Você está na página 1de 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan sangat memerlukan penanganan secara terarah dan terpadu di


semua pihak guna membangun manusia seutuhnya serta mencapai tujuan
Pendidikan Nasional Indonesia. Pendidikan harus selalu diupayakan untuk
meningkatkan kemampuan setiap individu. Usaha untuk mencapai tujuan
pendidikan tersebut adalah melalui lembaga pendidikan luar sekolah. Dimana
dalam undungundang pendidikan nomor 20 tahun 2003 Negara RI yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional yang tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman.

Peningkatan mutu pendidikan adalah salah satu upaya dalam rangka


pembangunan nasional, hal ini diperlukan karena pembangunan dibidang
pendidikan merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu bangsa, khususnya
pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang mampu menguasai Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Untuk itu mutu pendidikan perlu diperhatikan
sehubungan dengan itu, peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang ingin
dicapai oleh suatu proses pendidikan, sebagaimana yang diamanatkan dalam
Undang-Undang no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi
serta bertanggung jawab.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengertian hakikat manusia?


2. Bagaimanakah pengertian dimensi manusia?
3. Apa pengertian pendidikan?
4. Bagaimana tujuan pendidikan manusia seutuhnya?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka diperoleh tujuan masalah sebagai berikut:

1. Untuk memahami pengertian hakikat manusia.


2. Untuk memahami pengertian dimensi manusia.
3. Untuk mengetahui pengertian pendidikan.
4. Untuk memahami tujuan pendidikan manusia seutuhnya.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hakikat Manusia

Menurut Supriyadi, pengertian hakikat manusia: a. Dalam diri manusia


(individu) ada fungsi yang bersifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah
laku intelektual dan sosial individu. b. Manusia pada hakikatnya dalam proses
(menjadi), berkembang terus tidak pernah selesai. c. Manusia adalah makhluk
Tuhan yang bersifat baik dan jahat. (Supriyadi, dkk., 2004: 06).

Di Indonesia menganut sistem Pancasila sebagai dasar negara yang


menempatkan manusia dalam keseluruhan hakikat manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Komponen hakikat manusia ini meliputi lima unsur yang
menegaskan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa
dalam kondisi:

1) Beriman dan bertaqwa

Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah merupakan
tujuan pendidikan yang harus dicapai oleh umat Islam, karena hal itu merupakan
perintah Allah di dalam Islam. Bahkan di Indonesia juga telah dinyatakan
sebagai tujuan utama pendidikan nasional. Artinya hakikat manusia sudah ada
sebelum ia menjadi orang yang beriman dan bertakwa. Allah menyerukan
kepada manusia agar menjadi orang yang beriman kemudian menjadi orang
yang bertakwa. Hakikat manusia diperoleh bukanlah atas usahanya sendiri atau
dengan bantuan orang lain, akan tetapi sudah tercipta sebagai bawaan. Allah
memberi peluang kepada manusia, ada dua pilihan yakni mau menempuh jalan
ke-takwa-an atau jalan ke-fasik-an. Di dalam sebuah kesimpulan tidak dapat
ditetapkan hanya pada satu pilihan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
4

2) Indah dan sempurna

Menurut Supriyadi, indah dan kesempurnaan manusia dikarenakan dari


berbagai jenis dan tingkat makhluk Tuhan yang ada, manusialah yang paling
mulia dan memiliki berbagai kelebihan. Keberadaan manusia apabila
dibandingkan dengan makhluk lain (hewan), selain memiliki insting
sebagaimana yang dimiliki hewan, manusia adalah makhluk yang memiliki
kemampuan diantaranya: berfikir, rasa keindahan, rasa kebatiniah, dan harapan.
(Supriyadi, dkk., 2004: 01).

Manusia merupakan keseluruhan sifat-sifat asli, kemampuan-


kemampuan atau bakat-bakat alami, kekuasaan, bekal disposisi yang melekat
pada kebaradaan manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk yang
sempurna ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sesungguhnya menurut keterangan di
dalam Al-Quran manusia itu diciptakan Allah adalah dalam keadaan sebaik-
baiknya bentuk. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya. Sebaik-baiknya bentuk bukan berarti lebih baik dari
binatang, akan tetapi proses penciptaan (format manusia) itu telah diupayakan
oleh Allah pada kondisi fisik atau jasadnya dengan keadaan yang sebaik-
baiknya. Misalnya tata letak organ tubuh, perbandingan ukuran dan sebagainya.
Allah telah menciptakan manusia sampai selesai dengan sebaik-baiknya proses
penciptaan, dengan hasil yang berkualitas tinggi dan tidak ada yang
menyamainya.

3) Manusia yang memiliki derajat

Derajat manusia adalah tingkat kedudukan atau martabat manusia


sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki bakat, kodrat, kebebasan hak, dan
kewajiban asasi. Allah dengan tegas mengatakan orang paling mulia adalah
manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Artinya manusia harus
ada usaha terlebih dahulu untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa.
5

Ketaqwaan manusia bukan di bawa semenjak lahir sehingga merupakan bagian


dari hakikatnya, tetapi itu adalah hasil perjuangan hidupnya.

Demikian pula sebaliknya sejelek-jeleknya manusia adalah orang-orang


yang kafir kepada Tuhannya. Apalagi jika manusia itu adalah pengkhianat. Kita
telah dapat menduga bahwa kebanyakan manusia di dunia ini memang kafir
kepada Tuhan. Derajat yang tinggi harus diupayakan oleh seseorang jika ingin
menjadi makhluk yang tinggi derajatnya, yakni harus berilmu dan beriman.
Walaupun telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah
membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
namun manusia itu bukan hanya beragama Islam semua dan bukan pula hanya
yang berada di Indonesia saja, di belahan dunia lain terdapat jutaan umat
manusia dengan aneka karakternya. Yang jelas amat sedikit di antara mereka
yang ingin bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

4) Khalifah di bumi

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh


Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu
konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di bumi ini. Walaupun
manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat didalamnya,
tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena adanya karunia Allah
yang diberikan kepada manusia yaitu akal dan pemahaman. Itulah sebab dari
adanya ketentuan semua yang ada di alam ini untuk manusia sebagai rahmat dan
karunia dari Allah SWT. Kedudukan akal dalam Islam adalah suatu kelebihan
yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk yang lainnya.
Dengan akal tersebut manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah
urusan mereka di dunia.

Menurut Antana, manusia sebagai makhluk yang diberikan


kesempurnaan haruslah mampu menempatkan dirinya sesuai dengan hakikat
diciptakannya yakni sebagai penjaga atau pengelola atau bisa disebut juga
6

menjadi Khalifah. (Antana, dkk., 2009). Kata Khalifah berasal dari kata
khafalah, yakhlifu, khilafatan, atau khalifatan yang berarti meneruskan.
Sehingga Khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah.
Fungsi Khalifah adalah selain sebagai pemimpin manusia juga sebagai penerus
ajaran-ajaran yang telah dilakukan oleh pendahulunya serta menjadi pemelihara
ataupun penjaga bumi dari kerusakan. Peran yang hendaknya dilakukan seorang
khalifah sebagaimana telah ditetapkan Allah SWT, adalah sebagai berikut :

1. Belajar
2. Mengajarkan Ilmu
3. Membudayakan Ilmu

5) Pemilik HAM

Untuk memahami hakikat Hak Asasi Manusia, terlebih dahulu akan


dijelaskan pengertian dasar tentang hak. Secara definitif hak merupakan
unsure normatif yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi
kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam
menjaga harkat dan martabatnya. Hak mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
a) pemilik hak, b) ruang lingkup penerapan hak, dan c) pihak yang bersedia
dalam penerapan hak. (Nickel, J.W. 1996). Ketiga unsur tersebut menyatu dalam
pengertian dasar tentang hak. Dengan demikian hak merupakan unsur normatif
yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada
ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan
interaksinya antara individu atau dengan instansi.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi


Manusia pasal 1 disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Ciri pokok hakikat HAM yaitu:
7

1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian
dari manusia secara otomatis.
2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM. (Fikih, M. 2003).

Nilai-nilai HAM ada 2 macam, yaitu :


1. Universal, artinya nilai-nilai HAM berlaku umum disemua negara.
2. Partikular, artinya nilai-nilai HAM pada suatu negara sangat kontekstual
yaitu mempunyai kekhususan dan tidak berlaku untuk setiap negara
karena ada keterikatan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang
pada suatu negara.

2.2 Dimensi-Dimensi Manusia

Manusia adalah makhluk yang serba terhubung, dengan masyarakat,


lingkunganya, dirinya sendiri, dan Tuhan. Dalam hubugan ini, pendidikan
mempunyai peranan penting sebagai cara untuk mengantar peserta didik untuk
mencapai kebahagiaan. Dengan jalan membantu mereka meningkatakan kualitas
hubungannya dengan dirinya, lingkunganya, dan Tuhannya. Untuk menciptakan
rasa kebersamaan dengan individu lainnya, rasa menghormati, serta menjalin
hubungan yang baik, maka diperlukan dimensi-dimensi di dalam kehidupan
sehari-hari agar terciptanya manusia yang sempurna dan berakhlaq yang baik.
Dimensi-dimensi tersebut itu diantaranya:

1) Kefitrahan (manusia yang suci)


8

Fitrah harus mencakup tentang manusia yang membutuhkan interaksi


terhadap lingkungannya. Hal ini dikarenakan tugas pokok manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini. Manusia senantiasa memerlukan interaksi dengan
orang lain atau makhluk lainnya. Fitrah berarti, potensi-potensi yang dimiliki
manusia.

Tentu saja potensi manusia yang tersimpan dalam sifat Allah tidak
sempurna. Tetapi memiliki keterbatasan yang dimilikinya. Sehingga manusia
selalu membutuhkan bantuan dan pertolongan dari Tuhannya dalam upaya
pemenuhan semua kebutuhannya. Keadaan ini menyadarkan manusia akan
keterbatasannya dan ke-Mahakuasa-an Allah. Potensi yang telah diberikan Allah
kepada manusia menjadikan manusia berfikir dan mampu mengemban amanat
yang dibebankan oleh Allah kepadanya. Maka fitrah dapat diambil pengertian
sebagai berikut:

1. Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah


mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia
tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar.
2. Fitrah yang berarti potensi. Potensi, mengacu kepada dua hal, yang
baik dan buruk. Sehingga perlu dikembangkan, diarahkan, dan
dididik. Di sinilah fungsi pendidikan yaitu agar potensi manusia bisa
terapkan dan berkembang dengan baik.

2) Keindividualan (pribadi yang berbeda dari yang lain)

Menurut Supriyadi, manusia sebagai individu, sebagai pribadi adalah


suatu kenyataan yang paling riel dalam kesadaran manusia. (Supriyadi. dkk.
2004:09). Semakin manusia sadar akan diri sendiri sesungguhnya makin sadar
manusia akan kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak
terpisahkan dari semesta.
9

Manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara aspek badani dan
rohaninya, manusia adalah individu/pribadi, artinya manusia adalah satu
kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya
sehingga bersifat unik, dan merupakan subjek yang otonom. Manusia memiliki
karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya.

3) Kesosialan (ketergantungan kebutuhan pada orang lain)

Sekalipun setiap manusia adalah individual/personal, tetapi ia tidak hidup


sendirian, tak mungkin hidup sendirian, dan tidak mungkin hidup hanya untuk
dirinya sendiri, melainkan hidup pula dalam keterpautan dengan sesamanya.
Dalam hidup bersama dengan sesamanya (bermasyarakat), setiap individu
menempati kedudukan (status) tertentu, mempunyai dunia dan tujuan hidupnya
masing-masing, namun demikian sekaligus ia pun mempunyai dunia sesama
manusia akan dapat mengukuhkan eksistensinya.

Karena setiap manusia adalah pribadi/individu, dan karena terdapat


hubungan pengaruh timbal balik antara individu dengan sesamanya, maka
idealnya situasi hubungan antara individu dengan sesamanya itu tidak
merupakan hubungan antara subjek dengan objek, melainkan subjek dengan
subjek yang oleh Martin Buber disebut hubungan I Thou / Aku-Engkau
(Friedman, S. M. 1954). Selain itu, hendaknya terdapat keseimbangan antara
individualitas dan sosialitas pada setiap manusia.

4) Kesusilaan (menyangkut etika dan etiket)

Menurut Supriyadi, pribadi manusia yang hidup bersama itu melakukan


hubungan dan interaksi baik langsung maupun tidak langsung. (Supriyadi. dkk.
2004: 13). Di dalam proses tersebut membawa identitas dari masing-masing
manusia itu sendiri. Pandangan bahwa manusia itu sebagai makhluk susila
bersumber dari kepercayaan bahwa budi nurani manusia adalah sadar nilai dan
mengabdikan norma-norma. Tiap hubungan sosial mengandung etika dan moral.
10

5) Keberagaman (keyakinan ada kekuatan yang mengendalikan seluruh


aspek kehidupan di luar kemampuan makhlup hidup di dunia)

Keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi


manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan
kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilakunya. Hal ini
terdapat pada manusia manapun, baik dalam rentang waktu (dulu, sekarang,
akan datang), maupun dalam rentang geografis di mana manusia berada.

Manusia memiliki potensi untuk mampu beriman dan bertaqwa kepada


Tuhan YME. Di lain pihak, Tuhan telah menurunkan wahyu melalui Utusan-
utusanNya, dan telah menggelar tanda-tanda di alam semesta untuk dipikirkan
oleh manusia agar manusia beriman dan bertaqwa kepadaNya. Dalam
keberagamaan ini manusia dapat merasakan hidupnya menjadi bermakna. Ia
memperoleh kejelasan tentang asal-usulnya, dasar hidupnya, tata cara hidupnya,
dan menjadi jelas pula ke mana arah tujuan hidupnya.

2.3 Pengertian Pendidikan

Kata pendidikan secara bahasa berasal dari kata "pedagogi" yakni "paid"
yang berarti anak dan "agogos" yang berarti membimbing, jadi pedagogi adalah
ilmu dalam membimbing anak. Sedangkan secara istilah definisi pendidikan
ialah suatu proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok
dalam usaha mendewasakan manusia atau peserta didik melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat
dikembangkan melalui pengalaman.

Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia dengan lingkungannya, baik


lingkungan fisik maupun sosial manusia dengan lingkungannya itu secara efisien
dan efektif itulah yang disebut dengan pendidikan dan latar tempat
berlangsungnya pendidikan disebut lingkungan pendidikan, khususnya pada tiga
11

lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah dan masyarakat


(Tirtaraharja, 1990: 39-40). Seperti diketahui, lingkungan pendidikan pertama
dan utama adalah keluarga. Makin bertambah usia seseorang, peranan
pendidikan keluarga lainnya (yakni sekolah dan masyarakat) semakin penting
meskipun pengaruh lingkungan keluarga masih tetap berlanjut.

Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelengaraan pendidikan pada ketiga


lingkungan pendidikan itu, maka ketiga sering dibedakan sebagai pendidikan
informal dan pendidikan formal, dan pendidikan nonformal. Pendidikan yang
terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung alami dan wajar serta disebut
pendidikan informal. Sebaliknya, pendidikan di sekolah adalah pendidikan yang
secara sengaja direncanakan dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat,
seperti harus berjenjang dan berkesinambungan, sehingga disebut pendidikan
formal. Sedangkan pendidikan di lingkungan masyarakat (umpamanya kursus
dan kelompok) tidak dipersyaratkan berjenjang dan berkesinambungan, serta
dengan aturan-aturan yang lebih longgar sehingga disebut pendidikan
nonformal.

2.4 Tujuan Pendidikan Manusia Seutuhnya

Tujuan untuk pendidikan manusia seutuhnya dengan kodrat dan


hakekatnya, yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin. Adapun
aspek pembawaan (potensi manusia) meliputi:

- Potensi jasmani, yaitu fisiologis dan pancaindra


- Potensi rohaniah, yaitu psikologis dan budi nurani

Dengan mengembangkan potensi-potensi tersebut dengan sikap positif


dan mendasar akan mencapai kesinambungan. Pada dasarnya, pendidikan di
semua institusi dan tingkat pendidikan mempunyai muara tujuan yang sama,
yaitu ingin mengantarkan masyarakat menjadi manusia paripurna yang mandiri
dan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan lingkungannya. Dalam
system pendidikan Indonesia, tujuan pendidikan tersebut secara eksplisit dapat
dilihat pada UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
beserta peraturan-peraturan pemerintah yang berkaitan dengan UU tersebut.
12

Secara umum tujuan pendidikan di Indonesia sudah mencangkup tiga


ranah perkembangan manusia, yaitu perkembangan afektif, psikomotor, dan
kognitif. Tiga ranah ini harus dikembangkan secra optimal dan integrative.
Berimbang artinya ketiga ranah tersebut dikembangkan dengan intensitas yang
sama, proporsional dan tidak berat sebelah. Optimal maksudnya dikembangkan
secara maksimal sesuai dengan potensinya. Integrative artinya pengembangan
ketiga ranah tersebut dilakukan secara terpadu.

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan cita-cita


mencerdaskan kehidupan bangsa serta sejalan dengan visi pendidikan nasional,
Kemendiknas mempunyai visi 2025 untuk menghasilkan Insan Indonesia Cerdas
dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna). Yang dimaksud dengan Insan
Indonesia cerdas adalah Insan yang cerdas komperhensif, yaitu cerdas spiritual,
cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinetis.

2.5 Pengertian Dimensi Dalam Membentuk Manusia Seutuhnya

Dalam membentuk mansusia seutuhnya diperlukan kerja sama yang baik


diantara semua pihak, mulai dari pihak pemerintah sebagai fasilitator pendidikan
di Indonesia, sampai ke pihak keluarga yang memiliki fungsi mengontrol
13

perkembangan peserta didik, maupun pihak sekolah sebagai pembimbing peserta


didik agar bisa membentuk manusia seutuhnya.

Sesuai cita-cita Bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan


bangsa, maka hakikat manusia dan dimensi manusia harus bersinergi dengan
baik. Kalau sudah bersinergi dengan baik, pendidikan di Indonesia akan berjalan
dengan maksimal, sehingga bisa menciptakan manusia seutuhnya sesuai cita-cita
bangsa.

Untuk membentuk manusia seutuhnya maka diperlukan hakikat manusia


dan dimensi manusia harus bersinergi seperti bagan dibawah ini:

Beriman dan bertaqwa Kefitrahan

Indah dan sempurna Keindividualan

Manusia yang memiliki


derajat Pendidikan Kesosialan

Khalifah di bumi Kesusilaan


Membentuk
Pemilik HAM Manusia Keberagaman
Seutuhnya
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:


1. Hakikat manusia adalah manusia yang berkepribadian utuh yang dapat
beriman dan bertaqwa, makhluk yang indah dan sempurna, memiliki
derajat, sebagai qolifah di bumi, dan pemilik HAM.
2. Dimensi manusia adalah makhluk yang serba terhubung, dengan
masyarakat, lingkunganya, dirinya sendiri, dan Tuhan. Menyelaraskan,
menyeimbangkan, dan menyerasikan aspek manusia sebagai makhluk
fitrah, individu, sosial, susila, dan beragam bentuk atau jenisnya.
3. Hakikat pendidikan adalah upaya sadar memanusiakan manusia muda
untuk mencapai kedewasaan atau menemukan jati dirinya yang
berlangsung seumur hidup atau sepanjang hayat.
4. Hakikat tujuan pendidikan adalah mengantarkan anak manusia menjadi
manusia yang mandiri dan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri
dan lingkungannya.

3.2 Saran

Setelah mempelajari materi tentang hakikat dan dimensi manusia, serta


tahapan pengembangannya melalui proses pendidikan dalam membangun manusia
seutuhnya diharapkan dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih baik,
berkembang, dan sesuai aturan yang sudah berlaku.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

14
DARTAR RUJUKAN

Antana, M. 2009. Hakikat Manusia menurut Islam, (Online),


(https://tafany.wordpress.com/2009/04/01/hakikat-manusia-menurut-
islam-2/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C8704290815), diakses pada 17
Oktober 2015.
Fikih, M. 2003. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak
untuk membatasi atau melanggar hak orang lain, (Online),
(https://bennydermawan93.wordpress.com/2013/10/18/hak-asasi-
manusia/), diakses pada 17 Oktober 2015.
Friedman, S. M. 1954. Martin Buber, The. Life of Dialogue. London: Routledge
and Began Paul Ltd.
Nickel, J.W. 1996. Hak mempunyai unsur-unsur: a) pemilik hak, b) ruang lingkup
penerapan hak, dan c) pihak yang bersedia dalam penerapan hak,
(Online), (https://bennydermawan93.wordpress.com/2013/10/18/hak-
asasi-manusia/), diakses pada 17 Oktober 2015.
Supriyadi, Maoslicatoen R., Suprihadi Saputro, Mardiah Moenir, Toenlioe, Joseph
Mbulu, Zainul Abidin. 2004. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. (Online), (https://www.google.com/search?q=uu+no+39+tahun+
1999&ie=utf-8&oe=utf-8#q=uu+no+14+tahun+2005), diakses 16 Oktober
2015.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. (Online), (https://www.google.com/search?q=uu
+no+39+tahun+1999&ie=utf-8&oe=utf-8#q=uu+no+20+tahun+2003),
diakses 16 Oktober 2015.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. (Online), (https://www.google.com/search?q=uu+no+39+tahun
+1999&ie=utf-8&oe=utf-8), diakses 16 Oktober 2015.

15

Você também pode gostar