Você está na página 1de 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dasar-dasar akidah islam telah dijelaskan pewahyuan nabi Muhammad
saw. Melalui pewahyuan Al-Quran dan kumpulan sabdanya untuk umat
manusia generasi muslim awal binaan Rasulullah saw. Telah meyakini
dan menghayati akidah ini meski belum diformulasikan sebagai suatu
ilmu lantaran rumusan tersebut belum diperlukan.
Pada periode selanjutnya, persoalan akidah secara ilmiah dirumuskan
oleh sarjana muslim yang dikenal dengan nama muttakallimun, hasil
rumusan muttakallimun itu disebut kalam, secara harfiah disebut
sabda tuhan Ilmu kalam tuhan.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengetian perbuatan tuhan ?
2. Apa perbuatan-perbutan tuhan?
3. Apa perbandingan anatara aliran ilmu kalam terhadap perbuatan
tuhan?
C. Tujuan
Untuk mengetahui dari perumusan masalah di atas.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian perbuatan tuhan


Perbuatan Allah adalah setiap kejadian yang berlaku di alam ini
dengan kehendak dan iradah Allah SWT. Contohnya adalah siang dan
malam, bencana alam , pasang surut lautan dan lain-lain adalah di
bawah kekuasaan Allah.
Firman Allah SWT :
Artinya : adakah benda-benda dari bumi yang mereka jadikan tuhan-
tuhan itu, dapat menghidupkan semula sesuatu yang mat?
jadi, semua ciptaan Allah mempunyai hikmah dan rahasia yang
tertentu. Orang yang menggunakan akal fikiran akan dapat
mengungkap rahasia ciptaan Allah itu.
B. Mengetahui perbuatan-perbuatan Allah SWT
Pengetahuan tentang hal ini mencakup sepuluh prinsip dasar :
1. Mengetahui segala yang ada di alam raya ini adalah perbuatan
Allah, ciptaan dan kreasi-Nya. Tidak ada pencipta selain dia. Dia
yang mewujudkan dan menciptakan makhluk, dia pula yang
menciptakan kemampuan dan aktivitas mereka. Maka semua
perbuatan hamba adalah ciptaan dan makhluk-Nya yang berkaitan
dengan kekuasaan-Nya, sesuai dengan firmannya dalam Qs. Az-
zumar :62 :



Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala
sesuatu.
2. Sesungguhnya kemandirian Allah SWT dalam menciptakan gerakan-
gerakan hamba adalah tidak berarti mengisolirnya dari kenyataan
bahwa gerakan-gerakan tersebut dikuasakan kepada hamba
dengan cara berusaha (ikhtisab) bahkan Allah swt menciptakan
kekuasaan (qudrat) dan yang di kuasakan, menciptakan usaha
dan yang di usahakan secara keseluruhan.
3. Bahwa perbuatan hamba, meskipun itu merupakan usaha (ikhtisab)
yang di lakukan oleh hamba, namun itu tidak berarti keluar dari apa
yang di kehendaki oleh Allah. Tidak ada yang mampu menolak
ketentuannya, tidak ada yang berhak menuntut keputusan hukum-
nya, dia berhak menuntut keputusan hukumnya, dia berhak
menyesatkan orang dikehendaki dan memberi petunjuk kepada
orang yang di kehendaki pula.
4. Sesungguhnya ciptaan dan kreasi Allah swt terhadap makhluknya
hanyalah semata karena kemuliaannya. Pemberian tugas kepada
hamba hanya semata karena anugrahnya.
5. Allah swt berhak membebani makhluknya dengan beban yang di
luar batas kemampuan mereka. Ini berbeda dengan pandangan
mutazilah. Seandainya dia tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan hal itu tentu mustahil Allah mengajari hambanya agar
meminta tidak dibebani di luar batas kemampuan mereka.
6. Allah swt berhak mencela dan menyudutkan makhluk-Nya dengan

tanpa ada alasan dosa yang dilakukan sebelumnya dan pahala yang
akan diberikan.
7. Allah swt berhak untuk berbuat apa saja terhadap hambanya, maka

dia tidak wajib memperhatikan yang baik atau yang terbaik bagi
hambanya, sebab seperti yang disebutkan, tidak ada sesuatu yang
wajib dilakukan oleh Allah swt. Bahkan tidak masuk akal kalau dia
dikenai kewajiban.
QS. Al-Anbiya :23


Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah
yang akan ditanyai.
8. Bahwa kewajiban untuk mengetahui Allah swt dan menaatinya
adalah wajib karena di wajibkan oleh Allah swt melalui syariat nya
bukan sekedar karena tuntutan akal.
9. Allah mengutus para Nabi as bukanlah sesuatu yang mustahil.
Kebutuhan ummat manusia kepada para nabi adalah seperti
kebutuhan mereka kepada para dokter di uji melalui eksperimen-
eksperimen, sementara kebenaran seorang nabi dibuktikan melalui
mukjizat.
10. Allah swt telah mengutus Muhammad saw sebagai penutup para
nabi dan bertugas menyalin syariat sebelumnya yaitu syariat
yahudi, nasrani, dan shabai. Allah swt memperkuat kenabian
Muhammad saw dengan mukjizat yang jelas dan ayat-ayat yang
terang.1

C. Perbandingan antara aliran ilmu kalam terhadap perbuatan


Allah
1. Aliran Mutazilah
Adalah sebuat aliran kalam yang bercorak rasional, mereka
berpandangan bahwa perbuatan tuhan hanya terbatas pada hal-hal
yang dikatakan baik. Namun, ini tidak berarti nahwa tuhan tidak
mampu melakukan perbuatan buruk. 2
Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui
keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam Al-Quran pun telah
jelah dikatakan bahwa tuhana tidaklah zhalim. Ayat Al-Quran yang
di jadikan dalil oleh Mutazilah untuk mendukung pendapatnya di
atas adalah :
Al-Anbiya : 23


( Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah
yang akan ditanyai.)
Dan surat Ar-Rum : 8

1 Abdul Hamid Al-Ghazal, Tauhidulah (risalah suci hujjatul islam), 1998, Surabaya:
Risalah Gusti

2 Abdur Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 2011, Pustaka Setia: Bandung,
Hal.153








(dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri
mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada
diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan
waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara
manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya.)
Berdasarkan ayat yang telah di kemukakan di atas, seorang
tokoh Mutazilah yang bernama Qadi Al-Jabar menyebutkan bahwa
ayat tersebut memberi petunjuk bahwa tuhan hanya berbuat yang
baik dan mahasuci dari perbuatan buruk.
dengan demikian, tuhan tidak perlu ditanya. Ia menambahkan
kenyataan bahwa seseorang yang di kenal baik, tidak perlu ditanya
mengapa ia melakukan perbuatan baik itu. Menurut Al-Jabbar,
mengandung petunjuk bahwa tuhan tidak pernah dan tidak akan
melakukan perbuatan buruk, pernyataan bahwa ia menciptakan
langit dan bumi beserta segala isinya dengan hak, tentulah tidak
benar atau merupakan berita bohong. Selain itu kelompok
Mutazilah juga berpendapat bahwa tuhan mempunyai kewajiban
terhadap manusia. Kewajiban-kewajiban tersebut dapat disimpulkan
dalam satu hal, yaitu kewajiban berbuat baik bagi manusia.
Kelompok Mutazilah mengonsekuensikan tentang faham kewajiban
Allah sebagai berikut:
Kewajiban tidak memberikan beban di luar kemampuan
Manusia
Memberikan beban diluar kemampuan manusia adalah
bertentangan dengan faham berbuat baik dan terbaik. Hal ini
bertentangan dengan paham mereka tentang keadilan tuhan.
Tuhan akan bersifat tidak adil kalau ia memberi beban yang
terlalu berat kepada manusia.
Pengiriman Rasul-rasul
Bagi aliran mutazilah dengan kepercayaan bahwa akal dapat
mengetahui hal-hal gaib, pengiriman rasul tidaklah begitu
penting. Namun, mereka memasukkan pengiriman rasul
kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban tuhan.
Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang harus diketahui
manusia tentang tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu, tuhan
berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia dengan
mengirimkan rasul. Tanpa rasul, manusia tidak akan
memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia dan akhirat
nanti.
Kewajiban menepati janji dan ancaman
Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar
kepercayaan aliran aliran Mutazilah. Hal ini erat
hubungannya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan
akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk
memberi pahala kepada orang yang yang berbuat baik., dan
menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat.
Prinsip janji dan ancaman yang di pegang oleh kaum
Mutazilah adalah untuk membuktikan keadilan tuhan
sehingga manusia dapat merasakan balasan tuhan atas
segala perbuatannya. Disinilah peranan janji dan ancaman
bagi manusia agar tidak terlalu terlena menjalankan
kehidupannya.
Ajarannya adalah :
Orang mukmin yang berdosa besar lalu mati sebelum tobat
ia tidak akan mendapat ampunan tuhan.
Di akhirat tidak aka nada syafaat sebab syafaat
berlawanan dengan al-wadu wal waid.
Tuhan akan membalas kebaikan manusia yang telah
berbuat baik dan akan menjatuhkan siksa terhadap
manusia yang melakukan kejahatan.3

2. Aliran Asariyah
Bagi kaum Asariyah ini, tuhan berkuasa dan berkehendak
mutlak dantuhan memang tidak terikat kepada apa pun, tidak
terikat kepada janji-janji, kepada norma-norma keadilan dan
sebagainya.4 Selain itu bagi mereka perbuatan-perbuatan tuhan
tidak mempunyai tujuan, tujuan dalam arti sebab yang mendorong
tuhan untuk berbuat sesuatu.
Menurut aliran Asariyah, faham kewajiban tuhan berbuat baik
dan terbaik bagi manusia, sebagaimana yang telah dinyatakan
aliran Mutazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan
faham kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan yang mereka anut.
Dengan demikiann aliran Asariyah tidak menerima faham tuhan
mempunyai kewajiban. Al-Ghazali ada menyatakan, perbuatan-
perbuatan tuhan bersifat tidak wajib (jaiz) dan tidak satu pun dari
padanya yang mempunyai sifat wajib.
Karena percaya pada kekuasaan mutlak tuhan dan berpendapat
bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun. Disamping itu,
aliran Asariyah menolak kewajiban dalam pengiriman rasul. Hal itu
bertentang dengan keyakinan mereka bahwa tuhan tidak
mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia.
Aliran Asariyah juga berargumen tuhan tidak mempunyai
kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang tderdapat

3 Muhammad Ahmad, tauhid Ilmu Kalam, 2009, Bandung, Pustaka Setia, Hal. 169

4
pada Al-Quran dan Hadits. Di sini timbul persoalan bagi Asariyah
karena dalam Al-Quran dikatakan dengan tegas bahwa siapa yang
berbuat jahat akan masuk neraka. Untuk mencegah kata-kata arab
man, alladzina dan sebagainya yang menggambarakan arti siapa,
diberi interprestasi oleh As-ariyah bukan semua orang tetapi
sebagian. Dengan demikian kata siapa dalam ayat Al-Quran
barang siapa menelan harta anak yatim piatu dengan cara tidak
adil, maka ia sebenarnya menelan api masuk kedalam perutnya,
mengandung arti bukan seluruh tapi sebagian orang yang berbuat
demikian. Adapun yang sebagian lagi akan terlepas dari ancaman
atas dasar kekuatan dan kehendak mutlak tuhan dengan
interprestasi demikianlah Asariyah mengatasi persoalan wajibnya
tuhan menepati janji dan menjalankan ancaman.
Al-asyari berpendapat bahwa tuhan tidak mempunyai
kewajiban apapun. Tuhan tidak wajib memasukkan orang baik ke
neraka maupun ke surga. Semua itu merupakan kehendak mutlak
tuhan, sebab tuhanlah yang berkuasa dan segala-galanya adalah
milik Allah jika tuhan memasukkan seluruh manusia kedalam surga,
bukan berarti Ia tidak adil. Sebaliknya jika tuhan memasukkan
seluruh manusia kedalam neraka bukan berate Ia dzalim. Tuhan
adalah penguasa mutlak dan tidak ada yang lebih kuasa. Ia dapat
dan boleh melakukan apa saja yang di kehendakinya.5
3. Aliran Maturidiyah
Kaum Mutazilah,sebagaimana diketahui menganut paham
nbahwa tuhan mempunyai kewajiban kewajiban terhadap manusia.
Kewajiban-kewajiban itu pada dasarnya berorientasi kepada
keharusannya untuk berbuat apa yang baik bahkan apa yang
6
terbaik bagi manusia,

5 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, 2009, Bandung:Pustaka Setia, hal. 181

6 Muhammad Nazir Karim, Dialektika Teologi Islam, 2004, Bandung: Penerbit


Nuansa, Hal. 171
Dalam memahami konsep ini terdapat 2 perbedaan pendapat
antara maturudiyah Samarkand dan maturudiyah Bukhara. Aliran
maturidiyah Samarkand yang juga memberikan batas kekuasaan
dan kehendak mutlak tuhan, berpandangan bahwa perbuatan tuhan
hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Maka dengan
demikian tuhan mempunyai kewajiban melakukan hal yang baik
bagi manusia. Oleh karena itu, pengiriman rasuk dipandang
maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban tuhan.
Adapun maturidiyah Bukhara memiliki pendapat yang sama
dengan kelompok Asariyah mengenai faham bahwa tuhan tidak
mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh
badzawi, tuhan pasti menepati janji-nya seperti memberi ganjaran
kepada orang yang melakukan kebaikan, walaupun tuhan mungkin
saja membatalkan ancaman bagi orang yang berdosa besar.
Manakala pendapat yang dikemukakan oleh golongan maturidiyah
Bukhara tentang pengiriman rasul, sesuai dengan faham mereka
tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, tidaklah bersifat
mungkin saja.
Aliran Samarkand memberi batasan pada kekuasaan dan
kehendak mutlak pada kekuasaan dan kehendak mutlak tyhan
sehinga mereka menerima faham adanya kewajiban-kewajiban bagi
tuhan, sekurang-kurangnya kewajiban menepati janji tentang
pemberian balasan dan pemberian hukuman.
Adapun dalam hal memberatkan beban kepada manusia diluar
batas kemampuannya, yang menerima konsep ini adalah kelompok
maturidiyah Bukhara. Tidaklah mustahil meletakkan kewajiban-
kewajiban yang tidak bisa di pikul aras diri manusia kata Al-
Bazdsawi.
Sebaliknya golongan Samarkand mengambil posisi yang hampir
sama dengan Mutazilah manakala menegenai pengiriman rasul,
aliran maturidiyah kalangan Bukhara, berkesesuaian dengan faham
mereka yang sama dengan aliran As\ariyah. Pengiriman rasul
menurut mereka tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin
saja. Adapun golongan Samarkand berpendapat tentang persoalan
ini, mereka sefaham dengan mutazilah mengenai wajibnya
pengiriman rasul yang telah dinyatakan oleh Al-Bayadi.
Mengenai kewajiban tuhan memenuhi janji dan ancaman nya,
golongan Maturidiyah Bukhara tidak sefaham dengan aliran
Asariyah. Menurut mereka sebagaimana yang di jelaskan oleh
bazdawi, tidak mungkin tuhan melanggar janjinya untuk memberi
ganjaran kepada orang yang melakukan perbuatan baik. Tetapi, bisa
saja tuhan membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada
orang yang berbuat jahat.
Adapun menurut golongan maturidiyah Bukhara tuhan tidak
mungkin mengkhianati janji untuk memberi upah kepada orang
yang berbuat baik. Manakala golongan maturidiyah Samarkand
mempunyai pendapat yang sma dengan aliran mutazila bahwa
upah dan hukuman tuhan pasti terjadi kelak.
Walaupun berbeda, maturidiyah Bukhara dan maturidiyah
Samarkand tetap sepakat bahwa perbuatan tuhan mengandung
kebijakan, baik dalam penciptaannya maupun dalam perintah dan
7
larangannya.

7 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam,2009, Bandung: Pustaka Setia, hal.190


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aliran mutazilah
Kewajiban tidak memberikan beban di luar kemampuan
Manusia
Memberikan beban diluar kemampuan manusia adalah
bertentangan dengan faham berbuat baik dan terbaik. Hal ini
bertentangan dengan paham mereka tentang keadilan tuhan.
Tuhan akan bersifat tidak adil kalau ia memberi beban yang
terlalu berat kepada manusia.
Pengiriman Rasul-rasul
Bagi aliran mutazilah dengan kepercayaan bahwa akal dapat
mengetahui hal-hal gaib, pengiriman rasul tidaklah begitu
penting. Namun, mereka memasukkan pengiriman rasul
kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban tuhan.
Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang harus diketahui
manusia tentang tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu, tuhan
berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia dengan
mengirimkan rasul. Tanpa rasul, manusia tidak akan
memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia dan akhirat
nanti.
Kewajiban menepati janji dan ancaman
Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar
kepercayaan aliran aliran Mutazilah. Hal ini erat
hubungannya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan
akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk
memberi pahala kepada orang yang yang berbuat baik., dan
menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat.
Prinsip janji dan ancaman yang di pegang oleh kaum
Mutazilah adalah untuk membuktikan keadilan tuhan
sehingga manusia dapat merasakan balasan tuhan atas
segala perbuatannya. Disinilah peranan janji dan ancaman
bagi manusia agar tidak terlalu terlena menjalankan
kehidupannya.
2. Aliran Asariyah
Menurut aliran Asariyah, faham kewajiban tuhan berbuat

baik dan terbaik bagi manusia, sebagaimana yang telah


dinyatakan aliran Mutazilah, tidak dapat diterima karena
bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak
mutlak tuhan yang mereka anut.
Aliran Asariyah juga berargumen tuhan tidak mempunyai
kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang
tderdapat pada Al-Quran dan Hadits. Di sini timbul
persoalan bagi Asariyah karena dalam Al-Quran dikatakan
dengan tegas bahwa siapa yang berbuat jahat akan masuk
neraka. Untuk mencegah kata-kata arab man, alladzina
dan sebagainya yang menggambarakan arti siapa, diberi
interprestasi oleh As-ariyah bukan semua orang tetapi
sebagian. Dengan demikian kata siapa dalam ayat Al-
Quran barang siapa menelan harta anak yatim piatu
dengan cara tidak adil, maka ia sebenarnya menelan api
masuk kedalam perutnya, mengandung arti bukan
seluruh tapi sebagian orang yang berbuat demikian.
Adapun yang sebagian lagi akan terlepas dari ancaman
atas dasar kekuatan dan kehendak mutlak tuhan dengan
interprestasi demikianlah Asariyah mengatasi persoalan
wajibnya tuhan menepati janji dan menjalankan ancaman.
3. Aliran Maturidiyah
Aliran maturidiyah Samarkand yang juga memberikan
batas kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan,
berpandangan bahwa perbuatan tuhan hanyalah
menyangkut hal-hal yang baik saja. Maka dengan demikian
tuhan mempunyai kewajiban melakukan hal yang baik bagi
manusia. Oleh karena itu, pengiriman rasuk dipandang
maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban tuhan.
Adapun maturidiyah Bukhara memiliki pendapat yang
sama dengan kelompok Asariyah mengenai faham bahwa
tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana
dijelaskan oleh badzawi, tuhan pasti menepati janji-nya
seperti memberi ganjaran kepada orang yang melakukan
kebaikan, walaupun tuhan mungkin saja membatalkan
ancaman bagi orang yang berdosa besar. Manakala
pendapat yang dikemukakan oleh golongan maturidiyah
Bukhara tentang pengiriman rasul, sesuai dengan faham
mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan,
tidaklah bersifat mungkin saja.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka


Setia, 2009
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2002
Karim, Muhammad Nazir, Dialektika Teologi Islam,
Bandung: Penerbit Nuansa, 2004
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung:
Pustaka Setia, 2011
Al-Ghazali, Abu Hamid , Tauhidullah (Risalah Suci Hujjatun
Islam), Surabaya:Risalah Gusti. 1998

Você também pode gostar