Você está na página 1de 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

A. PENGERTIAN SISTEM PENCERNAAN


Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi kedalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut
dari tubuh.

B. ANATOMI SALURAN CERNA


Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum, dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ assesoris
yaitu pankreas, hati, dan kandung empedu.
Saluran saluran cerna merupakan porta yang dilalui oleh senyawa gizi, vitamin,
mineral, dan cairan masuk ke dalam tubuh. Di samping itu, setiap segem saluran cerna
memiliki fungsi khusus. Semua fungsi pencernaan ini dapat berlangsung dengan
pengaturan sistem lokal, saraf, dan hormon.

C. GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN


Gangguan pencernaan disebut dispepsia, yaitu kondisi ketidaknyamanan pada bagian
perut. Anak yang mengalami gangguan pencernaan akan menghambat tumbuh kembang
anak. Gangguan pencernaan pada anak disebabkan karena sistem pencernaan belum
sempurna atau konsumsi makanan dan minuman yang memicu terjadinya gangguan
sistem pencernaan. Gangguan pada sistem pencernaan anak diantaranya sembelit, diare,
sakit perut berulang, perdarahan saluran cerna, typoid, dll.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: DIARE

A. PENGERTIAN
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi BAB 3 kali atau lebih dengan bentuk feses yang encer atau cair.

B. JENIS DIARE
Secara klinis, diare dibedakan menjadi 3 macam sindrom, yaitu diare akut, disentri,
dan diare persisten.
a. Diare Akut (gastroenteritis)
Adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya
sehat. Diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak. Disebabkan oleh E-
Coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium.
Penyakit diare akut dapat ditularkan dengan cara fekal-oral melalui makanan dan
minuman yang tercemar.
b. Disentri
Adalah diare yang disertai darah dalam feses, menyebabkan anoreksia,
penurunan berar badan dengan cepat, dan kerusakan mukosa usus akibat bakteri
invasif. Penyebab utamanya adalah Shigella, sedangkan penyebab lain adalah
Campylobacter jejuni dan penyebab yang jarang adalah E. Coli enteroinvasife atau
Salmonella. Pada dewasa muda sering disebabkan oleh Entamoeba histolytica tapi
bakteri tersebut jarang menjadi penyebab disentripada anak.
c. Diare Persisten
Adalah diare yang pada mulanya akut, tetapi berlangsung lebih dari 14 hari.
Dapat menyebabkan kehilangan berat badan yang nyata dengan volume feses yang
banyak sehingga pasien beresiko dehidrasi. Disebabkan oleh E. Coli
enteroaggregative, Shigella, dan Cryptosporidium .

C. PATOFISIOLOGI
a. Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan intestinal merupakan akibat
dari gangguan absorpsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan.
b. Cairan, sodium, potasium, dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraselular ke
dalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit, dan dapat
terjadi asidosis metabolik.
Diare yang terjadi merupakan proses dari:
a. Transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam
usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya
sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel
mukosa intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorpsi
cairan dan elektrolit.
b. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorpsi cairan
dan elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorpsi.
c. Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorpsi
intestinal.

Menurunnya pemasukan atau hilangnya cairan akibat : muntah,


diare, demam, hiperventilasi

Cairan ekstraselular secara tiba-tiba cepat hilang

Ketidakseimbangan elektrolit

Hilangnya cairan dalam intra seluler

Disfungsi seluler

Syok hipovolemik

Kematian

Tahapan dehidrasi dari Ashwill dan Droske (1997) :


a. Dehidrasi ringan; berat badan menurun 3% - 5%, dengan volume cairan yang
hilang kurang dari 50 ml/kg
b. Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6% - 9%, dengan volume cairan yang
hilang 50 90 ml/kg
c. Dehidrasi berat; berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan
yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg.
D. GAMBARAN KLINIS
Gambaran awal diare dimulai dengan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Feses
makin cair, mungkin mengandung darah dan/atau lendir, dan feses berubah menjadi
kehijauan karena bercampur empedu.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah
mengalami banyak kehilangan cairan dan elektrolit, terjadi gejala dehidrasi. Berat badan
turun, pada bayi ubun-ubun besar cekung, dan selaput lendir mulut serta bibir kering.
Gejala klinis sesuai dengan derajat atau banyaknya kehilangan cairan. Bila dilihat dari
banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan kehilangan
berat badan dan skor Maurice King.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat menentukan derajat dehidrasi
menggunakan skor Maurice King:
1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perlu dicubit selama 30-60 detik kemudian
dilepas kembali. Bila kulit kembali normal dalam waktu 1 detik, anak menderita
dehidrasi ringan, bila kembali dalam 1-2 detik anak menderita dehidrasi sedang, dan
bila kembali dalam 2 detik atau lebih anak menderita dehidrasi berat.
2. Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh penderita. Skor
0-2 menunjukkan dehidrasi ringan, skor 3-6 menunjukkan dehidrasi sedang, dan skor
7-12 menunjukkan dehidrasi berat. Nilai atau gejala tersebut adalah gejala atau nilai
yang terlihat pada dehidrasi isotonik dan hipotonik.
3. Pada anak-anak dengan ubun-ubun besar sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun
besar diganti dengan banyaknya atau frekuensi buang air kecil.

Skor Maurice King.


Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
diperiksa
Kekenyalan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, koma, atau
apatis, ngantuk syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Denyut nadi/menit Normal 120-140 >140

Gejala klinis dehidrasi.


Gejala klinis dehidrasi
Variabel
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik/ compos Gelisah Apatis/ koma
mentis
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi Normal Cepat Sangat cepat
Respirasi
Pernapasan Normal Agak cepat Kussmaul (cepat
& dalam)
Integumen
Ubun-ubun besar Agak cekung Cekung Sangat cekung
Mata Agak cekung Cekung Sangat cekung
Turgor & tonus Normal Agak kurang Sangat kurang
Diuresis Normal Oliguria Anuri
Selaput lendir Normal Agak kering Kering

Gejala dehidrasi: isotonik, hipotonik, dan hipertonik.


Dehidrasi Dehidrasi
Gejala Dehidrasi isotonik
hipotonik hipertonik
Rasa haus - + +
Berat badan Sangat turun Turun Turun
Turgor kulit Sangat turun Turun Tidak jelas
Kulit/ selaput lendir Basah Kering Sangat kering
Gejala SSP Apatis Koma Iritabel, kejang
Sirkulasi Buruk Buruk Relatif baik
Nadi Sangat lemah Cepat & lemah Cepat & kuat
Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah
Frekuensi kasus 20 30 % 70 % 10 20 %

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat dari penyakit diare, antara lain:
1. Dehidrasi
2. Hipokalemia
3. Hipokalsemia
4. Cardiac dysrhythmias akibat hipokalemi dan hipokalsemi
5. Hiponatremia
6. Syok hipovolemik
7. Asidosis

F. ETIOLOGI
Faktor Infeksi :
1. Bakteri ; enteropathogenic eschericia coli, salmonella, shigella, yersinia
enterocolitica I
2. Virus ; enterovirus, echoviruses, adenovirus, human retrivirua seperti agent,
rotavirus
3. Jamur ; candida enteritis
4. Parasit ; giardia clamblia, crytosporidium
5. Protozoa.
Bukan Faktor Infeksi :
1. Alergi makanan ; susu, protein
2. Gangguan malabsorpsi atau metabolik ; penyakit celiac, cystic fibrosis pada
pankreas
3. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
4. Obat-obatan ; antibiotik
5. Penyakit usus ; colitis ulserative, crohn disease, enterocolitis
6. Emosional atau stres
7. Obstruksi usus
Penyakit infeksi ; otitis media, infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran kemih.
Penyebab diare akut dan kronik pada bayi, anak-anak, dan remaja.
Jenis diare Bayi Anak Remaja
Akut Gastroenteritis Gastroenteritis Gastroenteritis
Infeksi sistemik Keracunan makanan Keracunan makanan
akibat pemakaian Infeksi sistemik Infeksi sistemik
antibiotik akibat pemakaian akibat pemakaian
antibiotik antibiotik
Kronik Pascainfeksi Pascainfeksi Penyakit radang
Defisiensi Defisiensi usus
disakaridase disakaridase Intoleransi laktosa
sekunder sekunder Giardiasis
Intoleransi protein Sindrom iritabilitas Penyalahgunan
susu kolon laksatif (anoreksia
Sindrom iritabilitas Penyakit seliak nervosa)
kolon Intoleransi laktosa
Fibrosis kistik Giardiasis
Penyakit seliak
Sindrom usus pendek
buatan
G. MANIFESTASI KLINIS
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi ; turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering
3. Keram abdominal
4. Demam
5. Mual dan muntah
6. Anorexia
7. Lemah
8. Pucat
9. Perubahan tanda-tanda vital ; nadi dan pernafasan cepat
10. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan objektif utama pada pasien penderita diare akut adalah penentuan
tingkat keparahan dehidrasi dan deplesi elektrolit. Adanya demam menunjukkan infeksi
oleh Salmonella, Shigella, atau Campylobacter. Pemeriksaan colok dubur dan
sigmoidoskopi harus dilakukan. Keduanya bertujuan untuk menilai tingkat radang rektal,
jika ada, dan mendapatkan feses untuk pemeriksaan.
1. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
2. Kultur tinja
3. Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinine, dan glukosa
4. Pemeriksaan tinja ; pH, leukosit, glukosa, dan adanya darah.

I. PENATALAKSAAN TERAPEUTIK
1. Penanganan fokus pada penyebab
2. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa menimbang
etiologinya. Pemberian cairan dan elektrolit ; oral (seperti; pedialyte atau oralit) atau
terapi parenteral
3. Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan ASI
4. Makanan harus terus diberikan, bahkan harus ditingkatkan selama diare untuk
menghindarkan efek buruk pada status gizi.
5. Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin karena tidak bermanfaat
pada kebanyakan kasus, termasuk dalam hal ini pada diare berat dan diare dengan
panas, kecuali pada:
a. Disentri yang harus diobati dengan antimikroba yang efektif untuk Shigella.
Penderita yang tidak berespons terhadap pengobatan ini harus dikaji lebih
lanjut atau diobati untuk kemungkinan amoebiasis.
b. Suspek kolera dengan dehidrasi berat.
c. Diare persisten, jika ditemukan tropozoit atau kista G. Lamblia atau tropozoit
E. Histolitica pada feses atau cairan usus, atau bila bakteri patogen usus
ditemukan dalam kultur feses.

J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Kaji riwayat diare
b. Kaji status dehidrasi ; ubun-ubun, turgor kulit, mata, membran mukosa mulut
c. Kaji tinja ; jumlah warna, bau, konsistensi dan waktu buang air besar
d. Kaji intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
e. Kaji berat badan
f. Kaji tingkat aktivitas anak
g. Kaji tanda-tanda vital
2. Diagnosa dan Intervensi keperawatan
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan gastrointestinal
berlebihan melalui feses atau emesis.
Kriteria hasil : Anak menunjukkan tanda hidrasi adekuat (uraikan).
Intervensi :
1) Beri larutan rehidrasi oral (LRO) untuk rehidrasi dan penggantian
kehilangan cairan melalui feses. Berikan LRO sedikit, tetapi sering
khususnya bila anak muntah, kecuali jika muntah itu hebat tidak
diindikasikan untuk penggunaan LRO.
2) Beri agens antimikroba sesuai ketentuan untuk mengobati patogen
khusus yang menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan.
3) Setelah rehidrasi, berikan diet reguler pada anak sesuai toleransi karena
penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini
menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan memperbaiki
penurunan berat badan, serta pemendekkan durasi penyakit.
4) Beri cairan rendah natrium, seperti air, ASI, formula bebas laktosa, atau
formula yang mengandung setengah laktosa untuk mempertahankan
terapi cairan.
5) Pertahankan pencatatan yang ketat terhadap asupan dan haluaran (urine,
feses, dan emesis) untuk mengevaluasi keefektifan intervensi.
6) Pantau berat jenis urine setiap 8 jam atau sesuai indikasi untuk mengkaji
hidrasi.
7) Timbang berat badan anak untuk mengkaji dehidrasi.
8) Kaji tanda-tanda vital, turgor kulit, membran mukosa, dan status mental
setiap 4 jam atau sesuai indikasi untuk mengkaji hidrasi.
9) Hindari asupan cairan jernih, seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan
gelatin karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit,
dan mempunyai osmolalitas tinggi.
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan
asupan dan haluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi untuk
menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap anjuran
terapeutik.

b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kehilangan cairan melalui diare dan asupan yang tidak adekuat.
Kriteria hasil : anak mengonsumsi nutrisi yang ditentukan dan menunjukkan
kenaikan berat badan yang memuaskan.
Intervensi :
1) Setelah rehidrasi, instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan
pemberian ASI karena hal ini cenderung mengurangi keparahan dan
durasi penyakit.
2) Hindari pemberian diet dengan pisang, beras, apel, dan roti panggang
atau teh karena diet ini rendah energi dan protein, terlalu tinggi
karbohidrat, dan rendah elektrolit.
3) Observasi dan catat respons terhadap pemberian makanan untuk
mengkaji toleransi pemberian makan.
4) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat untuk
meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
5) Gali masalah dan prioritas anggota keluarga untuk memperbaiki
kepatuhan terhadap program terapeutik.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus


gastrointestinal
Kriteria hasil : infeksi tidak menyebar ke orang lain.
Intervensi :
1) Implementasikan isolasi substansi tubuh atau praktik pengendalian
infeksi rumah sakit, termasuk pembuangan feses dan pencucian yang
tepat, serta penanganan spesimen yang tepat untuk mencegah penyebaran
infeksi.
2) Pertahankan praktik cuci tangan yang benar untuk mengurangi resiko
penyebaran infeksi.
3) Pakaikan popok dengan tepat untuk mengurangi kemungkinan resiko
penyebaran infeksi.
4) Gunakan popok sekali pakai berdaya serap tinggi untuk menampung
feses dan menurunkan kemungkinan terjadinya dermatitis popok.
5) Upayakan agar bayi dan anak kecil tidak menyentuh dan meletakkan
objek dalam area yang terkontaminasi.
6) Ajarkan anak, bila mungkin, tindakan perlindungan untuk mencegah
penyebaran infeksi, seperti mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
7) Instruksikan anggota keluarga dan pengunjung dalam praktik isolasi,
khususnya mencuci tangan untuk mengurangi resiko infeksi.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi akibat diare
Kriteria hasil : anak tidak menunjukkan bukti kerusakan kulit
Intervensi :
1) Ganti popok dengan sering untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan
kering.
2) Bersihkan bokong dengan perlahan menggunakan sabun lembut non-
alkalin dan air atau celupkan anak dalam bak untuk pembersihan yang
lembut karena feses diare sangat mengiritasi kulit.
3) Beri salep, seperti zink oksida untuk melindungi kulit dari iritasi (tipe
salep dapat bervariasi untuk setiap anak dan memerlukan periode
percobaan).
4) Pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan pada udara jika
mungkin untuk meningkatkan penyembuhan, berikan salep pelindung
pada kulit yang iritasi berat atau kulit yang ekskoriasi untuk
memudahkan penyembuhan.
5) Hindari menggunakan tisu basah yang dijual bebas yang mengandung
alkohol pada kulit yang ekskoriasi karena akan menyebabkan rasa
menyengat.
6) Observasi bokong dan perineum terhadap tanda infeksi, misalnya, infeksi
kandida, sehingga terapi yang tepat dapat dimulai.
7) Berikan obat antijamur yang tepat untuk mengobati infeksi jamur kulit.
e. Ansietas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan tidak
familier, prosedur yang menimbulkan stress.
Kriteria hasil :
1) Anak menunjukkan tanda stress fisik atau emosional yang minimal.
2) Keluarga sedapat mungkin berpartisipasi dalam perawatan anak.
Intervensi :
1) Lakukan perawatan mulut dan beri empeng kepada bayi untuk
memberikan rasa nyaman.
2) Dorong kunjungan dan partisipasi keluarga dalam perawatan seoptimal
mungkin untuk mencegah stres akibat perpisahan.
3) Sentuh, gendong, dan bicara pada anak sebanyak mungkin untuk
memberikan rasa nyaman dan menghilangkan stres.
4) Beri stimulasi sensoris dan aktivitas pengalihan yang sesuai tingkat
perkembangan anak dan kondisinya untuk meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal.
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan.
Kriteria hasil : keluarga menunjukkan kemampuan untuk merawat anak,
khususnya di rumah.
Intervensi :
1) Berikan informasi kepada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan
terapeutik untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik,
khususnya jika sudah berada di rumah.
2) Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan kepada
anak.
3) Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak
sebanyak yang mereka inginkan untuk memenuhi kebutuhan anak dan
keluarga.
4) Instruksikan keluarga mengenai pencegahan untuk mencegah penyakit
infeksi.
5) Atur perawatan kesehatn pascahospitalisasi untuk menjamin pengkajian
dan pengobatan yang kontinu.
6) Rujuk keluarga pada lembaga perawatan kesehatan komunitas untuk
pengawasan perawatan di rumah sesuai kebutuhan.

Você também pode gostar