Você está na página 1de 10

AKSIOLOGI

(HAKEKAT KEGUNAAN ILMU DAN TEKNOLOGI)

A. Pengertian dan Hakekat Aksiologi


1. Pengertian Aksiologi
Aksiologi sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai Teori Nilai. Istilah ini
dikemukakan oleh Sumarna (2008, hlm. 197) merupakan terjemahan dari bahasa Yunani,
yaitu
Logos akal dan teori
Aksilos nilai atau sesuatu yang berharga
Jadi dapat disimpulkan bahwa istilah aksiologi secara harfiah diartikan sebagai teori
nilai.
Aksiologi adalah salah satu cabang filsafat selain ontologi dan epistemologi. Berikut
beberapa definisi mengenai aksiologi.
Dalam KBBI (1995, hlm. 19), aksiologi adalah Kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia; kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Suriasumantri (2005, hlm. 234), Aksiologi siartikan sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Sumarna (2008, hlm. 59), aksiologi adalah ... cabang filsafat yang
membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan.
Menurut Waini Rasyidin (dalam Ali (Eds.), 2007, hlm. 10), aksiologi atau Teori
Nilai/Norma diartikan sebagai Teori Nilai/Norma, ialah argumentasi tentang dunia
makna yang diciptakan manusia secara manusiawi.
Menurut Kattsof (2004, hlm. 319), Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.
Berdasarkan lima definisi di atas, dapat diketahui bahwa aksiologi adalah teori yang
mengkaji tentang kegunaan ilmu pengetahuan.
Melihat kajian aksiologi yang cukup luas, Suseno dalam Sumarna (2008, hlm. 59)
menyatakan bahwa ...para ilmuwan membagi bidang ini pada apa yang disebut dengan etika
dan estetika.
a. Etika
Etika merupakan salah satu bidang kajian aksiologi yang mengkaji nilai-nilai moral
baik dan buruk. Etika menurut Kattsoff dibagi menjadi dua, yaitu etika deskriptif dan
etika normatif.
1) Etika deskrptif adalah etika yang menggambarkan atau mendeskripsikan apa
adanya tanpa memberikan penilaian baik atau buruk.
2) Etika normatif memberikan penilaian baik dan buruk, mana yang harus atau boleh
dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.

b. Estetika
Estetika dinyatakan sebagai keindahan yang merupakan salah satu perasaan
yang melekat pada diri manusia. Estetika memberikan makna bagi suatu ilmu
bagaimana dipandang indah, membahagiakan, dan dapat dinikmati oleh semua
manusia atau masyarakat.

2. Hakekat Aksiologi
Kehadiran ilmu pengetahuan di muka bumi diharapkan dapat memberikan solusi
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia sehingga berujung pada
kesejahteraan umat manusia. Penerapan ilmu dan tenologi hendaknya tidak tercemari oleh
nilai-nilai yang justru merugikan umat manusia itu sendiri. Oleh karena itu, agar ilmu
pengetahuan diterapkan pada hal yang baik, maka perlu sebuah rel yang menuntunnya.
Penerapan ilmu dan teknologi ini perlu dikawal oleh wahyu Ilahi dak keikhlasan umat
manusia.
Ilmu dan teknologi sendiri tidak membawa nilai dari dirinya sendiri, tetapi berasal
dari manusia yang menggunakannya. Maka dari itu, berangkat dari konsep bahwa aksiologi
mengkaji penggunaan ilmu dan teknologi , perkembangan ilmu dan teknologi murni bebas
nilai, tetapi peran aksiologi sebagai kajian nilai berada pada tataran penerapan ilmu dan
teknologi tersebut.
B. Fungsi Ilmu bagi Kemaslahatan Manusia
1. Hubungan Ilmu dengan Filsafat
Durrant dalam Suriasumantri (2005, hlm. 22) mengatakan bahwa filsafat diibaratkan
pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendataran pasukan infanteri. Pasukan infanteri
ini sebagai pengetahuan yang di antaranya adalah ilmu. Setelah penyerahan dilakukan maka
filsafat pun pergi. Dia kembali menjelajah laut lepas; berspekulasi dan meneratas.
Dari perumpamaan ini, filsafat memiliki hubungan dengan ilmu dalam bentuk saling
melengkapi. Filsafat bertugas untuk mencari dasar obyek kajian serta merumuskan
kesimpulan-kesimpulan secara spekulatif, sedangkan ilmu bertugas untuk memperdalam
obyek kajian tersebut. Oleh karena itu, filsafat memiliki hubungan dengan ilmu seperti
filsafat melahirkan ilmu. Filsafat juga berperan untuk memberikan bukti kebenaran suatu
ilmu.

2. Sumber Ilmu Pengetahuan


a. Sumber Empiris
Pengalaman empiris mengedepankan pengenalan dunia fisik melalui gejala-gejalanya
yang ditangkap oleh pancaindera. Dasar pemikirannya adalah bahwa dunia fisik sebagai
obyek kajian ilmu dapat dikenali dengan manifestasi konkret berupa gejala-gejala yang
tampak. Gejala-gejala tersebut dikenali dan diserap oleh indra sehingga peranan indera dalam
mengenali gejala-gejala dapat dijadikan salah satu sumber ilmu pengetahuan. Namun
demikian, gejala-gejala yang ditangkap oleh indera belum tentu menggambarkan obyek ilmu
secara ontologis dengan benar apabila penyanderaan fenomena atau gejala tidak
menggunakan pendekatan yang benar.

b. Sumber Rasio
Rasio dapat dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Rasio dipahami sebagai cara
manusia mengenali prinsip-prinsip penalaran yang kemudian akan menjadi ilmu
pengetahuan. Prinsip-prinsip tersebut datang saat manusia berusaha berpikir. Usaha berpikir
berfungsi untuk memanggil rasio dan menjadikannya sebagai ilmu pengetahuan. Namun,
perbedaan kapasitas rasio dapat menghasilkan bermacam-macam pengathuan terhadap suatu
obyek kajian ilmu sesua dengan tafsiran masing-masing. Untuk mencapai kesepahaman,
diperlukan konsensus sebagai kesepakatan yang dipegang oleh setiap ilmuwan.
c. Sumber Intuisi/ Wahyu
Intuisi dan wahyu didapatkan bukan dari proses penalaran, melainkan bersumber dari
wujud di luar zat fisik. Zat tersebut adalah Tuhan. Wahyu umumnya tidak dapat dipatahkan
atau dihapuskan karena wahyu yang tercermin dari nilai agama tetap memiliki peranan bagi
kehidupan manusia. Kebenaran wahyu bersifat absolut (mutlak). Karena bersifat absolut,
wahyu dijadikan sebagai pedoman dalam berpikir dan berperilaku. Di sini terletak perbedaan
mempelajari ilmu agama dengan ilmu pengetahuan. Untuk mempelajari agama dasarnya ialah
keyakinan sedangkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan dasarnya ialah rasio dan empiris.
Wahyu juga berperan sebagai pembentuk nilai-nilai kehidupan untuk mencapai kebahagiaan
umat manusia ke araf yang positif.
Manusia dalam memperoleh ilmu melalui wahyu bersifat pasif. Hal ini karena peran
manusia hanya menerima kebenaran mutlak. Sedangkan ilmu pengetahuan didapat dari hasil
usaha pemikiran manusia melalui pendekatan berpikir induktif dan deduktif.

3. Berbagai Macam Klasifikasi Ilmu


a. Dikotomi Ilmu
1) Ilmu formal adalah ilmu yang tidak bermaksud menyelidiki data-data inderawi
secara sistematis. Ilmu formal disebut juga sebagai ilmu nonempiris karena sumber
empiris atau kejadian konkret tidak menjadi pusat utama kajian.
Contoh: ilmu matematika
2) Ilmu nonformal adalah ilmu yang menyeldiiki data-data konkret/ inderawi. Ilmu ini
disebut juga sebagai ilmu empiris.
Contoh: ilmu biologi, fisika, dan lain-lain.
3) Ilmu murni adalah ilmu yang bermaksud untuk mencari kebenaran. Ilmu murni
berisi kajian rasio yang menjadi dasar pemikiran, bukan untuk diterapkan secara
langsung pada praktek lapangan.
Contoh: ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial.
4) Ilmu terapan berisi ilmu-ilmu yang dapat diterapkan dalam kehidupan secara
langsung dan dapat dimanfaatkan dalam ptraktek lapangan.
Contoh: ilmu teknik, ilmu psikologi pendidikan.
5) Ilmu nomotetis adalah ilmu yang membahas obyek berupa gejala atau fenomena
alam dan hukum-hukum yang berlaku pada gejala dan fenomena tersebut. Gejala
alam yang dibahas bersifat dapat diulangi beberapa kali dan terus menerus terjadi.
b. Ilmu Deduktif dan Induktif
1) Ilmu deduktif adalah ilmu yang berasal dari alur berpikir deduksi yang menjabarkan
hal-hal yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan terhadap hal-hal yang bersifat
khusus yang memiliki kaitan dengan keumuman tersebut.
2) Ilmu induktif berasal dari alur berpikir induksi yang menyimpulkan hal yang umum
dari hal-hal yang bersifat khusus.
3) Ilmu naturwissenschaften adalah ilmu yang membahas gejala-gejala alam.
4) Ilmu geisteswessenschaften adalah ilmu yang membahas budaya berupa peoduk-
produk manusia.

c. Ilmu empiris secara lebih khusus


1) Ilmu alam
2) Ilmu hayat
3) Ilmu manusia

4. Fungsi Ilmu
a. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita
b. Meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa
melalukan upaya untuk
c. Mengontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak.

Setiap fungsi ini memiliki hubungan satu sama lain. Fungsi ilmu untuk menjelaskan
berbagai gejala alam dan fenomena adalah untuk mengenali dan memahami ada dan
terjadinya gejala alam dan fenomena tersebut. Dari hasil penjelasan tersebut, manusia dapat
menentukan tindakan yang dapat dilakukan untuk menguasai gejala alam dan fenomena.
Penguasaan tersebut dapat dilakukan melalui proses memprediksi dari pola tertentu dari
gejala alam dan fenomena. Setelah diketahui prediksi-prediksi tertentu tersebut, manusia
dapat mengontrol obyek ilmu sesuai dengan tujuan manusia.
Khusus untuk fungsi penjelasan, ada lima pola penjelasan sebagi berikut.
a. Penjelasan logis (deduktif dan induktif).Penjelasan deduktif adalah pengunaan cara
berpikir deduksi, yaitu menarik konklusi khusus darinsuatu premis yang bersifat umum.
Penjelasan induktif adalah pengunaan cara berpikir induksi, yaitu menarik kesimpulan
dari premis-premis khusus menjadi konklusi umum.
b. Penjelasan probabilistik adalah cara berpikir induksi yang cenderung mengarah pada
penarikan kesimpulan yang tidak memberikan kepastian sehingga berupa kemungkinan
saja.
c. Penjelasan fungsional atau teologis adalah cara menjelaskan dengan memposisikan
suatu obyek sebagai sebuah komponen sistem tertentu yang memiliki fungsi dan
karakteristik tertentu.
d. Penjelasan genetik adalah cara menjelaskan gejala yang akan muncul melalui
pengidentifikasian terhadap faktor-faktor yang timbul sebelumnya. Disebut juga sebagai
penjelasan historik karena faktor-faktor yang dikaji sudah terjadi pada waktu yang
lampau.
e. Penjelasan finalistik adalah penjelasan yang mengacu dan berpusat pada tujuan atau
kegunaan. Sifat penjelasan ini lebih pragmatis karena bertolak dari segi kegunaan obyek
kajian.

5. Kemaslahatan Umat Manusia


a. Sudut Pandang Ekonomi
Kajian utama ekonomi adalah pada aktivitas atau usaha manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Ilmu dalam sudut pandang ekonomi dapat dipandang sebagai bentuk
investasi manusia, sementara teknologi diciptakan untuk menjadi sarana pemenuh kebutuhan
manusia. Karena kebutuhan manusia tidak terbatas, maka teknologi perlu dikembangkan
sesuai tuntutan zaman.

b. Sudut Pandang Psikologi


Psikologi memandang bahwa salah satu kebutuhan jiwa manusia adalah kebutuhan
akan aktualisasi diri. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah salah satu sarana bagi manusia
untuk mengaktualisasikan diri. Manusia pun memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan,
mulai dari potensi intelektualitas, emosional, hingga spriritualitas. Kebutuhan intelektual
manusia untuk belajar dan menimba ilmu menjadi dasar pentingnya ilmu pengetahuan bagi
pemenuhan kehausan manusia terhadap ilmu pengetahuan.

c. Sudut Pandang Sosiologi


Sosiologi memahami ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu bentuk
kebudayaan manusia. Salah satu sifat masyarakat adalah dinamis dan perubahan terhadap
salah satu aspek kebudayaan dapat mempengaruhi aspek kebudayaan lainnya. Oleh karena
itu, perubahan mobilitas masyarakat akan mempengaruhi aspek lainnya.

C. Asas Moral Kegiatan Ilmuwan


Moralitas berhubungan dengan manusia bagaimana ia menjalani hidup dan berbuat
dengan ukuran kebenaran dan kebaikan tertentu. Moralitas berkaitan erat dengan keputusan
atas pilihan tindakan yang akan dilakukan. Urgensi suatu asa moral bagi kegiatan ilmuwan
tidak dapat ditawar-tawar. Tanpa asas moral, ilmuwan akan kehilangan rambu-rambu dalam
menjalankan tanggung jawabnya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan
ilmu pengetahuan yang awalnya ditujukan untuk kemaslahatan umat manusia justru dapat
membawa kehancuran tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi kelangsungan makhluk
hidup lainnya.
Asas-asas moral memungkinkan untuk diterapkan pada penerapan ilmu dan teknologi
dengan adanya sebuah kesadaran moral. Surajiyo (2008, hlm. 93) mengemukakan unsur-
unsur pokok kesadaran moral memiliki struktur berikut.
1. Kewajiban yang membebaninya bersifat mutlak.
2. Karena melaksanakan kewajiban itu merupakan kewajiban setiap orang.
3. Dengan mengambil keputusan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan
kewajiban itu.
4. Kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui.
5. Sekaligus menentukan nilainya sendiri.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kesadaran moral adalah sesuatu yang memungkinkan
peletakan moral sebagai dasar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesadaran
moral muncul dari dalam diri manusia sebagai bentuk pengalaman dan penentuan sikap
terhadap realitas. Kesadaran moral melibatkan kemampuan internal manusia untuk
melakukan aktivitas knowing (mengetahui), determining (menentukan sikap), executing
(melaksanakan), dan receiving (menerima konsekuensi sikap). Jadi, kesadaran moral
merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang yang menurut dirinya masuk akal dan pantas
disetujui, lalu mengambil keputusan apa yang harus dilakukan yang pada akhirnya
menentukan nilai-nilai sendiri.
Norma yang menjadi dasar penerapan kesadaran moral ialah sebagai berikut.
1. Teori Deontologis menyatakan bahwa suatu norma atau nilai sudah ada dan tidak bisa
dipengaruhi oleh apapun tujuan tindakan yang akan dilakukan.
Misalnya: merampok, tanpa bertanya kepada siapapun pasti dilarang.
2. Teori Teleologis berasumsi bahwa suatu tindakan tergantung pada dampak yang
dihasilkan dari tindakan tersebut atau tujuannya.
Misalnya: berpacaran untuk menjalin rasa kasih sayang dan menghadapi hubungan
pernikahan bisa menjadi boleh, tetapi jika untuk tujuan-tujuan jelek dan asusila,
berpacaran bisa menjadi hal yang tercela.

Untuk memelihara responsibilitas seorang ilmuwan, maka ilmuwan perlu untuk


menerapkan sikap-sikap positif. Hal ini mencakup pada sikap ulet, jujur, rendah hati, dan
terbuka terhadap kritik. Salah satu hal yang paling penting dalam menjaga integritas ilmuwan
dalam mengaktualisasikan kesadaran moral adalah ketulusan hati. Semakin sedikit pamrih
seseorang untuk menunaikan kewajiban, semakin tinggilah nilai moral tindakannya. Asas
moral perlu diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata. Ada satu faktor penting yang
menentukan perilaku kita dalam konteks kesadaran moral dalam memutuskan perilaku yang
sesuai dengan asas-asas moral, yaitu akal. Sebagai salah satu realisasi asas-asas moral
tersebut adalah munculnya tanggung jawab moral ilmuwan.

D. Tanggung Jawab Moral dan Sosial Ilmuwan


Tanggung jawab moral tidak hanya penting bagi seorang ilmuwan dalam kegiatan
keilmuannya, tetapi juga bagi masyarakat yang mengkaji dan menggunakannya. Ilmuwan
perlu mengambil tanggung jawab sebagai guilding stars untuk menuntun masyarakat
mengambil maslahat dari ilmu dan teknologi. Tidak sekadar perannya sebagai resi yang
terus mengkaji ilmu, tetapi bagaimana seorang ilmuwan menyampaikan ilmu tersebut dengan
bahasa yang dapat dimengerti masyarakat.
Ilmuwan dan masyarakat perlu menentukan solusi yang tepat bagu permasalahan-
permasalahan yang terjadi kini terhadap dampak negatif ilmu dan teknologi.
a. Ilmuwan dan masyarakat perlu memahami titik pusat pembahasan masalah.
Titik pusat tersebut ialah ilmuwan dan masyarakat. Ilmuwan sebagai sumber dari
perkembangan ilmu dan teknologi serta masyarakat dengan kepemilikan teknologi
yang harus menggunakannya dengan baik.
b. Ilmuwan dan masyarakat menggunakan persepsi yang bijak terhadap fenomena
yang terjadi sekarang.
Memandang ilmuwan merupakan bagian dari masyarakat sehingga muncul tanggung
jawab moral seorang ilmuwan.
c. Memikirkan dampak pendek dan panjang dari permasalahan tersebut.
d. Menentukan tindakan baik secara individu maupun kelompok dalam
menanggapi permasalahan tersebut.
e. Bersikap terbuka terhadap kritik yang muncul terhadap hasil pemikiran.

Dari kajian yang diperoleh, dapat dilihat tingkat keberhasilan penerapan solusi, efek
samping yang dapat dihasilkan baik yang diinginkan maupun yang tidak, hingga penentuan
solusi lain untuk jangka panjang. Konsekuensi yang bersifat etis dari suatu ilmu dan
teknologi secara langsung memang bukan tanggung jawab penuh seorang ilmuwan. Tetapi,
tanggung jawab moral ilmuwan sebagai bagian dari masyarakat menjadikannya sebagai suatu
kemutlakan yang harus dimiliki. Jika seorang ilmuwan tidak bertindak apa-apa terhadap
permasalahan yang terjadi terhadap penggunaan ilmu dan teknologi, tentu akan mengurangi
integritas dan kredibilitas ilmuwan tersebut. Hal ini akan menimbulkan permasalahan moral
baru di dalam diri ilmuwan tersebut.

E. Implikasi Ilmu terhadap Sistem Pendidikan Nasional


Ilmu dapat diterapkan dan dikembangkan dalam dunia pendidikan, bersamaan dengan
penerapan nilai-nilai aksiologi sebagai ruhnya. Aksiologi sebagai salah satu bidang filsafat
memiliki peran yang sangat urgen untuk membangun manusia yang dapat menerapkan ilmu
dan teknologi sesuai dengan peruntukannya; kemaslahatan umat manusia. Tujuan pendidikan
yang melekat dengan perkembangan manusia akan menjadi terarah dengan baik saat konsep-
konsep aksiologi menjadi dasar penyelenggaraannya.
Dalam menghadapi tantangan fenomena perkembangan ilmu dan teknologi yang
terjadi di saat ini, pendidikan harus memberikan solusi baik preventif maupun kuratif untuk
membangun warga negara yang berkarakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pendidikan melalui
sekolah dan perguruan tinggi harus mampu menyiapkan generasi ilmuwan baru yang mampu
mengembangkan ilmu dan teknologi dengan paradigma yang lebih manusiawi dan bermoral.
Pendidikan pun perlu menyembuhkan masyarakat yang terjangkit wabah masalah moral
dengan segala upaya yang bisa dilakukan. Kerjasana antara ilmuwan dengan institusi
pendidikan dapat dijalin dengan baik untuk melaksanakan misi bersama; menerapkan asas-
asas aksiologi pada perkembangan ilmu dan tenologi untuk menciptakan kemaslahatan bagi
umat manusia seluruhnya dan seutuhnya.
Untuk itu, dari hasil pembahasan panjang ini berujung pada penerapan aksiologi
dalam bidang pendidikan. Pendidikan perlu untuk terus mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan yang dikembangkan oleh ilmuwan. Ilmuwan perlu mengkomunikasikan hasil
temuannya dengan bahasa yang mudah dipahami dalam konteks dunia pendidikan sehingga
tidak disalah artikan. Di lain pihak, guru dan pendidik perlu menguasai konsep tentang dunia
keilmuwan sebagai bagian dari kompetensi guru dan pendidik. Pada posisi membuat
kebijakan, kebijakan pendidikan tidak akan lepas dari penerapan filsafat ilmu sebagai landas
pijak dunua pendidikan, nlai-nilai moral harus diutamakan dalam kurikulum di setiap jenjang
dan jenis pendidikan.

Você também pode gostar