Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
STATIK TERTENTU
5,77kNm RBH
5 kN
E R BV
10 m 5m
B
A 2kN
7,94kN
0,94kN (b) FBD
RAV = 8
uh R B
2
V
ngar
10,67 6
A 10
RAH 2
C 3 kN
ari s Pe 1
6
11 G
6m 1
E RAV = 8 2 kN 9 7
3
5
7
10
8
1
RBH 9 G 5 a c
() L () L
3 kN 3
F 1
10,67 B 4 D 8 11
4
3 kN 2 kN 3 kN
b (+)
RAH = 10,67
4m 4m 4m
RBH = 10,67
1 L
R AV Bidang Pengaruh
ruh
is Pe a
n g
Gar
SISWADI
WIRYAWAN SARJONO
HARYANTO YW.
WULFRAM I. ERVIANTO
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa kami panjatkan atas selesainya
penyusunan buku Analisis Struktur Statik Tertentu ini.
Buku ini diharapkan dapat membantu kalangan akademisi dan praktisi yang
berkecimpung dalam bidang Teknik Sipil. Isi buku ini, Bab Pertama dikenalkan
masalah Tipe Struktur, Beban, Tipe Dukungan, Gaya-gaya Lintang, Lentur dan Aksial,
maupun Diagram Benda Bebas. Pada Bab selanjutnya dibahas masalah Struktur Statik
Tertentu seperti Balok, Portal, Portal Tiga Sendi, Pelengkung Tiga Sendi, Rangka
Batang. Pada Bab Terakhir dibahas masalah Garis Pengaruh (Influence Lines).
Perlu kami kemukakan, bahwa hanya dengan mempelajari buku ini pengertian
yang diperoleh masih jauh dari memadai, sehingga perlu untuk membaca referensi-
referensi yang lain.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan staf pengajar Fakultas
Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, yang telah membantu memberi dorongan
dan saran untuk menyusun buku ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu untuk menerbitkan buku ini. Segala saran dan kritik
yang membangun akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan-perbaikan yang
perlu.
Siswadi
Wiryawan Sarjono
Haryanto YW.
Wulfram I. Ervianto
iii
iv
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN .. 1
1.1 Umum ... 1
1.2 Beban . 2
1.3 Tipe Dukungan .. 4
1.4 Gaya Lintang, Lentur dan Aksial .. 5
1.5 Diagram Benda Bebas (Free Body Diagram) 6
v
6.3.1 Garis Pengaruh Reaksi Tumpuan . 67
6.3.2 Garis Pengaruh Gaya Lintang .. 70
6.3.3 Garis Pengaruh Momen Lentur . 71
6.4 Garis Pengaruh Balok Gerber 3 Dukungan .. 73
6.4.1 Balok Tipe 1 73
6.4.2 Balok Tipe 2 77
6.4.3 Balok Tipe 3 79
6.5 Beban Tidak Langsung . 82
6.5.1 Garis Pengaruh Reaksi Tumpuan . 83
6.5.2 Garis Pengaruh Gaya Lintang .. 84
6.5.3 Garis Pengaruh Momen Lentur . 85
6.6 Rangkaian Beban Berjalan 86
6.6.1 Garis Pengaruh Beban Berjalan ... 86
6.6.2 Garis Pengaruh Momen Maksimum . 91
6.6.3 Momen Ekstrim Pada Balok Sederhana 95
6.7 Garis Pengaruh rangka Batang .. 98
vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Umum
Mekanika Teknik membahas tentang kesetimbangan/statika suatu struktur.
Struktur adalah gabungan dari komponenkomponen yang menahan gaya desak dan
atau tarik, mungkin juga momen untuk meneruskan bebanbeban ke tanah dengan
aman.
Tipe Struktur
Rekayasa struktur untuk teknik sipil meliputi antara lain :
jembatan,
bangunan gedung,
menara radio, televisi, listrik tegangan tinggi,
tandon air.
Elemen Struktur
Elemenelemen yang ada pada sebuah struktur adalah :
Batang desak
Batang desak adalah komponen struktur yang hanya mampu menahan gaya desak
aksial.
Batang tarik
Batang tarik adalah komponen struktur yang hanya mampu untuk menahan gaya
tarik aksial.
Balok
Balok adalah komponen struktur yang mampu menahan gaya geser, lentur dan
gaya aksial. Balok merupakan komponen struktur horisontal.
Kolom
Kolom hampir sama dengan balok. Balok merupakan komponen horisontal,
sedangkan kolom merupakan komponen vertikal dari suatu struktur.
Model Struktur Portal Dan Rangka Batang
Model struktur yang paling sederhana adalah struktur balok seperti terlihat pada
Gambar 11(a). Struktur balok mampu untuk mendukung gaya aksial, geser dan
momen.
Struktur yang lebih kompleks adalah struktur portal. Struktur tersebut terdiri dari
batangbatang yang mampu untuk menahan gaya geser (shearing force), gaya aksial
(normal force) dan momen lentur (bending moment). Sambungan antara batangbatang
yang menyusun sebuah portal adalah sambungan kaku (jepit), sehingga struktur portal
dapat didefinisikan sebagai suatu struktur yang terdiri dari sejumlah batang yang
dihubungkan bersamasama dengan sambungansambungan, yang sebagian atau
semuanya adalah kaku (jepit), yaitu yang mampu menahan gaya geser, gaya aksial
maupun momen lentur. Contoh portal dapat dilihat pada Gambar 11(b).
1
P2 P1 P2
P1
M w
P3
A B
C A B
A B
1.2 Beban
Jenis beban yang ada pada rekayasa struktur adalah :
a. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian struktur yang bersifat tetap termasuk
berat sendiri dari bagian struktur tersebut. Contoh beban mati adalah berat dari
mesinmesin yang tetap, peralatanperalatan yang tetap, partisi, penyelesaian
(finishing) dan unsurunsur tambahan yang bersifat tetap dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari struktur tersebut.
b. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang sifatnya dapat berpindahpindah (tidak
tetap). Hal ini dapat merupakan beban yang sifatnya dapat bergerak (berpindah
dengan sendirinya, seperti manusia, hewan dan air yang mengalir) atau beban yang
karena penggunaannya dapat dipindahpindahkan (seperti kendaraan, mebel,
mesinmesin yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur
tersebut).
c. Beban Angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada struktur (bagian struktur)
yang disebabkan oleh selisih tekanan udara (angin).
2
d. Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban yang bekerja pada struktur yang diakibatkan
oleh gerakan tanah yang merupakan akibat dari gempa bumi (baik gempa tektonik
atau vulkanik) yang akan mempengaruhi struktur tersebut.
Bentukbentuk beban yang sering digunakan dalam rekayasa struktur antara lain :
a. Beban terpusat
Contoh : beban manusia, kendaraan.
Satuan : ton, kg, N, kN, lbs, dll.
b. Beban terbagi rata
Contoh : genagan air
Satuan : kN/m, N/mm, T/m, kg/cm, dll.
c. Beban segitiga
Satuan : kN/m, N/mm, T/m, kg/cm, dll.
d. Beban trapesium
Satuan : kN/m, N/mm, T/m, kg/cm, dll.
e. Beban kopel
Satuan : kN.m, N.mm, T.m, kg.cm, dll.
P1 P2
P
a
a
P
(a) Beban terpusat
(e) Beban kopel searah jarum jam
q
M=2Pa
(b) Beban merata (f) Notasi beban kopel searah jarum jam
q
P
a
P a
(c) Beban segitiga (g) Beban kopel berlawanan jarum jam
q
2
q M=2Pa
1
(d) Beban trapesium (h) Notasi beban kopel berlawanan jarum jam
3
1.3 Tipe Dukungan
Tipe dukungan yang dikenal di dalam ilmu mekanika teknik adalah :
a. Sendi (hinge)
Sendi adalah tipe dukungan/perletakan struktur yang dapat menahan gaya vertikal
dan gaya horisontal atau dengan kata lain sendi adalah tipe dukungan yang dapat
menahan gaya yang searah dan tegak lurus dengan bidang perletakan dukungan.
Sendi juga sering dikatakan mempunyai 2 (dua) bilangan anu yang tidak
diketahui.
Sendi sering digambarkan dengan simbol seperti pada Gambar 13(a)
b. Rol (roller)
Rol adalah tipe dukungan yang hanya mampu menahan gaya yang tegak lurus
dengan bidang perletakan, maka rol dikatakan sebagai dukungan dengan satu
bilangan anu yang tidak diketahui. Simbol dari rol dapat dilihat pada Gambar
13(b).
c. Jepit (fixed end)
Jepit adalah tipe dukungan yang mampu menahan gaya yang tegak lurus dan
searah bidang perletakan dukungan, serta mampu menahan momen, maka jepit
dikatakan sebagai dukungan dengan tiga bilangan anu yang tidak diketahui.
Simbol dari jepit dapat dilihat pada Gambar 13(c).
d. Link
Link hampir sama dengan rol, tetapi link hanya mampu menahan gaya aksial yang
searah dengan link. Link sendiri terdiri dari dua buah pin yang dihubungkan oleh
satu buah batang. Simbol dari link dapat dilihat pada Gambar 13(d).
RH RH M
RV RV
(a) Dukungan sendi (c) Dukungan jepit
RH
RV
(b) Dukungan rol (d) Dukungan 'link'
Gambar13 : Tipe dukungan
4
Reaksi Tumpuan
Untuk menghitung reaksi tumpuan digunakan persamaan kesetimbangan statika,
yaitu :
Jumlah momen = 0 atau M = 0
Jumlah gaya lintang = 0 atau V = 0 (11)
Jumlah gaya normal = 0 atau H = 0
Persamaan (11), dipakai pada balok (batang horisontal), sehingga gaya lintang pada
balok merupakan gaya dengan arah vertikal dan gaya normalnya merupakan gaya
dengan arah horisontal. Keadaan ini akan mengalami perubahan pada kolom (batang
vertikal). Untuk lebih jelasnya gayagaya yang bekerja pada balok dapat dilihat pada
Gambar 14(a), serta pada kolom terlihat pada Gambar 14(b).
gaya lintang
gaya lintang
gaya normal gaya lintang
gaya momen/kopel
gaya normal
5
Gaya Aksial (Normal Force)
Gaya aksial adalah jumlah aljabar dari gayagaya luar sebelah kiri atau sebelah
kanan dari suatu potongan yang searah dengan sumbu balok.
Perjanjian Tanda
Perjanjian tanda seperti dilihatkan pada Gambar 15, untuk membedakan elemen
struktur yang mengalami gaya tarik, desak ataupun momen.
a. Untuk batang tarik digunakan tanda positif (+) ataupun arah panah gaya normal
meninggalkan batang.
b. Untuk batang desak digunakan tanda negatif () ataupun arah panah gaya normal
menuju batang.
M V M V
N (+) N N () N
V M V M
P1 P2 P3 P1 P2 P3
M M
RAH H RAH H H
A X B A B
x x V V
RBV RBV
RAV RAV
6
Suatu bagian dari sebuah struktur kaku dengan gaya-gaya yang bekerja padanya,
dan gaya-gaya dalam yang diperlukan untuk mendapatkan kesetimbangan disebut
dengan free body / benda bebas. Perjanjian tanda yang telah dibahas sebelumnya, juga
berlaku pada free body diagram. Contoh diagram benda bebas untuk struktur portal
dapat dilihat pada Gambar 17.
P2 P2
MC MD
RBH RBH
C D
RAV RBV
RBH RBH
MC
P1 MD
P1
B RBH
RBH
RBV
A RBV
RAV RAV
7
8
II. STRUKTUR BALOK STATIK TERTENTU
2.1 Umum
Struktur balok adalah suatu struktur yang terdiri dari sebuah batang yang dijepit
pada satu ujungnya atau ditumpu oleh dua buah dukungan atau lebih, sehingga mampu
menahan gaya lintang, lentur, dan aksial.
Tujuan dari analisis struktur secara umum adalah untuk menentukan reaksi
tumpuan dan resultante tegangan dalam. Apabila kedua hal tersebut dapat diselesaikan
dengan persamaan statika, maka struktur tersebut bersifat statik tertentu.
Persamaan statika yang digunakan dalam analisis struktur balok adalah sebagai
berikut :
Jumlah momen = 0 atau M = 0
Jumlah gaya lintang = 0 atau V = 0 (2-1)
Jumlah gaya normal = 0 atau H = 0
9
Hasil RBV adalah positif, sehingga pemisalan arah gaya RBV adalah benar yaitu ke
atas ().
RAH
C D E
A B
(+)
RAV RBV
10m 10m 12m 8m 202,4
257
314
(a) Balok tumpuan sederhana
(c) BMD
25,70
(+)
5,70
0,00
9,30 ()
10
SFB = SFE = 25,3 kN = RBV
Gambar SFD dapat dilihat pada Gambar 21(b).
Langkah 4 : menghitung momen lentur dan gambar BMD.
Dihitung dari sisi kiri :
BMC = (RAV) (10) = (25,7) (10) = 257 kN.m
BMD = (RAV) (20) (20) (10) = (25,7) (20) (20) (10) = 314 kN.m
BME = (RAV) (32) (20) (22) (15) (12)
= (25,7) (32) (20) (22) (15) (12) = 202,4 kN.m
Atau dapat dihitung dari sisi kanan :
BME = (RBV) (8) = (25,3) (8) = 202,4 kN.m
BMD = (RBV) (20) (16) (12) = (25,3) (20) (16) (12) = 314 kN.m
BMC = (RBV) (30) (15) (10) (16) (22)
= (25,7) (30) (15) (10) (16) (22) = 257 kN.m
Gambar BMD dapat dilihat pada Gambar 21(c).
Langkah 5 : menghitung gaya aksial dan gambar NFD.
Karena tidak ada gaya yang bekerja searah dengan sumbu batang, maka besarnya
gaya normal adalah nol. Gambar NFD dapat dilihat pada Gambar 21(d).
Contoh 2-2 : Struktur balok sederhana AB dengan tumpuan sendi dan rol, serta
pembebanan pada Gambar 22(a). Hitung reaksi tumpuan, gaya lintang, lentur, dan
gambarkan SFD,BMD, dan NFD.
q =2 kN/m' x =10m
RAH
A B
(+)
RAV RBV
20 m
100
(a) Balok tumpuan sederhana
(c) BMD
20
(+)
() 0,00
x =10m
20
(b) SFD (d) NFD
11
Penyelesaian :
Menghitung reaksi-reaksi tumpuan dengan persamaan statika.
MA = 0
(RAH) (0) + (RAV) (0) + (q) (20) (10) (RBV) (20) = 0
(RAH) (0) + (RAV) (0) + (2) (20) (10) (RBV) (20) = 0
0 + 0 + 400 20 RBV = 0
400 20 RBV = 0
RBV = 20 kN ( )
MB = 0
RAH (0) + RAV (20) (q) (20) (10) RBV (0) = 0
0 + 20 RAV 400 0 = 0
20 RAV 400 = 0
RAV = 20 kN ( )
Kontrol hasil hitungan :
V = 0
(q) (20) RAV RBV = 0
(2) (20) 20 20 = 0
0 = 0 ok!
H = 0
RAH = 0 ok!
Menghitung gaya lintang dan gambar SFD
SFA = RAV = 20 kN
SFx = RAV (q) (x) = 20 (2) (10) = 0 kN
SFB = -20 kN = RBV
Gambar SFD dapat dilihat pada Gambar 22(b).
Menghitung momen lentur dan gambar BMD
BMA = 0 kN.m
BMB = 0 kN.m
BMx = RAV (x) (q) (x) (x/2)
= (20) (10) (2) (10) (5) = 100 kN.m
Gambar BMD dapat dilihat pada Gambar 22(c).
Menghitung gaya aksial dan gambar NFD.
Karena tidak ada gaya yang bekerja searah dengan sumbu batang, maka besarnya
gaya normal adalah nol. Gambar NFD dapat dilihat pada Gambar 22(d).
12
Contoh 2-3 : Struktur balok sederhana AB dengan tumpuan sendi dan rol, serta
pembebanan pada Gambar 23(a). Hitung reaksi tumpuan, gaya lintang, lentur, dan
gambarkan SFD,BMD dan NFD.
4 kN 2 kN
2 kN/m'
1 kN/m'
RAH 1 2 3 4
1 2 3 4
A B
RAV (+) parabola
RBV
1m 1m 1m 1m 2m
7,0
8,5
9,5 linier
(a) Balok tumpuan sederhana parabola
11,0
9,50 (c) BMD
7,50
(+) 3,50
1,50
0,0
0,50 ()
2,50 2,50
4,50
(b) SFD (d) NFD
13
Menghitung gaya lintang dan gambar SFD
SFA = RAV = 9,5 kN
SF1 kiri = RAV (q) (1) = 9,5 (2) (1) = 7,5 kN
SF1 kanan = SF1 kiri 4 = 7,5 4 = 3,5 kN
SF2 kiri = SF1 kanan (q) (1) = 3,5 (2) (1) = 1,5 kN
SF2 kanan = SF2 kiri 2 = 1,5 2 = 0,5 kN
SF3 kiri = SF2 kanan (q) (1) = 0,5 (2) (1) = 2,5 kN
SF3 kanan = SF3 kiri = 2,5 kN
SF4 kiri = SF4 kanan = SF4 kanan = 2,5 kN
SFB = 4,5 kN = RBV
Gambar SFD dapat dilihat pada Gambar 23(b).
Menghitung momen lentur dan gambar BMD
BMA = 0 kN.m
BM1 = RAV (1) (2) (1) (0,5) = 8,5 kN.m
BM2 = RAV (2) (2) (2) (1) (4) (1) = 11 kN.m
BM3 = RAV (3) (2) (3) (1,5) (4) (2) (2) (1) = 9,5 kN.m
BM4 = RAV (4) (2) (3) (2,5) (4) (3) (2) (2) = 7 kN.m
BMB = 0 kN.m
Gambar BMD dapat dilihat pada Gambar 23(c).
Menghitung gaya aksial dan gambar NFD
Karena tidak ada gaya yang bekerja searah dengan sumbu batang, maka besarnya
gaya normal adalah nol. Gambar NFD dapat dilihat pada Gambar 23(d).
Contoh 24 : Hitunglah reaksi tumpuan serta gambarkan SFD, BMD, NFD dari struktur
balok sederhana AB dan pembebanan seperti pada Gambar 24(a).
RAH =0 M
A B
RAV M
RBV L
a b (b) SFD
L
Ma
L
(c) BMD
14
Penyelesaian :
Reaksi tumpuan
Reaksi tumpuan RAV dan RBV harus sedemikian sehingga dapat membentuk suatu
kopel yang mengimbangi beban kopel M, yang mana besarnya adalah M/L dan
berlawanan arah seperti terlihat pada Gambar 24(a).
Gaya lintang
Besarnya gaya lintang atau bidang geser (SFD) adalah konstan yaitu M/L seperti
terlihat pada Gambar 24(b).
Momen
Besarnya momen berubah-ubah linier dari A ke C dan dari C ke B. Besarnya
momen diperoleh dari persamaan :
M
BM x = x untuk 0 x a
L
(22)
M
BM x = ( L x) untuk a x L
L
Proses perubahan momen pada titik c (x = a), perubahan seluruhnya adalah M,
M M
yang besarnya a ke b . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
L L
Gambar 24(d).
Contoh 2-5 : Struktur balok sederhana AB dengan tumpuan sendi dan rol, serta
pembebanan pada Gambar 25(a). Hitung reaksi tumpuan, gaya lintang, lentur, dan
gambarkan SFD,BMD, dan NFD.
35,72
10,72
25kN 32kN 10kN
D E
RAH =0 3m C
C D E' E
A 3m B
10kN 21,28
RAV
RBV (b) SFD
12m 10m 8m 20m
C D E
L =50m
535,84
(c) BMD
Gambar 2-5 : Struktur balok sederhana dengan beban gabungan
15
Penyelesaian :
Menghitung reaksi-reaksi tumpuan dengan persamaan statika.
MA = 0
(25) (12) + (32) (32) + (10) (3) + (10) (3) RBV (50) = 0
1064 50 RBV = 0
RBV = 21,28 kN ( )
MB = 0
RAV (50) + (10) (3) + (10) (3) (32) (28) (25) (38) = 0
50 RAV 1786 = 0
RAV = 35,72 kN ( )
Kontrol hasil hitungan :
V = 0
25 + 32 RAV RBV = 0
25 + 32 35,72 21,28 = 0
0 = 0 ok!
H = 0
RAH + 10 10 = 0
RAH = 0 ok!
16
2.3 Struktur Kantilever
Struktur kantilever adalah suatu struktur statik tertentu yang terbentuk dari sebuah
batang yang dijepit pada salah satu ujungnya dan bebas pada ujung yang lainnya.
Struktur kantilever disebut sebagai struktur statik tertentu karena jumlah reaksinya
adalah tiga pada jepitan (rekasi vertikal, reaksi horisontal, dan momen), sehingga
dengan tiga persamaan kesetimbangan statika, dapat ditentukan ketiga reaksi tersebut.
Dalam analisis struktur kantilever dan penggambaran SFD, BMD, dan NFD dapat
dilihat pada contoh 2-6 sampai 2-8.
Contoh 2-6 : Struktur kantilever dengan pembebanan seperti pada Gambar 2-6(a).
Hitung reaksi tumpuan serta gambarkan SFD dan BMD
SF-x
q
A B
qx x
RAH (b) SFD
A x B
RAV
L BM-x
()
A B
(a) Struktur kantilever x
(c) BMD
17
Contoh 2-7 : Struktur kantilever dengan pembebanan seperti pada Gambar 2-7(a).
Hitung reaksi tumpuan serta gambarkan SFD dan BMD
SF-x
q A B
qx x
(c) BMD
Gambar 2-7 : Struktur balok kantilever dengan beban segitiga
Penyelesaian :
lx
qx = q
l
Gaya lintang/geser :
l x q
SFx = q x dx = q dx = (l x) dx
l l
q 1 2
= (l. x x )
l 2
1 x2
= q.x q( )
2 l
1
Substitusikan nilai x = l, maka SF A = q.l , sedangkan SFD dapat dilihat pada Gambar
2
2-7(b).
Momen :
BM x = q.dx = SFx dx
1 1 x2
= q.x 2 + q
2 6 l
1
Substitusikan nilai x = l, maka diperoleh BM A = q.l 2 , dan gambar BMD dapat
3
dilihat pada Gambar 2-7(c).
18
Contoh 2-8 : Struktur kantilever dan pembebanan seperti pada Gambar 2-8(a). Hitung
reaksi, serta gambarkan SFD, BMD, dan NFD.
Py M
M= Py L
RAH =Px Px
B ()
A A B
RAV =Py
L
(c) BMD
(a) Struktur kantilever
Py Px
(+) (+)
A B
A B
(b) SFD (d) NFD
19
M
M= 1 qL 2
RAH 2
B
A
RAV ()
L
A B
(a) Struktur kantilever
(c) BMD
qL
0,0
(+) A B
20
MD = 0
4 + RBV (10) (2) (8) (8) + (8) (2) + (8) (0) = 0
4 + 10 RBV 128 + 16 = 0
RBV = 11,6 kN ( )
H = 0
RBH = 8 kN ( )
7,6 8,0
M =4 kNm 8 kN
2 kN/m'
(+) (+)
8 kN C
A C E A () B () D E
RBH D
B 4,0 4,4 4,4
RBV R DV x= 3,8m
2m 6m 4m 2m
(c) SFD 16,0
21
2.5 Struktur Balok Terusan / Balok Gerber (Compound Beam)
Dalam praktek rekayasa struktur, misalnya jembatan, serimg dijumpai bentangan
yang lebar, jadi tidak memungkinkan lagi untuk memakai dua buah tumpuan.
Seandainya balok tersebut tetap digunakan terusan dan ditumpu oleh lebih dari dua buah
tumpuan, maka analisis struktur secara biasa tidak dapat dilakukan karena sudah banyak
bilangan anu yang tidak diketahui, sehingga struktur tersebut sudah berubah menjadi
struktur statik tidak tertentu. Untuk dapat diselesaikan dengan statik tertentu, maka
balok tidak dibuat secara terusan tapi dibagi-bagi menjadi beberapa bagian balok yang
lebih pendek dan setiap bagian dihubungkan satu sama lainnya dengan konstruksi sendi.
RAH S
A B C
RAV RBV RCV
C
R AH RS
R CV
A B
RAV RBV
A B C D
RBV RCV RDV
RAV
R AH RS1 RS2
A B C D
RAV RBV RCV RDV
(b) Balok gerber tipe 2
S1 S2
A B RBH C D
RBV RCV RDV
RAV
D
RAV RS1 RS2 RDV
B RBH C
RBV RCV
22
gaya dengan komponen arah vertikal (tegak lurus sumbu balok) maupun komponen arah
horisontal (searah sumbu balok).
Untuk jumlah perletakan/tumpuan pin ini dapat diambil perumusan (n 2), dimana
n adalah jumlah tumpuan semula. Misalkan ada tiga buah tumpuan sendi, maka jumlah
pin adalah (3 2) = 1 buah. Struktur balok yang demikian disebut dengan struktur balok
terusan atau struktur balok gerber (compound beam). Tipe-tipe struktur balok gerber
yang akan dibahas di sini dapat dilihat pada Gambar 2-11.
Untuk analisis balok gerber dapat dilakukan dengan persamaan statika biasa dan
lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh 2-11 dan contoh 2-12 berikut ini.
Contoh 2-11 : Analisis balok gerber tipe 1 dengan pembebanan seperti tergambar. Lihat
Gambar 2-12(a)
4 kN 3 kN
RAH
D C B F E
A
RAV RBV REV
2m 2m 1m 1m 3m
R C1 3 kN
RAV
R C2
B C
RBV REV
2m 2m 1m 1m 3m
() 0,25
2,0
(c) SFD
2,0
()
(+)
0,75
(+)
23
Penyelesaian :
Dengan menggunakan gambar struktur terlepas pada Gambar 2-12(b), maka reaksi-
reaksi tumpuan dapat dicari dengan persamaan kesetimbangan statika.
Batang AC
MA = 0
(4) (2) RC1 (4) = 0
RC1 = 2 kN ( )
MC1 = 0
RAV (4) (4) (2) = 0
RAV = 2 kN ( )
Batang CBE
MB = 0
RC2 (1) + (3) (1) REV (4) = 0
2 + 3 4 REV = 0
REV = 0,25 kN ( )
ME = 0
(3) (3) + RBV (4) RC2 (5)= 0
9 + 4 RBV 10 = 0
RBV = 4,75 kN ( )
Hasil rekasi tumpuan
RAV = 2 kN ( )
RC1 = 2 kN ( ) ; RC2 = 2 kN ( )
RBV = 4,75 kN ( )
REV = 0,25 kN ( )
Setelah reaksi-reaksi tumpuan didapatkan, maka gaya lintang/geser dan momen dapat
dihitung. Kemudian dapat digambarkan SFD maupun BMD, seperti terlihat pada
Gambar 2-12 (c) dan 2-12(d).
Contoh 2-12 : Analisis serta gambarkan SFD dan BMD dari struktur balok gerber tipe 2
pada Gambar 2-13(a).
Penyelesaian :
Struktur balok gerber tipe 2 dapat dibuat menjadi struktur terlepas seperti pada Gambar
2-13(b), sehingga dengan struktur balok terlepas dapat dihitung reaksi-reaksi
tumpuannya.
Batang S1S2
MS1 = 0
(2) (2) (1) RS2 (2) = 0
24
RS2 = 2 kN ( )
MS2 = 0
RS1 (2) (2) (2) (1) = 0
RS1 = 2 kN ( )
2 kN/m' 5 kN
1 kN/m' 1 kN/m'
RAH
E B S1 S2 C F G D
A
RBV RCV RDV
RAV
2m 2m 1m 2m 1m 2m 1m 1m
5 kN
1 kN/m' 1 kN/m'
R AH RS1 RS2
A B C D
RAV RBV RCV RDV
2m 2m 1m 2m 1m 2m 1m 1m
() ()
F G
A D
E B S1 (+) S2 C
0,50
1,0 (+)
25
MB = 0
RAV (4) (1) (2) (3) + RS1 (1) = 0
RAV = 1 kN ( )
Batang S2CD
MC = 0
RS2 (1) + (1) (2) (1) + (5) (3) RDV (4) = 0
2 + 2 + 15 4 RDV = 0
RDV = 3,75 kN ( )
MD = 0
(5) (1) (1) (2) (3) + RCV (4) RS2 (5) = 0
5 6 4 RCV 10 = 0
RCV = 5,25 kN ( )
Setelah reaksi tumpuan didapatkan, maka gaya lintang dan momen dapat dihitung.
Selanjutnya SFD dan BMD dapat dilihat pada Gambar 2-13(c) dan 2-13(d).
26
III. STRUKTUR PORTAL STATIK TERTENTU
3.1 Umum
Struktur portal adalah struktur yang terdiri dari batang-batang yang mampu untuk
menahan gaya geser (shearing force), gaya aksial (normal force) dan momen lentur
(bending moment). Sambungan antara batang-batang yang menyusun sebuah portal
adalah sambungan kaku (jepit). Sehingga struktur portal dapat didefinisikan sebagai
suatu struktur yang terdiri dari sejumlah batang yang dihubungkan bersama-sama
dengan sambungan-sambungan, yang sebagian atau semuanya adalah kaku (jepit), yaitu
yang mampu menahan gaya geser, gaya aksial maupun momen lentur.
Struktur portal sering digunakan pada struktur seperti struktur bangunan gedung,
jembatan, dan menara air.
3.2 Portal Sederhana
Struktur portal biasanya dibangun untuk struktur portal yang statis tidak tertentu
tingkat tinggi. Pembahasan struktur portal pada bab ini hanya ditujukan pada analisa
struktur portal statis tertentu.
Analisa struktur portal statis tertentu, yang pertama harus dilakukan adalah
menghitung komponen-komponen reaksi tumpuan dengan persamaan-persamaan
kesetimbangan atau persamaan-persamaan statika dari seluruh struktur.
M = 0
V = 0 (31)
H = 0
27
karena ada dua variabel yang belum diketahui, maka harus ada dua buah
persamaan untuk menghitung variabel tersebut, atau dengan cara menghitung salah
satu variabel (RAH) yang belum diketahui dengan persamaan H = 0, maka akan
didapatkan :
5 RAH = 0
RAH = 5 kN ( ), arah pemisalan RAH benar.
Setelah didapatkan salah satu variabel (RAH), kemudian dapat dihitung reaksi arah
vertikal pada tumpuan A tersebut.
57 2 RAH + 10 RAV = 0
57 (2)(5) + 10 RAV = 0
RAV = 67/10 = 6,7 kN ( ) ; arah pemisalan RAV benar.
1 kN
6,70
2 kN/m'
5 kN (+) 1,00
D E B C
B C
() D E
5,00
(+)
RAH 3m 5,30
A x
2,65m
A
RAV 2m
F (c) SFD
F
x
2,65m
R FV C 2,0
B 15,0
6m 4m 2m D E
(+)
(+)
15,0
(a) Portal statis tertentu 19,20
A 26,2225
15 kNm 1 kN
2 kN/m'
2 kNm 2 kNm
5 kN
B
5 kN C D E (d) BMD F
6,7 kN 5,3 kN 1 kN
6,7 kN
6,3 kN B C D
5 kN
15 kNm E
()
6,70
6.30
A
()
5 kN A
6,7 kN F
(b) FBD 6,3 kN
(e) NFD F
28
Batang DE
SFx = +1 kN (0 < x < 2; dari E) atau
SFx = 5,3 + 6,3 = 1 kN (0 < x < 2 ; dari D)
BMD dapat dilihat pada Gambar 31(d), penggambaran bidang momen pada serat
tarik dari batang penyusun struktur portal.
Dari SFD didapatkan
x : (6 x ) = 5,3 : 6,7
6,7 x = 31,8 5,3 x
12 x = 31,8 x = 2,65 m
Momen maksimum dapat dihitung.
Mmax = 15 + (6,7)(3,35) (2)(3,35)(1/2)(3,35)
Mmax = +26,2225 kNm
NFD dapat dilihat pada Gambar 31(e), tanda minus pada NFD menunjukkan
bahwa batang penyusun struktur portal menahan gaya desak/tekan.
Contoh 3.2 : Hitung dan gambarkan FBD, SFD, BMD, dan NFD dari struktur portal dan
pembebanan seperti pada Gambar 32a.
1 kN/m'
5,77kNm
A R AH RBV 5 kN
E
R AV B
2m 2m 2m 2m 2m A 2kN
7,94kN
0,94kN (b) FBD
(a) Portal sederhana
13,65 14,5
5,0 7,77 10,0
2,0 5,77 8,65
3,0 4,5
2,94 2,0 3,0
7,94
,7
9 47
2 1,
75 12 07
0, 2, 2,
29
Penyelesaian :
H = 0
RAH + 5 3 = 0
RAH = 2 kN ( ) ; arah pemisalan RAH sudah benar
MA = 0
(5)(2) + (1)(2)(3) +5 (1)(3)(2,5) + (5)(10) RBV (8) =0
RBV = 7,94 kN ( ) ; arah pemisalan RBV sudah benar.
MB = 0
(1)(3)(1,5) + (5)(2) + 5 (1)(2)(5) + (5)(1) + RAH (1) + RAV (8) = 0
RAV = 0,94 kN ( ) ; tanda negatif menunjukkan arah pemisalan RAV salah
sehingga arah RAV harus dibalik.
V = 0
RAV + RBV (1)(2) 5 = 0
(0,94) + (7,94) 2 5 = 0 ok!
FBD dapat dilihat pada gambar 32(b)
MC = (1,41 0,66)(5,66) (3,54)(2,83) = 5,77 kNm
Melihat gambar FBD dan perjanjian tanda yang ada, maka SFD, BMD, dan NFD
dapat dilihat pada Gambar 32(c) s.d. 32(e).
30
Contoh 3.3 : Hitung serta gambarkan FBD, SFD, BMD dan NFD dari struktur portal
8 kN 16 kN 8 kN 16,0
8,0
(+)
C S D E F ()
8,0
16,0
8m
4,0
()
(+)
4,0
RAH RBH
A B
(d) SFD
RAV R BV
2m 2m 2m 2m
() ()
C S D E F 32,0 32,0
(+)
(+)
()
16,0
RAH RBH
A B
16,0
()
A ()
4 4 B
Penyelesaian
Untuk menghitung reaksi tumpuan arah vertikal digunakan persamaan-persamaan
berikut ini.
MA = 0
(8)(2) + (16)(4) + (8)(6) RBV (8) = 0
RBV = 16 kN ( )
31
MB = 0
RAV (8) (8)(6) (16)(4) (8)(2) = 0
RAV = 16 kN ( )
Untuk menghitung reaksi arah horisontal maka struktur portal tiga sendi
dipisahkan menjadi bagian sebelah kanan potongan (sebelah kanan S atau sendi dalam)
dan bagian sebelah kiri potongan (sebelah kiri S), lihat Gambar 33(b).
Potongan di sebelah kiri S
MS-kiri = 0
RAV (2) RAH (8) = 0
(16)(2) 8 RAH = 0
RAH = 4 kN ( )
Potongan sebelah kanan S
MS-kanan = 0
(16)(2) + (8)(4) RBH (8) RBV (6) = 0
32 + 32 8 RBH (16)(6) = 0
RBH = 4 kN ( ) ; tanda negatif menunjukkan arah pemisalan RBH salah
sehingga arah RBH harus dibalik
Setelah reaksi arah vertikal dan arah horisontal pada tumpuan diperoleh, selanjutnya
FBD, SFD, BMD, dan NFD dapat digambarkan sama seperti pada penggambaran portal
sederhana, gambar selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 33(c) s.d. 33(e).
Contoh 3-4 : Hitung dan gambarkan FBD, SFD, BMD, dan NFD dari struktur portal tiga
sendi dan pembebanan seperti pada Gambar 34(a).
Penyelesaian :
MA = 0
(16)(2) + RBH (2) RBV (8) = 0
32 + 2 RBH 8 RBV = 0 .. ( 1 )
MB = 0
(16)(6) RAH (2) + RAV (8) = 0
96 2 RAH + 8 RAV = 0 . ( 2 )
Lihat potongan sebelah kanan S
MS-kanan = 0
RBH (3) RBV (4) = 0
3RBH 4RBV = 0 .. (3)
Lihat potongan di sebelah kiri S
MS-kiri = 0
(16)(2) RAH (5) + RAV (4) = 0
32
32 5RAH + 4RAV = 0 ... (4)
16 kN 13,0
(+)
S
()
C D S E 3,0 0,
7 1
3m
4,0
()
RBH B
2m
RAH R BV (c) SFD
A
RAV 20,0
2m 2m 1m 3m
() S 3,0
20,0
(a) Portal statis tertentu (+)
6,0
()
16 kN
20,0 3,0
4,0 4,0
4,
S E 95
D 13,0 3,0
13,0 3,0
E
3,0 (d) BMD
4,0 4,0 1
20,0 0 ,7
S
3,0 71
0, ()
C 4,0
4,0 B (
4, 4, )
B 95 95
13,0
()
3,0
4,0
A
13,0 (b) FBD (e) NFD
Gambar 34 : Struktur portal tiga sendi dengan salah satu batang miring
Dari persamaan ( 1 ) dan persamaan ( 3 ), diperoleh :
2 RBH 8 RBV = 32 x3 6 RBH 24RBV = 96
3RBH 4RBV = 0 x2 6RBH 8RBV = 0
+
32RBV = 96
RBV = 3 kN ( )
RBH = 4 kN ( )
Dari persamaan ( 2 ) dan persamaan ( 4 ), diperoleh :
8 RAV 2 RAH = 96 x1 8 RAV 2 RAH = 96
4RAV 5RAH = 32 x2 8RAV 10RAH = 64
8RAH = 32
RAH = 4 kN ( )
33
RAV = 13 kN ()
Setelah reaksi arah vertikal dan arah horisontal pada tumpuan diperoleh, selanjutnya
FBD, SFD, BMD serta NFD dapat digambarkan sama seperti pada penggambaran portal
sederhana, terlihat pada Gambar 34(b) s.d 34(e).
Contoh 3.5 : Hitung dan gambarkan FBD, SFD, BMD, dan NFD dari struktur dan
pembebanan seperti pada Gambar 35(a).
20 kN
16 kN 8
4 4 kN/m' 4 (+)
3 (+)
C ()
D E F ()
S1 S
8
(+)
12
4
3m R CV
RAH 28
A
(+)
2m
8
RAV
RBH B
(d) SFD
R BV
3m 2m 2m 2m 4m
4 B 24
8
36
(b) Struktur terlepas
(e) BMD
4 kN/m'
20 kN S C
16 kN
4 8
12 3 56 16 8 8
4 8 4
D 4 E S1 F 8 S (+)
4 28 36 ()
12 4 8 8
40
()
4
()
36
A 4
B
8
4
(c) FBD 36 (f) NFD
34
Penyelesaian :
Struktur portal pada gambar 3-5(a) dapat diselesaikan dengan membagi struktur menjadi
struktur balok sederhana (SC) dan portal tiga sendi (AS1B).
Balok SC
MS = 0
(4)(4)(2) RCV (4) = 0
RCV = 8 kN ( )
MC = 0
(4)(4)(2) RSV (4) = 0
RSV = 8 kN ( )
Portal tiga sendi AS1B
MA = 0
(12)(3) + (16)(3) + (16)(5) + (8)(9) RBH (2) RBV (7) = 0
2RBH + 7RBV = 236 (1)
MS1 kanan = 0
(8)(4) RBH (5) RBV (2) = 0
5 RBH + 2RBV = 32 .. (2)
MB = 0
RAV (7) + RAH (2) + (12)(5) (16)(4) (16)(2) + (8)(2) = 0
7 RAV + 2 RAH = 20 (3)
MS kiri = 0
RAV (5) RAH (3) (16)(2) = 0
5 RAV 3 RAH = 32 .. (4)
Dari persamaan ( 1 ) dan persamaan ( 2 ), maka
2 RBH + 7 RBV = 236 x 5 10 RBH + 35 RBV = 1180
5 RBH + 2 RBV = 32 x 2 10 RBH + 4 RBV = 64
31 RBV = 1116
RBV = 36 kN ( ) dan RBH = 8 kN ( )
Dari persamaan ( 3 ) dan persamaan ( 4 ), maka
7 RAV + 2 RAH = 20 x3 21 RAV + 6 RAH = 60
5 RAV 3 RAH = 32 x2 10 RAV 6 RAH = 64
31 RAV = 124
+
RAV = 4 kN ( ) dan RAH = 4 kN ( )
35
Setelah reaksi tumpuan didapatkan, maka FBD dapat digambarkan dan dihitung
reaksi-reaksi pada masing-masing batang. FBD, SFD, BMD dan NFD dapat dilihat
pada Gambar 35(c) s.d. 35(f).
Contoh 3.6 : Hitung dan gambarkan FBD, SFD, BMD dan NFD dari struktur dan
pembebanan seperti pada Gambar 36(a).
2 kN/m' 10 kN 6,90
1 kN/m' 2,90 2,0
(+)
D S E F G S ()
()
4,96
2m
5 kN 3m
7,10
(+)
C
4,96
5 kN
H
3m
0,04
0,04
2m
A RAH RBH B (c) SFD
RAV 16,80
R BV
2m 4m 4m 2m 9,80
()
(a) Portal statis tertentu 9,80 ()
2,0
14,8
S
()
(+)
(+)
2 kN/m'
0,12
10 kN 1 kN/m'
11,60
0,08
9,80 16,80 2,0
4,96 4,96 4,96 4,96
C S
6,90 6,90 2,90 2,90
E
7,10
F
2,0
G (d) BMD
0,04 4,96
9,80 14,80 ()
5,0 4,96
C
H 5,0
6,90
9,10
()
()
A 0,04 0,04 B
36
4 10 + 13,8 + 5 RAH = 0
RAH = 0,04 kN ( )
MS kanan = 0
(10)(4) + (1)(2)(9) + (5)(3) RBH (5) RBV (8) = 0
40 + 18 + 15 72,8 5 RBH = 0
RBH = 0,04 kN ( )
Kontrol
V = 0
RAV + RBV 4 10 2 = 0
6,9 + 9,1 4 10 2 = 0 ok!
H = 0
5 5 + RAH + RBH = 0
5 5 0,04 + 0,04 = 0 ok!
FBD, SFD, BMD dan NFD selanjutnya dapat digambarkan seperti pada Gambar 36(b)
sampai dengan Gambar 36(d).
37
38
IV. PELENGKUNG TIGA SENDI
4.1 UMUM
Struktur balok lurus yang membentang diletakkan pada dua buah tumpuan,
menahan momen yang ditimbulkan oleh beban-beban yang bekerja pada struktur
tersebut. Jika bentangan dari struktur balok tersebut semakin panjang, maka momen
yang didukung oleh balok tersebut semakin besar, sedangkan momen yang didukung
oleh bagian/elemen balok tersebut tidak sama besar. Hal ini yang mengakibatkan
struktur balok tidak efektif untuk bentangan yang besar. Disamping hal tersebut di atas,
tidak semua jenis bahan yang digunakan untuk struktur bangunan mampu menahan
beban yang besar, misalkan batu, batu bata yang cukup getas.
Dari fakta tersebut, maka diperlukan suatu struktur yang mampu untuk mendukung
beban yang bekerja pada suatu bentangan yang besar tetapi tidak menimbulkan momen
yang besar, atau dengan kata lain, membuat struktur yang mampu mendistribusikan
beban yang bekerja menjadi beban aksial dan beban geser pada struktur tersebut
(mungkin ada momen tetapi sangat kecil). Struktur yang mampu untuk menyebarkan
beban tersebut adalah sebuah pelengkung parabola.
Pelengkung parabola, jika dibebani secara merata penuh, tidak akan menahan
momen, asalkan reaksi perletakannya mampu menghalang-halangi translasi/pergeseran
ke semua arah (baik vertikal maupun horisontal). Oleh karena itu kedua tumpuan
tersebut berupa perletakan sendi yang masing-masing akan menghasilkan dua
komponen, yaitu RV dan RH, sehingga semuanya ada empat komponen reaksi.
Persamaan kesetimbangan yang ada hanya ada tiga, yaitu M = 0, V = 0, H = 0,
sehingga struktur tersebut merupakan statis tidak tertentu. Dengan memberi sendi pada
pelengkung di antara kedua tumpuannya, terdapat syarat tertentu, yaitu momen di
tempat sendi tersebut adalah nol, dengan demikian diperoleh satu buah persamaan
tambahan yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya empat komponen rekasi
perletakan tadi. Pelengkung yang demikian disebut pelengkung tiga sendi, dan sendi
ketiga biasanya ditempatkan pada puncak pelengkung.
4.2 PELENGKUNG TIGA SENDI SIMETRIS
Analisis struktur pada pelengkung tiga sendi akan dibahas pada bab ini.
Pelengkung yang akan dibahas pada sub-bab ini adalah pelengkung tiga sendi yang
bentuk geometrinya simetris tetapi pembebanannya tidak harus simetris.
Langkah hitungan yang dapat digunakan sebagai pedoman analisis struktur
pelengkung tiga sendi yang simetris adalah sebagai berikut. Pelengkung tiga sendi
ASB pada gambar 41(a), yang mempunyai tumpuan sama ketinggiannya, dengan
panjang bentang AB sama dengan L, puncak ketinggian sama dengan h, mendapat
beban P dengan jarak a dari tumpuan A.
Dengan persamaan kesetimbangan : MB = 0 akan diperoleh RAV, dan dengan
persamaan MA = 0 akan didapatkan RBV.
39
MB = 0
( RAV )( L ) ( P )( L a ) = 0
P ( L a)
R AV = (41)
L
MA = 0
( RBV )( L ) ( P )( a ) = 0
Pa
R BV = (42)
L
V
P
x
N FV N FH
S FV
S
H
C C
h S FH
y y
RAV L L R BV RAV
x
2 2
Gambar 41
Reaksi vertikal RAV dan RAV adalah sama seperti pada persamaan simple beam
atau balok sederhana AB. Hitungan momen pada pelengkung tiga sendi sama dengan
hitungan momen pada simple beam. Momen di titik C adalah :
M C = R AV ( x) R AH ( y ) (43)
40
Untuk menghitung gaya lintang/geser dan gaya normal/aksial pada setiap titik
pada pelengkung tiga sendi, diperlukan kemiringan/garis singgung pada titik tersebut.
Gaya vertikal V diuraikan menjadi gaya yang tegak lurus garis singgung pada titik
tersebut atau gaya lintang/geser ( SFV ) dan gaya yang sejajar dengan garis singgung
atau gaya normal/aksial ( NFV ), demikian pula gaya horisontal H diuraikan menjadi
gaya lintang ( SFH ) dan gaya normal ( NFH ) seperti terlihat pada gambar 41(b).
Uraian gaya V :
NFV
sin = NFV = V sin
V
(45)
SFV
cos = SFV = V cos
V
Uraian gaya H :
SFH
sin = SFH = H sin
H
(46)
NFH
cos = NFH = H cos
H
dari uraian persamaan 45 dan persamaan 46 gaya geser pada titk ( x, y ) adalah :
SFx = SFV SFH
(47)
SFx = V cos H sin
Contoh 4.1 : Diketahui pelengkung tiga sendi ASB dengan beban dan ukuran seperti
pada Gambar 42(a). Hitunglah reaksi tumpuan, gaya geser, gaya normal dan momen di
titik x.
Penyelesaian :
MB = 0
RAV (36) + RAH (0) (4)(18)(27) = 0
36RAV + 0 1944 = 0 RAV = 54 kN ( )
MA = 0
RBV (36) +RBH (0) + (4)(18)(9) = 0
41
36RBV + 0 + 648 = 0 RBV = 18 kN ( )
Kontrol terhadap V = 0
RAV + RBV (4)(18) = 0
54 + 18 72 = 0
0 = 0 . ok!
4 kN/m'
4 kN/m' V
NFV NFH
S FV
S
H
X X
8m S FH
6m
=23,9625 o
RAH RBH 40,5kN
A B A
RAV 54kN
R BV
9m
18 m 18 m
42
Untuk h = 8 m dan L = 36 m maka persamaan parabola menjadi,
(4)(8)( x)( 36 x ) 32( x)(36 x) 2
y= 2
= = (36 x x 2 )
(36) 1296 81
Seperti terlihat pada Gambar 42(b), pada titik x (9,6), maka gaya geser dan
normal adalah sebagai berikut.
Vx = RAV (4)(x) = 54 (4)(9) = 18 kN ( )
Hx = RAH = 40 kN ( )
Gaya lintang (SFx) :
SFx = V cos H sin
SFx = (18)(0,9138) (40,5)(0,4061) = 0,00135 0 kN
Momen (Mx) :
Mx = (54)(9) (40,5)(6 (4)(9)(4,5) = 81 kN m
43
simetris, tidak dapat langsung digunakan persamaan parabola yang ada, tetapi dengan
syarat, yaitu memperpanjang batang lengkung yang pendek sehingga menjadi
pelengkung tiga sendi simetris (secara fiktif), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
contoh 42
Contoh 4.2 : Diketahui sebuah pelengkung tiga sendi ASB dengan beban dan ukuran
seperti pada Gambar 43 (a). Hitunglah reaksi-reaksi tumpuan serta gaya lintang, gaya
normal dan momen pada titik x.
1 kN/m'
1 kN/m'
20 m S 3m V
B
X
RBH N FV N FH
S FV
R BV
9m H
X
S FH
RAH 9m
A
=16,683o
RAV 44,44kN
A
40 m
60 m 33,33kN
L 20 m
44
33,33 40 = RBV
RBV = 6,67 kN ( )
H = 0
RBH = 44,44 kN ( )
Dengan menggunakan persamaan parabola dasar, untuk h = 12 m , y = 9 m dan x =
60 m, maka panjang bentang pelengkung yang simetris dapat dihitung sebagai
berikut (lihat Gambar 43(b)).
4h( x )( L x )
y=
L2
4(12)(60)( L 60 )
9=
L2
9 L2 = 2880( L 60)
L2 = 320 L 19200
L2 320 L + 19200 = 0
(320) (320) 2 (4)(1)(19200)
L1& 2 =
2
L1 = 240 m tidak mungkin (tidak memenuhi)
L1 = 80 m
45
y = 9 m titk x (20 , 9)
y
Nilai atau garis singgung pada titik x (20 , 9) adalah
x
y
= 0,6 (0,015)(20)
x
y
= 0,3
x
tg = 0,3 = 16 0 41'
sin = 0,2873
cos = 0,9578
Nilai gaya vertikal V dan gaya horisontal H pada titik x dapat dihitung.
V = 33,33 (1)(20) = 13,33 kN ( )
H = 44,44 kN ( )
Setelah gaya vertikal dan gaya horisontal pada titik x (20 , 9) dapat ditentukan, maka
nilai gaya lintang, gaya normal dan momen pada titik tersebut dapat dicari.
Gaya Lintang (SFx)
SFx = V cos H sin = (13,33)(0,9578) (44,44)(0,2873) = 0 kN
Gaya Normal (NFx)
NFx = V sin + H cos = (13,33)(0,2873) + (44,44)(0,9578) = 46,40 kN
Contoh 4.3 : Struktur pelengkung tiga sendi ASB dan pembebanan seperti terlihat
pada Gambar 44. Hitung reaksi tumpuan, gaya lintang, gaya normal serta momen pada
titik x yang berjarak 5 m di sebelah kiri dari tumpuan B.
Penyelesaian :
MB = 0
RAV (10) + RAH (5) (5)(4) = 0
10RAV + 5RAH = 20 .. (1)
MA = 0
46
(5)(1) RBV (10) RBH (5) = 0
10RBV + 5RBH = 5 ... (2)
A S
RAH 2m
X 5 kN
5m RAV
4m
RBH
R BV
5m
10 m
Gambar 44
MS kanan = 0
(5)(2) RBV (L/2) RBH (6) = 0
Untuk menghitung panjang bentang L, digunakan persamaan parabola dasar pada
titk (10 , 5).
4h( x )( L x )
y=
L2
4(6)(10)( L 10 )
5=
L2
5L = 240 L 2400
2
5 L2 240 L + 2400 = 0
(240) (240) 2 (4)(5)(2400)
L1& 2 =
(2)(5)
L1 = 14,20 m
L1 = 33,79 m tidak mungkin (tidak memenuhi)
Persamaan MS kanan = 0 dapat dituliskan menjadi
MS kanan = 0
(5)(2) RBV (7,1) RBH (6) = 0
7,1RBV + 6RBH = 10 .... (3)
47
Dari persamaan (2) dan (3), maka
10RBV + 5RBH = 5 x6 60RBV + 30RBH = 30
7,1RBV + 6RBH = 10 x5 35,5RBV + 30RBH = 50
24,5RBV = 20
RBV = 0,81 kN ( ) dan RBH = 2,63 kN ( )
V = 0
RAV + RBV = 0
RAV = RBV = ( 0,81)
RAV = 0,81 kN ( )
H = 0
RAH + RBH 5 = 0
RAH + 2,63 5 = 0
RAH = 2,37 kN ( )
Untuk h = 6 m dan L = 14,2 m, maka persamaan parabola dasar berubah menjadi
(4)(6)( x)(14,2 x )
y=
(14,2) 2
24( x)(14,2 x )
y=
201,64
y = 1,69 x 0,12 x 2
y
= 1,69 0,24 x
x
Untuk x = 5 m, lihat Gambar 44 maka nilai y adalah
y = 1,69 x 0,12 x 2
y = (1,69)(5) (0,12)(5 2 )
y = 5,45 m
y
sedangkan nilai atau garis singgung pada titik x adalah
x
y
= 1,69 0,24 x
x
y
= 1,69 (0,24)(5)
x
48
y
= 0,49
x
tg = 0,49 = 26 0 6 '
sin = 0,44
cos = 0,89
Nilai gaya vertikal V dan gaya horisontal H pada titik x dapat dihitung.
V = 0,81 ( )
H = 2,37 kN ( )
Setelah gaya vertikal dan gaya horisontal pada titik x dapat ditentukan, maka nilai gaya
lintang, gaya normal dan momen pada titik tersebut dapat dicari.
Gaya Lintang (SFx)
SFx = V cos H sin = (0,81)(0,89) (2,37)(0,44) = 1,7637 kN
Contoh 4.4 : Hitunglah reaksi-reaksi tumpuan, SFx , NFx dan Mx dari pelengkung tiga
sendi ASB (lengkung mengikuti lengkung parabola), seperti terlihat pada Gambar
45(a).
Penyelesaian :
MA = 0
(1,5) (15) (7,5) (1) (2) (1) + (1) (3) (1,5) + RBH (3) RBV (15) = 0
168,75 2 + 4,5 + 3RBH 15RBV = 0
15RBV 3RBH = 171,25 (1)
MB = 0
(1,5) (15) (7,5) (1) (5) (2,5) + RAH (3) + RAV (15) = 0
168,75 12 + 3RAH + 15RAV = 0
15RAV + 3RAH = 181,25 (2)
49
4h( x )( L x )
y=
L2
4(5)(15)( L 15 )
3=
L2
3L2 = 300 L 4500
L2 100 L + 1500 = 0
(100) (100) 2 (4)(1)(1500)
L1& 2 =
(2)(1)
L1 = 18,38 m
L1 = 81,63 m tidak mungkin (tidak memenuhi)
1,5 kN/m'
S
2m X
A
RAH
1 kN/m'
3m
RAV
RBH
R BV
10 m 5m
V =13,26kN
H =13,18kN
X
3,96 m 1 kN/m'
9,22kN
13,26kN
5m
Gambar 45
MS kanan = 0
50
(1,5)(9,19)(4,59) + (1)(5)(2,5) RBV (9,19) + RBH (5) = 0
63,27 + 12,5 9,19RBV + 5RBH = 0
9,19RBV 5RBH = 75,77 ... (3)
MS kiri = 0
RAV (5,81) RAH (2) (1,5)(5,81)(2,905) = 0
5,81RAV 2RAH = 25,32 .. (4)
Dari persamaan (1) dan (3), maka
15RBV 3RBH = 171,25 x5 75RBV 15RBH = 856,25
9,19RBV 5RBH = 75,77 27,6RBV 15RBH
x3 = 277,94
47,4RBV = 628,31
RBV = 13,26 kN ( )
RBH = 9,22 kN ( )
Dari persamaan (2) dan (4), maka
15RAV + 3RAH = 181,25 x2 30RAV + 6RAH = 362,5
5,81RAV 2RAH = 25,32 x3 17,43RAV 6RAH = 75,96
47,43RBV = 438,46
+
RBV = 9,24 kN ( ) dan RBH = 14,22 kN ( )
Untuk h = 5 m dan L = 18,38 m, maka persamaan parabola dasar berubah
menjadi
(4)(5)( x)(18,38 x )
y=
(18,38) 2
20( x)(18,38 x )
y=
337,8
y = 1,09 x 0,06 x 2
y
= 1,09 0,12 x
x
Untuk x = 5 m, lihat gambar 45 maka nilai y adalah
y = 1,09 x 0,06 x 2
y = (1,09)(5) (0,06)(5 2 )
y = 3,96 m
51
y
sedangkan nilai atau garis singgung pada titik x adalah
x
y
= 1,09 0,12 x
x
y
= 1,09 (0,12)(5)
x
y
= 0,49
x
tg = 0,49 = 26 0 6 '
sin = 0,44
cos = 0,89
Nilai gaya vertikal V dan gaya horisontal H pada titik x dapat dihitung.
V = 13,26 ( )
H = 13,18 kN ( )
Setelah gaya vertikal dan gaya horisontal pada titik x dapat ditentukan, maka nilai gaya
lintang, gaya normal dan momen pada titik tersebut dapat dicari.
Gaya Lintang (SFx)
SFx = V cos H sin = (13,26)(0,44) + (13,18)(0,89) = 5,8958 kN
52
V. STRUKTUR RANGKA BATANG (TRUSS)
5.1 Umum
Struktur balok diatas dua tumpuan, akibat beban luar akan menahan regangan tarik
dan tekan, yang mencapai harga ekstrem pada tepi tampangnya, dengan demikian bahan
yang berada di dalam balok menjadi tidak efektif. Sehubungan dengan hal tersebut
maka diusahakan bahan dipusatkan pada tempat dengan tegangan normal ekstrem itu,
dalam bentuk batang-batang (serat tepi bawah dan atas) dan untuk mencapai suatu
kestabilan terhadap geser, batang-batang tersebut dihubungkan oleh batang-batang lain
dalam arah tegak dan diagonal. Struktur tersebut yang disebut dengan struktur rangka
batang (truss).
Stabilitas Rangka Batang dapat ditinjau dari :
a. Stabilitas Luar (Perletakan)
Reaksi-reaksi perletakan tidak boleh bertemu disatu titik
b. Stabilitas Dalam (posisi batang)
Batang-batang yang menyusun struktur harus mengikuti pola segitiga
P2
P3
P1
RAH
A buhul/joint B
R AV R BV
a a a a
RAH
A buhul/joint B
R AV R BV
a a a a
53
Untuk memenuhi sifat statis tertentu, rangka batang harus memenuhi syarat-syarat:
a. Statis Tertentu Luar
Persyaratan keseimbangan memberikan 3 persamaan (V=0, H=0, M=0 )
sehingga gaya-gaya yang tidak diketahui (dalam hal ini reaksi) yang dapat
diselesaikan sebanyak 3 (r = 3 ).
Bila r < 3 : struktur akan labil
Bila r = 3 : struktur akan stabil dan sattis tertentu
Bila r > 3 : struktur akan stabil dan statis tak tertentu
A B
A B
r =1 r =1 r =2 r =1
(a) Struktur labil (b) Struktur stabil statis tertentu
r =1 C
B
A
r =2 r =1
(c) Struktur stabil statis tak tentu
Gambar 5-2 : Contoh struktur rangka dan stabilitas
j =3 j =5
m=3 m= 7
m = 2j 3 m = 2j 3
(a) Struktur stabil statis tertentu (b) Struktur stabil statis tertentu
54
5.2 Analisis Struktur Rangka Batang Dengan Metode Joint
Prinsip dasar yang dipergunakan dalam metode Joint, adalah :
1. Seluruh gaya yang bekerja pada Joint (gaya luar maupun gaya batang) harus
memenuhi persamaan V=0 dan H=0.
2. Perhitungan gaya batang dapat dimulai dari titik kumpul yang diketahui gaya
luarnya (reaksinya), sedang gaya batang yang belum diketahui besarnya maksimum
2 batang.
3. Batang yang akan dihitung gaya-batangnya dianggap mengalami tarik dan diberi
nilai positip.
4. Bila ditinjau dari titik kumpul, maka yang dimaksud dengan :
Batang tarik, adalah batang yang memberikan gaya arah meninggalkan
(menarik) joint.
Batang tekan, adalah batang yang memberikan gaya arah menuju joint.
Contoh 5-1 : Analisis struktur rangka batang dengan metode joint dari gambar dan
pembebanan seperti pada gambar 5-4.
2 kN
E 2 kN
4
1 kN 1 F 1 kN 4m
3
5 9
7
RAH =0
2 6 8
B
A C D
3 kN
R AV =5 kN R BV =4 kN
4m 4m 4m
MA = 0
(2)(4) + (3)(4) + (2)(8) + (1)(12) RBV = 0
8 + 12 + 16 + 12 = 12 RBV
RBV = 48/12 = 4 kN ( )
MB = 0
(2)(4) (2)(8) (3)(8) (1)(12) + 12 RAV = 0
8 16 24 12 = 12 RAV
RAV = 60/12 = 5 kN ( )
55
Joint A
F1V
F1
1 kN F1H
1
A 2
F2
5 kN
Gambar 5.5 : Joint A
V=0 H = 0
5 1 + F1V = 0 F2 + F1H = 0
F1V = 4 kN F2 4 = 0
F1 = 42 kN F2 = 4 kN
Joint E
2 kN
E
4
1
F4H
F1H 3
F4
F4V
F1 F1V
F3
Gambar 5-6 : Joint E
H = 0 V=0
F1H + F4H = 0 2 F1V F4V F3 = 0
4 + F4H = 0 -2 + 4 + 2 F3 = 0
F4H = 4 F3 = 4 kN
F4 = 45 kN
56
Joint C
F3
F5V
F5
5
F5H
3
F2 F6
2 6
C
3 kN
Gambar 5-7 : Joint C
V=0 H = 0
F5V + F3 3 = 0 F2 F6 F5H = 0
F5V + 4 3 = 0 4 + F6 2 = 0
F5V = 1 F6 = 6 kN
F5 = 5 kN
Joint D
F7
7
6 8
F6 F8
D
H = 0 V=0
F6 + F8 = 0 F7 = 0
6 + F8 = 0
F8 = 6 kN
Joint F
H = 0
F5H F4H + F9H = 0
57
2 + 4 + F9H = 0
F9H = 6 kN
F9 = 35 kN
F4 F4V
2 kN
F4H
4
F
5 9
F5H 7 F9H
F5 F5V F9
F9V
F7
Gambar 5-9 : Joint F
Joint B
F9 F9V
F9H
1 kN
9
F8 8
B
4 kN
Gambar 5-10 : Joint B
V=0 H = 0
1 + 4 + F9V = 0 F2 + F1H = 0
F9V = 3 kN F2 4 = 0
F9 = 35 kN F2 = 4 kN
58
2. Perhitungan gaya batang tidak harus dimulai secara berurutan tapi dapat langsung
pada batang yang diinginkan.
3. Potongan harus melalui/memotong batang yang akan dihitung gayanya, sehingga
dapat digambarkan freebody diagram-nya.
4. Batang yang akan dihitung gaya-batangnya dianggap mengalami tarik dan diberi
nilai positip.
Contoh 5-2 : Diketahui suatu struktur dengan ukuran dan pembebanan seperti
gambar 5-11 hitung gaya batang no.2, 6 dan 9, dengan metode potongan
E F
9
R BV
8m 8m 8m
(a) Struktur Truss
F9
E F E F9
POT.1
(b) Potongan 1-1 (c) Gaya batang 6
Potongan I I (Pandang Kiri Potongan) pada gambar 5-11(b) dan gambar 5-11(c).
MF = 0
P . 16 P . 8 + F2 . 8 + F6 .0 + F9 . 0 = 0
160 80 + 8 F2 = 0
240 = 8 F2
F2 = 240/8 = 30 kN (tarik)
MB = 0
P . 8 + P . 0 + F2 . 0 + F6 . 0 F9 . 8 = 0
59
80 F9 . 8 = 0
80 = 8 . F9
F9 = 10 kN (tekan)
V=0
P P - F6V = 0
10 10 = F6V
F6V = 20 kN
F6 = 2002 = 28,284 kN (tekan)
3 kN
2 kN 2 kN
2 kN J
2 kN
I K
F1 2m
H L
F2
R AH
A B F3 C D E F G
R AV R BV
2m 2m 2m 2m 2m 2m
Contoh 5-3 : Hitung gaya batang untuk struktur rangka batang dan pembebanan
seperti pada gambar 5-13 dengan metode potongan.
2 A1 3 A2 6 A3 7 A4 9
D1 V2 D4 V4 D6
V1 D2 D3 V3 D5 V5 2m
R AH
A B1 1 B2 4 B3 5 B4 8 B5 10 B6 B
R AV R BV
6 kN 3 kN 2 kN
1m 1m 1m 1m 1m 1m
60
POTONGAN 1-1 2
1
D1
A
B1 1
1
8 kN
Gambar 5-14 : Potongan 1-1
M1 = 0 M2 = 0
8 . 1 + D1V . 1 = 0 8 . 1 B1 . 1 = 0
8 + . 3 . D1 . 1 = 0 8 3 . B1 = 0
D1 = (16/3) 3 = 9,238 kN (tekan) B1 = 8/3 = 4,619 kN (tarik)
POTONGAN 2-2
2
D1
V1
A B1 1 B2 2 4
8 kN 6 kN
Gambar 5-15 : Potongan 2-2
M4 = 0 M2 = 0
8 . 2 6 . 1 D1V . 2 + V1 . 1 = 0 8 . 1 B2 . 3 = 0
16 6 . 3 . D1 . 2 + V1 = 0 B2 = 8/3 = 4,619 kN (tarik)
10 . 3 . 9,238 . 2 + V1 = 0
10 16 = V1
V1 = 6 kN (tarik)
61
POTONGAN 4 - 4
2 3 A2 4 6
D3
A
1 4 B3 5
4
8 kN 6 kN 3 kN
(a) Potongan bagian kiri
3 4 A 6 7 9
2
D3
V3
B
4 B3 5 8 10
4
2 kN 3 kN
(b) Potongan bagian kanan
Gambar 5-17 : Potogan 4-4
M4 = 0 M3 = 0
A1 . 3 + 8 . 2 6 . 1 = 0 8 . 2 6 . 1 B2 . 3 D2V . 1 = 0
A1 . 3 + 16 6 = 0 10 8 = . 3 . D2
A1 = 10/3 D2 = 4 / 3 = 2,309 kN (tarik)
A1 = 5,774 kN (tekan)
M6 = 0 M4 = 0 (pandang kanan)
8 . 3 6 . 2 3 . 1 B3 . 3 = 0 A2 . 3 + 2 . 1 3 . 4 = 0
B3 . 3 = 9 A2 . 3 = 10
B3 = 9/3 = 5,196 kN (tarik) A2 = 10 / 3 = 5,774 kN (tekan)
A1 = 5,774 kN (tekan)
M3 = 0
B3 . 3 D3V . 1 + 2 . 1 3 . 4 = 0
9 + . 3 . D3 + 2 12 = 0
. 3 . D3 = 1
D3 = 1/ ( .3 ) = 1,155 kN (tarik)
62
5.4 Analisis Struktur Rangka Batang Dengan Metode Grafis (Metoda Cremona)
Prinsip dasar yang dipergunakan dalam metode Cremona, adalah :
1. Seluruh gaya yang bekerja pada struktur pada dasarnya dapat dinyatakan sebagai
vektor, sehingga selain dapat dinyatakan besarannya dapat pula dilukiskan arahnya.
2. Gaya luar maupun gaya dalam (gaya batang) bila dilukiskan dalam bentuk vektor
akan membentuk suatu poligon tertutup, hal ini sesuai dengan prinsip
keseimbangan.
3. Untuk menggambarkan poligon tersebut kita dapat memulai dengan menggambar
vektor gaya yang telah diketahui besar dan arahnya (misalkan beban luar atau
reaksi tumpuan) pada salah satu joint, selanjutnya dengan mengambil suatu putaran
dapat digambarkan poligon tertutup dari seluruh gaya yang bekerja pada joint
tersebut.
4. Dengan mengikuti proses seperti diatas dapat digambarkan gaya batang
keseluruhan.
Contoh 5-4 : Analisis struktur rangka batang dari struktur rangka batang dan
pembebanan seperti pada gambar 5-18(a) dengan metode Cremona
RAV = 8
2
10,67 6
A 10
RAH 2
3 kN
C
11
6
6m 1
E RAV = 8 2 kN 9
5 7
3 8
7 10
RBH 9 G 5
3 kN 3
F 1
10,67 B 4 D 8 11
4
3 kN 2 kN 3 kN
RAH = 10,67
4m 4m 4m
RBH = 10,67
63
64
VI. BEBAN BERGERAK DAN GARIS PENGARUH (INFLUENCE LINES)
6.1 Umum
Dalam Perencanaan struktur, sebelum analisisnya selalu meninjau beban-beban
yang bekerja pad struktur. Di Indonesia informasi mengenai pembebanan untuk setiap
jenis struktur dituangkan dalam peraturan-peraturan, antara lain :
Peraturan Muatan Jembatan Jalan Raya No. 12/1970
Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1988
Peraturan Skema Beban Gandar Jembatan Jalan Rel Indonesia 1988 (Usulan)
Berdasarkan sifatnya beban struktur dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Beban Mati, ialah semua beban yang diakibatkan oleh berat sendiri struktur atau
unsur-unsur lain yang terikat secara permanen pada struktur. Besar dan
kedudukannya dianggap tetap.
2. Beban Hidup, ialah semua beban yang bekerja pada struktur selain beban mati.
Berdasarkan sifatnya beban hidup dapat dibedakan menjadi :
a. Beban yang dapat dipindahkan (moveable loads), yaitu beban yang dapat
dipindahkan tanpa menimbulkan getaran dinamik.
Contoh : beban orang, beban meubel, alat-alat kantor dll.
b. Beban bergerak/ dinamik (moving loads), yaitu beban yang bergerak terus
menerus pada struktur.
Contoh : beban angin, beban gempa, beban kendaraan, beban kereta api dll.
6.2 Beban Bergerak
Beban bergerak harus diperhatikan dalam perencanaan struktur (terutama pada
jembatan) sehingga dalam analisis dapat ditentukan pengaruh kedudukannya terhadap
tegangan maksimum yang mungkin terjadi. Beban yang melintas pada struktur dapat
berupa :
1. Beban orang , baik yang berupa berat sendiri (sebagai beban titik) maupun
sekelompok orang (sebagai beban terbagi merata).
2. Beban kendaraan, merupakan rangkaian dari berbagai beban titik yang besar dan
jaraknya tertentu.
Beberapa jenis beban kendaraan antara lain :
a. Jalan Rel (Sesuai Skema Beban Gandar 1988 dapat dilihat pada gambar 6-1)
Lokomotif Lokomotif Gerbong
P P P P P P P P P P P P Q
1,5 1,5 6,0 1,5 1,5 3,0 1,5 1,5 6,0 1,5 1,5 1,5
Jarak dalam meter
P = 18 ton (beban terpusat)
Q = 6 t/m' (beban merata)
Gambar 6-1
65
c. Jalan Raya
TAMPAK ATAS
Gambar 6-2
6.3 Garis Pengaruh
Suatu rangakaian beban yang melintas diatas suatu struktur kedudukannya selalu
berubah, sedang besar dan arahnya telah tertentu. Kedudukannya yang selalu berubah
berakibat pada setiap tampang struktur. Untuk membantu menentukan bagian struktur
yang mengalami keadaan kritis (tegangan maksimum) oleh suatu posisi tertentu dari
beban bergerak digunakan Diagram Garis Pengaruh.
Garis Pengaruh hanya memberikan indikasi posisi pendekatan dalam penempatan
beban, sedang untuk menentukan posisi kritis sesungguhnya dapat digunakan Metode
Trial and Error. Umumnya beban terbesar dari antara rangkaian beban terpusat
diletakkan pada posisi ordinat terpanjang dari diagram garis pengaruh.
Garis Pengaruh adalah suatu diagram yang ordinatnya menunjukan besar dan sifat
dari reaksi atau gaya-gaya dalam (BM, SF dan NF) pada suatu titik yang ditinjau bila
sebuah beban satuan (misal P = 1 kN) melintas pada struktur yang bersangkutan.
Besarnya nilai reaksi atau gaya-gaya dalam untuk titik yang ditinjau tersebut
ditunjukkan oleh ordinat dibawah beban satuan tersebut berada. Konsep garis pengaruh
dipublikasikan oleh Emil Winkler (1868) di Dresden, Jerman dan selanjutnya
dikembangkan oleh Jacob Weyranch (1873).
66
6.3.1 Garis Pengaruh Reaksi Tumpuan
Balok Sederhana
3 2 1
= 1 unit load
A B 1
ya= X
RAV RBV L
X
X
L
(a) Beban bergerak pada balok sederhana (b) Garis Pengaruh RAV
1
yb= 1 X
L
Gambar 6-3
Kedudukan 1 :
MA = 0 MB = 0
RBV . L 1. L = 0 RAV . L + 1. 0 = 0
RBV = 1 RAV = 0
Kedudukan 2 :
MA = 0 MB = 0
1 . (L X ) RBV . L = 0 RAV . L - 1. X = 0
RBV = (L X )/ L RAV = X / L
Kedudukan 3 :
MA = 0 MB = 0
1 . 0 RBV . L = 0 RAV . L - 1. L = 0
RBV = 0 RAV = 1
Balok sederhana dengan kantilever (satu sisi)
Kedudukan 1 :
MB = 0 MA = 0
RAV . L 1. a = 0 RBV . L + 1. (L + a ) = 0
RAV = a /L RBV = (L + a )/ L
67
4 3 2 1
= 1 unit load
A
B C
RAV RBV
X
L a
X
1
X
L 0
a
L
(b) Garis Pengaruh RAV
L+a
1 L
1 LX
Gambar 6-4
Kedudukan 2 :
MB = 0 MA = 0
RAV . L + 1. 0 = 0 RBV . L + 1. L = 0
RAV = 0 RBV = 1
Kedudukan 3 :
MB = 0 MA = 0
RAV . L 1. X = 0 1 .( L X ) RBV . L = 0
RAV = X / L RBV = ( L X ) / L
Kedudukan 4 :
MB = 0 MA = 0
RAV . L 1. L = 0 RBV . L + 1 . 0 = 0
RAV = 1 RBV = 0
68
Balok sederhana dengan kantilever (dua sisi)
4 3 2 1
= 1 unit load
A B C
RAV RBV
a L b
L+a
L 1
(+)
0
() b
L
(b) Garis Pengaruh RAV
L+b
1 L
(+)
a ()
L
(c) Garis Pengaruh RBV
Gambar 6-5
Kedudukan 1 :
MA = 0 MB = 0
- RBV . L + 1. (L + b) = 0 RAV . L + 1. b = 0
RBV = 1 + b/L RAV = b/L
Kedudukan 2 :
MA = 0 MB = 0
1 . L RBV . L = 0 RAV . L - 1. 0 = 0
RBV = 1 RAV = 0
Kedudukan 3 :
MA = 0 MB = 0
1 . 0 RBV . L = 0 RAV . L - 1. L = 0
RBV = 0 RAV = 1
Kedudukan 4 :
MA = 0 MB = 0
1 . a RBV . L = 0 1 . (a + L) RAV . L = 0
RBV = a/L RAV = 1 + a/L
69
Balok kantilever
2 1
= 1 unit load
RAV
L
1
(+)
Gambar 6-6
Untuk semua kedudukan beban satuan, akan ditahan oleh RAV.
6.3.2 Garis Pengaruh Gaya Lintang
Balok Sederhana
P = 1 unit load P = 1 unit load
A C B
A C B RAV RBV
RAV RBV
a b
L (+)
C di daerah negatif
b (+)
L
(+)
1 Bidang Pengaruh
R V
uh A C di daerah positif ()
ngar
ari s Pe
G
(b) Garis Pengaruh Gaya Lintang di C (c) Penentuan Tanda Pada Garis Pengaruh
Gambar 6-7
MA = 0 MB = 0
P . X RBV . L = 0 RAV . L P . (L X ) = 0
RBV = P.X /L RAV = P . (L X )/ L
70
Balok Sederhana dengan Kantilever
R BV
aruh
E r is Peng 1
A C B D Ga
RAV RBV 1
a b c a c
L
() L () L
b (+)
(a) Balok sederhana dengan kantilever 1 L
R AV Bidang Pengaruh
uh
ngar
s Pe
Gari
(+) 1
(c) Garis Pengaruh Gaya Lintang di C
A C B D E
71
Bila X1 = L MC = 0
x2
1 unit load 1 unit load
x1
A C B
RAV RBV
a b
L
(+)
a b
ab
L
(b) Garis Pengaruh Momen di C
Gambar 6-9
72
1 unit load
x1
D F A C B E
e RAV RBV
c a b d
L
e
()
F
(c) Garis Pengaruh Momen di F
Gambar 6-10
MA = 0
RBV . L - 1. X1 = 0
RBV = X1 /L
MC = RBV . b = X1 . b /L
Bila X1 = 0 MC = 0
Bila X1 = a MC = ( a . b )/ L
Bila X1 = L MC = b
Bila X1 = L + d MC = (L + d) .b /L
Bila X1 = c MC = ( c . d ) / L
73
A B S C (+) 1
RAV RBV RCV A B S C
L0 L1 L2
(c) Garis Pengaruh Reaksi di C
1 unit load
x1 L 0 + L1
L0
1 unit load
x2 (+)
RS 1
A B S C
1 (+) S
1 A B () C
(+)
A B S C L0
L1
(b) Garis Pengaruh Reaksi di S (e) Garis Pengaruh Reaksi di A
Gambar 6-11
Batang A-B-S
MA = 0 MA = 0
RB . L0 + RS (L0 + L1) = 0 RB . L0 + 1. X2 = 0
RB = RS (L0 + L1) / L0 RB = X2 / L0
= X1 (L0 + L1) / L0 . L2 Bila X2 = 0 RBV =0
Bila X1 = 0 RBV = 0 Bila X2 = L0 RBV = 1
Bila X1 = L2 RBV = (L0 + L1) / L0 Bila X2 = L0 + L1
RBV = (L0 + L1) / L0
L0 L1 L2
1 (+)
A D B E S F C
1 unit load
x1 (c) Garis Pengaruh SF di E
L0 + L1
1 unit load L0
x2 RS L1
a
L0 1 L0
A B S F C
1 b
(a) Balok Gerber Tipe 01
L0
(d) Garis Pengaruh SF di D
Gambar 6-12
74
P = 1 satuan bergerak sepanjang batang S-C
MS = 0 MC = 0
RCV . L2 + 1 . (L2 X1 )= 0 RS . L2 1. X1 = 0
RCV = (L2 X1 ) /L2 RCV = ( X1 ) / L2
Bila X1 = 0 RCV = 1 Bila X2 = 0 RS = 0
Bila X1 = L2 RCV = 0 Bila X2 = L2 RS = 1
GP RBV
MA = 0 MA = 0
RB . L0 + RS (L0 + L1) = 0 RB . L0 + 1. X2 = 0
RB = X1 (L0 + L1) / L0 . L2 RAV = X2 / L0
Bila X1 = 0 RBV = 0 Bila X2 = 0 RBV = 0
Bila X1 = L2 RBV = (L0 + L1) / L0 Bila X2 = L0 RBV = 1
Bila X2 = L0 + L1 RBV = (L0 + L1) / L0
GP RAV
MB = 0 MB = 0
RAV . L0 + RS .L1 = 0 RAV . L0 + 1. (L0 - X2 ) = 0
RAV = RS .L1 / L0 RAV = (L0 X2 ) / L0
= (X1 . L1 ) /( L0 . L2 ) Bila X2 = c RAV = 1
Bila X1 = 0 RBV = 0 Bila X2 = L0 RAV = 0
Bila X1 = L2 RBV = L1 / L0 Bila X2 = L0 + L1 RBV = L1 / L0
75
Bila P = 1 satuan bergerak sepanjang S-C
MS = 0 MC = 0
RCV . L2 + 1 . (L2 X )= 0 RS . L2 1. X = 0
RCV = (L2 X ) /L2 RS = X / L2
MF = (L2 X ) . e /L2 MF = X . d / L2
Bila X1 = 0 MF = e Bila X = 0 MF = 0
Bila X1 = e MF = (d . e)/ L2 Bila X = e MF = (d . e) / L2
Bila X1 = L2 MF = 0 Bila X = L2 MF = d
P = 1 berjalan di C-S
MB = 0
RAV . L0 + RS .L1 = 0
RAV = RS .L1 / L0 = (X . L1 ) /( L0 . L2 )
MD = RAV . a = (X . L1 . a ) /( L0 . L2 )
Untuk X = 0 MD = 0
Untuk X = L2 MD = (L1 . a ) /( L0 )
P = 1 berjalan di A-B-S
MB = 0
RAV . L0 + 1 .L1 = 0
RAV = L1 / L0
MD = RAV . a = (L1 . a ) /( L0 )
MA = 0
1 .X1 - RBV . L0 = 0
RBV = X1 / L0
MD = RBV .b = (X1 . b) /( L0 )
Untuk X = 0 MD = 0
76
Untuk X = a MD = (a . b ) /( L0 )
Untuk X = L0 MD = b
MB = 0
RAV . L0 - 1 .( L0 - X1) = 0
RAV = (L0 - X1 )/ L0
MD = RAV . a = (L0 - X1 ) . a /( L0 )
Untuk X = 0 MD = a
Untuk X = a MD = (a . b ) /( L0 )
Untuk X = L0 MD = 0
S1 S2 1
(+) S1 S2
A E B F G C D
A B () C D
RAV RBV RCV RDV L1
a b c d e L0
L0 L1 L2 L3 L4 (d) Garis Pengaruh Reaksi di A
L0 + L1
S1 S2
L0
RS1 G
RS2
1 (+)
A
E F S1 S2 C D
A B S1 S2 C D
(a) Balok Gerber Tipe 02 (e) Garis Pengaruh Reaksi di B
L3 + L4
L4
1
(+)
(+) 1
A E B S1 S2 C D
A B S1 S2 C D
(b) Garis Pengaruh Reaksi S1
(f) Garis Pengaruh Reaksi di C
1
1 S1 S2 (+)
(+) ()
A B C D
A B S1 S2 C D L3
L4
(c) Garis Pengaruh Reaksi S2 (g) Garis Pengaruh Reaksi di D
Gambar 6-14
77
Garis Pengaruh Gaya Lintang
S1 S2 S1 S2 H
A E B F G H C I D A B () C D
RAV RBV RCV RDV 1
a b c d e f g h (c) Garis Pengaruh SF di H
L0 L1 L2 L3 L4 1
(+)
S1 S2 A B F S1 S2 C D
Gambar 6-15
RS1 G
RS2 L3
h
A L4
E F S1 S2 H C I D
C I
D
(a) Balok Gerber Tipe 02 A B S1 S2
h
S1 S2 g
G gh
A B C D L4
e (e) Garis Pengaruh Momen di I
d de
L2 L1
a
L0
(b) Garis Pengaruh Momen di G
E B
A
S1 S2 C D
f a
ab b
L0
A B S1 S2 H C D
Gambar 6-16
78
6.4.3 Balok Tipe -3
Garis Pengaruh Reaksi Tumpuan
S1 F G H S2
C D 1
A E B I
RAV RBV RCV RDV A S1 B C S2 D
a b c d e f g h
1 L 2 + L3
L2
A S1 B C S2 D 1
Gambar 6-17
Garis Pengaruh Gaya Lintang
S1 F G H S2
1
A E B C I D
RAV RBV RCV RDV A S1 B C H S2 D
a b c d e f g h
Gambar 6-18
79
Garis Pengaruh Momen Lentur
S1 F G H S2 1
A E B C I D
RAV RBV RCV RDV
a b c d e f g h A S1 B C H S2 D
Gambar 6-19
Contoh 6.1 : Suatu rangkaian beban berjalan diatas struktur balok gerber seperti gambar
6-20, hitung dan gambarkan posisi beban tersebut sehingga menghasilkan :
a. SF maksimum dan BM maksimum
b. RAV dan RBV
Bila P=1 berjalan antara S-C Bola P=1 berjalan antara S-A
MC = 0 MA = 0
RS . 4 P .X = 0 P (4 .X2 ) RBV . 4 - = 0
RS = P . X / 4 RBV = P (4 .X2 ) / 4
MB = 0 Bila X2 = 0 RBV = 0
RAV . 4 RS . 2 = 0 X2 = 4 RBV = 1
RAV . 4 (X / 4 ) . 2 = 0 X2 = 2 RBV = 1,5
RAV = X / 8
Bila X = 4 RBV = 0,5
X = 0 RBV = 0
X = 1 RBV = 0,125
MA = 0 MB = 0
RBV . 4 RS . 6 = 0 RAV . 4 P . X = 0
RBV . 4 (X / 4 ) . 6 = 0 RAV = (P . X ) / 4
RBV = 0,375 X RAV = X / 4
80
Bila : X = 4 RBV = 1,5 Bila : X = 0 RAV = 0
X = 0 RBV = 0 X=4 RAV = 1
X = 1 RBV = 0,375 X=2 RAV = 0,5
Q= 1,5 kN/m'
(a)
1 kN
x2
P C
RS
A RCV
1 B S x1
RAV RBV
(b)
1
S 0,125
A 1 B C
0,50
(c) Garis Pengaruh RAV
1,50
1
A 1 B S C
0,375
(d) Garis Pengaruh RBV
1 0,50
A
B S C 0,125
1
(e) Garis Pengaruh SF1
Gambar 6-20
Kedudukan resultante gaya ( R )
(2 . 0 ) + ( 1 . 1 ) + ( 2 . 2 ) + ( 4,5 . 3,5 ) + ( 1,5 . 5 ) = 11 . X
X = 2,57 m
P 11 P 2
= = 2,2 1 = = 2
L 5 d 1
SF2 > SF1
81
2,57m
R= 11 kN
Q=1,5 kN/m'
1m 1m 3m
Gambar 6-21
I II III IV V
P PII PIII
II III balok
lantai
II III PII PIII
Gambar 6-22
82
6.5.1 Garis Pengaruh Reaksi Tumpuan
Garis pengaruh reaksi tumpuan di A dan B dapat ditentukan seperti pada
pembahasan dimuka, yaitu dengan menentukan besarnya Reaksi RAV dan RBV untuk
setiap kedudukan P dan digambarkan sebagai ordinat. Garis Pengaruh tumpuan A dan B
dapat dilihat pada gambar 6-23.
P (berjalan)
I II III IV
A B
a b a
L
(a) Balok dengan beban tak langsung
Gambar 6-23
Misalkan P berada ditengah III IV , pada balok induk akan bekerja PIII dan PIV
sebesar PIII = 0,5 kN dan PIV = 0,5 kN.
MB = 0 RAV . L PIII . a PIV . 0 = 0
RAV = (PIII . a) / L
RAV = (0,5. a) / L
Bila semua kedudukan P dicoba maka Garis pengaruh RAV dan RBV akan
memberikan hasil yang sama dengan balok sederhana.
P = 1 kN
0,5 a 0,5a
I II III IV
A B
a b a
L
(a) Balok dengan beban tak langsung
1 kN
III IV
0,5a
(b) Garis pengaruh reaksi di A L
Gambar 6-24
83
6.5.2 Garis Pengaruh Gaya Lintang
I II III IV V
A C D E B
P
balok memanjang x
C D E
RAV RBV
a a a a
L
(a) Balok dengan beban tak langsung
Garis pengaruh RAV
a
L
1
E
1
1 a Garis pengaruh RBV
L
(b) Garis pengaruh SF di E
Garis pengaruh RAV
a
1 L
D
1
2a
L Garis pengaruh RBV
(c) Garis pengaruh SF di D
Gambar 6-25
Gaya PIV dan PV bekerja pada balok induk, selanjutnya dihitung RAV dan RAV
MB = 0 MA = 0
RAV . L PIV . a PV . 0 = 0 PIV . 3 a PV .L RBV . L = 0
RAV = PIV . a / L RBV = (PIV . 3 a PV .L ) / L
RAV = (X / a). a / L RBV = ((X / a ) . 3 a ((a X)/a) .4a ) / L
84
RAV = X / L RBV = ( 3 X (a X) .4 ) / L
X = 0 RAV = 0 RBV = 1 ( X/L)
X = a RAV = a / L X = 0 RBV = 1
X = a RAV = 1 a / L
I II III IV V
A C B
a a a a
c d
L
P
balok memanjang x
RAV C RBV
(a) Balok dengan beban tak langsung
III IV
ac
2 ac L d
L
c
Gambar 6-26
Bila P berjarak Xm dari IV
MIII = 0 MIV = 0
P . (a X ) PIV . a = 0 PIII . a P . X = 0
P = (a X ) / a PIII = (P . X ) / a
RBV = X / a
85
6.6 Rangkaian Beban Berjalan
Untuk rangkaian beban berjalan ( contoh : Truk gandeng , Kereta api ) dapat
ditinjau harga-harga untuk :
Reaksi Tumpuan Maksimum
Shearing Force Maksimum (baik + maupun )
Bending Momen Maksimum
Nilai ekstrim
A C B
a b
L
(a) Rangkaian beban titik berjalan
1 y31
y12 y21
y22 y11 y32
(b) Reaksi di A
Garis peng
aruh RA
1 y31
C
y22 y11
Garis peng 1
aruh RB
(c) Gaya lintang di C
C
y22 y
a 11 y31
y21
y32
(d) Momen di C
b
Gambar 6-27
86
Untuk mendapatkan nilai RA maksimum dengan cara trial , kemudian RA maksimum
yang terbesar dinamakan ekstrim
SFC = P1 . Y12 + P2 . Y22 + P3 . Y32
BMC = P1 . Y12 + P2 . Y22 + P3 . Y32
Pr
a b
P1 P2 P3 P4 P5
d d d d
A C B
a b
L
(a) Rangkaian beban titik berjalan
Pr
posisi - 1
P1 P2 P3 P4 P5
p=b
Pr
posisi - 2
P1 P2 P3 P4 P5
p+d
1
C
y2 y1
1
(b) SF di C maksimum
Gambar 6-28
Untuk menentukan kedudukan resultante beban yang bekerja pada rangkaian beban
berjalan dengan cara :
M P1 = 0
( P2 )(d ) + ( P3 )(2d ) + ( P4 )(3d ) + ( P5 )(4d ) = (Pr)(a)
( P2 )(d ) + ( P3 )(2d ) + ( P4 )(3d ) + ( P5 )(4d )
a=
Pr
Posisi 1
y1 : 1 = p : L
p
y1 =
L
87
Pr P
SFC posisi 1 = Pr . y1 =
L
Posisi 2
y 2 :1 = (P + d ) : L
P+d
y2 =
l
Pr ( P + d )
SFC posisi 2 = Pr . y 2 P1 = P1
L
Terdapat perubahan nilai SFC
SFC = SFC 2 SFC1
Pr P Pr d PP
= + P1 r
L L L
Pr d
= P1
L
Bila :
Pr d P P
> P1 atau r > 1 , maka SFC2 > SFC1
L L d
Pr d Pr P1
< P1 atau < , maka SFC2 < SFC1
L L d
Syarat : jika tidak ada beban tambahan yang masuk struktur balok atau beban yang
keluar struktur jembatan.
Bila adan beban baru yang masuk atau keluar bentang struktur balok, rumus umum
untuk mencari SF ditunjukkan pada persamaan (6-2)
Pd 1 P ' e P" f
SF = + + P1 (6-2)
L L L
Keterangan : L = bentang struktur
P = jumlah beban yang bekerja dalam bentang
d1 = jarak beban terakhir yang melewati titik yang ditinjau diukur dari
titik tersebut
P = beban tambahan yang masuk bentang
P = beban yang keluar dari bentang
P1 = beban yang meninggalkan titik yang ditinjau
e = jarak beban tambahan dari dukungan yang dilewati
f = jarak beban yang keluar dari dukungan yang ditinggalkan
88
POSISI - VI 2m 3m 2m 4m 2m 2m 3m 2m 2m 2m
3kN 3kN 2kN 2kN 4kN 3kN 2kN 4kN 4kN 3kN 3kN
POSISI - V 2m 3m 2m 4m 2m 2m 3m 2m 2m 2m
3kN 3kN 2kN 2kN 4kN 3kN 2kN 4kN 4kN 3kN 3kN
POSISI - IV 2m 3m 2m 4m 2m 2m 3m 2m 2m 2m
3kN 3kN 2kN 2kN 4kN 3kN 2kN 4kN 4kN 3kN 3kN
POSISI - III 2m 3m 2m 4m 2m 2m 3m 2m 2m 2m
3kN 3kN 2kN 2kN 4kN 3kN 2kN 4kN 4kN 3kN 3kN
POSISI - II 2m 3m 2m 4m 2m 2m 3m 2m 2m 2m
3kN 3kN 2kN 2kN 4kN 3kN 2kN 4kN 4kN 3kN 3kN
POSISI - I 2m 3m 2m 4m 2m 2m 3m 2m 2m 2m
3kN 3kN 2kN 2kN 4kN 3kN 2kN 4kN 4kN 3kN 3kN
A C B
RAV
RBV
8m 12 m
(a)
Gambar 6-29
(14)(2) (3)(1)
Dari posisi I II SFC = + 3 = 1,45
20 20
(17)(3) (2)(2)
Dari posisi II III SFC = + 3 = 0,25
20 20
(19)(2) (4)(1)
Dari posisi III IV SFC = + 2 = +0,1
20 20
(23)(4) (4)(1) (3)(1) (3)(1) (3)(3)
SFC = + + + + 2
Dari posisi IV V 20 20 20 20 20
= +3,95
(24)(2) (3)(1)
Dari posisi V- VI SFC = + 4 = 1,45
20 20
89
Posisi 1
RA = (q). (Luas bidang pengaruh)
=q X A
X1 : 1 = a : L
X1 = a / L
RA = q . (0,5 . a . X1 )
RA = q . (0,5 . a . a /L)
Posisi 1
SFC = (q) . (0,5 . a . a /L )
SFC akan mempunyai nilai maksimum bila beban terbagi rata
BMC = (q) . (luas bidang pengaruh)
posisi - 2
q posisi - 1
q
A C B
a
L
(a) Beban merata berjalan
1 y1
C a
(b) Garis pengaruh reaksi di A
maks. +
maks. q
q
a
1
C
1
(c) Garis pengaruh SF di C
a
ab
L
Gambar 6-29
90
6.6.2 Garis Pengaruh Momen Maksimum
Rangkaian beban titik melintas pada struktur A-B dengan posisi P1 , P2 , berada di
sebelah kiri titik C, sedangkan P3 , P4 dan P5 di sebelah kanan titik C. Secara umum
rumus momen pada titik yang ditinjau ditunjukkan dengan persamaan (6-3).
P1 P2 P3 P4 P5
P1 P2 P3 P4 P5
A C B
a b
L
(a) Beban rangkaian berjalan
x
yA yB
y1 y5
a y2 y4
y3
ab
L
n
BM = Pi y i (6-3)
i =1
Gambar 6-31
Sehingga momen pada titik C yang terdapat dalam gambar 6-31, dapat dihitung dengan
persamaan (6-3), yaitu :
n5
BM C = Pi y i
i =1
91
Bila rangkaian beban bergeser x ke kanan maka :
- ordinat di kiri C bertambah y A
- ordinat di kanan C bertambah y B
Beban di sebelah kiri C (P1 dan P2)
Penambahan ordinat
a x b
= atau y A = x
a.b
L y A L
Penambahan BMC
b
BM C = P1 y A + P2 y A = ( P1 + P2 ) x
L
Beban di sebelah kanan C (P3 ,P4 dan P5)
Pengurangan ordinat
b x a
= atau y B = x
a.b
L y B L
Pengurangan BMC
a
BM C = P3 y B + P4 y B + P5 y B = ( P3 + P4 + P5 ) x
L
Bila resultante (P1 + P2) = PA
resultante (P3 + P4 + P5) = PB
Pengurangan momen :
b a
BM C = PA x PB x
L L
a.b P P
= x( A B )
L a b
a.b
= x(q A q B ) , nilai BM C dipengaruhi oleh qA dan qB
L
92
Ditinjau titik C
Dengan penggeseran beban ke kanan sepanjang x, maka BM C akan bertambah.
Bila penggeseran dilanjutkan, maka pada suatu saat tidak terjadi penambahan,
bahkan mulai terjadi pengurangan, yaitu bila qA < qB . Penambahan beban akan
mencapai maksimum bila P2 di atas C, sehingga BMC maksimum bila beban titik
(terpusat) di atas titik C.
PA PB
P1 P2 P3 P4 P5
A C B
a b
L
(a) Beban rangkaian berjalan
yA yB
a
ab
L
Gambar 6-32
Dengan memperhatikan gambar 6-32, maka resultante beban dapat ditunjukkan sebagai
berikut.
PA = resultante (P1 + P2)
PB = resultante (P3 + P4 + P5)
Menghitung BMC maksimum :
a.b P P
BM C = x( A B ) , atau
L a b
93
BM C ab PA PA
= ( )
x L a b
PA PB
BMC akan maksimum, apabila : =
a b
PA PB
Apabila : > , maka beban digerakkan ke kanan
a b
PA PB
< , maka beban digerakkan ke kiri
a b
Contoh 6-2: Analisis struktur balok sederhana dengan rangkaian beban berjalan seperti
ditunjukkan pada gambar 6-33, dengan metode garis pengaruh.
1,5m 1m 1m 1m
P1 P2 P3 P4 P5
6kN 12kN 10kN 10kN 8kN
A C B
RAV
RBV
4m 4m
(a)
0,75 1,0
1,5 1,5
2,0
Gambar 6-33
PA 6 P 40
Analisis 1 : P2 di kanan C := = 1,5 < B = = 10
a 4 b 4
P 18 P 28
P2 di kiri C : A = = 4,5 < B = =7
a 4 b 4
PA 18 P 28
Analisis 2 : P3 di kanan C : = = 4,5 < B = =7
a 4 b 4
94
PA 28 P 18
P3 di kiri C : = =7 > B = = 4,5
a 4 b 4
PA 28 P 18
Analisis 3 : P4 di kanan C =
: =7 > B = = 4,5
a 4 b 4
P 38 P 8
P4 di kiri C : A = = 9,5 > B = = 2
a 4 b 4
Dari kondisi pada analisis 1 sampai dengan analisis 3, dapat di ambil kesimpulan bahwa
BMC maksimum apabila P3 terletak di titik C.
= 4,5 + 18 + 20 + 15 + 8
= 65,5 kNm
6.6.3 Momen Ekstrim Pada Balok Sederhana
Balok sederhana dengan beban berjalan seperti pada gambar 6-34. Dari gambar 6-34
akan di analisis momen ekstrim.
r
Ra R Rb
P1 P2 P3 P4 P5
p q
A X B
RAV RBV
x
0,5 L 0,5 L
Gambar 6-34
Ra = resultante beban di sebelah kiri Pi (i = 1, 2, , n)
Rb = resultante beban di sebelah kanan Pi (i = 1, 2, , n)
R = resultante semua beban ( Ra + Pi + Rb )
95
Misalkan di bawah beban P3 yang berjarak x dari A terjadi SF = 0 yang berarti
Mmaksimum. Nilai x = ?
MA = 0
Pi .x + Ra ( x p ) + Rb ( x + q )
RB =
L
BMx = RB (L x) Rb (q)
Pi x Ra x Ra p Rb x Rb q
= ( + + + )( L x) Rb q
L L L L L
Pi R R
= ( L.x x 2 ) + a ( L.x x 2 L. p + p.x) + b ( L.x x 2 q.x)
L L L
BMx = f(x)
96
Contoh 6-3 :
R =40kN
A C B
RAV RBV
3m 3m
(a)
R =40kN R R
C C
0,841 0,643 0,976 1,018
1,435 1,039 1,497 1,258
2,375 2,875
(b) (c)
R
1,0m 0,5m 0,5m 1,0m 0,5m 0,5m
0,659 C C
1,138 1,497 1,236 1,040
0,600 1,259 1,477
3,125 3,375
(d) (e)
Gambar 6-34
Titik tangkap resultante terhadap tepi kiri.
(6)(0) + (12)(1) + (12)(1,5) + (10)(2) = 40 x
0 + 12 + 18 + 20 = 40 x
x = 12,5 m
Analisis 1 ditunjukkan oleh gambar 6-34(b) :
BMekstrim = (6)(1,435) + (12)(1,039) + (12)(0,841) + (10)(0,643) = 37,6 kNm
97
Analisis 4 ditunjukkan oleh gambar 6-34(e) :
BMekstrim = (6)(0,6) + (12)(1,04) + (12)(1,259) + (10)(1,477) = 45,958 kNm
6.7 Garis Pengaruh Rangka Batang
Garis pengaruh rangka batang digunakan untuk menganalisis gaya-gaya batang
dari struktur rangka batang akibat beban bergerak, umunya metode ini banyak
diaplikasikan pada struktur jembatan rangka.
C 1 D E 5 F L M N 8
6
3 7
L 2 6 9 10 () 1
4 8
A B H I
G H I J K
(f) Garis Pengaruh Batang 5
RAV L L L L L L
RAV H I
(a) 1 (+) 1,667
H ()
(+) I
(c) Garis Pengaruh Batang 2
1
2
3
5 (h) Garis Pengaruh Batang 6
2
6 1
6
() () H
G (+)
G
(d) Garis Pengaruh Batang 3 4
6
(i) Garis Pengaruh Batang 7
G H I J
(+)
5
2
1
6
(e) Garis Pengaruh Batang 4 (j) Garis Pengaruh Batang 9
Gambar 6-36
Garis pengaruh batang 1, batang 2.
P = 1 unit beban bergerak sepanjang batang bawah (A,G, H, I, J, K ) tidak
mempengaruhi besarnya gaya batang 1 dan batang 2.
Gaya batang 1 dan batang 2 dihitung berdasarkan metoda joint dengan tinjauan
joint C, ditunjukkan gambar 6-37.
C 1
F1
2
V = 0 F2 = 0
H = 0 F1 =0
F2
99
Gaya batang 3 dan batang 4 dihitung berdasarkan metoda joint dengan tinjauan
joint C, ditunjukkan gambar 6-38.
Jika P = 1 unit beban, berada di A, maka RAV = 1, dan RBV = 0
V = 0 1 + 1 + F3V = 0
F
3V F3
F3V = 0 P=1
F
F3 = 0 3H
2 3
A F
H = 0 F3H + F4 = 0 4 4
0 + F4 = 0
R =1
AV
F4 = 0
Jika P = 1 unit beban, berada di G, maka RAV = 5/6, dan RBV = 1/6
V = 0 F3V + RAV = 0
F3V = 5/6
F
F3 = 5/6 2
3V
F
3
P=1 di G
F
H = 0 F3H + F4 = 0 2
3
3H
A F
F4 = F3H 4 4
F4 = 5/6 5
RAV =
6
Garis pengaruh gaya batang 5, 7 dan 8 lebih mudah bila digunakan metoda
potongan. (Tinjau potongan yang melewati batang 5, 7 dan 8, seperti ditunjukkan
pada gambar 6-40)
100
5 F5 F
F7V
F7
2 3
7 F7H
A
4 G H 8 F8 I
5 P=1
RAV =
6
Gambar 6-40
Garis pengaruh batang 6 lebih mudah bila digunakan metoda potongan. (Tinjau
potongan yang melewati batang 5 dan 6, ditunjukkan pada gambar 6-41)
101
Jika P = 1 unit beban berada di G, maka RAV = 5/6
V = 0 RAV 1 + F6 = 0
F6 = 1/6
POT_2
C D E 5 F
6 F5
2 3 F6
F
A
4 G H I
POT_2
F6 = 4/6
Gambar 6-41 : Potongan 2-2
Garis pengaruh batang 9 lebih mudah bila digunakan metoda joint pada joint I yang
ditunjukkan pada gambar 6-42.
F9
I
F8 F
P=1
102
Jika P = 1 unit beban berada di H,
V = 0 F9 = 0
Contoh 6-5 : Hitung dan gambarkan garis pengaruh batang 1, 2, 3, 4, 5 pada struktur
jembatan dengan lalu-lintas atas seperti tergambar dibawah ini
Karena struktur dengan lalu-lintas atas, maka P =1 unit beban diletakkan pada joint atas
(A, B, C, dan D). Untuk lebih mudahnya P =1 unit beban, dicoba untuk joint-joint di
sekitar batang yang akan dianalisis.
POT. 1 1
2
A 2 C 3 D B 3
4
L 1 ()
D
5
C (+)
E F G
POT. 1
L L L L L L 1
2
3
(a) Truss Dengan Lalulintas Atas (e) Garis Pengaruh Batang 4
C
C D
(+)
(+)
2
2
2 3
3 4
(b) Garis Pengaruh Batang 1 3
4
6
(f) Garis Pengaruh Batang 5
() 1 kN 1 kN
C
POT. 1
(c) Garis Pengaruh Batang 2 A 2 C F3 D B
F4
1 1 1
F5
() RAV
E F G
POT. 1
C D
(d) Garis Pengaruh Batang 3 (g)
Gambar 6-43
103
Garis pengaruh batang 1 dan 2 dianalisis dengan menempatkan P = 1 unit beban
disekitar batang 1 dan 2 yaitu di joint A dan C
P=1
2 F2
A
1 F1H
RAV = 1
F1V F1
P=1
2 C
A F2
1 F1H
RAV = 4
6 F1V F1
5
E
Gambar 6-45
104
H = 0 F1H + F2 = 0
F2 = F1H
F2 = 4/6
Garis pengaruh batang 3, 4 dan 5 dianalisis dengan tinjauan potongan 1 1
(pandang kiri), yang ditunjukkan gambar 6-43(g).
MF = 0
RA . 3L + F3 . L P .L = 0
F3 = (L RA .3L )/ L = 1 3 . RA = 1
MC = 0
RA . 2L F5 . L P . 0 = 0
F5 = (RA . 2L )/ L = 2 . RA = 4/3
V = 0
RA - 1 F4V = 0
2
F4V = /3
MF = 0
RA . 3L + F3 . L = 0
F3 = 1
MC = 0
RA . 2L F5 . L = 0
F5 = 2/3
V = 0
RA - F4V = 0
105
F4V = 2/3
106
DAFTAR PUSTAKA
Hsieh, Yuan - Yu, Suryadi, 1985, Teori Dasar Struktur (terjemahan), Penerbit :
Erlangga, Jakarta.
Laursen, H.I., 1969, Structural Analysis, Mc. Graw Hill, Kogakusha Ltd., Tokyo.
Norris, Charles Head, 1970, Elementary Structural Analysis, Mc. Graw Hill,
Kogakusha Ltd., Tokyo.
Soemono, 1979, Statika 1Bangunan Rangka Batang Rata , Penerbit : ITB, Bandung.
Suwarno Wiryomartono, 1978, Mekanika Teknik Konstruksi Statik Tertentu Jilid III,
Penerbit : FT-UGM, Yogyakarta
Tartaglione, Louis C., 1991, Stuctural Analysis,, Mc. Graw Hill, Singapore.
107