak tepat
dari tenaga kesehatan karakterisitik dari obat
yg profesional Informasikan ke pasien dua obat
(skala5) generic dan nama dari obat tersebut
Efek terapeutik obat Jelaskan kepada pasien tujuan dan
(skala 4) aksi dari obat
Efek samping obat Jelaskan kepada pasien dosis, rute,
(skala 5) dan durasi dari obat
Potensial interaksi Mengulang kembali pengetahuan
obat (skala 4) pasien tentang pengobatan
Jelaskan kepada pasien tanda dan
gejala dari kelebihan dosis
Jelaskan kepada pasien efek samping
yang dapat ditumbulkan dari obat
NIC Label : Behaviour Medication
Tentukan keinginan pasien untuk
berubah
Bantu pasien untuk mengidentifikasi
kekuatan yang ia miliki

Identifikasi kebiasaan yang salah dari


pasien

.4 Implementasi

impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah
disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan
sudah dianggap fix. berikat ane akan sedikit info tentang pengertian implentasi menurut para
ahli. semoga info tentang pengertian implementasi menurut para ahli bisa bermanfaat.

.5 Evaluasi

NO. HARI/TG EVALUASI PARAF


DX L

1 S:
Klien mengatakan gatal pada kulit klien sudah
berkurang
Klien mengatakan sudah merasa nyaman
Klien mengatakan klien tidak pernah mengeluh
gatal dan nyeri pada kulit kakinya.

O:

Pasien terlihat tidak lagi menggaruk kakinya


pasien tidak tampak gelisah

A : Tujuan tercapai sepenuhnya

2 P : Pertahankan kondisi pasien.

Lanjutkan NIC label : Pruritus

S:

Klien mengatakan mengerti tentang tanda dan


gejala
Klien mengatakan mengerti tentang cara
penggunaan obat

O:

Eritema klien berkurang


Inflamasi pada luka berkurang.
3. Granulasi dalam jaringan subkutan klien
meningkat.

A : Tujuan tercapai sebagian

P : Pertahankan kondisi klien.

Lanjutkan NIC label : Skin Surveillance; Medication


Management

S : Klien mengatakan tahu tentang penyakit yang


dialaminya dan informasi tentang pengobatan.

O : Klien mampu menjelaskan tentang kondisi


penyakitnya dan pengobatannya.

A : Tujuan tercapai sebagian.

P : Lanjutkan intervensi NIC Label : Teaching


Prescribed Medication; Behaviour Medication

BAB IV

PENUTUP

.1 Kesimpulan

Tinea Cruris merupakan infeksi jamur Dermatofita pada kulit daerah lipat paha,
genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Tinea
Cruris ini disebabkan oleh Dermatophytes Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, and Microsporum canis, kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan peyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas
pada derah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris lebih banyak terjadi pada laki-laki,
kebersihan badan dan lingkungan yang kurang sangat pengaruh terhadap perkembangan
penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA

Budimulja. (1999). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi Ketiga Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Defenisi tinea cruris http://www.scribd.com/doc/60136080/Tinea-Kruris


Wiederkehr, Michael. 2012. Tinea Cruris. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1091806 [Accessed 07 november 2015].

https://www.scribd.com/doc/51654002/tinea-cruris-lapkas

http://docslide.us/documents/askep-tinea-kruris-56327fc318cde.html

http://documents.tips/documents/pathway-tinea-kruris-dan-corporis.html

Tanti Yossela. (2015). Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris. vol 4, No 02. Lampung
(Indonesia ) : Faculty of Medicine, University of Lampung.

Você também pode gostar