Você está na página 1de 32

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

GANGGUAN PERKEMBANGAN PERVASIF

oleh:
ANIS PURWANTI
NIM. 0910015026

Pembimbing
dr. Jaya Mualimin, Sp.KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran

1
Universitas Mulawarman
2014

Refleksi Kasus

Dipresentasikan pada Kegiatan Kepaniteraan Klinik Madya Lab. Kesehatan Jiwa.


Pemeriksaan dilakukan pada Hari Senin, 24 November 2014 pukul 12.30 WITA di
Poliklinik Atma Husada Mahakam Samarinda. sumber Autoanamnesis dan
Heteroanamnesis.

1. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Identitas Pasien
Nama : An. LN
Umur : 2 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku : Dayak
Alamat : Kamp. Mancoung RT.06 Kec. Jampang Kutai Barat.

Identitas Keluarga
Ayah
Nama : Tn. PI
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Petani
Status dengan pasien : Ayah kandung

2
Alamat :Kamp. Mancoung RT.06 Kec. Jampang Kutai
Barat.

Ibu
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status dengan pasien : Ibu kandung
Alamat :Kamp. Mancoung RT.06 Kec. Jampang Kutai
Barat.

Status Praesens

Status Internus
Keadaan Umum : Anak masuk kedalam poliklinik dengan tidak
memakai baju maupun celana, tampak rewel, tidak
betah didalam diruangan, sesekali berteriak dan
berbicara dengan bahasa yang pasien ciptakan
sendiri dan susah untuk dimengerti.
Kesadaran : compos mentis, GCS E4 V5 M6

Tanda Vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
Respirasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
System kardiovaskuler : tidak didapatkan kelainan

3
System respiratorik : tidak didapatkan kelainan
System gastrointestinal : tidak didapatkan kelainan
Siste urogenital : tidak didapatkan kelainan

Status Neurologikus
Panca Indera : tidak didapatkan kelainan
Tanda meningeal : tidak didapatkan kelainan
Tekanan intracranial : tidak didapatkan kelainan

Mata
Gerakan : kesana-kemari, tidak fokus
Pupil : isokor, midriasis (-)
Diplopia : tidak ditemukan
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrikus
Anamnesis
Alloanamnesis diberikan oleh orang tua pasien dan tante pasien yang
tinggal serumah dengan dengan pasien. Sebab utama pasien datang ke
poliklinik Atma Husada Mahakam adalah pasien susah sekali tidur, paling
lama tidur 1 jam.

Riwayat perjalanan penyakit sekarang


Alloanamnesis
Pasien belum bisa berbicara dengan jelas, tetapi mengeluarkan suara-suara
yang terdengar aneh dan berbahasa dengan bahasa yang pasien ciptakan
sendiri dan susah untuk dimengerti dan menyebutkan tektektektek berulang-
ulang. Sejak usia dua tahun pasien memang belum bisa berbicara. Pasien
susah sekali untuk tidur paling lama tidur 1 jam, setelah itu terbangun dan
tidak bisa tidur kembali. Pasien tidak mau memakai baju sejak usia dua tahun

4
jika dipakaikan baju pasien akan mengamuk. Pasien cenderung suka bermain
di luar rumah, sendirian, selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak suka bermain
dengan teman sebayanya disekitar rumah. Pasien sangat aktif bergerak dan
sesekali berlari berputar putar tanpa tujuan jika diberikan mainan pasien tidak
akan memainkannya sesuai dengan fungsi mainan tersebut, biasanya
dibanting-banting atau dirobek robek. Pasien tidak bisa diarahkan oleh orang
tua, terkadang diam saja jika dipanggil dan terkadang jika ingin dipeluk oleh
orang tuanya, pasien melakukan penolakan. Pasien menghindari kontak mata
dengan lawan bicara dan tidak ada respon jika dipanggil namanya.

Riwayat penyakit dahulu


Pasien pernah mengalami diare saat usia dua tahun dan sekali menabrak
mobil karena pasien terlalu aktif berlari-lari sehingga tidak melihat ada mobil
yang parkir tetapi tidak sampai dirawat di Rumah Sakit
Pasien tidak pernah mengalami kejang saat masih kecil. Pasien belum
pernah memeriksakan kondisi kesehatan anaknya.

Riwayat penyakit keluarga


Adik dari Ayah pasien mengalami gangguan jiwa sampai dan tidak dirawat
dirumah sakit. Tidak ada anggota keluara lain yang mengalami gejala serupa
dengan pasien. Riwayat alergi, DM, hipertensi disangkal.

Gambaran kepribadian dan premorbid


Pasientidak bisa bergaul dengan teman-teman seusianya, lebih suka
bermain sendiri.

Faktor Pencetus
(-)

Riwayat Pemeliharaan Kehamilan


Ibu tidak memeriksakan kehamilannya secara rutin di Rumah Sakit
ataupun Klinik Bidan. Selama hamil ibu tidak pernah mengalami perdarahan,

5
demam, dan penyakit lainnya. Ibu juga tidak pernah mengkonsumsi obat-
obatan tanpa resep dokter.

Riwayat Kelahiran/Persalinan
Pasien dilahirkan di rumah, dibantu oleh dukun kampung. Usia kandungan
8 bulan 10 hari, lahir normal tidak ada asalah selama persalinan.

Riwayat Post natal


Tidak pernah dilakukan pemeriksaan

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


BB lahir : tidak dilakukan pemeriksaan
Panjang : tidak dilakukan pemeriksaan
BB sekarang : tidak dilakukan pemeriksaan
Panjang sekarang : tidak dilakukan pemeriksaan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 5 bulan
Merangkak : 6 bulan
Berdiri : 8 tahun
Berjalan : 9 bulan

Riwayat makan dan minum


Asi : 0-2 tahun
Dihentikan: 2 tahun
Alasan : setelah pasien mengalami diare, pasien tidak mau minum susu
lagi dan digantikan oleh teh

Riwayat Imunisasi
Tidak dilakukan

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berasal dari keluarga menengah kebawah.

6
Genogram

Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: anggota keluarga yang mengalami masalah kejiwaan

7
: pasien

Ikhtisar Pemeriksaan
Kesan Umum : Anak masuk kedalam poliklinik dengan tidak
memakai baju maupun celana, tampak rewel, tidak
betah didalam diruangan, sesekali berteriak dan
berbicara seperti suara nyanyian burung.
Kontak :-
Kesadaran : CM. atensi (-), orientasi (SDE), memori (SDE)
Emosi : labil
Proses berpikir : SDE
Intelegensia : kognitif berada dibawa rata-rata
Persepsi : SDE
Psikomotor : hiperkinetik
Kemauan : ADL diarahkan

Usulan Pemeriksaan Penunjang


(-)

Diagnosis

Formula Diagnosis
Pasien perempuan usia 2 tahun 10 bulan, agama Kristen suku Dayak,
tinggal di Kutai Barat.
Pasien belum bisa berbicara dengan jelas, tetapi mengeluarkan suara-suara
yang terdengar aneh dan berbahasa dengan bahasa yang pasien ciptakan
sendiri dan susah untuk dimengerti dan menyebutkan tektektektek
berulang-ulang
Sejak usia dua tahun pasien tidak mau mengenakan pakaian sehingga
setiap hari pasien telanjang. Pasien sangat susah sekali untuk diarahkan
makan dan tidur.
Pasien sangat aktif bergerak, cenderung bermain diluar rumah dan
seringkali berputar-putar tanpa tujuan.

8
Pasien tidak bisa bergaul dengan teman-teman seusianya, lebih menyukai
bermain seorang diri.
Dari pemeriksaan psikiatri didapatkan penampilan tidak rapi, gelisah, tidak
kooperatif, kontak verbal dan visual (-), emosi labil, orientasi SDE,
memori SDE, atensi (-), proses berpikir SDE, persepsi SDE, intelegensia:
fungsi kognitif dibawah rata-rata, ADL diarahkan, psikomotor .

Diagnosis Multiaksial
Aksis I : F84. Gangguan perkembangan pervasif
Aksis II : Retardasi Mental
Aksis III : tidak ada diagnosis pada aksis ini
Aksis IV : tidak ada diagnosis pada aksis ini
Aksis V : GAF 50-41

Penatalaksanaan
Psikoterapi OT (Okupasi Terapi)
Psikoterapi yang diberikan dalam bentuk kelompok bermain, dan
dimulai dengan pengenalan dengan keadaan lingkungan tempat
terapi maupun petugas kesehatan.
Terapi yang diberikan secara bertahap mulai dari peningkatan
atensi anak, hingga kemampuan motorik kasar dan halus, sensorik,
kognitif, psikososial.

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan Perkembangan Pervasif


Pervasive Developmental Disorder (PDD) atau ganguan perkembangan pervasive
ditandai oleh adanya abnormalitas kualitatif dalam interaksi social, dan pola
komunikasi disertai minat dan gerakan terbatas, stereotipi dan berulang. Pervasive
berarti bahwa gangguan tersebut sangat beratdan luas yang mempengaruhi fungsi

9
individu secara mendalam dalam segala situasi. Pada kebanyakan kasus, terdapat
riwayat perkembangan abnormal sejak bayi dan biasanya tellah muncul dalam 5
tahun pertama. Beberapa gangguan yang digolongkan dalam PDD:
1. Autism masa kanak
Gangguan dalam interaksi social, komunikasi social dan perilaku yang
terbatas dan berulang (stereotipik) yang muncul sebelum usia 3 tahun.
Gangguan ini dijumpai 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki dibanding
dengan anak perempuan.
2. Autism tak khas
Dibedakan dari autism dalam usia timbulnya gejala (biasanya timbul
setelah berusia diatas 3 tahun) atau dar tidak terpenuhinya ke tiga criteria
diagnosik autism. Autism tak khas sering muncul pada individu dengan
retardasi mental yang sangat rendah kemampuannya, juga Nampak paa
individu dengan gangguan perkembangan yang khas berupa gangguan
bahasa yang reseptif yang berat. Jadi autism tak kahs secara bermakna
merupakan kondisi yang terpisah dari autism. Termasuk disini: psikosis
masa kanak tak khas, retardasi mental dengan gambaran autistic.
3. Sindrom Rett
Suatu bentuk kelainan progressive yang sejauh inni hanya dilaporkan
terjadi pada anak perempuan. Onset terjadinya gangguan ini pada usia 7-
24 bulan, sebelumnya terlihat perkembangan yang normal lalu terjadi
kemunduran berupa hilangnya kemampuan gerakan tangan yang bertujuan
dan keterampilan motorik yang telah terlatih. Disertai kehilangan atau
hambatan seluruh atau sebagian kemampuan berbahasa, gerakan seperti
mencuci tangan yang stereotipik, dengan fleksi lengan didepan dada atau
dagu, membasahi tangan secara stereotipik dengan saliva, hambatan dalam
fungsi menguyah makanan.
4. Gangguan Disintegratif Masa Kanak
Ditandai adanya periode perkembangan normal sebelum onset penyakit
atau minimal dalam 2 tahun pertama kehidupan, disusul hilangnya
keterampilan terlatih pada beberapa bidang perkembangan setelah
beberapa bulan gangguan berlangsung. Juga disertai adanya gangguan
yang tidak khas dari fungsi social, komunikasi, dan perilaku. Pada
beberapa kasus hilangnya keterampilan terjadi secara progresif dan
menetap. Prognosis biasanya amat buruk, dan sebagian penderita akan

10
mengalami retardasi mental berat. Terdapat ketidakpastian tentang arah
perluasan kondisi ini yang berbeda dengan keadaan autism.
5. Sindrom Asperger
Ditandai oleh adanya abnormalitas yang kualitatif sam seperti pada autism
yaitu hendaya dalam interaksi social, minat dan aktivitas yang terbatas dan
stereotipik. Namun tanpa disertai keterlambatan perkembangan berbahasa
dan kognitif (IQ normal atau diatas normal)
6. Gangguan Perkembangan Pervasif Lainnya (Pervasive Developmental
Disorder- Not Otherwise Specified=PDD-NOS). ditandai dengan tidak
terpenuhinya criteria diganositik yang spesifik, namun terdapat gangguan
berat dan pervasive pada perilakunya.

penggolongan kriteria

Gangguan autistic: gangguan dalam sesuai


interaksi social, komunikasi, dan
perilaku, yang terbatas dan berulang,
onset sebelum usia 3 tahun.
Autism tak khasonset diatas 3 tahun, Tidak sesuai
tidak memenuhi ketiga criteria
autisne
Sindrom rett: sebelumnya terjadi Tidak sesuai
perkembangan yang
normalkemunduran fungsi
motorik pada tangan, hilangnya
kemampuan berbahasa, stereotipik.
Gangguan disintegrative masa Tidak sesuai
kanak:perkembangan normal
minimal 2 tahun
pertamahilangnya keterampilan
secara progressive dan menetap
Sindrom asperger: tidak ada Tidak sesuai
keterlambatan bahasa, hendaya
dalam interaksi social, minat dan
aktivitas terbatas

11
PDD-NOS: tidak terpenuhinya Tidak sesuai
criteria diagnostic yang spesifik,
namun terdapat gangguan berat dan
pervasive pada perilakunya

Definisi Autisme Masa Kanak


Autisme berasal dari kata autos yang berarti segala sesuatu yang
mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum ( 1982), autisme
berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain
lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat
kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme
sering disebut orang yang hidup di alamnya sendiri. Autisme atau autisme
infantil ( Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner
1943 ( dalam Budiman, 1998) seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme
dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik
dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner.
Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang
kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi
orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.
Pada awalnya istilah autisme diambilnya dari gangguan schizophrenia, dimana
Bleuer memakai autisme ini untuk menggambarkan perilaku pasien skizofrenia
yang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri.
Namun ada perbedaan yang jelas antara penyebab dari autisme pada penderita
skizofrenia dengan penyandang autisme infantile. Pada skizofrenia, autisme
disebabkan dampak area gangguan jiwa yang didalamnya terkandung halusinasi
dan delusi yang berlansung minimal selama 1 bulan, sedangkan pada anak-anak
dengan autisme infantile terdapat kegagalan dalam perkembangan yang tergolong
dalam kriteria Gangguan Pervasif dengan kehidupan autistik yang tidak disertai
dengan halusinasi dan delusi ( DSM IV, 1995 ).

Epidemiologi

12
Autisme ditemukan pada 4-5 per 10.000 anak (penelitian Victor Lotter, di
Inggris, 1996), kemudian ditemukan peningkatan prevalensi autisme 13 per
10.000 anak (penelitian Tanoe, di Jepang, 1988) dan penelitian terakhir (2000)
menunjukan angka 1 per 1000, bahkan pada laporan paling akhir diemukan pada 1
per 160 anak pra sekolah di Amerika Serikat. Penelitian di Belanda menemukan
data 0,5% dari populasi umum, sama dengan prevalensi skizofrenia. Di Indonesia
belum ada angka yang pasti mengenai prevalensi autisme, namun dari data yang
ada di Poliklinik Psikiatri Anak dan Remaja RSCM pada tahun 1989 hanya
ditemukan 2 pasien dan pada tahun 2000 tercatat 103 pasien baru, terjadi
peningktn sekitar 50 kali.
Biasanya autisme lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan, 2,6-4 : 1. Dikatakan bahwa anak laki-laki lebih mudah mendapat
gangguan fungsi otak. Namun anak perempuan penyandang autisme biasanya
mempunyai gejala yang lebih berat dan pada test intelegensi mempunyai hasil
yang lebih rendah dibanding pada anak laki-laki. Semula diduga penyandang
autisme berasal dari keluarga dengan tingkat intelegensi dan sosio-ekonomi
tinggi. Namun dari penelitian terakhir autisme ditemukan pada keluarga dengan
berbagai tingkat sosio-ekonomi dan intelegensi, juga dari berbagai letak geografis
di manapun di dunia.

Penyebab Autisme
Teori psikososial
Kanner mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik sebagai
penyebab autism orang tua yang emosional, kaku dan obsesif yang mengasuh
anak mereka dalam suatu atmosfer yang secara emosional kurang hangat bahkan
dingin. Pendapat lain mengatakan adanya trauma pada anak yang disebabkan
karena hospitalitas yang tidak disadari dari ibu, yang sebenarnya tidak
menghendaki anak ini mengakibatkan gejala penarikan diri pada anak autism.
Menurut Bruno Bettelheim, perilaku orangtua dapat menimbulkan perasaan
terancam pada anak. Teori-teori ini pada sekitar tahun 1950-1960 sempat
membuat hubungan dokter dan oragtua mengalami krisis dan menimbukan
perasaan bersalah dan bingung pada para orangtua yang telah cukup berat
bebannya dengan mengasuh anak autistic. Sekarang teori ini tidak dipakai lagi.

Teori Biologis

13
kemampuan = 4:1, meningkatnya insiden gangguan kejang (25%) dan
adanya beberapa kondisi medis dan genetic yang mempunyai hubungan dengan
gangguan ini. Sehingga sekarang ini diyakini bahwa gangguan autistic ini
merupakan suatu sindrom perilaku yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi
yang mempengaruhi system saraf pusat. Walaupun sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti dimana letak abnormalitasnya, diduga adanya disfungssi
batang otak dan mesolimbik, namun dari penelitian terakhir ditemukan
kemungkinan adanya keterlibatan serebelum. Berbagai kondisi tersebut antara
lain:

1. Factor genetic
Hasil penelitian pada keluarga dan anak kembar menunjukan adanya factor
genetic yang berperan dalam perkembangan autisme. Pada anak kembar satu telur
ditemukan sekitar 36-89% sedang pada anak kembar dua telur 0%. Pada
penelitian dalam keluarga ditemukan 2,5-3% autism pada saudara kandung, yang
berarti 50-100 kali lebih tinggi dibanding pada populasi normal. Penelitian yang
terbaru menemukan adanya peningkatan gangguan psikiatrik pada anggota
keluarga dari anak autistic, berupa peningkatan insiden gangguan afektif dan
anxietas, juga peningkatan gangguan dalam fungsi social.
Juga telah ditemukan adanya hubungan autism dengan sindrom fragile-X,
yaitu suatu keadaan abnormal dan kromosom X. pada sindrom ini di temukan
kumpulan berbagai gejala, seperti retardasi mental dari yang ringan sampai yang
berat, kesulitan belajar pada yang ringan, daya ingat jangka pendek yang buruk,
fisik yang abnormal pada 80% laki-laki ewasa, clumsiness, serangan kejang, dan
hiperrefleksi. Sering tampak pada gangguan perilaku seperti hiperaktif, perhatian
yang tersebar, impulsive, dan anxietas. Gambaran autistic seperti tidak mau
bertukar pandang, stereotipik, pengulangan kata-kata, perhatian atau minat yang
terpusat pada suatu benda atau obyek sering ditemukan. Diduga terdapat 0-20%
sindrom fragile-X pada autism,walau demikian hubungan kedua kondisi ini masih
diperdebatkan.
2. Factor peri-natal
Komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal yang meningkat juga
ditemukan pada anak autistic. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah
adanya perdarahan setalah trimester pertama dan adanya feses janin pada cairan

14
amnion, yang merupakan tanda bahaya dari janin (fetal distress). Penggunaan
obat-obatan tertentu pada Ibu yang sedang mengandung diduga ada hubungan
dengan timbulnya autism. Adanya komplikasi waktu bersalin seperti terlambat
menangis, gangguan pernafasan, anemia pada janin, juga diduga ada hubungan
dengan autism.
3. Modul neuroanatomi
Berbagai kondisi neuropatologi diduga dapat berkembang timbulnya
gangguan perilaku pada autism. Ada beberapa daerah di otak anak autistic yang
diduga mengalami disfungsi. Adanya kesamaan perilaku autistic dan perilaku
abnormal pada orang dewasa yang diketahui mempunyai lesi di otak, dijadikan
dasar dari beberapa teori penyebab autism.
4. Hipotesis neurokimia
Sejak ditemukan adanya kenaikan kadar serotonin didalam darah pada
sepertiga anak autistic (1961), fungsi neurotransmitter pada anak autism menjadi
focus perhatian banyak peneliti. Dengan anggapan bila disfungsi neurokimiawi
yang ditemukan merupakan dasar dari perilaku dan kognitif yang abnormal,
tentunya dengan terapi obat diharapkan disfungsi system neurotransmitter ini akan
dikoreksi. Beberapa jenis neurotransmitter yang diduga mempunyai hubungan
dengan autism antara lain: serotonin, dopamine, dan opioid endogen.

Teori Imunologi
Ditemukannya penurunan respon sistem imun pada beberapa anak autistic
meningkatkan kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus
autism. Ditemukannya antibody beberapa ibu terhadap antigen lekosit anak
mereka yang autistic, memperkuat dugaan ini karena ternyata antigen lekosit itu
juga ditemukan pada sel-sel otak, sehingga antibody ibu dapat secara langsung
merusak jaringan saraf otak janin, yang menjadi penyebab timbulnya autism.
Infeksi Virus
Peningkaan frekuensi yang tinggi dari gangguan autism pada anak-anak
dengan congenital rubella, herpes simplex encephalitis, dan cytomegalovirus
infection, juga pada anak-anak yang lahir selama musim semi dengan
kemungkinan ibu mereka menerita influenza musim dingin saat mereka ada
didalam rahim, telah membuat para peneliti menduga infeksi virus ini merupakan
salah satu penyebab autism.

15
Gejala-gejala Autisme
Gejala autisme infantile timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada
sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir.
Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya
mencapai usia satu tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata
dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan orang lain.
Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,
seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3 - 4 bulan. Bila ibu
merangsang bayinya dengan menggerincingkan mainan dan mengajak berbicara,
maka bayi tersebut akan berespon dan bereaksi dengan ocehan serta gerakan.
Makin lama bayi makin responsive terhadap rangsang dari luar seiring dengan
berkembangnya kemampuan sensorik. Pada umur 6-8 bulan ia sudah bisa
berinteraksi dan memperhatikan orang yang mengajaknya bermain dan berbicara.
Hal ini tidak muncul atau sangat kurang pada bayi autistik. Ia bersikap acuh tidak
acuh dan seakan-akan menolak interaksi dengan orang lain. Ia lebih suka bermain
dengan dirinya sendiri atau dengan mainannya. Berikut ini diuraikan indikator
perkembangan yang normal pada masa bayi :

Indikator Perkembangan yang Normal


Usia Kemampuan dan Komunikasi Gerakan
Proses Berpikir
3 bln Berespon terhadap Berceloteh/bersuara Mengangat kaki dan
suara baru. Tersenyum pada suara tangan . Melihat
Mengikuti benda ibu pergerakan tangan sendiri
dengan mata
Melihat objek dan
orang

Mengenal ibu Mengangkat kepala


3-6 bln Mengapai objek Memalingkan Mengerakkan benda
kepala pada suara. Mulai dalam bermain

16
meraban
Meniru suara

Meniru gerakan Merayap/merangkak,


6-9 bln sederhana. Berespon Membuat kata-kata Berdiri berpegangan ke
jika dipanggil nama berulang yang tidak meja Bertepuk tangan
bermakna ( gagaga, Memindahkan
dada, dst) objek dari satu tangan ke
Menggunakan suara tangan lainnya
untuk menarik
perhatian

Bermain permainan
sederhana Berjalan sambil
9-12 bln Bergerak menuju Melambaikan berpegangan
benda yang diminati tangan untuk dada Menyatakan ingin
Melihat gambar pada Berhenti ketika benda tertentu
buku dikatakan tidak Mencoret dengan
Meniru kata-kata baru pensil warna

Meniru suara dan


gerakan yang baru
Menunjuk pada
benda yang Menggelengkan Berjalan sendiri
12-18 bln diinginkan kepala menyatakan Naik /turun tangga
tidak Meniru kata baru
Mengikuti instruksi
sederhana

Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas
saat anak telah mencapai usia 3 tahun, ( Budiman, 1998) yaitu:

17
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat
bicara, mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri yang tidak dapat
dimengerti , echolalia, sering meniru dan mengulang kata tanpa ia mengerti
maknanya, dstnya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata, tidak
melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri, dstnya.
3. Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perlaku yang berlebih
( excessive ) dan kekurangan ( deficient ) seperti impulsif, hiperaktif, repetitif
namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang
sama dan monoton .Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti
gambar, karet, dll yang dibawanya kemana-mana.
4. Gangguan pada bidang perasaan/emosi, seperti kurangnya empati, simpati, dan
toleransi; kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa sebab yang nyata dan
sering mengamuk tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
5. Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit
mainan atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga, tidak
menyukai rabaan dan pelukan, dsbnya. Gejala gejala tersebut di atas tidak harus
ada semuanya pada setiap anak autisme,
tergantung dari berat-ringannya gangguan yang diderita anak.

Kriteria Diagnostik

Pada dasarnya gangguan autisme tergolong dalam gangguan


perkembangan pervasive, namun bukan satu-satunya golongan yang termasuk
dalam gangguan perkembangan pervasive ( Pervasive Developmental Disorder)
menurut DSM IV ( 1995). Namun dalam kenyataannya hampir keseluruhan
golongan gangguan perkembangan pervasif disebut oleh para orangtua atau
masyarakat sebagai Autisme. Padahal di dalam gangguan perkembangan
pervasive meski sama-sama ditandai dengan gangguan dalam beberapa area
perkembangan seperti kemampuan interaksi sosial, komunikasi serta munculnya
perilaku stereotipe, namun terdapat beberapa perbedaan antar golongan gangguan
autistik (Autistic Disorder) dengan gangguan Rett ( Retts Disorder),gangguan

18
disintegatif masa anak ( Childhood DisintegrativeDisorder ) dan gangguan
Asperger ( Aspergers Disorder).
Gangguan autistik berbeda dengan gangguan Rett dalam rasio jenis
kelamin penderita dan pola berkembangnya hambatan. Gangguan Rett hanya
dijumpai pada wanita sementara gangguan Autistik lebih banyak dijumpai pada
pria dibanding wanita dengan ratio 5 : 1. Selanjutnya pada sindroma Rett dijumpai
pola perkembangan gangguan yang disebabkan perlambatan pertumbuhan kepala
(head growth deceleration), hilangnya kemampuan ketrampilan tangan dan
munculnya hambatan koordinasi gerak. Pada masa prasekolah, sama seperti
penderita autistik, anak dengan gangguan Rett mengalami kesulitan dalam
interaksi sosialnya. Selain itu gangguan Autistik berbeda dari Gangguan
Disintegratif masa anak, khususnya dalam hal pola kemunduran perkembangan.
Pada Gangguan Disintegratif, kemunduran (regresi) terjadi setelah perkembangan
yang normal selama minimal 2 tahun sementara pada gangguan autistik
abnormalitas sudah muncul sejak tahun pertama kelahiran. Selanjutnya, gangguan
autistik dapat dibedakan dengan gangguan Asperger karena pada penderita
asperger tidak terjadi keterlambatan bicara. Penderita Asperger sering juga disebut
dengan istilah High Function Autism , selain karena kemampuan komunikasi
mereka yang cukup normal juga disertai dengan kemampuan kognisi yang
memadai. Secara detail, menurut DSM IV ( 1995), kriteria gangguan autistik
adalah sebagai berikut :

A. Harus ada total 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1)
dan masing-masing 1 gejala dari ( 2 ) dan (3) :

1. Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam


sedikitnya 2 dari beberapa gejala berikut ini :
a. Kelemahan dalam penggunaan perilaku nonverbal, seperti kontak mata,
ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi sosial.
b. Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai
dengan tingkat perkembangannya.

19
c. Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang lain.
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.

2. Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1


dari gejala berikut ini:
a. Perkembangan bahasa lisan ( bicara) terlambat atau sama sekali tidak
berkembang dan anak tidak mencari jalan untuk berkomunikasi secara non verbal.
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulang-ulang.
d. Kurang mampu bermain imajinatif ( make believe play ) atau permainan imitasi
social lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya.

3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal harus
ada 1dari gejala berikut ini :
a. Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan focus dan intensitas yang
abnormal/ berlebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas
c. Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-
gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
e. Sikap tertarik yang sangat kuat/ preokupasi dengan bagian-bagian tertentu dari
obyek.

B. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada


salah satu bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan komunikasi, (3)
cara bermain simbolik dan imajinatif.

C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak
Dengan mempelajari kriteria diagnostik di atas, sebenarnya tidaklah terlalu sulit
untuk menentukan apakah seorang anak termasuk penyandang autisme atau
gangguan perkembangan lainnya. Namun kesalahan diagnosis masih sering terjadi
terutama pada autisme ringan yang umumnya disebabkan adanya tumpang tindih
gejala. Sebagai contoh, penyandang hiperaktivitas dengan konsentrasi yang

20
kurang terfokus kadang kala juga menunjukkan keterlambatan bicara dan bila
dipanggil tidak selalu berespon sesuai yang diharapkan. Demikian juga bagi
penderita retardasi mental yang moderate, severe dan profound mereka
menunjukkan gejala yang hampir sama dengan autisme seperti keterlambatan
bicara, kurang adaptif dan impulsif.

Diagnosa yang berhubungan dan mental retardasi.


Dalam beberapa kasus, autisme berhubungan dengan mental retardasi,
umumnya pada kriteria Moderate Mental Retarded, IQ 35 50 Hampir 75%
penyandang autisme berada pada taraf intelegensi mental retardasi. Terjadi
abnormalitas dalam perkembangan kognitif penyandang autisme. Sementara
menurut Sleeuwen (1996) sekitar 60 % anak-anak autistik menderita retardasi
mental tingkat moderate ( IQ 35- 50) dan 20 % anak mengalami mental retardasi
ringan sedangkan 20 % lainnya tidak mengalami mental retardasi dan memiliki IQ
> 70 ( normal ). Beberapa anak memiliki apa yang disebut pulau intelegensi
yang artinya mereka memiliki bakat khusus di bidang-bidang tertentu seperti
musik, berhitung, menggambar, dsbnya.

Hubungannya dengan hasil laboratorium


Jika autisme dikaitkan dengan kondisi kesehatan umum, ditemukan bahwa
ada perbedaan aktivitas serotonin namun tidak begitu jelas terlihat. Namun hasil
pemeriksaan EEG menunjukkan abnormalitas. ( DSM IV, 1996 )

Hubungannya dengan kondisi kesehatan umum


Beberapa simptom kelainan neurologis terlihat pada penyandang autis,
seperti refleks yang primitif, keterlambatan penggunaan tangan yang dominan,
dsbnya. Kondisi ini berkaitan dengan kondisi kesehatan umum seperti
enchepalitis, phenylketonuria, fragile X syndrome, anoxia
saat kelahiran dan maternal rubella).

Diagnosa berdasarkan hasil pemeriksaan medis - neurologis

21
Seperti telah dikemukakan terdahulu, factor biologis diperkirakan juga
memberikan andil bagi berkembangkany gangguan autisme pada anak. Oleh
karena itu untuk mendukung penegakan diagnosa diperlukan pemeriksaan
kesehatan dan neurologis yang lengkap dan terpadu. Selain diagnosa autisme,
terdapat juga pengklasifikasian berat-ringannya autisme dengan menggunakan
CARS ( Childhood Autisme Rating Scale). Untuk keperluan ilmiah, klasifikasi ini
bermanfaat. Namun disarankan untuk hati-hati dalam penggunaan klasifikasi
ringan-sedang-berat ini disebabkan untuk penanganan autis sampai saat ini
peringkat tersebut tidak dikaitkan dengan perbedaan prognosis dan intervensi.
Intervensi autisme pada klasifikasi manapun tetap sama yaitu intervensi (terutama
tata laksana perilaku) yang terpadu dan optimal. Kehati-hatian penggunaan
peringkat ini juga disebabkan pengaruhnya pada orangtua penyandang autisme.
Bila anak didiagnosis menderita autisme ringan, dapat menimbulkan kelengahan
pada orangtua untuk melaksanakan tatalaksana yang optimal. Sedangkan bagi
mereka yang dinyatakan berat, mungkin saja mereka menjadi depresi dan putus
asa sehingga tidak berbuat apa-apa pada anak mereka.

Penatalaksanaan

Pertanyaan yang sering dilontarkan orang tua adalah apakah anaknya dapat secara
total bebas dari autisme. Agak sulit untuk menerangkan pada orang tua bahwa
autisme adalah gangguan yang tidak bisa disembuhkan ( not curable ), namun bisa
diterapi ( treatable ). Maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa
diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin
sehingga anak tersebut nantinya bisa berbaur dengan anak-
anak lain secara normal. Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa factor
a. berat ringannya gejala atau berat ringannya kelainan otak.
b. usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat
dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
c. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
d. Bicara dan bahasa, 20 % penyandang autis tidak mampu berbicara seumur

22
hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang
berbeda-beda. Mereka dengan kemampuan bicara yang baik mempunyai
prognosis yang lebih baik.
e. Terapi yang intensif dan terpadu.

Terapi yang Terpadu

Penanganan / intervensi terapi pada penyandang autisme harus dilakukan dengan


intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4 8 jam
sehari. Selain itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi
dengan anak. Penanganan penyandang autisme memerlukan kerjasama tim yang
terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog
neurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik. Beberapa terapi yang harus
dijalankan antara lain :

a. Terapi medikamentosa
b. Terapi psikologis
c. Terapi wicara
d. Fisioterapi

Terapi medikamentosa
Pemberian obat pada anak harus didasarkan pada diagnosis yang tepat,
pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek samping dan
mengenali cara kerja obat. Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki ketahanan
yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat dan efek samping. Oleh karena
itu perlu ada kehati-hatian dari orang tua dalam pemberian obat yang umumnya
berlangsung jangka panjang. Saat ini pemakaian obat diarahkan untuk
memperbaiki respon anak sehingga diberika obat-obat psikotropika jenis baru
seperti obat-obat antidepressan SSRI ( Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
yang bisa memberikan keseimbangan antara neurotransmitter serotonin dan
dopamine. Yang diinginkan dalam pemberian obat ini adalah dosis yang paling
minimal namun paling efektif dan tanpa efek samping. Pemakaian obat akan

23
sangat membantu untuk memperbaiki respon anak terhadap lingkungan sehingga
ia lebih mudah menerima tata laksana terapi lainnya. Bila kemajuan yang dicapai
cukup baik, maka pemberian obat dapat dikurangi bahkan dihentikan.

Terapi psikologis
Dalam penanganan autisme, seringkali perkembangan kemampuan
berjalan lambat dan mudah hilang ( Wenar,1994 ). Umumnya intervensi
difokuskan pada meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasi, self-help dan
perilaku sosial dan mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki seperti melukai
diri sendiri ( self mutilation), temper tantrum dengan penekanan pada peningkatan
fungsi individu dan bukan menyembuhkan dalam arti mengembalikan
penyandang autis ke posisi normal. Rutter ( dalam Wenar, 1994 ) membuat
pendekatan yang komprehensif dalam intervensi autisme yang memiliki tujuan :
- membantu perkembangan kognitif, bahasa dan sosial yang normal
- meningkatkan kemampuan belajar anak autistik
- mengurangi kekakuan dan perilaku stereotype dengan meningkatkan

interaksi penyandang autis dengan orang lain dan tidak membiarkannya hidup
sendiri . Interaksi yang kurang justru akan menyebabkan munculnya perilaku-
perilaku yang tidak dikehendaki. Dalam hal ini pemberian mainan yang bervariasi
juga dapat mengurangi kekakuan ini.
- mengurangi perilaku maladaptive seperti temper tantrum dan melukai diri
sendiri
- mengurangi stress pada keluarga penderita autisme
Selanjutnya, Lieke Van Sleeuwen ( 1996 ) menyatakan intervensi psikologis
anak-anak autistik harus terfokus pada :
- memberikan stimulasi spesifik dan latihan untuk mengkompensasikan
keterlambatan perkembangan secara menyeluruh
- memutuskan atau mengurangi perilaku yang sulit ditangani oleh lingkungan
yang menghambat proses belajar sosial dan pendidikan
- mencegah timbulnya gangguan sekunder yang mungkin muncul sebagai efek
dari gangguan utama.

24
Ketiga hal ini hanya dapat dilaksanakan pada lingkungan yang sangat
terstruktur dan teratur dengan baik. Anak autistik memiliki pola berpikir yang
berbeda, mereka mengalami kesulitan memahami lingkungannya. Oleh karena itu
memberikan lingkungan terstruktur merupakan titik awal dalam proses intervensi
penyandang autis. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sbb :

a. Keteraturan waktu dan tempat


yaitu : jadwal harian yang tetap dan ruang yang pasti. Namun tidak berarti bahwa
segala sesuatu harus terjadi dengan cara yang sama. Perubahan-perubahan kecil
juga diperlukan agar anak autis dapat meningkatkan fleksibilitas mereka.
b. Berhubung adanya kesulitan berpikir dan bertingkah laku pada anak autis, maka
perlu merangsang dan melatih anak melalui berbagai aspek yang disesuaikan
dengan minat yang dimiliki anak.
c. Pengajaran dilakukan secara bertahap dan bila memungkinkan menggunakan
alat peraga
d. Proses pendidikan berlangsung secara individual ( khusus ). Anak autis tidak
memiliki ketrampilan sosial yang diperlukan untuk belajar dalam situasi
kelompok. Oleh karena itu, pendekatan individual diberikan pada anak termasuk
didalamnya individual play training. Training bermain ini merupakan terapi yang
mengajari anak bermain dan membimbing anak ke dalam berbagai kemungkinan
fungsional suatu mainan. Contohnya seperti sebuah mobil tidak hanya merupakan
benda dengan roda yang berjalan tetapi juga dapat disetir dan mengangkut orang
dan benda-benda lain. Seperti halnya Rutter yang menekankan perlunya
mengatasi stress pada keluarga, Sleeuwen ( 1996 ) juga menekankan pentingnya
konseling keluarga. Setelah seorang anak didiagnosa autisme, adalah penting
bahwa tidak hanya anak tersebut yang mendapatkan pertolongan, namun juga
orang tua. Orang tua perlu diberikan pengertian mengenai kondisi anak dan
mampu menerima anak mereka yang menderita autis. Mereka juga dilibatkan
dalam proses terapi ( Home training ). Konsep yang ada dalam home training ini
adalah orang tua belajar dan dilatih untuk dapat melakukan sendiri terapi yang
dilakukan psikolog/terapis. Terapi tidak hanya dilakukan oleh terapis tetapi juga

25
oleh keluarga di rumah. Terapi yang intensif akan meminimalisir kemungkinan
hilangnya kemampuan yang telah dilatih dan dikuasai
anak.

Terapi Wicara
Umumnya hampir semua penyandang autisme menderita gangguan bicara
dan berbahasa. Oleh karena itu terapi wicara pada penyandang autisme merupkan
keharusan. Penanganannya berbeda dengan penderita gangguan bicara oleh sebab
lain. Salah seorang tokoh yang mengembangkan terapi bicara ini adalah Lovaas
pada tahun 1977 yang menggunakan pendekatan behaviouris - model operant
conditioning ( dalam Wenar, 1994 ). Anak yang mengalami hambatan bicara
dilatih dengan proses pemberian reinforcement dan meniru vokalisasi terapis.
Rutter ( dalam Wenar, 1994 ) juga membahas mengenai terapi bicara dalam upaya
meningkatkan kemampuan komunikasi anak autis.

Fisioterapi
Autisme juga diberikan fisioterapi yang berfungsi untuk merangsang
perkembangan motorik dan kontrol tubuh.

Alternatif terapi lainnya


Selain itu ada beberapa terapi lainnya yang menjadi alternatif penanganan
penyandang autis menurut pengalaman Sleeuwen ( 1996 ) , yaitu :

a. Terapi musik
Meliputi aktivitas menyanyi, menari mengikuti irama dan memainkan alat
musik. Musik dapat sangat bermanfaat sebagai media mengekspresikan diri,
termasuk pada penyandang autis.

b. Son- rise program


Program ini berdasarkan pada sikap menerima dan mencintai tanpa syarat
pada anak-anak autistik. Diciptakan oleh orangtua yang anaknya didiagnosa

26
menderita autisme tetapi karena program latihan dan stimulasi yang intensif dari
orangtua anak dapat berkembang tanpa tampak adanya tanda-tanda autistik.

c. Program Fasilitas Komunikasi


Meskipun sebenarnya bukan bentuk terapi, tetapi program ini merupakan
metode penyediaan dukungan fisik kepada individu dalam mengekspresikan
pikiran atau ide-idenya melalui papan alfabet, papan gambar, mesin ketik
atau komputer.

d. Terapi vitamin
Penyandang autis mengalami kemajuan yang berarti setelah
mengkomsumsi vitamin tertentu seperti B 6 dalam dosis tinggi yang
dikombinasikan dengan magnesium, mineral dan vitamin lainnya.

e. Diet Khusus ( Dietary Intervention) yang disesuaikan dengan cerebral alergie


yang diderita penyandang autis.

27
PEMBAHASAN

Pada kasus ini akan dibahas mengenai hal-hal yang ingin didiskusikan sehingga
masalah-masalah yang ada pada pasien dapat dikaji secara mendalam untuk
memberikan terapi yang maksimal bagi pasien. Hal-hal tersebut meliputi
diagnosis multiaksial, penatalaksanaan dan prognosis dari kasus ini.

Diagnosis Multiaksial

Pasien ini didiagnosa menggunakan diagnosa multi aksial. Pada pasien ini
terdapat diagnosa pada axis I dan axis II. Pada axis I pasien didiagnosa dengan
gangguan perkembangan pervasive dan axis II dengan retardassi mental. Pada axis
I gangguan perkembangan pervasive terdapat 6 kriteria dan pasien dapat
digolongkan dalam criteria yang pertama: autisme masa kanak

Axis I
Gangguan perkembangan pervasif

28
Teori Fakta

Gangguan autistic: gangguan dalam sesuai


interaksi social, komunikasi, dan
perilaku, yang terbatas dan berulang,
onset sebelum usia 3 tahun.
Autism tak khasonset diatas 3 tahun, Tidak sesuai
tidak memenuhi ketiga criteria
autisne
Sindrom rett: sebelumnya terjadi Tidak sesuai
perkembangan yang
normalkemunduran fungsi
motorik pada tangan, hilangnya
kemampuan berbahasa, stereotipik.
Gangguan disintegrative masa Tidak sesuai
kanak:perkembangan normal
minimal 2 tahun
pertamahilangnya keterampilan
secara progressive dan menetap
Sindrom asperger: tidak ada Tidak sesuai
keterlambatan bahasa, hendaya
dalam interaksi social, minat dan
aktivitas terbatas
PDD-NOS: tidak terpenuhinya Tidak sesuai
criteria diagnostic yang spesifik,
namun terdapat gangguan berat dan
pervasive pada perilakunya

Autisme masa kanak menurut DSM IV


Teori Fakta
Memenuhi kriteria umum diagnosis Sesuai
autisme

Kelemahan dalam interaksi social, Non verbal: kontak mata pasien

29
sedikitnya 2 dari gejala berikut: menurun, gelisah, menganggap barang
perilaku non verbal, hubungan dengan teman milik sendiri serta tidak mengerti
teman sebaya, berbagi perasaan an perasaan orang lain.
empati, hubungan social dan emosional
Kelemahan dalam komunikasi: bicara Pasien belum bisa bicara tetapi
terlambat atau sama sekali tidak mengeluarkan mengeluarkan suara-
berkembang, sering menggunakan suara yang terdengar aneh dan
bahasa aneh, stereotipi, dan berulang- berbahasa dengan bahasa yang pasien
ulang ciptakan sendiri dan susah untuk
dimengerti
Kegiatan yang terbatas dan berulang: menyebutkan tektektektek berulang-
intensitas yang berulang/abnormal, ulang dan berlari berputar-putar tanpa
terpaku pada suatu kegiatan ritualistic tujuan, menghambur barang-barang
atau rutinitas, gerakan fisik yang aneh, dirumah tanpa tujuan yang jelas
tertarik yang sangat kuat dengan
bagian-bagian tertentu dari objek
Onset muncul sebelum usia 3 tahun, Pasien mulai menunjukan gejala
minimal pada satu bidang dan bukan sebelum usia 3 tahun dengan bid
disebabkan karena sindroma rett atau ang yang menonjol adalah kemampuan
gangguan disintegrative masa kanak berbahasa: berbahasa dengan kata-kata
yang diciptakan sendiri

Retardasi Mental menurut DSM IV


Teori Fakta
Fungsi inteletual dibawah 70 atau Tidak selalu dilakukan tes intelegensi,
kurang dapat dinilai dengan fungsi kognitif
yang menurun dibandingkan anak
seusianya, perkembangan aktivitas
motorik dan sensorik menurun, tidak

30
ada fungsi pemeliharaan diri, tidak ada
proses adaptasi
Kekurangan atau gangguan dalam Keterbatasan dalam komunikasi dan
perilaku adaptif ; komunikasi, self care, keterampilan social
keterampilan social, kesehatan,
keamanan, mengarahkan diri sendiri
Terjadi sebelum usia 18 tahun Usia 2 tahun 10 bulan

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis


Edisi 10. Alih bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara
2. Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta
3. Maramis W.F. Catatan lmu kedokteran jiwa. Airlangga universiti Press.
Surabaya. 475-481,1980.
4. Elvira, Sylvia D & Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. FK UI:
Jakarta. 2010

32

Você também pode gostar