Você está na página 1de 21

PAPER SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

PELAKSANAAN SURVEI TANAH BAGIAN 1

Kelas: E

Oleh Kelompok 2 :

Alfiana Damayanti 145040100111018


Yanis Maria Ulfa 145040100111022
Zastya Diastantri 145040100111031
Adinda Kusumaningdia 145040100111047
Wenny Widyawati 145040100111073
Febri Suryaning P 145040100111095

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
PELAKSANAAN SURVEI LAHAN

Pelaksanaan survei tanah dilakukan dengan beberapa tahap berikut :


1. Tahap Persiapan
2. Tahap Survei Lapang, yang terdiri dari :
a. Pra Survei
b. Survei Utama
3. Analisis Data
4. Pembuatan Peta
5. Pelaporan

Setiap tahap tersebut memiliki peran penting dalam pelaksanaan survei lahan.
Berikut penjelasan lebih lanjut pada setiap tahap kegiatan

1. TAHAP PERSIAPAN LAHAN


Tahap persiapan ini sangat menentukan akurasi dari hasil survei tanah,
hal ini terkait dengan :
Hasil klasifikasi tanah, semakin lengkap informasi faktor pembentuk
tanah akan semakin baik Satuan Tanah (ST) yang dihasilkan
Sebaran tanah, semakin besar skala peta dasar (RBI) dan foto udara atau
citra satelit, semakin detil Satuan Peta (SP) yang dihasilkan sehingga
semakin akurat Satuan Peta Tanah (SPT) yang dihasilkan
Semakin baik persiapan dilakukan, semakin akurat hasil survei tanah.
Berikut beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan lahan
a. Menentukan Tujuan Survei Tanah
Secara umum, tujuan dari survei tanah dibedakan menjadi survei
bertujuan umum dan survei bertujuan khusus. Survei bertujuan umum
untuk memberikan keterangan dan data sebagai interpretasi untuk
berbagai penggunaan yang berbeda. Survei ini ditujukan bagi daerah-
daerah yang kurang berkembang atau daerah yang memiliki informasi
tanah sangat minim.
Sedangkan survei bertujuan khusus dilakukan jika tujuan survei
telah diketahui untuk kegunaan tertentu, seperti pertanaman komoditas
tertentu, irigasi, dan lain-lain. Sifat dan kualitas tanah sudah diketahui
dan dipetakan, baik melalui dugaan sifat-sifat yang diamati, maupun dari
hasil analisis yang telah ada. Survei tujuan khusus dilakukan pada daerah
yang sudah berkembang (berpenduduk padat)
b. Mengestimasi Biaya Survei Tanah
Tingkat survei dan skala peta yang akan dihasilkan akan
menentukan intensitas pengamaatan lapang dan besarnnya biay yang
diperlukan. Semakin detail survei (semakin besar skala peta yang
dihasilkan) maka semakin tinggi intensitas pengamatan lapangan yang
diperlukan sehingga semakin tinggi pula estimasi biaya perstuan luas.
Komponen biaya survei terdiri dari 2 kelompok yaitu biaya untuk
upah atau gaji bagi tenaga kerja yang terlibat seperti tenaga ahli, tenaga
administrasi, anggota tim, dan lain-lain, serta biaya survei yang
dialokasikan untuk membiayai pekerjaan survei di lapang seperti biaya
alat dan bahan yang dibutuhkan dalam survei, asuransi, biaya tak terduga,
dan lain-lain.
c. Merumuskan Kerangka Acuan (TOR = Term Of Reference)
TOR dibutuhkan untuk menghasilkan suatu kesepakatan antara
pihak pelaksana survei dengan pihak pengguna (pihak yang menghendaki
terlaksananya survei lahan) mengenai beberapa hal tentang pelaksanaan
survei lahan. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dan kerugian yang
nantinya terjadi antara keduabelah pihak. Adapun dalam TOR dapat
terdiri dari tujuan pelaksanaan survei, bahan dan alat yang nantinya
digunakan (peta, foto udara, citra satelit, dan lain-lain), metode survei
(survei grid, survei fisiografi, grid bebas, dan sebagainya), macam
analisis, susunan organisasi, dana yang diperlukan, macam peta dan
laporan yang dihasilkan, dan lain-lain.
d. Pengumpulan Data
Data-data sekunder yang perlu dikumpulkan adalah data yang
berkaitan dengan survei yang diperoleh dari laporan dan peta yang ada,
maupun langsung pada instansi terkait.
Data tersebut meliputi:
1. Keadaan iklim dan hidrologi
Data iklim diambil dari semua stasiun iklim atau stasiun
penakar curah hujan yang ada di daerah survei maupun dari publikasi
yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika. Data iklim
yang dikumpulkan meliputi curah hujan (mm), suhu maksimal, suhu
minimal, dan suhu rata-rata (C), intensitas radiasi (Joule/m2/hari),
lama penyinaran (jam/hari), kecepatan angin (km/jam), kelembaban
(%), dan suhu tanah (C).
2. Keadaan geologi dan bahan induk
Bahan induk merupakan massa lunak bersusunan anorganik
dan organik yang menjadi awal pembentukan tanah. Bahan induk
anorganik berasal dari pelapukan batuan induk, sedangkan bahan
induk organik berasal dari bahan induk organik. Bahan induk tanah
dibagi menjadi 2 yaitu bahan induk lepas/lunak dan bahan kukuh.
Bahan induk berupa bahan lepas/lunak adalah sebagian besar
bahan sedimen atau bahan lapukan yang terdapat di atas batuan keras.
Sedangkan bahan induk kukuh berupa batuan yang keras. Contohnya
seperti batuan vulkanik, lava, serta sebagian batuan sedimen dan
metamorfik.
3. Keadaan topografi (relief dan lereng)
Keadaan topografi daerah tercermin dari peta topografi atau
peta rupa bumi. Keadaan lereng suatu daerah sangat mempengaruhi
penggunaan lahan di daerah tersebut.
4. Keadaan vegetasi dan penggunaan lahan
Vegetasi dan penggunaan lahan secara umum sangat
dipengaruhi oleh keadaan tanah dan ketersediaan air. Criteria utama
yang digunakan dalam menentukan vegetasi dan penggunaan lahan
diutamakan pada jenis dan vegetasi permanen pada daerah tersebut.
Informasi ini perlu untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan
penggunaan lahan yang ada pada saat survei dilakukan.
5. Keadaan tanah
Informasi awal tentang keadaan tanah dari suatu daerah sangat
bermanfaat untuk digunakan sebagai pembanding atau rujukan tentang
tanah-tanah yang akan dijumpai di daerah survei. Biasanya informasi
ini diperoleh dari peta tanah yang berskala lebih kecil dari yang telah
dipublikasikan sebelumnya.
6. Keadaan sosial ekonomi daerah survei, seperti penduduk (kepadatan,
laju perkembangan, mata-pencaharian), kepemilikan tanah dan
sebagainya.
Data-data tentang keadaan ekonomi penduduk di daerah yang
disurvei sangat diperlukan, terutama dalam merencanakan
penggunaan lahan yang akan diusulkan di daerah tersebut. Data-data
tersebut meliputi keadaan penduduk (kepadatan, laju perkembangan),
kepemilikan tanah, dan sebagainya.
e. Membuat Surat Perjanjian Kerjasama
Surat perjanjian kerjasama ini diperlukan agar kedua belah pihak
memiliki landasan dan kekuatan hukum, seandainya salah satu pihak
tidak menepati hal-hal yang telah disepakati dalam TOR. Dalam surat
perjanjian kerjasama juga ditentukan kapan laporan survei harus
diserahkan, serta sanksi jika terjadi pelanggaran satu pihak.
f. Mengurus Izin Survei
Sebelum melakukan survei di suatu daerah, penyurvei harus
mengurus surat-surat izin terlebih dahulu dari penguasa wilayah yang
daerahnya tercakup dalam daerah yang disurvei. Izin harus diperoleh dari
pemerintah daerah tingkat I hingga kepala desa yang tercakup dalam
daerah survei tersebut.
g. Melakukan Foto Udara, Citra Satelit, dan Peta
1 Foto Udara
Menurut Noor (2012), Foto udara dalah suatu rekaman detail
permukaan bumi yang dipengaruhi oleh panjang fokus lensa kamera,
ketinggian terbang pesawat, waktu pemotretan, jenis film dan filter yang
dipakai saat pemotretan. Menurut Terra (2013), Foto Udara adalah hasil
pemotretan suatu daerah dari ketinggian tertentu, dalam ruang lingkup
atmosfer menggunakan kamera. Misalnya pemotretan menggunakan
pesawat terbang, heikopter, balon udara, drone/UAV, dan wahana
lainnnya.
Ketinggian bervariasi sesuai skala yang dikehendaki, semakin
besar skala semakin rendah tinggi terbang pesawat. Pada saat ini, untuk
mendapatkan foto berskala besar, kadang menggunakan pesawat remote
control. Diupayakan untuk mendapat foto udara dengan skala 2 kali lebih
besar dari peta tanah yang akan dihasilkan Informasi foto udara bisa
diperoleh di Badan Informasi Geomatika (BIG), Cibinong.
Keuntungan menggunakan foto udara yaitu memberikan hasil
gambar atau menciptakan citra yang jauh lebih baik dan detail, tidak
terkena awan, sistem pengoperasiannya berada di bawah awan.
Sedangkan untuk kelemahan dari foto udara adalah terbangun atas
berbagai kumpulan scene kecil yang sangat banyak, sistem pemotretan
pada area yang jauh lebih luas dengan yang lain. Sistem pengoperasian
foto udara tergantung dengan faktor cuaca dan angin. Contohnya, ketika
menggunakan UAV memberikan hasil foto udara yang kurang stabil dan
bagus jika dihempas tiupan angin yang kencang, hasilnya pun kurang
optimal dan stabil. Jika dilihat dari biaya yang dikeluarkan foto udara
lebih mahal dibandingkan menggunakan citra satelit karena banyak
kebutuhan yang diperlukan. Mulai dari izin penerbangan jika
menggunakan helikopter atau pesawat terbang, biaya operasional
pesawat, biaya lapangan, pengambilan koordinat GCP (Ground Control
Point) dan masih banyak yang lainnya.
2 Citra Satelit
Menurut Terra (2013), citra satelit merupakan pemotretan suatu
daerah menggunakan wahana satelit yang dioperasikan dari ruang
angkasa. Citra satelit merupakan pengganti foto udara jika tidak tersedia.
Penggunaan citra satelit disesuaikan dengan skala peta tanah yang
dihasilkan, antara lain: Skala tinjau Landsat (resolusi 30 m), Skala semi
detil Aster (resolusi 15 m) Skala detil Ikonos (resolusi 4 m)/Quickbird
(0.68 m).
Keuntungan menggunakan citra satelit biaya secera umum jauh
lebih terjangkau dan murah dibandingkan dengan foto udara, tingkat
akurasi proses geometrik jauh lebih baik walaupun tidak menggunakan
sistem ikat pada lapangan GCP. Ketika masuk di area yang luas, citra
satelit tidak perlu scene yang beragam dan banyak karena ukuran scene
yang ada di citra satelit sangat luas sehingga tidak terlalu ribet.
Sedangkan kekurangan ketika menggunakan citra satelit adalah
sistem penggunaannya tergantung cuaca yang ada, misalnya kabut, awan
dan hujan. Karena sistem pengoperasian dilakukan langsung dari luar
angkasa dan proses pemotretan masih belum dapat menembus awan.
Untuk daerah yang memiliki intensitas hujan yang besar dan selalu
dikelilingi kabut maka susah untuk mendapatkan hasil data citra satelit
yang akurat.
3 Peta
Peta adalah suatu cara untuk merepresentasikan gambaran
permukaan bumi (lokasi, obyek bumi) secara nyata pada permukaan 2D
(berupa kertas, layar monitor) yang diperkecil (dalam skala tertentu) dan
dapat dilihat dari atas serta didalamnya memuat berbagai informasi
tentang wilayah tersebut. Peta yang diperlukan dalam pelaksanaan survei
antara lain sebagai berikut:
a Peta Dasar
Peta dasar adalah peta skala yang digunakan sebagai acuan
dalam pemetaan untuk menggambarkan lokasi dengan berbagai
topik/tema. Peta topografi atau peta rupa bumi tergolong pada peta
dasar. Skala yang digunakan untuk wilayah Indonesia hendaknya 2
kali lebih besar dari peta yang akan dihasilkan (untuk P. Jawa
tersedia 1:25.000, luar Jawa umumnya 1:50.000, bahkan ada yang
masih berskala kecil 1:250.000). Peta dasar biasanya digunakan
untuk plotting hasil interpretasi foto udara (IFU)
b Peta Geologi
Peta geologi merupakan sumber informasi dasar mengenai
jenis-jenis batuan, ketebalan dan arah penyebaran batuan, susunan /
urutan satuan batuan, struktur, pelapisan, kekar dan perlipatan,
serta proses yang pernah terjadi pada suatu daerah. Skala terbesar
yang telah dilakukan survei (untuk P. Jawa 1:100.000, untuk luar
Jawa 1:250.000). Peta geologi digunakan sebagai bahan
pertimbangan proses pembentukan muka bumi, dalam IFU untuk
bentuklahan (landform).
c Peta Tanah
Peta tanah merupakan suatu peta yang sengaja dibuat untuk
menunjukkan penyebaran tipe-tipe tanah atau satuan-satuan peta
tanah yang akan menggambarkan dengan jelas dalam hubungan
dengan sifat-sifat fisik tanah/lahan dengan social cultur (bisa juga
ekonomi) pada suatu permukaan bumi. Skala terbesar yang telah
dilakukan survei (sebagian besar wilayah Indonesia tersedia skala
1:250.000, beberapa lokasi tersedia skala 1:50.000). Peta tanah
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memprediksi tanah
yang akan ditemukan.
d Peta Tata Guna Lahan
Peta tata guna lahan adalah peta yang digunakan dalam
merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang
meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi
tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dan
lain lain. Skala terbesar dari peta yang telah dilakukan survei
(untuk P. Jawa tersedia 1:25.000, luar Jawa umumnya 1:50.000,
bahkan ada yang masih berskala kecil 1:250.000).
h. Interpretasi Foto Udara dan Citra Satelit
Menurut Sanjaya (2012), kegiatan interpretasi foto udara
meliputi penentuan lokasi relatif dan luas bentangan. interpretasi akan
dilakukan berdasarkan kajian dari objek-objek yang tampak pada foto
udara. Keberhasilan dalam interpretasi foto udara akan bervariasi sesuai
dengan latihan dan pengalaman penafsir, kondisi objek yang di
interpretasikan dan kualitas foto yang digunakan.
Interpretasi foto udara dilakukan untuk menghasilkan peta bentuk
lahan (landform). Aktivitas yang dilakukan dalam interpretasi foto udara
antara lain:
1 Delineasi pada foto udara (pada daerah efektif)
2 Plotting pada peta dasar [manual pada peta dasar analog (peta cetak),
atau secara digital dengan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Dalam pengenalan objek yang tergambar pada foto udara, ada tiga
rangkaian kegiatan yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan
analisis. Tahap deteksi ialah pengamatan atas adanya suatu objek,
misalnya pada gambaran sungai terdapat objek yang bukan air.
Identifikasi ialah upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan
menggunakan keterangan yang cukup. Sehubungan dengan contoh
tersebut maka berdasarkan bentuk, ukuran, dan letaknya, objek yang
tergambar pada foto udara tersebut disimpulkan sebagai perahu dayung.
Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut, misalnya
dengan mengamati jumlah penumpangnya, sehingga dapat disimpulkan
bahwa perahu tersebut berupa perahu dayung yang berisi tiga orang
(Lintz Jr dan Simonett, 1976 dalam Sutanto).
Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan
kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran,
bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs dan asosiasi (Sutanto, 1986).
Adapun penjelasan masing-masing unsur menurut Lillesand dan Kiefer
(1979) dan Sutanto (1986):
1 Rona/warna.
Rona adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek
pada citra. Rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau
sebaliknya. Sedangkan warna adalah ujud yang tampak oleh mata
dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum
tampak. Permukaan yang menyerap cahaya seperti permukaan air
akan berwarna gelap, sedangkan tanah yang kering akan berwarna
cerah karena memantulkan cahaya ke kamera atau satelit penangkap
sinyal/gelombang cahaya. Contoh permukaan atap pabrik/gudang
yang terbuat dari seng atau asbes akan kelihatan cerah.
2 Bentuk
Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek,
sehingga dapat mencirikan suatu penampakan yang ada pada citra
dapat di identifikasi dan dapat dibedakan antar objek. Dari
penampakan pada citra maupun foto udara dapat di identifikasi bentuk
massa bangunan, maupun bentuk-bentuk dasar fisik alam lainnya
seperti jalan, sungai, kebun, hutan dan sebagainya. Dengan melihat
bentuk-bentuk fisik dari citra ikonos maupun foto udara dapat
ditentukan penggunaan lahan suatu tempat, sebagai contoh bentuk
penggunaan lahan untuk kawasan industri/pergudangan yang di
cirikan dengan bentuk bangunan yang seragam persegi dan massa
bangunan yang cukup.
Bentuk Sungai yang mengikuti Bentuk Jalan yang lurus dan
teratur. Kenampakan sungai berbeda dengan jalan raya, jika sungai
berbentuk berkelok-kelok sesuai dengan alirannya, tetapi jalan
berbentuk lurus dan teratur.
3. Ukuran
Ukuran ialah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas,
tinggi, lereng dan volume. Ukuran obyek pada citra maupun foto
udara merupakan fungsi skala sehingga dalam memanfaatkan ukuran
sebagai unsur interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala
citranya. Dengan kata lain ukuran merupakan perbandingan yang
nyata dari obyek-obyek dalam citra maupun foto udara, yang
mengambarkan kondisi di lapangan. Sebagai contoh
Perbedaan ukuran antara stadion dan lapangan sepak bola biasa
atau lahan kosong yang di manfaatkan untuk lapangan. Perbedaan
antara ukuran lapangan biasa dengan stadion, ukuran jalan lingkungan
berbeda dengan jalan arteri.
Dengan melihat perbedaan ukuran ini, dapat menentukan
penggunaan lahan suatu area ataupun kapasitas/daya tampung obyek
tersebut serta fungsi dari obyek yang diamati dalam dunia nyata
sehari-harinya.
4. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau
pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan
secara individual. Tekstur sering dinyatakan dari kasar sampai halus.
Tekstur merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran, pola,
bayangan serta rona. Dengan melihat tekstur dapat di kelompokkan
penggunaan lahan atau fungsi dari kawasan-kawasan tertentu.
Misalnya tekstur sawah akan kelihatan halus berbeda dengan kebun
ataupun hutan.
5. Pola
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai
bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek
alamiah lainnya. Pengulangan bentuk tertentu dalam hubungan
merupakan karakteristik bagi obyek alamiah maupun bangunandan
akan memberikan suatu pola yang membantu dalam interpretasi citra
maupun foto udara dalam mengenali obyek tertentu. Misalnya pola
perumahan yang teratur menunjukkan adanya kompleks perumahan
(permukiman bukan perkampungan). Atau pola yang persegi dan
teratur serta bentuk dan ukuran yang hampir sama dapat menunjukkan
suatu perkantoran ataupun kawasan pendidikan. Dalam
menginterpretasi citra atau foto udara pola sangat di perhatikan, guna
membedakan antara obyek-obyek yang hampir sama karakteristiknya,
jika di interpretasi dengan unsur-unsur sebelumnya.
Tekstur sawah yang halus, berbeda dengan tektur perkebunan
atau pekarangan dekat dengan pemukiman. Hal ini karena jenis
tanaman yang ada berbeda, sehingga memperlihatkan tektur yang
kasar.
Pola perumahan yang teratur pada gambar citra ikonos diatas
menunjukkan bahwa obyek tersebut merupakan perumahan bukan tipe
perkampungan, tetapi perumahan yang dibangun/dikembangan oleh
developper.
6. Bayangan
Bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting
bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
Akan tetapi di sisi lain keberadaan bayangan merupakan suatu kondisi
yang bertentangan, pada satu sisi bentuk dan kerangka bayangan dapat
memberikan gambaran profil suatu obyek. Tetapi pada lain sisi jika
ada suatu obyek yang berada di bawah bayangan, maka hanya sedikit
memantulkan sedikit cahayadan sulit untuk diamati pada citra atau
foto udara. Dengan bantuan unsur bayangan ini juga dapat
menentukan arah mata angin serta pengenalan terhadap suatu obyek
yang kemungkinan sulit diamati sebelumnya.
7. Situs
Situs atau lokasi suatu obyek dalam hubungannya dengan obyek
lain dapat membantu dalam menginterpretasi foto udara ataupun citra
ikonos. Situs ini sering dikaitkan antara obyek dengan melihat obyek
yang lain. Contoh situs permukiman memanjang pada umumnya
terletak disepanjang tepi jalan.
Asosiasi Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara
obyek yang satu dengan obyek yang lain, dengan kata lain asosiasi ini
hampir sama dengan situs. Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya
suatu obyek pada citra sering menjadi petunjuk adanya obyek yang
lain. Seperti stasiun kereta api sering berasosiasi dengan jalan kereta
api yang bercabang (jumlahnya lebih dari satu).
i. Menyiapkan Peta Lapangan
Peta lapangan adalah peta rencana rintisan atau bisa disebut
dengan rencana pengamatan. Peta ini dibuat pada peta Wujud-lahan.
Dalam membuat rencana rintisan atau rencana pengamatan, beberapa hal
yang perlu diperhatikan adalah:
- Pengamatan utama harus tegak-lurus terhadap pola wujud-lahan (tidak
boleh sejajar dengan pola wujud-lahan).
- Semaksimal mungkin memanfaatkan aksesbilitas yang ada. Artinya
akses jalannya mudah atau tidak sulit dikunjungi.
- Letak pengamatan awal harus diketahui secara pasti, baik pada peta
maupun ketika survei di lapangan
- Jumlah pengamatan nantinya harus sama dengan peta final (peta yang
dihasilkan)
j. Menyusun Jadwal Pelaksanaan
Menyusun jadwal pelaksanaan survei haruslah diperhitungkan
secara benar, karena hal ini akan menyebabkan konsekuensi apabila
terjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatan, terutama pada saat survei
di lapangan.
k. Menyiapkan Alat dan Bahan Survei
Sebelum dilakukan survei, peneliti sebaiknya
mempersiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang
diperlukan. Segala peralatan untuk pelaksanaan survei
tanah disiapan selengkap mungkin, disesuaikan dengan
jumlah regu yang ada.

Adapun alat dan bahan yang diperlukan sebagai


berikut:

Alat dan
Gambar
Bahan
Cangkul

Sekop
Bor

Pisau
Tanah

Buku
Buku
Munsel
Botol Air

Meteran

Kompas

GPS
Klinometer

Peta
Pengamat
an

2. PRA SURVEI

Pra Survei dilakukan oleh koordinator atau ketua tim survei beserta
anggota lain yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan hasil survei.
Tujuan diadakannya Pra Survei adalah agar pelaksanaan survei utama dapat
berlangsung secara lancar dan efisien. Kegiatan ini diselenggarakan sebelum
diadakannya kegiatan survei utama.
Berikut merupakan hal-hal yang dilakukan di dalam pra survei:
1 Menyiapkan surat izin (tingkat desa hingga provinsi)
2 Overview seluruh daerah survei pengecekan hasil interpretasi foto udara
atau batas-batas yang ada pada peta dasar dan peta rencana rintisan untuk
mendapatkan gambaran dari daerah survei secara menyeluruh, sehingga
dapat dilakukan perbaikan pada peta wujud lahan dan peta rencana
rintisan.
3 Menyiapkan Base Camp, tenaga kerja dan akomodasi
4 Pemantapan perencanaan survei utama; kapan survei dimulai, berapa kali
pindah base camp, biaya yang diperlukan, dll.

Bentuk Lahan dan Penggunaan Lahan

Menurut Widyatmanti dan Natalia (2006) , bentuk lahan


atau landform merupakan bentuk tampilan suatu lahan di
permukaan bumi. Terjadinya bentuk lahan disebabkan sebagai
macam proses, baik dari luar maupun dalam bumi.
Beberapa macam bentuk lahan sebagai berikut:
a. Alluvial
Bentuk lahan muda yang terbentuk dari proses fluvial
(aktivitas sungai) dan koluvial (gravitasi) atau gabungan
dari kedua proses tersebut. Landform ini berupa dataran di
daerah luas pengaruh sungai yang besar atau dataran
sempit di sekitar sungai.

b. Marin
Bentuk lahan muda yang terbentuk dari proses
marin, baik proses yang bersifat konstruktif (pengendapan)
atau destruktif (abrasi). Daerah yang terpengaruh air
permukaan yang bersifat asin secara langsung atau tidak
langsung ataupun daerah pasang surut tergolong dalam
bentuk lahan marin. Dijumpai dikawasan pantai,baik pantai
landai maupun terjal.
c. Fluvio Marin
Bentuk lahan yang terbentuk dari gabungan proses
fluvial dan marin. Keberadaan bentuk lahan ini dapat
terbentuk pada lingkungan laut (berupa delta) ataupun di
muara sungai yang terpengaruh oleh aktivitas laut.
Umumnya dijumpai di muara sungai yang membentuk
delta.

d. Gambut
Bentuk lahan yang terbentuk di daerah rawa (baik
rawa pedalaman maupun di daerah pantai) dengan
akumulasi bahan organik yang cukup tebal. Bentuk lahan
ini dapat berupa kubah maupun bukan kubah. Banyak
terdapat di Kalimantan dan Sumatra.
e. Eolin
Bentuk lahan yang terbentuk oleh proses
pengendapan bahan halus (pasir dan debu) yang terbawa
angin. Di Indonesia tidak banyak dijumpai. Contoh di Pantai
Parangtritis DIY, diJawa Timur tidak terlalu tegas dijumpaidi
pantai selatan Lumajang.

f. Tektonik
Landform yang terbentuk sebagai akibat dari proses
tektonik (orogenesis dan epirogenesis) berupa proses
angkatan, lipatan, dan atau patahan. Umumnya landform
ini mempunyai bentukan yang ditentukan oleh proses-
proses tersebut dan karena sifat litologinya (struktural).

g. Vulkanik
Bentuklahan yang terbentuk karena aktivitas
volkan/gunung berapi. Bentuklahan ini terutama dicirikan
dengan adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahar, lava
ataupunwilayah yang merupakan akumulasi bahan
vulkanik.
h. Aneka
Bentukan alam atau hasil kegiatan manusia yang
tidak termasuk dalam grup yang telah diuraikan di
atas,misalnya: lahan rusak, singkapan batuan,
penambangan, penggalian, tanah longsor, reklamasi
pantai, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Lillesand and Kiefer, 1993. Remote Sensing And Image Interpretation, Jhon
Villey and Sons, New York.
Noor, Djauhari. 2012. 9 Foto Udara. https://www.scribd.com/doc/85356519/9-
FOTO-UDARA. Diakses 26 September 2016 (17:08)
Rayes. 2006. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Andi
Yogyakarta, Yogyakarta.
Sanjaya, Wikan Adi. 2012. Citra Satelit.
https://www.scribd.com/doc/94191069/CITRA-SATELIT. Diakses 26
September 2015 (17:02)
Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid I, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid II, Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Terre. 2013. Foto Udara dan Citra Satelit. http://terra-image.com/foto-udara-dan-
citra-satelit/. Diakses 26 September 2016 (17:15)
Widyatmanti, W dan Natalia, D. 2006. Geografi. Grasindo,
Jakarta.

http://www.tompkinscountyny.gov/files/planning/nri/analysis_resources.pdf
http://ariv.lecturer.pens.ac.id/G.I.S/01-Teori/M04.%20Jenis%20&%20Fungsi
%20Peta.pdf
http://ariv.lecturer.pens.ac.id/G.I.S/01-Teori/M04.%20Jenis%20&%20Fungsi
%20Peta.pdf
http://lecture.uho.ac.id/zulfikar/wp-content/uploads/sites/104/2016/01/Peta-
Tanah.pdf

Você também pode gostar