Você está na página 1de 7

AKUNTANSI PERPAJAKAN

OLEH:
MUHAMMAD ISMAIL MUSTAFA
1192040089
PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014

BAGIAN 2
BENTUK USAHA TETAP

Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
usaha di Indonesia.
BUT berupa:
1. Tempat kedudukan manajemen,
2. Cabang perusahaan,
3. Kantor perwakilan,
4. Gedung kantor,
5. Pabrik,
6. Bengkel,
7. Gudang,
8. Ruang untuk promosi dan penjualan,
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam,
10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi,
11. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan,
12. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjanngg dilakukan
lebh dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
13. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas,
14. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di
Indonesiayang mnerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia, dan
15. Computer, agen elektronik, atau pelatara otomatis yang dimiliki, disewa, atau duginakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Bentuk usaha tetap dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari usaha atau
kegiatan, maupun yang berasal dari harta yag dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikian
semua penghasilan tersebut dikenkan pajak penghasilan di Indonesia.

A. OBJEK PAJAK PENGHASILAN BUT


Yang menjadi objek pajak peghasilan BUT adalah:
1. Pajak penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau
dikuasai.
2. Penghasilan kanto pusat dari ussaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan dimaksud.

B. PENENTUAN LABA BUT


Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan
dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankann sebagai
biaya adalah:
a. Royalty atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan hak-hak lainnya
b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
c. Bunga, kecuali yang berkenaan dengan usaha perbankan.

C. PERLAKUAN PAJAK ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK DARI SUATU BUT YANG
DITANAKAN KEMBALI DI INDONESIA
Penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia,akan dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% (bersifat final), kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, penanaman kembali tersebut harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak
penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
2. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada
huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling
lama 1 (tahun) setelah perusahaan resebut didirikan;
3. Penanaman kembai dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak ditterima atau diperolehya penghasilan tersebut;dan
4. Tidak melakukan pengalihan attas penanaman kembali atau paling singkat dalam jangka 2
(dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial.
BAGIAN 3
PENYUSUTAN, AMORTISASI,
DAN REVALUASI

PENDAHULUAN
Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan , penyusutan atau depresiasi merupakan konsep
alokasi harga perolehan terhadap harta tetap berwujud, dan amortiasasi merupakan konsep
alokasi harga perolehan harta tetap tidak berwujud dan harga perolehan harta sumber alam. Jadi,
dalam UU PPh pengertian amortisasi mencakup juga pengertian deplesi seperti yang dikenal
dalam dunia akuntansi keuangan.
A. PENYUSUTAN
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan;dan
2. Harta berwujud yang berupa bangunan.
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4 tahun;
2. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8 tahun;
3. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 16 tahun;dan
4. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.
Harta berwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Permanen: masa manfaatnya 20 tahun.
2. Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan lama,
atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.

B. METODE DAN TARIF PENYUSUTAN


Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus (Straight line method), dan
metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih
salah satu metode untuk melakukan penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan
untuk semua kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya
diperkenankan dipergunakan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan saja.
Table berikut menggambarkan pengelompokan harta berwujud, metode, serta tarif
penyusutannya:
TARIF
KELOMPOK MASA DEPRESIASI
HARTA BERWUJUD MANFAAT GARIS SALDO
LURUS
MENURUN
I. Bukan bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% -
Tidak permanen 10 tahun 10% -

C. SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN


Saat penyusutan dapat dimulai pada:
1. Bulan dilakukannya pengeluaran.
2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimmulai pada bulan pengerjaan
harta tersebut selesai.
3. Dengan ijin dari Direktur Jenderal Pajak, penyusutan dimulai pada bulan harta berwujud mulai
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta
tersebut mulai menghasilkan.

D. AMORTISASI
Harta tak berwujud digolongkan menjadi:
1. Kelompok 1: kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
2. Kelompok 2: kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun.
3. Kelompok 3: kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16 tahun.
4. Kelompok 4: kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.

E. METODE DAN TARIF AMORTISASI


Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainya termasuk biaya perpanjangan
hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai
manfaat lebih dari satu tahun diamortisasi kedalam metode garis lurus (straight line method) dan
metode saldo menurun (declining balance method).
Kelompok, metode, dan tarif amortisasi berlaku untuk:
1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan.
2. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial.
F. AMORTISASI BERDASAR METODE SATUANN PRODUKSI
1. Hak/pengeluaran di bidang penambangann minyak dan gas bumi
Amortisasi denan metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
dibidang penambangan minyak dan gas bumi.

2. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak
pengusahaan sumber dan hasil lainnya
Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% pertahun diterapkan pada
amortisasi atas:
a. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi,
b. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan,
c. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.

G. REVALUASI (PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP)


Aktiva tetap yang dapat dilakukan peilaian kembali adalah:
1. Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah berstatus hak milik atau hak guna bangunan.
2. Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia,
dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak..
Perlakuan pajak atas selisih lebih penilaian kembali aktiva
Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Dasar penyusutan fiscal aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali
adalah nilai pada saat penilaian kembali.
b. Masa manfaat fiscal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali aktiva tetp perusahaan
disesuaikann kembali menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap tersebut.
c. Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan.

Você também pode gostar