Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
oleh:
ANIS PURWANTI
NIM. 0910015026
Pembimbing
dr. Jaya Mualimin, Sp.KJ
1
Universitas Mulawarman
2014
Refleksi Kasus
1. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Identitas Pasien
Nama : An. LN
Umur : 2 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku : Dayak
Alamat : Kamp. Mancoung RT.06 Kec. Jampang Kutai Barat.
Identitas Keluarga
Ayah
Nama : Tn. PI
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Petani
Status dengan pasien : Ayah kandung
2
Alamat :Kamp. Mancoung RT.06 Kec. Jampang Kutai
Barat.
Ibu
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status dengan pasien : Ibu kandung
Alamat :Kamp. Mancoung RT.06 Kec. Jampang Kutai
Barat.
Status Praesens
Status Internus
Keadaan Umum : Anak masuk kedalam poliklinik dengan tidak
memakai baju maupun celana, tampak rewel, tidak
betah didalam diruangan, sesekali berteriak dan
berbicara dengan bahasa yang pasien ciptakan
sendiri dan susah untuk dimengerti.
Kesadaran : compos mentis, GCS E4 V5 M6
Tanda Vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
Respirasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
System kardiovaskuler : tidak didapatkan kelainan
3
System respiratorik : tidak didapatkan kelainan
System gastrointestinal : tidak didapatkan kelainan
Siste urogenital : tidak didapatkan kelainan
Status Neurologikus
Panca Indera : tidak didapatkan kelainan
Tanda meningeal : tidak didapatkan kelainan
Tekanan intracranial : tidak didapatkan kelainan
Mata
Gerakan : kesana-kemari, tidak fokus
Pupil : isokor, midriasis (-)
Diplopia : tidak ditemukan
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
Status Psikiatrikus
Anamnesis
Alloanamnesis diberikan oleh orang tua pasien dan tante pasien yang
tinggal serumah dengan dengan pasien. Sebab utama pasien datang ke
poliklinik Atma Husada Mahakam adalah pasien susah sekali tidur, paling
lama tidur 1 jam.
4
jika dipakaikan baju pasien akan mengamuk. Pasien cenderung suka bermain
di luar rumah, sendirian, selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak suka bermain
dengan teman sebayanya disekitar rumah. Pasien sangat aktif bergerak dan
sesekali berlari berputar putar tanpa tujuan jika diberikan mainan pasien tidak
akan memainkannya sesuai dengan fungsi mainan tersebut, biasanya
dibanting-banting atau dirobek robek. Pasien tidak bisa diarahkan oleh orang
tua, terkadang diam saja jika dipanggil dan terkadang jika ingin dipeluk oleh
orang tuanya, pasien melakukan penolakan. Pasien menghindari kontak mata
dengan lawan bicara dan tidak ada respon jika dipanggil namanya.
Faktor Pencetus
(-)
5
demam, dan penyakit lainnya. Ibu juga tidak pernah mengkonsumsi obat-
obatan tanpa resep dokter.
Riwayat Kelahiran/Persalinan
Pasien dilahirkan di rumah, dibantu oleh dukun kampung. Usia kandungan
8 bulan 10 hari, lahir normal tidak ada asalah selama persalinan.
Riwayat Imunisasi
Tidak dilakukan
6
Genogram
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
7
: pasien
Ikhtisar Pemeriksaan
Kesan Umum : Anak masuk kedalam poliklinik dengan tidak
memakai baju maupun celana, tampak rewel, tidak
betah didalam diruangan, sesekali berteriak dan
berbicara seperti suara nyanyian burung.
Kontak :-
Kesadaran : CM. atensi (-), orientasi (SDE), memori (SDE)
Emosi : labil
Proses berpikir : SDE
Intelegensia : kognitif berada dibawa rata-rata
Persepsi : SDE
Psikomotor : hiperkinetik
Kemauan : ADL diarahkan
Diagnosis
Formula Diagnosis
Pasien perempuan usia 2 tahun 10 bulan, agama Kristen suku Dayak,
tinggal di Kutai Barat.
Pasien belum bisa berbicara dengan jelas, tetapi mengeluarkan suara-suara
yang terdengar aneh dan berbahasa dengan bahasa yang pasien ciptakan
sendiri dan susah untuk dimengerti dan menyebutkan tektektektek
berulang-ulang
Sejak usia dua tahun pasien tidak mau mengenakan pakaian sehingga
setiap hari pasien telanjang. Pasien sangat susah sekali untuk diarahkan
makan dan tidur.
Pasien sangat aktif bergerak, cenderung bermain diluar rumah dan
seringkali berputar-putar tanpa tujuan.
8
Pasien tidak bisa bergaul dengan teman-teman seusianya, lebih menyukai
bermain seorang diri.
Dari pemeriksaan psikiatri didapatkan penampilan tidak rapi, gelisah, tidak
kooperatif, kontak verbal dan visual (-), emosi labil, orientasi SDE,
memori SDE, atensi (-), proses berpikir SDE, persepsi SDE, intelegensia:
fungsi kognitif dibawah rata-rata, ADL diarahkan, psikomotor .
Diagnosis Multiaksial
Aksis I : F84. Gangguan perkembangan pervasif
Aksis II : Retardasi Mental
Aksis III : tidak ada diagnosis pada aksis ini
Aksis IV : tidak ada diagnosis pada aksis ini
Aksis V : GAF 50-41
Penatalaksanaan
Psikoterapi OT (Okupasi Terapi)
Psikoterapi yang diberikan dalam bentuk kelompok bermain, dan
dimulai dengan pengenalan dengan keadaan lingkungan tempat
terapi maupun petugas kesehatan.
Terapi yang diberikan secara bertahap mulai dari peningkatan
atensi anak, hingga kemampuan motorik kasar dan halus, sensorik,
kognitif, psikososial.
TINJAUAN PUSTAKA
9
individu secara mendalam dalam segala situasi. Pada kebanyakan kasus, terdapat
riwayat perkembangan abnormal sejak bayi dan biasanya tellah muncul dalam 5
tahun pertama. Beberapa gangguan yang digolongkan dalam PDD:
1. Autism masa kanak
Gangguan dalam interaksi social, komunikasi social dan perilaku yang
terbatas dan berulang (stereotipik) yang muncul sebelum usia 3 tahun.
Gangguan ini dijumpai 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki dibanding
dengan anak perempuan.
2. Autism tak khas
Dibedakan dari autism dalam usia timbulnya gejala (biasanya timbul
setelah berusia diatas 3 tahun) atau dar tidak terpenuhinya ke tiga criteria
diagnosik autism. Autism tak khas sering muncul pada individu dengan
retardasi mental yang sangat rendah kemampuannya, juga Nampak paa
individu dengan gangguan perkembangan yang khas berupa gangguan
bahasa yang reseptif yang berat. Jadi autism tak kahs secara bermakna
merupakan kondisi yang terpisah dari autism. Termasuk disini: psikosis
masa kanak tak khas, retardasi mental dengan gambaran autistic.
3. Sindrom Rett
Suatu bentuk kelainan progressive yang sejauh inni hanya dilaporkan
terjadi pada anak perempuan. Onset terjadinya gangguan ini pada usia 7-
24 bulan, sebelumnya terlihat perkembangan yang normal lalu terjadi
kemunduran berupa hilangnya kemampuan gerakan tangan yang bertujuan
dan keterampilan motorik yang telah terlatih. Disertai kehilangan atau
hambatan seluruh atau sebagian kemampuan berbahasa, gerakan seperti
mencuci tangan yang stereotipik, dengan fleksi lengan didepan dada atau
dagu, membasahi tangan secara stereotipik dengan saliva, hambatan dalam
fungsi menguyah makanan.
4. Gangguan Disintegratif Masa Kanak
Ditandai adanya periode perkembangan normal sebelum onset penyakit
atau minimal dalam 2 tahun pertama kehidupan, disusul hilangnya
keterampilan terlatih pada beberapa bidang perkembangan setelah
beberapa bulan gangguan berlangsung. Juga disertai adanya gangguan
yang tidak khas dari fungsi social, komunikasi, dan perilaku. Pada
beberapa kasus hilangnya keterampilan terjadi secara progresif dan
menetap. Prognosis biasanya amat buruk, dan sebagian penderita akan
10
mengalami retardasi mental berat. Terdapat ketidakpastian tentang arah
perluasan kondisi ini yang berbeda dengan keadaan autism.
5. Sindrom Asperger
Ditandai oleh adanya abnormalitas yang kualitatif sam seperti pada autism
yaitu hendaya dalam interaksi social, minat dan aktivitas yang terbatas dan
stereotipik. Namun tanpa disertai keterlambatan perkembangan berbahasa
dan kognitif (IQ normal atau diatas normal)
6. Gangguan Perkembangan Pervasif Lainnya (Pervasive Developmental
Disorder- Not Otherwise Specified=PDD-NOS). ditandai dengan tidak
terpenuhinya criteria diganositik yang spesifik, namun terdapat gangguan
berat dan pervasive pada perilakunya.
penggolongan kriteria
11
PDD-NOS: tidak terpenuhinya Tidak sesuai
criteria diagnostic yang spesifik,
namun terdapat gangguan berat dan
pervasive pada perilakunya
Epidemiologi
12
Autisme ditemukan pada 4-5 per 10.000 anak (penelitian Victor Lotter, di
Inggris, 1996), kemudian ditemukan peningkatan prevalensi autisme 13 per
10.000 anak (penelitian Tanoe, di Jepang, 1988) dan penelitian terakhir (2000)
menunjukan angka 1 per 1000, bahkan pada laporan paling akhir diemukan pada 1
per 160 anak pra sekolah di Amerika Serikat. Penelitian di Belanda menemukan
data 0,5% dari populasi umum, sama dengan prevalensi skizofrenia. Di Indonesia
belum ada angka yang pasti mengenai prevalensi autisme, namun dari data yang
ada di Poliklinik Psikiatri Anak dan Remaja RSCM pada tahun 1989 hanya
ditemukan 2 pasien dan pada tahun 2000 tercatat 103 pasien baru, terjadi
peningktn sekitar 50 kali.
Biasanya autisme lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan, 2,6-4 : 1. Dikatakan bahwa anak laki-laki lebih mudah mendapat
gangguan fungsi otak. Namun anak perempuan penyandang autisme biasanya
mempunyai gejala yang lebih berat dan pada test intelegensi mempunyai hasil
yang lebih rendah dibanding pada anak laki-laki. Semula diduga penyandang
autisme berasal dari keluarga dengan tingkat intelegensi dan sosio-ekonomi
tinggi. Namun dari penelitian terakhir autisme ditemukan pada keluarga dengan
berbagai tingkat sosio-ekonomi dan intelegensi, juga dari berbagai letak geografis
di manapun di dunia.
Penyebab Autisme
Teori psikososial
Kanner mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik sebagai
penyebab autism orang tua yang emosional, kaku dan obsesif yang mengasuh
anak mereka dalam suatu atmosfer yang secara emosional kurang hangat bahkan
dingin. Pendapat lain mengatakan adanya trauma pada anak yang disebabkan
karena hospitalitas yang tidak disadari dari ibu, yang sebenarnya tidak
menghendaki anak ini mengakibatkan gejala penarikan diri pada anak autism.
Menurut Bruno Bettelheim, perilaku orangtua dapat menimbulkan perasaan
terancam pada anak. Teori-teori ini pada sekitar tahun 1950-1960 sempat
membuat hubungan dokter dan oragtua mengalami krisis dan menimbukan
perasaan bersalah dan bingung pada para orangtua yang telah cukup berat
bebannya dengan mengasuh anak autistic. Sekarang teori ini tidak dipakai lagi.
Teori Biologis
13
kemampuan = 4:1, meningkatnya insiden gangguan kejang (25%) dan
adanya beberapa kondisi medis dan genetic yang mempunyai hubungan dengan
gangguan ini. Sehingga sekarang ini diyakini bahwa gangguan autistic ini
merupakan suatu sindrom perilaku yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi
yang mempengaruhi system saraf pusat. Walaupun sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti dimana letak abnormalitasnya, diduga adanya disfungssi
batang otak dan mesolimbik, namun dari penelitian terakhir ditemukan
kemungkinan adanya keterlibatan serebelum. Berbagai kondisi tersebut antara
lain:
1. Factor genetic
Hasil penelitian pada keluarga dan anak kembar menunjukan adanya factor
genetic yang berperan dalam perkembangan autisme. Pada anak kembar satu telur
ditemukan sekitar 36-89% sedang pada anak kembar dua telur 0%. Pada
penelitian dalam keluarga ditemukan 2,5-3% autism pada saudara kandung, yang
berarti 50-100 kali lebih tinggi dibanding pada populasi normal. Penelitian yang
terbaru menemukan adanya peningkatan gangguan psikiatrik pada anggota
keluarga dari anak autistic, berupa peningkatan insiden gangguan afektif dan
anxietas, juga peningkatan gangguan dalam fungsi social.
Juga telah ditemukan adanya hubungan autism dengan sindrom fragile-X,
yaitu suatu keadaan abnormal dan kromosom X. pada sindrom ini di temukan
kumpulan berbagai gejala, seperti retardasi mental dari yang ringan sampai yang
berat, kesulitan belajar pada yang ringan, daya ingat jangka pendek yang buruk,
fisik yang abnormal pada 80% laki-laki ewasa, clumsiness, serangan kejang, dan
hiperrefleksi. Sering tampak pada gangguan perilaku seperti hiperaktif, perhatian
yang tersebar, impulsive, dan anxietas. Gambaran autistic seperti tidak mau
bertukar pandang, stereotipik, pengulangan kata-kata, perhatian atau minat yang
terpusat pada suatu benda atau obyek sering ditemukan. Diduga terdapat 0-20%
sindrom fragile-X pada autism,walau demikian hubungan kedua kondisi ini masih
diperdebatkan.
2. Factor peri-natal
Komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal yang meningkat juga
ditemukan pada anak autistic. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah
adanya perdarahan setalah trimester pertama dan adanya feses janin pada cairan
14
amnion, yang merupakan tanda bahaya dari janin (fetal distress). Penggunaan
obat-obatan tertentu pada Ibu yang sedang mengandung diduga ada hubungan
dengan timbulnya autism. Adanya komplikasi waktu bersalin seperti terlambat
menangis, gangguan pernafasan, anemia pada janin, juga diduga ada hubungan
dengan autism.
3. Modul neuroanatomi
Berbagai kondisi neuropatologi diduga dapat berkembang timbulnya
gangguan perilaku pada autism. Ada beberapa daerah di otak anak autistic yang
diduga mengalami disfungsi. Adanya kesamaan perilaku autistic dan perilaku
abnormal pada orang dewasa yang diketahui mempunyai lesi di otak, dijadikan
dasar dari beberapa teori penyebab autism.
4. Hipotesis neurokimia
Sejak ditemukan adanya kenaikan kadar serotonin didalam darah pada
sepertiga anak autistic (1961), fungsi neurotransmitter pada anak autism menjadi
focus perhatian banyak peneliti. Dengan anggapan bila disfungsi neurokimiawi
yang ditemukan merupakan dasar dari perilaku dan kognitif yang abnormal,
tentunya dengan terapi obat diharapkan disfungsi system neurotransmitter ini akan
dikoreksi. Beberapa jenis neurotransmitter yang diduga mempunyai hubungan
dengan autism antara lain: serotonin, dopamine, dan opioid endogen.
Teori Imunologi
Ditemukannya penurunan respon sistem imun pada beberapa anak autistic
meningkatkan kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus
autism. Ditemukannya antibody beberapa ibu terhadap antigen lekosit anak
mereka yang autistic, memperkuat dugaan ini karena ternyata antigen lekosit itu
juga ditemukan pada sel-sel otak, sehingga antibody ibu dapat secara langsung
merusak jaringan saraf otak janin, yang menjadi penyebab timbulnya autism.
Infeksi Virus
Peningkaan frekuensi yang tinggi dari gangguan autism pada anak-anak
dengan congenital rubella, herpes simplex encephalitis, dan cytomegalovirus
infection, juga pada anak-anak yang lahir selama musim semi dengan
kemungkinan ibu mereka menerita influenza musim dingin saat mereka ada
didalam rahim, telah membuat para peneliti menduga infeksi virus ini merupakan
salah satu penyebab autism.
15
Gejala-gejala Autisme
Gejala autisme infantile timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada
sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir.
Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya
mencapai usia satu tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata
dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan orang lain.
Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,
seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3 - 4 bulan. Bila ibu
merangsang bayinya dengan menggerincingkan mainan dan mengajak berbicara,
maka bayi tersebut akan berespon dan bereaksi dengan ocehan serta gerakan.
Makin lama bayi makin responsive terhadap rangsang dari luar seiring dengan
berkembangnya kemampuan sensorik. Pada umur 6-8 bulan ia sudah bisa
berinteraksi dan memperhatikan orang yang mengajaknya bermain dan berbicara.
Hal ini tidak muncul atau sangat kurang pada bayi autistik. Ia bersikap acuh tidak
acuh dan seakan-akan menolak interaksi dengan orang lain. Ia lebih suka bermain
dengan dirinya sendiri atau dengan mainannya. Berikut ini diuraikan indikator
perkembangan yang normal pada masa bayi :
16
meraban
Meniru suara
Bermain permainan
sederhana Berjalan sambil
9-12 bln Bergerak menuju Melambaikan berpegangan
benda yang diminati tangan untuk dada Menyatakan ingin
Melihat gambar pada Berhenti ketika benda tertentu
buku dikatakan tidak Mencoret dengan
Meniru kata-kata baru pensil warna
Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas
saat anak telah mencapai usia 3 tahun, ( Budiman, 1998) yaitu:
17
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat
bicara, mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri yang tidak dapat
dimengerti , echolalia, sering meniru dan mengulang kata tanpa ia mengerti
maknanya, dstnya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata, tidak
melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri, dstnya.
3. Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perlaku yang berlebih
( excessive ) dan kekurangan ( deficient ) seperti impulsif, hiperaktif, repetitif
namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang
sama dan monoton .Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti
gambar, karet, dll yang dibawanya kemana-mana.
4. Gangguan pada bidang perasaan/emosi, seperti kurangnya empati, simpati, dan
toleransi; kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa sebab yang nyata dan
sering mengamuk tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
5. Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit
mainan atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga, tidak
menyukai rabaan dan pelukan, dsbnya. Gejala gejala tersebut di atas tidak harus
ada semuanya pada setiap anak autisme,
tergantung dari berat-ringannya gangguan yang diderita anak.
Kriteria Diagnostik
18
disintegatif masa anak ( Childhood DisintegrativeDisorder ) dan gangguan
Asperger ( Aspergers Disorder).
Gangguan autistik berbeda dengan gangguan Rett dalam rasio jenis
kelamin penderita dan pola berkembangnya hambatan. Gangguan Rett hanya
dijumpai pada wanita sementara gangguan Autistik lebih banyak dijumpai pada
pria dibanding wanita dengan ratio 5 : 1. Selanjutnya pada sindroma Rett dijumpai
pola perkembangan gangguan yang disebabkan perlambatan pertumbuhan kepala
(head growth deceleration), hilangnya kemampuan ketrampilan tangan dan
munculnya hambatan koordinasi gerak. Pada masa prasekolah, sama seperti
penderita autistik, anak dengan gangguan Rett mengalami kesulitan dalam
interaksi sosialnya. Selain itu gangguan Autistik berbeda dari Gangguan
Disintegratif masa anak, khususnya dalam hal pola kemunduran perkembangan.
Pada Gangguan Disintegratif, kemunduran (regresi) terjadi setelah perkembangan
yang normal selama minimal 2 tahun sementara pada gangguan autistik
abnormalitas sudah muncul sejak tahun pertama kelahiran. Selanjutnya, gangguan
autistik dapat dibedakan dengan gangguan Asperger karena pada penderita
asperger tidak terjadi keterlambatan bicara. Penderita Asperger sering juga disebut
dengan istilah High Function Autism , selain karena kemampuan komunikasi
mereka yang cukup normal juga disertai dengan kemampuan kognisi yang
memadai. Secara detail, menurut DSM IV ( 1995), kriteria gangguan autistik
adalah sebagai berikut :
A. Harus ada total 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1)
dan masing-masing 1 gejala dari ( 2 ) dan (3) :
19
c. Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang lain.
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal harus
ada 1dari gejala berikut ini :
a. Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan focus dan intensitas yang
abnormal/ berlebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas
c. Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-
gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
e. Sikap tertarik yang sangat kuat/ preokupasi dengan bagian-bagian tertentu dari
obyek.
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak
Dengan mempelajari kriteria diagnostik di atas, sebenarnya tidaklah terlalu sulit
untuk menentukan apakah seorang anak termasuk penyandang autisme atau
gangguan perkembangan lainnya. Namun kesalahan diagnosis masih sering terjadi
terutama pada autisme ringan yang umumnya disebabkan adanya tumpang tindih
gejala. Sebagai contoh, penyandang hiperaktivitas dengan konsentrasi yang
20
kurang terfokus kadang kala juga menunjukkan keterlambatan bicara dan bila
dipanggil tidak selalu berespon sesuai yang diharapkan. Demikian juga bagi
penderita retardasi mental yang moderate, severe dan profound mereka
menunjukkan gejala yang hampir sama dengan autisme seperti keterlambatan
bicara, kurang adaptif dan impulsif.
21
Seperti telah dikemukakan terdahulu, factor biologis diperkirakan juga
memberikan andil bagi berkembangkany gangguan autisme pada anak. Oleh
karena itu untuk mendukung penegakan diagnosa diperlukan pemeriksaan
kesehatan dan neurologis yang lengkap dan terpadu. Selain diagnosa autisme,
terdapat juga pengklasifikasian berat-ringannya autisme dengan menggunakan
CARS ( Childhood Autisme Rating Scale). Untuk keperluan ilmiah, klasifikasi ini
bermanfaat. Namun disarankan untuk hati-hati dalam penggunaan klasifikasi
ringan-sedang-berat ini disebabkan untuk penanganan autis sampai saat ini
peringkat tersebut tidak dikaitkan dengan perbedaan prognosis dan intervensi.
Intervensi autisme pada klasifikasi manapun tetap sama yaitu intervensi (terutama
tata laksana perilaku) yang terpadu dan optimal. Kehati-hatian penggunaan
peringkat ini juga disebabkan pengaruhnya pada orangtua penyandang autisme.
Bila anak didiagnosis menderita autisme ringan, dapat menimbulkan kelengahan
pada orangtua untuk melaksanakan tatalaksana yang optimal. Sedangkan bagi
mereka yang dinyatakan berat, mungkin saja mereka menjadi depresi dan putus
asa sehingga tidak berbuat apa-apa pada anak mereka.
Penatalaksanaan
Pertanyaan yang sering dilontarkan orang tua adalah apakah anaknya dapat secara
total bebas dari autisme. Agak sulit untuk menerangkan pada orang tua bahwa
autisme adalah gangguan yang tidak bisa disembuhkan ( not curable ), namun bisa
diterapi ( treatable ). Maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa
diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin
sehingga anak tersebut nantinya bisa berbaur dengan anak-
anak lain secara normal. Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa factor
a. berat ringannya gejala atau berat ringannya kelainan otak.
b. usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat
dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
c. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
d. Bicara dan bahasa, 20 % penyandang autis tidak mampu berbicara seumur
22
hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang
berbeda-beda. Mereka dengan kemampuan bicara yang baik mempunyai
prognosis yang lebih baik.
e. Terapi yang intensif dan terpadu.
a. Terapi medikamentosa
b. Terapi psikologis
c. Terapi wicara
d. Fisioterapi
Terapi medikamentosa
Pemberian obat pada anak harus didasarkan pada diagnosis yang tepat,
pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek samping dan
mengenali cara kerja obat. Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki ketahanan
yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat dan efek samping. Oleh karena
itu perlu ada kehati-hatian dari orang tua dalam pemberian obat yang umumnya
berlangsung jangka panjang. Saat ini pemakaian obat diarahkan untuk
memperbaiki respon anak sehingga diberika obat-obat psikotropika jenis baru
seperti obat-obat antidepressan SSRI ( Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
yang bisa memberikan keseimbangan antara neurotransmitter serotonin dan
dopamine. Yang diinginkan dalam pemberian obat ini adalah dosis yang paling
minimal namun paling efektif dan tanpa efek samping. Pemakaian obat akan
23
sangat membantu untuk memperbaiki respon anak terhadap lingkungan sehingga
ia lebih mudah menerima tata laksana terapi lainnya. Bila kemajuan yang dicapai
cukup baik, maka pemberian obat dapat dikurangi bahkan dihentikan.
Terapi psikologis
Dalam penanganan autisme, seringkali perkembangan kemampuan
berjalan lambat dan mudah hilang ( Wenar,1994 ). Umumnya intervensi
difokuskan pada meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasi, self-help dan
perilaku sosial dan mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki seperti melukai
diri sendiri ( self mutilation), temper tantrum dengan penekanan pada peningkatan
fungsi individu dan bukan menyembuhkan dalam arti mengembalikan
penyandang autis ke posisi normal. Rutter ( dalam Wenar, 1994 ) membuat
pendekatan yang komprehensif dalam intervensi autisme yang memiliki tujuan :
- membantu perkembangan kognitif, bahasa dan sosial yang normal
- meningkatkan kemampuan belajar anak autistik
- mengurangi kekakuan dan perilaku stereotype dengan meningkatkan
interaksi penyandang autis dengan orang lain dan tidak membiarkannya hidup
sendiri . Interaksi yang kurang justru akan menyebabkan munculnya perilaku-
perilaku yang tidak dikehendaki. Dalam hal ini pemberian mainan yang bervariasi
juga dapat mengurangi kekakuan ini.
- mengurangi perilaku maladaptive seperti temper tantrum dan melukai diri
sendiri
- mengurangi stress pada keluarga penderita autisme
Selanjutnya, Lieke Van Sleeuwen ( 1996 ) menyatakan intervensi psikologis
anak-anak autistik harus terfokus pada :
- memberikan stimulasi spesifik dan latihan untuk mengkompensasikan
keterlambatan perkembangan secara menyeluruh
- memutuskan atau mengurangi perilaku yang sulit ditangani oleh lingkungan
yang menghambat proses belajar sosial dan pendidikan
- mencegah timbulnya gangguan sekunder yang mungkin muncul sebagai efek
dari gangguan utama.
24
Ketiga hal ini hanya dapat dilaksanakan pada lingkungan yang sangat
terstruktur dan teratur dengan baik. Anak autistik memiliki pola berpikir yang
berbeda, mereka mengalami kesulitan memahami lingkungannya. Oleh karena itu
memberikan lingkungan terstruktur merupakan titik awal dalam proses intervensi
penyandang autis. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sbb :
25
oleh keluarga di rumah. Terapi yang intensif akan meminimalisir kemungkinan
hilangnya kemampuan yang telah dilatih dan dikuasai
anak.
Terapi Wicara
Umumnya hampir semua penyandang autisme menderita gangguan bicara
dan berbahasa. Oleh karena itu terapi wicara pada penyandang autisme merupkan
keharusan. Penanganannya berbeda dengan penderita gangguan bicara oleh sebab
lain. Salah seorang tokoh yang mengembangkan terapi bicara ini adalah Lovaas
pada tahun 1977 yang menggunakan pendekatan behaviouris - model operant
conditioning ( dalam Wenar, 1994 ). Anak yang mengalami hambatan bicara
dilatih dengan proses pemberian reinforcement dan meniru vokalisasi terapis.
Rutter ( dalam Wenar, 1994 ) juga membahas mengenai terapi bicara dalam upaya
meningkatkan kemampuan komunikasi anak autis.
Fisioterapi
Autisme juga diberikan fisioterapi yang berfungsi untuk merangsang
perkembangan motorik dan kontrol tubuh.
a. Terapi musik
Meliputi aktivitas menyanyi, menari mengikuti irama dan memainkan alat
musik. Musik dapat sangat bermanfaat sebagai media mengekspresikan diri,
termasuk pada penyandang autis.
26
menderita autisme tetapi karena program latihan dan stimulasi yang intensif dari
orangtua anak dapat berkembang tanpa tampak adanya tanda-tanda autistik.
d. Terapi vitamin
Penyandang autis mengalami kemajuan yang berarti setelah
mengkomsumsi vitamin tertentu seperti B 6 dalam dosis tinggi yang
dikombinasikan dengan magnesium, mineral dan vitamin lainnya.
27
PEMBAHASAN
Pada kasus ini akan dibahas mengenai hal-hal yang ingin didiskusikan sehingga
masalah-masalah yang ada pada pasien dapat dikaji secara mendalam untuk
memberikan terapi yang maksimal bagi pasien. Hal-hal tersebut meliputi
diagnosis multiaksial, penatalaksanaan dan prognosis dari kasus ini.
Diagnosis Multiaksial
Pasien ini didiagnosa menggunakan diagnosa multi aksial. Pada pasien ini
terdapat diagnosa pada axis I dan axis II. Pada axis I pasien didiagnosa dengan
gangguan perkembangan pervasive dan axis II dengan retardassi mental. Pada axis
I gangguan perkembangan pervasive terdapat 6 kriteria dan pasien dapat
digolongkan dalam criteria yang pertama: autisme masa kanak
Axis I
Gangguan perkembangan pervasif
28
Teori Fakta
29
sedikitnya 2 dari gejala berikut: menurun, gelisah, menganggap barang
perilaku non verbal, hubungan dengan teman milik sendiri serta tidak mengerti
teman sebaya, berbagi perasaan an perasaan orang lain.
empati, hubungan social dan emosional
Kelemahan dalam komunikasi: bicara Pasien belum bisa bicara tetapi
terlambat atau sama sekali tidak mengeluarkan mengeluarkan suara-
berkembang, sering menggunakan suara yang terdengar aneh dan
bahasa aneh, stereotipi, dan berulang- berbahasa dengan bahasa yang pasien
ulang ciptakan sendiri dan susah untuk
dimengerti
Kegiatan yang terbatas dan berulang: menyebutkan tektektektek berulang-
intensitas yang berulang/abnormal, ulang dan berlari berputar-putar tanpa
terpaku pada suatu kegiatan ritualistic tujuan, menghambur barang-barang
atau rutinitas, gerakan fisik yang aneh, dirumah tanpa tujuan yang jelas
tertarik yang sangat kuat dengan
bagian-bagian tertentu dari objek
Onset muncul sebelum usia 3 tahun, Pasien mulai menunjukan gejala
minimal pada satu bidang dan bukan sebelum usia 3 tahun dengan bid
disebabkan karena sindroma rett atau ang yang menonjol adalah kemampuan
gangguan disintegrative masa kanak berbahasa: berbahasa dengan kata-kata
yang diciptakan sendiri
30
ada fungsi pemeliharaan diri, tidak ada
proses adaptasi
Kekurangan atau gangguan dalam Keterbatasan dalam komunikasi dan
perilaku adaptif ; komunikasi, self care, keterampilan social
keterampilan social, kesehatan,
keamanan, mengarahkan diri sendiri
Terjadi sebelum usia 18 tahun Usia 2 tahun 10 bulan
31
DAFTAR PUSTAKA
32